Showing posts with label Pengemis. Show all posts
Showing posts with label Pengemis. Show all posts

Sunday, 20 February 2011

PEDOMAN PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL PEMULUNG

PEDOMAN PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL PEMULUNG

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Seiring terjadinya resesi global yang ditandai dengan adanya pemutusan hubungan kerja, menurunnya daya beli masyarakat, dan semakin sempitnya ketersediaan lapangan pekerjaan, mendorong peningkatan jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dengan situasi dan kondisi di atas maka dapat diprediksikan salah satu jenis permasalahan sosial yaitu Pemulung akan mengalami peningkatan populasi pada masa mendatang.
Peningkatan populasi Pemulung tersebut dapat terlihat dari pemandangan yang lazim di daerah perkotaan, baik di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), jalan raya, rumah-rumah makan, super market, pasar tradisional, pabrik-pabrik, bantaran kali, maupun di sisi rel dan stasiun kereta api banyak dijumpai orang mengais dan memungut sampah yang memiliki nilai ekonomis serta dijual kepada agen yang disebut lapak/pengepul.
Dilihat dari aspek kesejahteraan sosial, kondisi kehidupan sehari-hari Pemulung sangat memprihatinkan. Pola kehidupan mereka di wilayah perkotaan cenderung kumuh dan mengelompok di kantong-kantong kemiskinan. Mereka banyak tinggal di tempat-tempat yang beresiko tinggi, seperti: di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah, atau bahkan ada yang tidur di gerobak sampah bersama anak dan istrinya. Hidupnya menggelandang ke berbagai tempat dengan penghasilan yang tidak menentu, mereka memiliki tingkat pendidikan rendah dan keterampilan (skills) yang kurang memadai, serta minimnya pengalaman bekerja.
Dari aspek kesehatan, pekerjaan ini memiliki resiko besar karena rentan terkena penyakit, ditambah lagi kadar gizi yang rendah serta akses pelayanan kesehatan yang minim. Banyak keluhan bahkan cemoohan dari warga atas keberadaan Pemulung karena kehadirannya sudah menimbulkan “keresahan” dan ketidaktenteraman masyarakat. Kondisi tersebut tidak terlepas dari sebagian Pemulung yang sering melakukan tindakan kurang terpuji, seperti: mengambil perkakas rumah tangga atau barang-barang yang masih dipakai pemiliknya. Selain itu tempat-tempat penampungan barang milik Pemulung menambah kekumuhan wajah kota karena para Pemulung cenderung tidak memperhatikan aspek kebersihan, ketertiban dan keindahan lingkungan.
Walaupun demikian, mereka adalah warga negara yang patut mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah sebagaimana warga masyarakat lainnya, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam pembangunan secara efektif. Dalam hal ini Departemen Sosial RI sebagai salah satu institusi yang bertanggung-jawab dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial perlu memiliki kebijakan dan program pelayanan dan rehabilitasi sosial yang jelas dalam menangani masalah Pemulung.
Untuk menjabarkan kebijakan dan program tersebut perlu disusun suatu pedoman dalam memberikan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi Pemulung.
B. Maksud dan Tujuan.
1. Maksud Penulisan Buku Pedoman:
a. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam memberikan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi Pemulung;
b. Penyusunan pedoman ini adalah untuk mengarahkan petugas pelaksana lapangan dalam menangani langsung Pemulung secara baik di masyarakat;
c. Menjelaskan kepada masyarakat tentang pelayanan sosial yang menjadi tanggung-jawab bersama Pemerintah dan masyarakat;
d. Menjelaskan kepada Pemulung tentang bentuk-bentuk pelayanan sosial yang menjadi hak mereka.
2. Tujuan Penulisan Buku Pedoman:
a. Terwujudnya kesamaan persepsi dari berbagai pihak terkait dalam upaya Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung;
b. Terlaksananya manajemen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung yang efektif;
c. Terkoordinasikannya kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing pihak yang terkait;
d. Menyediakan pedoman tentang bentuk, proses Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung yang dapat dijadikan acuan umum dalam rangka penanganan pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial melalui pengembangan potensi pemerintah dan masyarakat;
e. Membantu memfasilitasi semua pihak yang peduli terhadap penanganan permasalahan Pemulung.
C. Sasaran.
1. Sasaran Pedoman.
a. Departemen Sosial RI, Dinas/Instansi Sosial Provinsi, Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota dan Instansi terkait;
b. Orsos/LSM/Yayasan dan Masyarakat yang peduli terhadap permasalahan Pemulung.
2. Sasaran Pelayanan.
a. Pemulung;
b. Keluarga Pemulung;
c. Lingkungan Sosial Pemulung;
d. Masyarakat Lingkungan.
D. Tahapan Rehabilitasi Sosial:
1. Tahapan pendekatan awal :
a. Orientasi dan konsultasi;
b. Identifikasi;
c. Motivasi;
d. Seleksi.
2. Tahapan penerimaan :
a. Registrasi;
b. Pengungkapan dan penelaahan masalah;
c. Penempatan dalam program pelayanan dan rehabilitasi sosial;
d. Tahapan bimbingan mental, sosial dan keterampilan;
e. Bimbingan fisik dan mental;
f. Bimbingan usaha/kerja;
g. Bimbingan keterampilan praktis.
E. Tahapan Resosialisasi:
1. Bimbingan kesiapan dan peranserta masyarakat;
2. Bimbingan sosial bermasyarakat;
3. Bimbingan bantuan stimulasi usaha produktif;
4. Bimbingan usaha/kerja;
5. Penyaluran.
F. Tahapan Bimbingan Lanjut:
1. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peranserta dalam pembangunan;
2. Bantuan pengembangan usaha/kerja;
3. Bimbingan pemantapan usaha/kerja.
G. Tolok Ukur Keberhasilan.

Tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan pelaksanaan kegiatan dapat dilihat dari berbagai yaitu :
1. Penerima pelayanan ;
Aspek ini lebih menitikberatkan kepada kondisi para ekspenerima pelayanan itu sendiri, yaitu bahwa mereka telah memiliki ciri-ciri atau karateristik sebagai berikut :
a. Ekspenerima pelayanan tidak melakukan pekerjaan yang tidak normatif sesuai dengan kaidah kehidupan bermasyarakat (telah digolongkan sebagai suatu keberhasilan dalam upaya rehabilitasi yang telah diselenggarakan);
b. Telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya dan meningkatkan kemampuan kerja serta melakukan kegiatan (perwujudan pulihnya harga diri, kepercayaan diri serta kesadaran akan norma-norma kehidupan di masyarakat);
c. Memahami, memiliki dan menguasai suatu keterampilan kerja tertentu yang dapat dipergunakan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian bagi dirinya dan atau bersama keluarganya;
d. Telah memiliki pekerjaan yang tetap dalam bentuk usaha wiraswasta, menjadi karyawan pabrik atau perusahaan maupun bentuk lainnya yang sesuai dengan norma masyarakat;
e. Dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara wajar, baik di lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan;
f. Telah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menentukan, mendayagunakan dan meningkatkan sumber-sumber pelayanan sosial, sebagai salah satu bentuk partisipasi mereka untuk dapat membantu dirinya sendiri, keluarga maupun kelompok yang membutuhkannya.
2. Masyarakat:
Aspek ini lebih menitikberatkan kepada kondisi masyarakat ekspenerima pelayanan berada, yaitu bahwa mereka telah memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut:
a. Dapat memahami dan menghayati bahwa permasalahan sosial Pemulung bukan hanya tanggung-jawab Pemerintah akan tetapi juga merupakan tanggung-jawab masyarakat, sebagai mitra Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan sosial;
b. Dapat menerima kembali, memberikan kesempatan kerja/usaha, mengusahakan lapangan kerja secara layak kepada para ekspenerima pelayanan yang telah mendapat pelayanan dan rehabilitasi;
c. Telah memiliki daya tangkal terhadap kemungkinan timbulnya permasalahan sosial Pemulung, terutama di daerah asal ekspenerima pelayanan (fungsi pencegahan);
d. Memberikan kesempatan secara terbuka kepada ekspenerima pelayanan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan di masyarakat.
H. Landasan Operasional.
1. Undang-Undang RI Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34;
2. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
3. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4419);
4. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
5. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
7. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
8. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 12 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4967);
9. Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1980 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis;
10. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial RI.
I. Definisi Operasional.
1. Pelayanan Sosial adalah suatu upaya yang diberikan kepada Pemulung yang mengalami permasalahan sebagai akibat ketidakmampuannya dalam melaksanakan fungsi sosialnya;
2. Rehabilitasi Sosial adalah Proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat;
3. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial adalah semua bentuk kegiatan yang dilaksanakan secara profesional, meliputi usaha-usaha pembinaan fisik, pembinaan mental, sosial, pemberian keterampilan kerja, dan penyaluran ketengah-tengah masyarakat;
4. Pemulung adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara mengais langsung, mengais barang yang bergerak (mobile), pengepul dan pendaur ulang barang-barang bekas;
5. Sistem Patron Klien, adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental di mana seorang individu dengan status sosial ekonominya yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang dianggapnya lebih rendah (klien);
6. Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial;
7. Pendamping adalah petugas yang ditunjuk dengan latar belakang sebagai pekerja sosial masyarakat atau pekerja sosial yang mempunyai kompentensi profesional dalam bidangnya;
8. Bimbingan Sosial adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran Pemulung dan keluarganya untuk melaksanakan tugas, fungsi dan peranannya dalam kehidupan sosial;
9. Bimbingan keterampilan kerja dan kewirausahaan adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan keahlian praktis dan kewirausahaan Pemulung dan keluarganya sehingga mampu mengembangkan potensi dirinya;
10. Bantuan sosial adalah Bantuan sosial dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat mengalami guncangan dan kerentaan sosial dapat tetap hidup secara wajar.












BAB II
KEADAAN DAN PERMASALAHAN

A. Keadaan.


Gambar: Para Pemulung tengah beristirahat di gubuk penampungan sampah di kawasan TPA Jatibarang.

Secara umum hidup Pemulung berpindah-pindah dari satu TPA ke TPA lain karena lokasinya berada di berbagai tempat. Dimanapun lokasi TPA berada Pemulung senantiasa mengikutinya dengan cara mereka sendiri. Gambaran tersebut juga terjadi pada Pemulung yang berada di pemukiman, stasiun dan pasar.
Bagi Pemulung, TPA adalah "ladang" tempat menggantungkan hidup, di mana sehari-hari mereka menjalankan kehidupannya sebagai Pemulung. Alasan mereka melakukan itu sasarannya sudah jelas dan tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain. Para Pemulung mengakui bahwa mereka betah mencari nafkah di lokasi seperti itu karena mendatangkan rejeki tersendiri. Hal ini juga menjadi alasan untuk mengajak saudara, teman dan orang lain mengikuti jejak mereka. Pemulung berani tinggal di sebuah gubuk reot, berdinding kardus dan beratap plastik. Walaupun tempat tinggalnya tidak layak namun kenyataannya mereka mampu bertahan menghadapi berbagai masalah dalam kondisi apapun.
Salah satu contoh kasus yang dialami Suhatemi di Jatibarang membuktikan bahwa dirinya sebagai Pemulung di TPA karena tidak mempunyai keterampilan khusus. "Saya ini nggak pernah sekolah jadi nggak ngerti apa-apa, baca-tulis juga nggak bisa, makanya saya jadi Pemulung, kan nggak perlu keterampilan," tuturnya polos.
Bagi Pemulung yang mencari nafkah di pemukiman, stasiun dan pasar seringkali melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti: mengambil barang orang, menggelandang dengan pakaian compang camping, melanggar etika masyarakat, mengorek-ngorek/mengacak–acak sampah bahkan menimbulkan konflik dengan warga.
TPA adalah dunia kecil yang mampu menghidupi keluarga, tempat mencari nafkah untuk menyambung hidup, berkelompok dan bermasyarakat. Bahkan disanalah dipertemukan orang dengan berbagai asal dan latar belakang kehidupan.
Sebagai Pemulung merupakan dunia yang melingkupi hidup mereka tak lepas dari onggokan sampah. Setiap hari, mereka memilih dan memilah sampah-sampah dari seantero kota. Beberapa jenis sampah yang laku dijual, seperti kertas, botol, kaleng, besi tua, kardus, obat-obat dan makanan bekas, serta plastik dikumpulkan di lapak masing-masing.
Saat mencari nafkah, mereka hanya bermodalkan gancu dan keranjang/karung. Alat-alat sederhana itu digunakan untuk memungut sampah yang akan "disulap" menjadi uang. Mereka memulung tidak mengenal waktu untuk mengumpulkan hasil sebanyak-banyaknya karena prinsip yang berlaku dikalangan Pemulung: ”Kalau mau dapat uang haruslah rajin”.
Jika mempunyai sedikit uang lebih, mereka bisa membeli sampah dengan sistem borongan dari sopir truk. Dengan demikian, satu truk sampah yang telah dibeli menjadi hak miliknya. Namun jika tidak punya uang, mereka memulung di tempat pemulungan umum.
Dua kali seminggu, barang-barang rongsokan yang dikumpulkan diambil oleh agen Pemulung yang membuka kios di kawasan PKL. Harga barang dibedakan berdasarkan jenisnya. Hasil penelitian Rukardi di Jatibarang tahun 2007: kertas koran dihargai Rp 150/kg, beling Rp 100/kg, botol air mineral Rp 500/kg, plastik kresek Rp 150/kg, kardus Rp 200/kg, kaleng Rp 200/kg, dan ember plastik Rp 500/kg. Setelah dihitung, selisih antara modal dan hasil penjualan, dalam sehari rata-rata Pemulung memperoleh pendapatan Rp 10.000-Rp 20.000. "Uang yang dikeluarkan berapa, rongsokan yang laku berapa, itu semua dicatat di dalam bukunya.
Pemulung yang beroperasi di TPA mengaku, dalam jangka waktu tiga jam sudah mendapatkan satu gerobak barang bekas yang di buang warga selama satu hari. Namun kalau sabar menunggu, satu hari penuh bisa mendapatkan tiga gerobak sampah plastik bekas minuman. Menurut Pemulung, sampah rumah-tangga banyak menumpuk kalau petugas kebersihan kota tidak bekerja, sehingga pemulung kebanjiran sampah. "Ya, mudah-mudahan saja petugas kebersihan lama libur sehingga mereka bisa lebih banyak mendapatkan sampah yang bisa dijadikan uang". Selama hari libur persaingan antar Pemulung juga tinggi, seiring banyak Pemulung lainnya yang datang meraup keuntungan.
Kehidupan Pemulung tidak jauh dari sampah karena “komoditas limbah” yang banyak dijauhi orang itu adalah sumber penghidupannya. Menemukan sampah plastik bagaikan menemukan emas. Namun kini para sopir truk yang mengangkut sampah juga menjadi pesaing mereka (AHYA ALIMUDDIN, Nganjuk).
Sampah yang bercampuraduk itu menggunung. selain lalat, beberapa Pemulung tampak mengerubuti gunungan tersebut, berharap dapat sampah kertas dan plastik. Jika beruntung memperoleh besi yang dapat diloakkan. Peluh yang mengucur deras dari dahi dan panasnya sengatan matahari tanpa kompromi, namun kerja tetap jalan. Pakaian mereka yang cukup "tertutup" bisa menghindari bau, meski gagal menipu gerah.



Memulung sepertinya bukan pekerjaan sepele. Kehidupan sehari-hari Pemulung selalu berkaitan dengan tempat-tempat kotor karena berhubungan dengan sampah. Namun siapa yang mengira, di balik pekerjaan memungut sampah, Pemulung itu sebenarnya berjasa, setidaknya dalam pengelolaan sampah plastik yang sulit diurai dalam tanah sehingga menimbulkan masalah lingkungan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis-jenis Pemulung sangat variatif sesuai dengan pekerjaan mereka di lapangan. Diantara mereka ada yang disebut pengais langsung di lokasi tertentu dan pengais yang bergerak (mobile), pengepul (kolektor barang bekas yang di dapat dari Pemulung), dan pendaur ulang barang-barang bekas.
B. Permasalahan.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemulung antara lain:
1. Motivasi Menjadi Pemulung.
Pada awalnya, pekerjaan memulung itu sendiri dijalani sebagai pilihan terakhir sehubungan dengan kecilnya peluang dan daya serap lapangan pekerjaan yang ada di masyarakat. Pilihan terhadap pekerjaan ini dikaitkan dengan strategi bertahan hidup untuk menghadapi ketatnya persaingan hidup dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup primer, seperti sandang, pangan dan papan.
Sebagian besar Pemulung, mengakui bahwa menjadi Pemulung karena inisiatif sendiri, ajakan dari keluarga dan atau teman, dan ajakan dari bos lapak. Dengan demikian Pemulung cenderung tidak memiliki motivasi yang kuat bahwa pekerjaan tersebut akan menjadi jalan hidupnya kelak, akan tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Jika ada pekerjaan yang lebih baik dan menjanjikan, Pemulung memiliki motivasi yang kuat juga untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.
2. Pendidikan dan Keterampilan Kurang Memadai.
Umumnya Pemulung berlatar belakang pendidikan yang kurang memadai, sehingga menyebabkan sulitnya mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Kondisi tersebut diperparah dengan rendahnya tingkat keterampilan yang mereka miliki, sehingga kurang memahami cara atau teknis untuk meningkatkan nilai tambah barang bekas yang dikumpulkan. Mereka hanya pesuruh bagi orang yang mempunyai modal (pengepul).
3. Penghasilan Yang Tidak Memadai.
Sepanjang pengamatan lapangan di beberapa kota tempat Pemulung bekerja, uang yang didapat dengan susah payah hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagi mereka menyisihkan penghasilan (menabung) merupakan hal yang sangat sulit dilakukan, karena adanya tuntutan hidup dan penghidupan yang serba beragam. Disamping itu sistem permodalan dalam bidang usaha, dan fasilitas lainnya juga sulit dijangkau.
4. Penerapan Sistem Patron Klien Yang Merugikan.
Dalam prakteknya sistem ini mengkondisikan ketergantungan Pemulung terhadap juragan-juragan/bos besar yang mengaku memberikan modal kepada mereka, ternyata diberikan bunga dan barang yang harus di jual kepada mereka. Pemulung menjual barang bekas tersebut dengan harga yang sangat rendah, sedangkan pengepul meraup untung yang sangat besar. Pengepul (kolektor barang bekas yang di dapat dari Pemulung) hanya melihat Pemulung dengan sebelah mata tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi Pemulung.
5. Kondisi Tempat Tinggal.
Pada umumnya Pemulung bertempat tinggal di rumah yang tidak layak huni dan terkesan kumuh. Penempatan barang-barang bekas yang mereka miliki tidak tertata rapih dan terkesan semrawut serta tidak sehat. Bahkan tidak jarang mereka tinggal di rumah yang terbuat dari kardus, triplek dan kayu bekas yang dibangun seadanya sambil menempati tanah kosong. Selain pertimbangan kepraktisan itu, mereka berpikir bahwa suatu saat dapat berpindah-pindah tempat dengan mudah sesuai lokasi memulung yang dinilai menguntungkannya.
6. Kondisi Kehidupan Keluarga.
Anggota keluarga Pemulung umumnya terjun juga dalam aktivitas memulung sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Istri dan anak-anak mereka juga sibuk membersihkan dan menyortir barang bekas sebelum dijual ke pengepul.
Pembagian peran dan tanggung-jawab dalam keluarga tidak jelas karena antara orangtua dan anak sama-sama mencari nafkah. Seharusnya tugas orangtua adalah untuk mencari nafkah bagi keluarga, namun kenyataannya anak ikut terjun dalam pekerjaan orangtua, sehingga terjadi hambatan dalam tumbuh kembang, pendidikan dan kesehatan anak.




7. Komunitas Pemulung.
Walaupun sudah ada berbagai organisasi yang peduli terhadap Pemulung, namun secara kelembagaan organisasi ini belum memiliki kekuatan, sehingga fungsi advokasi sosial belum berjalan maksimal, bahkan tidak jarang terjadi konflik sesama Pemulung maupun dengan warga masyarakat.





























BAB III
PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL PEMULUNG
A. Gambaran Umum Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung merupakan satu rangkaian kegiatan yang sistematik dan terencana serta berkesinambungan dalam rangka membantu Pemulung dan keluarganya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan kerja diharapkan agar Pemulung dapat meningkatkan kualitas hidup, disiplin, percaya diri serta mampu mengembangkan alternatif pekerjaan baru untuk mendapatkan nilai tambah secara ekonomi guna memenuhi kebutuhan dirinya sendiri serta keluarganya. Sedangkan tahapan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial terhadap Pemulung terdiri dari pendekatan awal/persiapan, penerimaan, asesmen, pemberian bimbingan mental sosial, keterampilan, resosialisasi, bimbingan lanjut dan terminasi.
B. Persiapan.
Persiapan yang dilaksanakan dalam kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung adalah :
1. Koordinasi.
Merupakan aktivitas untuk menghubungkan berbagai pihak yang terkait dalam kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung. Tujuannya adalah untuk membangun kesamaan persepsi tentang pelayanan dan rehabilitasi, menciptakan sinergi dan kerjasama dengan pihak terkait. Tahapan yang dilakukan meliputi : penjajagan ke lokasi kegiatan, rapat koordinasi dan penyebaran informasi.
2. Pemetaan.
Pemetaan adalah kegiatan awal untuk menemukenali sekaligus menghimpun data dari suatu wilayah tertentu. Tujuannya untuk menentukan lokasi kegiatan, gambaran tentang situasi, kondisi dan populasi Pemulung, masalah serta sumber daya di daerah setempat. Pemetaan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang situasi, kondisi, populasi/kelompok Pemulung di lapangan.

3. Pendekatan Awal.
Tujuannya adalah untuk memperoleh dukungan dari berbagai instansi, lembaga kesejahteraan sosial dan masyarakat dalam bentuk kerjasama/peranserta, kemudahan-kemudahan/fasililas sumber-sumber pelayanan yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan penanganan masalah sosial Pemulung. Sebagai produk kegiatan tersebut adalah suatu metrik yang mempertegas nama instansi/badan organisasi/pengusaha/perorangan yang terlibat secara operasional dengan rincian bentuk keterlibatan, jadual realisasi dengan lampiran Surat Referensi.
Langkah-langkah kegiatannya sebagai berikut :
a. Menyusun, memperbanyak dan manyampaikan hasil rangkuman/rekapitulasi tersebut di atas kepada petugas orientasi dan konsultasi yang akan bertugas ke lapangan;
b. Mempersiapkan dan menyelesaikan surat-menyurat, surat jalan, pembuatan kesepakatan/janji untuk mengadakan pertemuan atau rapat sehubungan dengan kegiatan orientasi dan konsultasi;
c. Mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang lainnya yang sangat diperlukan dalam kegiatan orientasi dan konsultasi di lapangan (misalnya : akomodasi, bahan kontak dsb);
d. Menetapkan lokasi orientasi, dan konsultasi;
e. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai;
f. Menetapkan cara pelaksanaan orientasi dan konsultasi;
g. Melaksanakan kegiatan orientasi dan konsultasi;
h. Menginventarisasi seluruh hasil kegiatan orientasi dan konsultasi;
i. Menetapkan kesimpulan-kesimpulan/rangkuman sebagai bahan perumusan penyusunan kebijaksanaan dan strategi pembuatan program pelayanan sosial.
4. Identifikasi.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas tentang sumber-sumber bantuan yang dapat mendukung program penanganan dan lokasi permasalahan Pemulung.
Langkah-langkah kegiatannya sebagai berikut :
a. Mempelajari informasi dan menghimpun laporan hasil kegiatan orientasi dan konsultasi;
b. Menyusun, menggandakan dan menyampaikan daftar isian (formulir) identifikasi kepada petugas identifikasi yang akan melaksanakan tugasnya;
c. Menyusun dan menyelesaikan surat-menyurat dan catatan yang berkaitan dengan kegiatan identifikasi;
d. Menyusun, mengatur dan menentukan jadual pelaksanaan kegiatan identifikasi;
e. Mengadakan pendekatan kepada instansi pemerintah, swasta, organisasi sosial yang memungkinkan dapat dijadikan sumber-sumber bantuan dan dukungan, terhadap kelancaran program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial;
f. Menyusun, menganalisa dan mengelompokkan data identifikasi masalah melalui isian pada daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya;
g. Mendiskusikan hasil pengumpulan data identifikasi guna menentukan langkah selanjutnya.
C. Pelaksanaan.
1. Motivasi.
Motivasi dilakukan untuk menumbuhkan dan mendorong kemauan serta kemampuan calon penerima pelayanan sehingga memiliki minat untuk mengikuti Program Rehabilitasi sosial.
Tujuannya adalah untuk mendorong dan menumbuhkan minat dan kemampuan para calon penerima pelayanan, agar dapat mengenali, menghayati dan mengikuti program pelayanan sosial yang diselenggarakan, sehingga dapat membangkitkan minat/kemauan dan kesadaran, para penerima pelayanan untuk mengikuti dan memanfaatkan program-program pelayanan. Menumbuhkan peranserta keluarga dan lingkungan sosialnya dalam menunjang keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi sosial Pemulung, serta tumbuhnya hubungan antara Instansi Pemerintah dan Organisasi Sosial Masyarakat yang baik guna menun¬jang keberhasilan Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
Langkah-langkah kegiatannya adalah meliputi :
a. Menyusun dan menggandakan daftar isian yang berkaitan dengan kegiatan motivasi;
b. Mempersiapkan surat-menyurat, bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan motivasi;
c. Menyusun resume tentang hasil kegiatan motivasi;
d. Menghubungi instansi yang terkait dengan kegiatan motivasi bagi calon klien baik yang berada di tempat-tempat liar, lokasi, maupun di lokalisasi;
e. Mengumpulkan para calon klien yang akan dimotivasi, sesuai dengan jadual yang telah ditentukan atau disepakati bersama dengan instansi terkait;
f. Menyampaikan informasi dan atau pengerahan kepada para calon klien tentang maksud dan tujuan Pemerintah (Departemen Sosial) dalam usaha mewujudkan kesejahteraan sosial khususnya bagi para penyandang masalah sosial Pemulung;
g. Menyampaikan informasi tentang Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi para Pemulung serta manfaat dan keuntungannya mengikuti program tersebut.
h. Memberikan dorongan kepada para calon klien untuk mengikuti Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, guna memperbaiki tata kehidupan dan penghidupannya sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku;
i. Menyampaikan hasil motivasi kepada atasan langsung.
2. Seleksi.
Seleksi dilakukan dengan memilih dan menetapkan calon klien definitif sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya meliputi :
a. Menyusun dan menggandakan daftar isian untuk kegiatan seleksi;
b. Mengolah dan mengelompokkan data calon klien yang memenuhi persyaratan;
c. Membuat dan menyampaikan surat pengantar tentang pengembalian calon klien yang tidak memenuhi persyaratan kepada Instansi/Dinas Sosial Pengirim;
d. Menyusun daftar nama klien definitif untuk disampaikan kepada petugas teknis operasional;
e. Menyusun dan menggandakan daftar isian untuk kegiatan seleksi;
f. Mengolah dan mengelompokkan data calon klien yang memenuhi persyaratan;
g. Membuat dan menyampaikan surat pengantar tentang pengembalian calon klien yang tidak memenuhi persyaratan kepada Instansi/Dinas Sosial Pengirim;
h. Menyusun daftar nama klien definitif untuk disampaikan kepada petugas teknis operasional.
3. Penerimaan.
Penerimaan adalah serangkaian kegiatan untuk mendata klien dan Orsos/LSM/Yayasan sebagai pemberi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Di dalam kegiatan penerimaan dilakukan beberapa kegiatan, yaitu : registrasi, penelaahan dan pengungkapan masalah serta penempatan dengan rincian sebagai berikut :
a. Registrasi.
Tujuannya untuk mendapatkan klien yang definitif. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya meliputi :
1) Pendataan tentang kelengkapan administrasi calon klien;
2) Catatan/rekomendasi dari petugas sebelumnya;
3) Buku induk klien;
4) Pemahaman dan penyusunan berkas-berkas data calon klien;
5) Mempersiapkan buku induk klien dan pencatatan, penomoran setiap klien definitif ke dalam daftar isian (formulir) dan buku indeks menurut sistem urutan yang dianggap paling mudah dan cepat dimengerti;
6) Penyampaian berkas dan informasi tentang klien yang telah diregistrasikan kepada petugas teknis operasional yang menanganinya.
b. Penelaahan dan Pengungkapan Masalah.
Tujuannya untuk mendapatkan data dan informasi tentang latar belakang permasalahan klien, yang meliputi: bakat dan minat, potensi-potensi yang dimilikinya, kemampuan, kelemahan-kelemahan, harapan serta rencananya untuk masa depan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung upaya pemecahan masalah serta upaya-upaya lain untuk mengembangkan kemampuan klien.

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya meliputi :
1) Mempersiapkan daftar isian dan kelengkapan lainnya vang diperlukan untuk kegiatan wawancara dalam upaya penggalian data klien;
2) Penyusunan jadual/program kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah;
3) Penyusunan dan penggandaan hasil pengumpulan data permasalahan dan hasil diskusi penelaahan dan pengungkapan masalah klien;
4) Mempersiapkan data dan berkas-berkas klien berdasarkan pada urutan daftar registrasi menurut daftar induk klien;
5) Mempersiapkan pedoman dan daftar isian (formulir) yang berisi data tentang latar belakang permasalahan sosial setiap penerima pelayanan;
6) Mengadakan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi secara perorangan;
7) Pengelompokan, penganalisaan/pembahasan hasil data yang telah dikumpulkan bersama dengan pejabat teknis lainnya, (misalnya: pekerja sosial, psikolog, dokter/paramedis dan lain-lain). Selanjutnya menyimpulkan data setiap klien berdasarkan keputusan sidang pembahasan kasus (Case Conference).
c. Penempatan Dalam Program Rehabilitasi.
Tujuannya sebagai pemberi arah sesuai dengan hasil pengumpulan data penelaahan dan pengungkapan masalah serta hasil keputusan sidang pembahasan kasus.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya meliputi :
1) Mengadakan inventarisasi data dan informasi tentang hasil penelaahan dan pengungkapan masalah setiap klien;
2) Mengadakan inventarisasi data dan informasi tentang lapangan kerja/usaha dan bantuan paket usaha produktif yang tersedia;
3) Menentukan jenis keterampilan kerja yang diikuti oleh setiap klien, dan instruktur/pembimbing/tenaga fungsional yang diperlukan untuk setiap jenis keterampilan kerja selama satu periode.

d. Asesmen.
Asesmen adalah proses untuk mengungkap, menelaah, memahami dan menganalisa dan menilai masalah atau rencana pelayanan dan lingkungan klien serta kebutuhannya untuk langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai hasil-hasil yang diharapkan Orsos/LSM/Yayasan.
D. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
1. Bimbingan Sosial.
Adalah berbagai bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh pekerja sosial untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun masyarakat dalam meningkatkan kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan, menghadapi dan mengatasi masalah, menjalin dan mengendalikan hubungan-hubungan sosial mereka dalam lingkungan sosialnya.
a. Bimbingan penyuluhan sosial dan bimbingan sosial.
Tujuannya untuk memiliki kesadaran dan tanggung-jawab so¬sial di dalam masyarakat serta dapat menjalankan fungsi dan peranan sosialnya secara baik dan benar. Memiliki kesanggupan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, dan mampu menjalankan hubungan sosial yang normatif.
b. Bimbingan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga mau dan mampu untuk mengamalkannya dan memiliki tanggung-jawab, cinta bangsa dan negara, mengetahui kewajiban dan hak sebagai warga negara dan mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
c. Bimbingan kesejahteraan keluar¬ga.
Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan kerumahtanggaan para Pemulung, agar dapat hidup berumahtangga (berkeluarga) yang sejahtera dan normatif.
d. Bimbingan Pengetahuan Gizi/Kesehatan.
Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan gizi/kesehatan para Pemulung sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari.

e. Bimbingan Kelompok Belajar dan Pengetahuan Dasar (KBPD).
Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dasar para Pemulung agar mereka dapat membaca, menulis, menghitung dan peningkatan pengeta¬huan dasar lainnya.
f. Bimbingan Budi Pekerti.
Tujuannya untuk menanamkan dan meningkatkan pengetahuan untuk bertingkah-laku dan bersikap yang baik sesuai tuntunan nilai sosial dan norma masyarakat serta memiliki sikap tenggang-rasa dan jiwa kesetiakawanan sosial yang tinggi.
g. Bimbingan Kedisiplinan.
Tujuannya untuk meningkatkan kedisiplinan penerima pelayanan dalam kehidupan sehari-hari, agar para Pemulung tersebut senantiasa mentaati aturan, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis.
2. Bimbingan Fisik.
Adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membentuk karakter yang berdisiplin, serta penyegaran fisik dan menghilangkan rasa jenuh, sehingga klien memiliki kondisi fisik yang segar-bugar dan sehat dengan kegiatan latihan olah raga.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat, agar para Pemulung lebih meningkatkan kesehatannya dengan cara berolah-raga yang teratur, dan melatih kekompakan/kerjasama antar Pemulung.
3. Bimbingan Mental dan Keagamaan.
Adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan dan membangkitkan kemampuan para klien agar berpengetahuan tentang kesehatan mental, sehingga memiliki rasa tanggung-jawab terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan taqwa dan keimanan sehingga mereka mempunyai kesadaran beragama secara lebih mendalam, dapat melaksanakan ajaran-ajaran agama/beribadah secara aktif dan membentuk sikap mental yang baik.

4. Bimbingan Keterampilan Kerja.
Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan pada penerima pelayanan untuk mengetahui, mendalami dan menguasai suatu bidang keterampilan tertentu. Tujuannya adalah agar para Pemulung dapat memiliki keterampilan untuk kepentingan dirinya, keluarga dan atau sumber mata pencahariannya, misalnya : keterampilan jahit-menjahit, cruisteek, masak-memasak, keterampilan tata rias, keterampilan industri rumah tangga, pertanian, kesenian dan sebagainya.
5. Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan Keterampilan Sosial.
Tujuannya adalah untuk menumbuhkan, membangkitkan, mengajarkan dan mengembangkan kemampuan para klien agar menjadi tenaga kerja yang produktif dalam arti berpengetahuan, sehat, terampil dan berdedikasi terhadap tanggung-jawabnya. Dengan cara meningkatkan pengetahuan tentang cara bekerja Pemulung, agar dapat memecahkan masalah dirinya sendiri, keluarga maupun lingkungannya, meningkatkan pengetahuan keamanan dan ketertiban masyarakat agar Pemulung dapat memahami dan mematuhi peraturan-peraturan yang ada, menanamkan dan meningkatkan pola tingkah-laku dan sikap pribadi yang baik agar memiliki sikap dan minat untuk berbuat sesuai dengan tuntunan nilai sosial dan norma masyarakat dan memiliki kesanggupan untuk tenggang-rasa dan saling membantu sesamanya serta memiliki tanggung-jawab, dan meningkatkan rasa kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari, agar Pemulung dapat mematuhi aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :
a. Pertama, pada kegiatan bimbingan fisik dan mental, yaitu:
1) Mempersiapkan formulir, bahan dan perlengkapan yang diperlukan untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan;
2) Mempersiapkan daftar nama klien yang akan diperiksa kesehatannya;
3) Mempersiapkan perlengkapan olah raga;
4) Mempersiapkan buku-buku dan bahan-bahan kelengkapan pelajaran agama.
b. Kedua, pada kegiatan bimbingan sosial kemasyarakatan yaitu :
1) Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan untuk terapi kelompok;
2) Mempersiapkan alat peraga yang dapat dipergunakan sebagai contoh tentang bentuk kegiatan kemasyarakatan yang baik dan benar, misal¬nya : gambar peragaan pergaulan dalam keluarga, masyarakat serta bentuk kesetiakawanan sosial kelompok wanita yang telah berhasil.
c. Ketiga, pada kegiatan bimbingan/latihan keterampilan kerja praktis, yaitu :
1) Mempersiapkan dan memperbanyak jadual latihan yang telah disusun;
2) Mempersiapkan dan memperbanyak, daftar hadir klien;
3) Mempersiapkan alat-alat tulis bagi pe¬ngajar dan klien;
4) Menyediakan buku catatan untuk pendamping pengajar/instruktur;
5) Mempersiapkan daftar nilai bagi para pengajar yang berisikan perkembangan kemampuan klien;
6) Menyediakan buku penghubung antara klien dengan pengajar/instruktur;
7) Mempersiapkan bahan-bahan dan peralatan praktek keterampilan praktis;
8) Mempersiapkan Surat Tanda Tamat Latihan Keteram¬pilan (STTLK).
6. Evaluasi Akhir.
Tujuannya untuk mengetahui penguasaan seluruh materi yang sudah diberikan para pengajar/instruktur terhadap para Pemulung dan untuk mengetahui kemampuan masing-masing Pemulung, selanjutnya dijadikan bahan pertimbangan untuk penyaluran bekas klien Pemulung.
E. Bimbingan Lanjut dan Pengembangan Masyarakat.
Bimbingan lanjut adalah serangkaian kegiatan proses rehabilitasi sosial sebagai upaya untuk lebih memantapkan kemandirian klien baik berupa konsultasi, bantuan ulang, bimbingan peningkatan/ pengembangan/pemasaran maupun petunjuk lain untuk memperkuat kondisi kehidupan bermasyarakat.
Resosialisasi adalah salah satu tahapan pelayanan rehabilitasi sosial yang bertujuan agar bekas klien dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosialnya. Tujuan Resosialisasi adalah agar bekas klien Pemulung mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, mampu menerapkan kemampuan-kemampuan yang telah mereka peroleh, serta menciptakan dan menentukan sumber-sumber pelayanan sosial baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat lingkungannya.
Dengan demikian maka bekas penerima pelayanan diintegrasikan kembali kedalam suatu kehidupan sosial budaya maupun sosial ekonomi masya¬rakat.Salah satu upaya resosialisasi ini adalah penyaluran bekas penerima pelayanan kepada lapangan kerja, dimana ia dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan-kemampuannya sebagai hasil bimbingan keterampilan kerja yang telah mereka peroleh di dalam rehabilitasi.
Resosialisasi meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut :
1. Bimbingan Kesiapan dan Peran Serta Masyarakat.
Tujuannya adalah untuk menciptakan peningkatan kemauan dan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk dapat menerima kembali bekas klien, sehingga bekas klien tersebut dapat berperan aktif dan dapat berintegrasi dalam kegiatan masyarakat.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut :
a. Mempelajari dan memahami program kegiatan;
b. Membuat analisa kebutuhan serta sarana dan prasarana yang di perlukan;
c. Mengadakan surat-menyurat dan mengatur jadual ke¬giatan;
d. Membuat rangkuman program bimbingan kesiapan dan peran-serta masyarakat;
e. Pengadaan sarana dan prasarana bimbingan kesiapan dan peran-serta masyarakat;
f. Penyerahan sarana dan prasarana dengan petugas fungsional yang bersangkutan disertai berita acara serah-terima;
g. Penyiapan lokasi pelaksanaan kegiatan dan pengaturan/penjadualan hari "H" pelaksanaan kegiatan;
h. Pengecekan materi serta sarana dan prasarana bimbingan kesiapan dan peran-serta masyarakat;
i. Pengecekan lokasi/tempat pelaksanaan kegiatan;
j. Pengecekan surat-menyurat/undangan serta pencetakan materi yang diperlukan;
k. Penyampaian materi bimbingan kesiapan dan peran-serta masyarakat melalui ceramah, simulasi, role playing dan sebagainya;
l. Penyampaian materi tertulis/bergambar untuk lebih dipahami/dimengerti.
2. Bimbingan Sosial Hidup Bermasyarakat.
Tujuannya untuk menciptakan peningkatan kemauan dan kemampuan para klien untuk dapat melaksanakan tata kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut :
a. Mempelajari dan memahami program bimbingan sosial hidup bermasyarakat;
b. Membuat analisa kebutuhan dan atau sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan;
c. Mengadakan surat-menyurat kepada berbagai unit kerja, Instansi dan lembaga yang terkait untuk pelaksanaan kegiatan;
d. Membuat rangkuman program bimbingan sosial masyarakat dan menuangkannya dalam transparan atau sejenisnya apabila dianggap perlu;
e. Pengadaan sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan;
f. Pengecekan materi serta sarana dan prasarana bimbingan sosial hidup bermasyarakat yang sudah dipersiapkan;
g. Pengecekan tempat pelaksanaan kegiatan;
h. Pengecekan undangan dan jadual pelaksanaan kegiatan;
i. Penyampaian materi bimbingan sosial hidup bermasya¬rakat;
j. Penyampaian materi cetakan untuk lebih dipahami/dimengerti.
3. Pemberian Bantuan Stimulan Usaha Produktif.
Tujuannya untuk pemberian bantuan stimulan usaha produktif agar klien dapat berusaha/bekerja secara normatif untuk meningkatkan penghasilannya sehingga mereka mampu membiayai diri dan keluarganya (dilaksanakan oleh petugas struktural yang membidanginya).
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut :
a. Mempelajari program bimbingan keterampilan kerja dan peserta yang mengikutinya;
b. Menganalisa kebutuhan/jenis bantuan usaha produktif sesuai jenis masing-masing keterampilan dan jumlah peserta/penerima pelayanan yang mengikutinya;
c. Pembelian/pengadaan bantuan;
d. Penyiapan tempat dan undangan penyerahan bantuan;
e. Penyerahan paket bantuan kepada klien dengan penandatanganan berita-acara disaksikan oelh Pimpinan Petugas yang terkait dengan harapan agar mereka ikut memantau pemanfaatannya selama menjalankan usahanya.
4. Bimbingan Usaha/Kerja Produktif.
Tujuannya untuk merangsang/mendorong kemauan dan kemampuan klien agar dapat melaksanakan praktek usaha/kerja produktif sebagai mata pencahariannya dan sebagai sumber penghasilan yang layak serta normatif untuk membiayai diri dan keluarganya melalui pemantauan keterampilan kerja dan bantuan sti¬mulan usaha produktif yang telah diterimanya.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut :
a. Memantau situasi lapangan usaha/kerja yang telah diinventarisir;
b. Memantau dan menganalisa berbagai jenis keterampilan, ratio pesertanya dan bantuan stimulan usaha produktif, menganalisa ratio klien pada setiap jenis lapangan usaha/kerja;
c. Perencanaan penempatan klien pada suatu jenis lapangan usaha/kerja;
d. Merencanakan pendayagunaan sumber dalam praktek usaha/kerja;
e. Pengecekan klien yang telah mengikuti bimbingan keterampilan sosial/bimbingan keterampilan kerja dan bantuan stimulan usaha produktif yang telah diterimanya;
f. Pengecekan lokasi/tempat usaha serta pengelolaannya sehingga tidak terjadi kondisi lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan (merugi);
g. Praktek berusaha/bekerja dengan memanfaatkan bantuan stimulan usaha produktif berdasarkan potensi lingkungan yang dapat didayagunakan untuk mendukung keberhasilan program secara berdaya-guna dan berhasil-guna.

5. Penyaluran.
Tujuannya untuk menciptakan lahan bermata-pencaharian yang Iayak sebagai sumber penghasilan keluarga untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut :
a. Penentuan ratio penyaluran antara lapangan usaha dan ienisnya dengan jumlah klien dan bidang keterampilan yang dikuasainya;
b. Pertemuan dengan masyarakat setempat untuk sosialisasi program dan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam membantu bekas klien memperbaiki kualitas kehidupannya;
c. Penempatan bekas klien pada lapangan usaha/kerja produktif yang sudah direncanakan/dipersiapkan agar dapat melakukan praktek usaha/kerja hidup layak secara normatif dan dapat hidup layak.
F. Bimbingan Lanjut.
Sasaran kegiatan bimbingan Ianjut dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah para klien yang telah selesai mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial dan resosialisasi pada tahun anggaran yang telah berjalan.
Bimbingan lanjut merupakan upaya untuk lebih memantapkan kemandirian bekas klien, khususnya mereka yang karena berbagai sebab masih tetap memerlukan bimbingan, baik berupa konsultasi bantuan lanjutan maupun petunjuk lain untuk pengenalan di masyarakat.

Bimbingan lanjut meliputi :
1. Bimbingan Peningkatan Kehidupan Bermasyarakat dan Peran Serta Dalam Pembangunan.
Tujuannya untuk memantapkan pengintegrasian diri bekas klien dalam kehidupan bermasyarakat agar mereka mampu berperan-serta dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan di lingkungannya.
Langkah-langkah kegiatannya meliputi :
a. Mengadakan bimbingan dan motivasi sosial kepada para bekas klien yang telah disalurkan di masya¬rakat agar dapat berintegrasi dalam masyarakat dan berperanserta dalam pembangunan;
b. Mengadakan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memfasilitasi dan memberikan akses kemudahan kepada para bekas klien agar dapat mengembangkan kemampuannya dan berperan serta di masyarakat;
c. Menyusun jadual pelaksanaan kegiatan bimbingan;
d. Mempersiapkan daftar isian, surat-menyurat dan perlengkapan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan bimbingan peningkatan hidup bermasyarakat dan peran-serta dalam pembangunan;
e. Menyusun laporan singkat tentang hasil bimbingan.
2. Bantuan Pengembangan Usaha/Bimbingan Peningkatan Keterampilan.
Tujuannya untuk memantapkan dan mengembangkan usaha/kerja secara berkelompok, serta meningkatkan kemampuan bekas klien dalam hal pengelompokan usahanya.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya meliputi :
a. Menyusun jadual pelaksanaan kegiatan bantuan;
b. Menyusun daftar nama dan daftar isian yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemberian bantuan pengem¬bangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan;
c. Menyusun laporan singkat tentang hasil kegiatan yang dilakukan oleh petugas teknis operasional;
d. Mempelajari data para bekas klien yang telah disalurkan;
e. Mengadakan pengamatan secara langsung terhadap pelaksanaan usaha/kerja para bekas klien di lapangan sesuai dengan data yang telah disusun oleh petugas teknis administrasi;
f. Mengadakan pendekatan dengan instansi setempat untuk mendapatkan bantuan terhadap pemberian bimbingan/latihan keterampilan ulang guna pemantapan dan pengembangan peningkatan kete¬rampilan;
g. Mengusahakan adanya pemberian stimulan ulang apabila kondisinya memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut;
h. Mengadakan mobilisasi sumber-sumber bantuan yang me¬mungkinkan dapat memberikan akses kemudahan terhadap pengembangan usaha/kerja;
i. Mengadakan bimbingan Kelompok Usaha Produktif (KUP).
3. Bimbingan Pemantapan/Peningkatan Usaha.
Tujuannya untuk memantapkan dan mengembangkan usaha/kerja secara lebih berdaya-guna dan berhasil-guna, sehingga para bekas klien dapat lebih menekuni lapangan usaha/kerja.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya meliputi :
a. Menyusun jadual pelaksanaan kegiatan;
b. Mempersiapkan surat-menyurat, daftar isian dan perlengkapan lainnya yang diperlukan oleh petugas teknis operasional di lapangan;
c. Menyusun laporan singkat tentang hasil kegiatan yang dilakukan;
d. Menyusun jadual kegiatan;
e. Menginventarisasi kelunakan dan kekuatan usaha KBS;
f. Mencarikan/memberikan pemikiran alternatif pemecahan masalah KBS;
g. Memberikan rekomendasi kepada instansi lain yang terkait.
4. Terminasi.
Tahap terminasi adalah tahap mengakhiri kegiatan secara formal terhadap klien yang bertujuan memastikan tercapainya tujuan program. Sebelum melakukan terminasi diambil langkah sebagai berikut : persiapan administrasi, evaluasi dan pengakhiran proses pelayanan dan rehabilitasi sosial.
G. Keterpaduan.
Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial diselenggarakan oleh para petugas teknis administrasi dan operasional serta petugas fungsional berdasarkan struktur dan bekerja-sama dengan berbagai pihak atas dasar saling menguntungkan. Sesuai dengan tingkat pelaksanaan kegiatan, maka kerjasama tersebut dijalin dengan berbagai instansi terkait pada:


1. Kegiatan Pendekatan Awal :
a. Pemerintah Daerah Provinsi;
b. Dinas Sosial/Instansi Sosial Provinsi;
c. Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota);
d. Dinas Sosial/Instansi Sosial Kabupaten/Kota;
e. Kepolisian;
f. Tokoh-tokoh masyarakat/agama;
g. Instansi-instansi Pemerintah terkait lainnya sesuai dengan kebutuhan.
2. Kegiatan Bimbingan Mental, Sosial dan Keterampilan :
a. Dinas Tenaga Kerja atau Transmigrasi Kabupaten/Kota;
b. Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota;
c. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
d. Dinas Perindustrian Kabupaten/Kota;
e. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
f. Kepolisian Daerah;
g. Ketua Penggerak PKK Cabang Kabupaten/Kota;
h. Ketua Dharma Wanita Kabupaten/Kota;
i. Instansi atau organisasi sosial yang relevan;
j. Tokoh agama;
k. Organisasi pengusaha/Dunia Usaha.
3. Kegiatan Penyaluran :
a. Dinas Sosial Kabupaten/Kota, pengirim maupun daerah asal klien;
b. Perusahaan/Pabrik-pabrik/Organisasi pengusaha;
c. Organisasi sosial masyarakat dan atau usaha perorangan yang memungkinkan dapat memberikan kemudahan lapangan usaha wiraswasta;
d. Keluarga dan atau orang tua penerima pelayanan;
e. Kandep Agama, dalam proses pernikahan;

4. Kegiatan Bimbingan Lanjut :
a. Dinas Sosial Kabupaten/Kota di daerah asal klien (apabila lokasinya jauh dari jangkauan dapat dilakukan dengan surat-menyurat);
b. Dinas Tenaga Kerja atau Transmigrasi Kabupaten/Kota;
c. Perusahaan/pabrik-pabrik yang telah mempekerjakan klien;
d. Organisasi sosial dan atau usaha perorangan yang telah/masih mempekerjakan klien;
e. Keluarga dan atau orang tua klien;
f. Para informan lain yang memungkinkan diperolehnya data secara tepat dan akurat.
H. Ketenagaan.
Tenaga pelatih hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai di bidangnya masing-masing dan melalui bimbingan sosial tersebut diharapkan agar terdapat suatu perubahan sosial dalam tata kehidupan dan penghidupan klien. Ketenagaan dimaksud berasal dari berbagai profesi sebagai berikut :
1. Petugas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota/Panti Sosial;
2. Pekerja Sosial;
3. PSM/Relawan Sosial;
4. Tenaga Medis;
5. Tokoh Agama;
6. Psikolog;
7. Pendidik;
8. Ahli Gizi;
9. Ahli Tenaga Kerja;
10. Ahli Pemasaran;
11. Instruktur Keterampilan;
12. dan sebagainya.





BAB IV
MEKANISME DAN JARINGAN KERJA
A. Mekanisme Kerja.
1. Departemen Sosial RI.
a. Merumuskan kebijakan tentang Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung;
b. Merumuskan panduan, petunjuk teknis Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung;
c. Membuat kesepakatan dengan instansi terkait dalam rangka Kebijakan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung;
d. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung.
2. Dinas Sosial Provinsi.
a. Memberikan informasi tentang Program Rehabilitasi yang akan dilaksanakan, memfasilitasi pelaksanaan kegiatan koordinasi, menyusun agenda rapat koordinasi, menyusun laporan hasil koordinasi;
b. Melakukan pengolahan data Pemulung yang termasuk kategori PMKS;
c. Melaksanakan sosialisasi, koordinasi tentang pelaksanaan Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung dengan instansi terkait pada tingkat provinsi;
d. Menyusun perencanaan program kegiatan dalam Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung;
e. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung.
3. Dinas Sosial Kabupaten dan Kota.
a. Melakukan pendataan tentang Pemulung yang termasuk kategori PMKS;
b. Menyeleksi tenaga pendamping dari LSM dan Orsos serta menetapkan pekerja sosial yang bertanggung-jawab terhadap pelaksanaan program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung;
c. Mempersiapkan dan melatih para pendamping dari masyarakat atau Orsos yang peduli terhadap Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung;
d. Melakukan sosialisasi program tentang Pelayanan dan Rehabilitasi sosial Pemulung;
e. Melaksanakan kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial kepada Pemulung;
f. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung;
g. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung.
4. Instansi/Sektor Terkait.
a. Dinas Tenaga Kerja.
Memberi dukungan dalam pelaksanaan program bimbingan dan pelatihan vokasional termasuk kesempatan magang kerja.
b. Dinas Kebersihan.
Berperan-serta membangun kemitraan yang saling menguntungkan dengan komunitas Pemulung, khususnya dalam pengelolaan sampah mandiri.
c. Dinas Kesehatan.
Berperan-serta dalam penyuluhan kesehatan dan rujukan kesehatan bagi Pemulung dan keluarganya.
d. Dinas Pendidikan .
Berperan-serta dalam pendidikan anak-anak Pemulung dan bagi Pemulung serta keluarganya.
e. Kantor Departemen Agama.
Berperan dalam memberikan pembinaan mental spiritual bagi Pemulung.
f. Orsos/LSM/Yayasan, Tokoh agama dan Tokoh masyarakat.
Berperan sebagai mitra pendamping dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial Pemulung melalui penyiapan relawan pendamping.
g. Dunia Usaha.
Berperan sebagai mitra bisnis (mitra usaha) dalam rangka pengembangan usaha Pemulung.

Gambar 1
Mekanisme Kerja
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung






























B. Jaringan Kerja.
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial merupakan salah satu sistem dalam penanganan masalah sosial di perkotaan/pedesaan, sehingga setiap unsur didalamnya saling berkaitan. Karena itu setiap petugas Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan semua pihak atau unsur terkait di dalam masyarakat. Dalam hal ini diharapkan adanya jaringan kerjasama yang dapat berfungsi mendukung Pelayanan dan Rehabiliasi Sosial Pemulung secara efektif sebagaimana digambarkan dalam skema berikut :
Gambar. 2
Skema Jaringan Pelayanan Pemulung




















Catatan :
1. Garis putus lingkar warna merah;
2. Garis koordinasi (lurus ke Pemulung warna hitam).

C. Pelaksana dan Peran:
1. Dinas Sosial Provinsi, memberikan informasi tentang Program rehabilitasi sosial yang akan dilaksanakan, memfasilitasi pelaksanaan kegiatan koordinasi, menyusun agenda rapat koordinasi, menyusun laporan hasil koordinasi;
2. Dinas Sosial Kabupaten/Kota, memberikan informasi tentang situasi dan permasalahan penyalahgunaan Pemulung di daerah masing-masing, memberikan masukan tentang alternatif pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial;
3. Tim Rehabilitasi Sosial (Pekerja Sosial, Dokter Umum, Konselor, Psikolog, Psikiater, Tokoh Agama, PSM, Dunia Usaha)
a. Pekerja Sosial, memberikan informasi tentang tugas, fungsi dan peranan pekerja sosial, memberikan gambaran tentang metode, teknik dan pendekatan dalam penanganan korban penyalahguna Pemulung serta bentuk pelayanan yang diberikan;
b. Dokter Umum, memberikan informasi tentang tugas, fungsi dan peranannya dalam rehabilitasi sosial bagi KPN. Memberikan gambaran tentang penanganan secara medis;
c. Konselor, memberikan informasi tentang tugas, fungsi dan peranan dalam rehabilitasi Pemulung;
d. Psikolog, memberikan informasi tentang gambaran kondisi psikologis Pemulung serta berbagai pendekatan yang dapat dilakukan;
e. Psikiater, memberikan informasi tentang gambaran biopsikologis Pemulung;
f. Tokoh Agama, memberikan informasi tentang nilai-nilai normatif Pemulung;
g. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM/Relawan), memberikan informasi tentang kondisi lapangan termasuk daya jangkau kepada para Pemulung;
h. Dunia Usaha, memberikan informasi tentang kontribusi yang dapat diberikan dalam kegiatan rehabilitasi sosial Pemulung.



D. Indikator Keberhasilan.
Keberhasilan pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pemulung diukur dengan melihat :
1. Pemulung memiliki satu atau lebih keterampilan untuk kemandirian.
a. Tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma di dalam masyarakat;
b. Telah memiliki penghasilan tetap dan layak memenuhi kehidupan sehari-hari;
c. Memahami, memiliki dan menguasai suatu keterampilan kerja tertentu yang dapat dipergunakan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian bagi dirinya dan atau bersama keluarganya;
d. Sudah mempunyai pekerjaan yang tetap dalam bentuk usaha wiraswasta, menjadi karyawan pabrik atau perusahaan maupun bentuk lainnya yang sesuai dengan norma masyarakat;
e. Sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara wajar, baik di lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan;
f. Telah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menentukan, mendayagunakan dan meningkatkan sumber-sumber pelayanan sosial, sebagai salah satu bentuk partisipasi mereka untuk dapat membantu dirinya sendiri, keluarga maupun kelompok yang membutuhkannya;
g. Mempunyai rumah sebagai tempat tinggal yang layak huni;
h. Sudah beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara wajar;
i. Sudah mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi;
j. Sudah dapat ikut berperan dalam pembangunan.
2. Masyarakat.
a. Dapat memahami dan menghayati bahwa permasalahan sosial Pemulung bukan hanya tanggung-jawab Pemerintah, akan tetapi juga merupakan tanggung-jawab masyarakat, sebagai pasangan kerja (partner) Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan sosial;
b. Dapat menerima kembali, memberikan kesempatan kerja/usaha, mengusahakan lapangan kerja secara layak kepada para bekas Pemulung;
c. Telah memiliki daya tangkal terhadap kemungkinan timbulnya permasalahan sosial lainnya, terutama di daerah asal bekas penyandang masalah sosial melalui fungsi pencegahan;
d. Memberikan kesempatan secara terbuka kepada bekas Pemulung untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan di masyarakat.
3. Orsos/LSM/Yayasan dapat melaksanakan pembinaan terhadap Pemulung;
4. Terlaksananya koordinasi dalam pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi di semua sektor terkait;
5. Terbangunnya persepsi yang sama tentang program rehabilitasi sosial;
6. Terwujudnya Tim Unit Pelayanan Sosial Keliling bagi Pemulung termasuk perangkat dukungannya;
7. Terwujudnya rencana operasional kegiatan rehabilitasi sosial;
8. Terwujudnya pembagian tugas, fungsi dan peran dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial;
9. Didapatkannya model pelayanan yang efektif dalam melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi Pemulung.












BAB V
PENGENDALIAN
SUPERVISI, MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Dalam rangka menerapkan pedoman penanganan masalah sosial Pemulung diperlukan adanya pengendalian terhadap pelaksana serta pada setiap tahap kegiatan baik yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berjalan, serta kegiatan yang telah selesai direhabilitasi dalam bentuk-bentuk supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
A. Supervisi.
1. T u j u a n.
Agar setiap petugas mengerti, menghayati dan memahami bidang tugas masing-masing, serta lebih mampu melaksanakan kegiatan-kegaitan di lapangan, sehingga semua proses kegiatan dapat dilaksanakan secara benar sesuai dengan program yang telah ditetapkan.
2. S a s a r a n.
a. Segenap pelaksana dalam kegiatan program penanganan masalah sosial Pemulung;
b. Setiap kegiatan dimulai dari tahap pendekatan awal sampai dengan tahap bimbingan lanjut;
c. Dokumen laporan, hasil kegiatan sejak dari pendekatan awal, penerimaan, bimbingan keterampilan sosial, resosialisasi dan bimbingan lanjut.
3. W a k t u.
a. Insidentil, disesuaikan dengan kebutuhan;
b. Program sedang berjalan;
c. Setelah selesai program dilaksanakan (evaluasi).
4. Langkah-langkah.
Langkah-langkah supervisi yang perlu dipersiapkan dalam rangka realisasi pedoman pelaksanaan penanganan masalah sosial Pemulung adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari semua ketentuan dalam pedoman yang telah ditetapkan dengan seksama dan teliti, agar dengan demikian pelaksanaan supervisi dapat mencapai sasaran, disamping itu juga untuk menghindarkan dari kesalahan-kesalahan prinsip;
b. Mempelajari laporan semua komponen kegiatan dari tahap rehabilitasi, tahap bimbingan keterampilan sosial dan tahap bimbingan lanjut;
c. Mempersiapkan formulir-formulir untuk bahan supervisi. Formulir tersebut meliputi formulir tahap rehabilitasi, tahap bimbingan keterampilan sosial dan tahap bimbingan lanjut;
d. Menganalisa keberhasilan kegiatan.
B. Monitoring.
1. T u j u a n.
Untuk mengikuti perkembangan setiap penyelenggaraan kegiatan dari tahap rehabilitasi sosial, resosialisasi dan bimbingan lanjut agar dapat secara langsung dan sedini mungkin melakukan perbaikan, sesuai dengan rencana.
2. S a s a r a n.
a. Setiap pelaksanaan kegiatan, yaitu tahap rehabilitasi, resosialisasi dan bimbingan lanjut;
b. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dari sejak kegiatan rehabililasi, resosialisasi dan kegiatan bimbingan lanjut.
3. Pelaksanaan.
a. Petugas langsung turun ke lapangan;
b. Melalui surat-menyurat dan laporan-laporan;
c. Melalui pertemuan langsung antara petugas monitoring dengan petugas pelaksana kegiatan.
4. W a k t u.
Waktu monitoring dilakukan pada saat :
a. Pelaksanaan kegiatan sedang berjalan;
b. Pelaksanaan kegiatan selesai dilaksanakan;
c. Insidentil sesuai kebutuhan.
5. Langkah-langkah.
Mengadakan pemantuan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis administrasi dan operasional, meliputi:
a. Perkembangan seluruh kegiatan pelaksanaan penanganan masalah Pemulung, yang meliputi : tahap rehabilitasi, resosialisasi dan tahap bimbingan lanjut;
b. Faktor-faktor penghambat dan pendukung.
C. Evaluasi.
Evaluasi adalah proses kegiatan yang dilaksanakan untuk menilai hasil-hasil kegiatan yang telah dicapai. Evaluasi dilaksanakan oleh Departemen Sosial RI dan Dinas Sosial Provinsi.
Evaluasi merupakan penilaian terhadap tahap-tahap dari suatu proses kegiatan usaha yang telah dilaksanakan dan penilaian dari suatu kegiatan sehingga dapat diketahui dengan jelas tentang sejauhmana sasaran-sasaran dan tujuan telah tercapai, hambatan-hambatan apa vang dihadapi, faktor apa saja yang mampu mendorong lajunya peiaksanaan program, mekanismenya bagaimana dan hal-hal lain yang dipandang penting.
Tujuan :
1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan dari pelaksanaan kegiatan, hambatan-hambatan, kemudahan-kemudahan yang ditemukan dalam mendukung kelancaran pelaksanaan pro¬gram;
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang sedang dan telah berlangsung, hambatan-hambatan dan kemudahan.
D. Pelaporan.
Pelaporan adalah kegiatan akhir dalam bentuk penyusunan dan penyampaian keterangan tentang keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan pe¬la¬poran digunakan sebagai bahan dokumentasi, pertanggung-¬jawa¬ban sekaligus menjadi bahan masukan bagi pengembangan program lebih lan¬jut.
1. T u j u a n .
Tersedianya data dan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sosial, resosialisasi dan bimbingan lanjut, yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk meningkatkan, mengembangkan program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehingga berdaya-guna maksimal bagi bekas klien.
2. M a t e r i.
a. Hasil kegiatan rehabilitasi sosial meliputi :
1). Pendekatan awal;
2). Penerimaan;
3). Bimbingan keterampilan sosial.
b. Kegiatan resosialisasi meliputi :
1). Jumlah bekas klien yang mengikuti kegiatan resosialisasi;
2). Jenis penyaluran;
3). Tempat penyaluran;
4). Faktor pendorong/penghambat.
c. Kegiatan bimbingan lanjut, meliputi :
1). Jumlah bekas klien yang akan diberi bimbingan lanjut;
2). Alamat bekas klien yang akan diberi bimbingan lanjut;
3). Hasil pelaksanaan kegiatan bimbingan lanjut;
4). Faktor pendukung/penghambat;
5). Upaya mengatasinya yang dapat mendukung terhadap kelancaran pelaksanaannya.
3. S a s a r a n.
a. Tenaga Pelaksana;
b. Hasil pelaksanaan program yang mencakup rehabilitasi sosial;
c. Resosialisasi dan bimbingan lanjut secara keseluruhan bagi bekas klien;
d. Keluarga/masyarakat tempat tinggal bekas klien;
e. Orsosmas;
f. Pabrik-pabrik tempat bekerja bekas klien.


4. W a k t u.
Evaluasi dilaksanakan pada saat:
a. Program sedang berjalan;
b. Secara insidentil sesuai dengan kebutuhan;
c. Setelah program selesai dilaksanakan.
5. Pelaksanaan.
a. Laporan dibuat secara tertulis disampaikan secara berkala atau insidentil sesuai dengan kebutuhan;
b. Laporan dibuat secara lisan, yang sifatnya untuk memperjelas isi laporan, agar materi laporan segera dapat diketahui atasan;
c. Laporan dibuat pada setiap melakukan kegiatan dari tahap rehabilitasi, tahap resosialisasi dan tahap bimbingan lanjut;
d. Laporan insidentil apabila ada kasus-kasus tertentu;
e. Laporan berdasarkan hasil evaluasi.
6. Langkah-langkah.
a. Mengumpulkan laporan hasil pelaksanaan kegiatan pada setiap tahapan kegiatan;
b. Menyusun laporan mengenai penyelenggaraan penanganan masalah sosial Pemulung, yang meliputi : aspek teknis administrasi dan teknis operasional keseluruhan pelaksana program rehabilitasi sosial dan resosialisasi;
c. Memasukkan ke dalam file sebagai kelengkapan data bekas klien.
7. Mekanisme.
Pelaporan meliputi realisasi penyaluran dan penyerahan dana, manfaat bantuan serta hasil penyelesaian masalah yang mungkin terjadi di lapangan, dengan mekanisme:
a. Petugas pendamping menyampaikan laporan bulanan kepada Dinas Sosial Provinsi untuk pemantauan kegiatan bulanan, tentang hasil kegiatan tersebut kepada panti-panti sebagai kelengkapan bahan laporan kegiatan penyantunan dan pengentasan masalah secara keseluruhan;
b. Provinsi menyampaikan laporan bulanan kepada Departemen Sosial RI sebagai bahan masukan untuk perbaikan kebijakan program selanjutnya.
BAB VI
PENUTUP
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial terhadap Pemulung dapat diselenggarakan oleh Pemerintah maupun non Pemerintah dan atau dapat pula dengan peran aktif masyarakat, baik perorangan, kelompok maupun keterlibatan dunia usaha. Sedangkan peran Pemerintah Pusat dan Daerah adalah menfasilitasi dan memotivasi masyarakat dalam penyelenggaraan berbagai pelayanan bagi para Pemulung.
Keberhasilan dari program ini adalah apabila acuan ini dapat dipahami dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait sebagai pola pelayanan yang dapat diterapkan dan benar-benar dibutuhkan oleh para pengguna/penyelenggara. Sehingga program pelayanan yang diberikan kepada Pemulung betul-betul dapat merubah kehidupan dan penghidupannya.
Demikian pedoman ini dibuat sebagai acuan operasional, bagi petugas di lapangan dan diharapkan dapat dipahami dan dilaksanakan sesuai kebutuhan wilayah setempat.



For Full Text Pdf Program Desaku Menanti Download Here

REHABILITASI SOSIAL BERBASISKAN MASYARAKAT ( RBM)

RBM


KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL



REHABILITASI BERBASISKAN MASYARAKAT
( R. B. M.)



I. PENDAHULUAN

1. Umum

a. Upaya untuk memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi terhadap penyandang masalah tuna sosial akan menghadapi banyak hambatan, mengingat adanya keterbatasan dana maupun sumberdaya lainnya yang dimiliki pemerintah. Dengan demikian perlu mencari alternatif lain agar kegiatan perluasan jangkauan pelayanan penyandang masalah tuna sosial dapat ditingkatkan.

b. Disisi lain, pembangunan nasional telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup memadai, sehingga secara umum keadaan sosial ekonomi masyarakat relatif telah meningkat, dan telah menunjukkan adanya sebagian masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk dapat membantu kelompok masyarakat lainnya yang kurang beruntung.

c. Dengan demikian salah satu alternatif untuk dapat mendukung perluasan upaya peningkatan kesejahteraan penyandang masalah tuna sosial adalah dengan mengikut sertakan masyarakat, menggerakkan atau memobilisir potensi sumberdaya yang ada dalam masyarakat untuk mendorong kelompok masyarakat yang mampu untuk memiliki taraf kesetiakawanan sosial yang memadai terhadap kelompok mesyarakat yang kurang mampu atau kurang beruntung.

d. Upaya ini tentunya memerlukan inovasi untuk mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar kesadaran kesetiakawanan sosialnya menigkat. Berbagai upaya kearah ini telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri, melalui kegiatan-kegiatan bersama.

e. Bahkan diharapkan peran masyarakat akan lebih menonjol, sehingga keseluruhan kegiatan termasuk kegiatan rehabilitasi penyandang masalah tuna sosial, dapat diselenggarakan oleh masyarakat sendiri.

f. Kegiatan rehabilitasi sosial yang merupakan kegiatan oleh masyarakat, bersumber dari masyarakat, dan untuk masyarakat ini disebut Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) atau Community Based Rehabilitation (CBR).

g. Beberapa permasalahan mengenai pencapaian penanganan tuna sosial antara lain :

1) Menurut estimasi, sekitar 60% - 70% orang tuna sosial berada di pedesaan (rural) dan jumlah tuna sosial yang dapat dilayani hanya sekitar 7.47% dari populasi tuna sosial.

2) Tuna sosial yang berada di sekitar perkotaan (urban). Fasilitas perpantian umumnya berada di daerah perkotaan saja sehingga sulit untuk di jangkau oleh tuna sosial yang tinggal di pedesaan (rural).

3) Sehingga pelayanan rehabilitasi yang dikerjakan, yang umumnya oleh panti-panti, hanya menjangkau tuna sosial yang ada diperkotaan yang jumlahnya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang ada di daerah pedesaan.

4) Bila tetap dipertahankan pengembangan pelayanan rehabilitasi hanya difokuskan pada pengembangan perpantian, maka jumlah sasaran garapan sulit ditingkatkan karena pada tuna sosial pedesaan sulit menjangkau fasilitas yang hanya ada di perkotaan tersebut.

5) Untuk lebih meningkatkan jumlah sasaran garapan, maka pada dasawarsa terakhir telah dikembangkan suatu program pengoprasian Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK) atau Mobile Rehabilitation Unit (MRU), dengan harapan akan mampu menjangkau para tuna sosial yang sebagaian besar berada di daerah pedesaan.

6) Dalam tahun yang akan datang program-program pengoperasian URSK akan lebih ditingkatkan dan dikembangkan lebih lanjut dan lebih intensif. Diharapkan program URSK ini tidak hanya dimanfaatkan bagi pelayanan tuna sosial akan tetapi juga bagi para penyandang masalah tuna sosial lainnya (gelandangan/pengemis), ex-narapidana, WTS, waria, anak nakal, dan ex-korban narkotika), dan bahkan dapat juga digunakan bagi kegiatan bimbingan dan penyuluhan kepada para penyandang masalah tuna sosial lainnya, misalnya bagi masyarakat terasing, pembinaan kesejahteraan anak, keluarga dan lanjut usia, Karang Taruna dan sebagainya.

h. Pengembangan program RBM di lingkungan jajaran Kementerian Sosial, sebenarnya baru dikembangkan secara konsepsional untuk para tuna sosial, akan tetapi pada dasarnya konsep tersebut dapat berlaku untuk program RBM bagi penyandang masalah tuna sosial lainnya. Dengan demikian materi uraian dalam makalah ini, pada umumnya merupakan konsepsi dan pengalaman mengenai program RBM bagi tuna sosial.

i. kegiatan-kegiatan program Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) atau Community Based Rehabilitation (CBR), akan lebih ditingkatkan dan dikembangkan, dimana antara lain masyarakat akan lebih disadarkan (melalui awareness campaign mengenai masalah kecacatan) bahwa penanganan para tuna sosial bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.

j. Masyarakat akan lebih banyak dilibatkan dalam upaya-upaya pencegahan, penyuluhan, rehabilitasi sosial, resosialisasi, dan pembinaan lanjut.

k. Dalam menampung kegiatan-kegiatan masyarakat sebagai keikut sertaannya dalam rangka Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat ini, maka fasilitas-fasilitas yang ada, misalnya Loka Bina Karya (LBK), URSK (Unit Rehabilitasi Sosial Keliling) dan lainnya, dapat dimanfaatkan oleh masnyarakat setempat.

l. Hakekatnya RBM merupakan suatu kegiatan di bidang rehabilitasi sosial tuna sosial dari, oleh dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa kekuatan utama untuk cacat dari, oleh dan untuk masyarakat, ini berarti bahwa kekuatan utama untuk menopang kegiatan-kegiatan tersebut bersumber dari masyarakat sendiri.

m. Untuk menyongsong kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial tuna sosial, maka diperlukan kesadaran, kesediaan dan kesiapan masyarakat untuk menerima, mengelola, dan mengembangkan kegiatan-kegiatan dimaksud.

n. Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK) merupakan suatu sarana yang dapat digunakan secara efektif untuk menumbuhkembangkan kesadaran dan kesiapan masyarakat sebagaimana dimaksud di atas.

o. Peranan pemerintah dalam hal ini ialah membina mengawasi dan ikut serta memelihara hasil-hasil yang dicapai oleh kegiatan-kegiatan dimaksud agar dapat dimanfaatkan sejauh mungkin oleh masyarakat.

2. Maksud dan tujuan

a. Maksud diterbitkannya Buku Pedoman RBM ini, adalah sebagai penjelasan yang diharapkan merupakan pembakuan dari suatu kegiatan RBM, baik dalam artian pengertian, prosedur maupun langkah-langkah pelaksanaannya di lapangan.

b. Dengan tujuan agar terdapat keseragaman jalan pikiran, sikap dan langkah dalam pelaksanaan RBM secara nasional, sehingga terdapat efisiensi dan efektivitas kerja, serta merupakan suatu kegiatan yang terpadu dan utuh.





3. Dasar-dasar
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2, pasal 28 h, pasal 34.
2. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan.
4. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia.
5. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
7. Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
8. Undang–Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
9. Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
11. Keputusan Bersama Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia dan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01-PK.0301/1984; KEP 354/MEN/84; 63/HUK/X/1984, tentang Penyelenggaraan Pelayanan Rehabilitasi Narapidana dan Bekas Narapidana.
12. Keputusan Menteri RI Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila.
13. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial RI.


4. Sistematika Penguraian

I. Pendahuluan

II. Pengertian RBM

III. Organisasi dan Mekanisme Kerja

IV. Tata Laksana Kegiatan RBM

V. Bagan Visual Pelaksanaan RBM

VI. Penutup





II. PENGERTIAN RBM


1. “RBM adalah rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di dalam keluarga para tuna sosial atau masyarakatnya yang bertujuan merubah perilaku dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat berperan aktif secara optimal dalam upaya kesejahteraan sosial bagi tuna sosial dengan menggunakan sumberdaya dan potensi masyarakat dengan koordinasi dan atau kerjasama antara swasta/partisipasi masyarakat dan atau pemerintah.”

2. Mungkin dari satu segi dan bagi kepentingan saat penerbitan Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan tersebut, definisi diatas sudah memadai. Akan tetapi dalam pengembangannya lebih lanjut, mungkin definisi tersebut di atas perlu penyesuaian, terlebih lagi bila ada upaya untuk memperluas program RBM bagi penyandang masalah tuna sosial lainnya. Untuk hal tersebut maka salah satu saran penyesuaian tentang definisi ini adalah sebagai berikut:

“RBM adalah suatu sistem pelayanan rehabilitasi terhadap penyandang masalah tuna sosial, dengan menggunakan berbagai perangkat dan sarana lainnya yang ada pada masyarakat, terutama melalui mobilisasi potensi sumberdaya dalam masyarakat, baik dana, personil, maupun sarana, untuk menengani kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial yang ada di lingkungannya.”

3. Konsep sistem RBM, mengandung pengertian bahwa:

a. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial tuna sosial tersebut dilakukan dan melibatkan secara penuh peran keluarga dan masyarakat lingkungannya, bagi kesejahteraan sosial secara fisik maupun psikologis keseluruhan penyandang masalah tuna sosial, dan mencangkup seluruh tingkatan penyandang masalah tuna sosial, mulai dari saat kelahirannya, masa balita, umur sekolah, dewasa sampai dengan manula.

b. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial pada pelaksananya difokuskan pada peran dan keterlibatan masyarakat secara penuh, bagi masyarakat lingkungannya sendiri, atau dari masyarakat untuk masyarakat keikutsertaan masyarakat ini mencakup tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan RBM tersebut, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya.

c. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial ini mengupayakan agar terhadap perubahan sikap masyarakat kearah sikap yang lebih peduli dan rasa setiakawan terhadap kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial, sehingga masyarakat merasakan dan menghayati perlunya dan manfaatnya RBM ini untuk kesejahteraan sosial warganya yang menyandang masalah tuna sosial.

d. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial dilakukan melalui upaya mobilisasi sumberdaya dan potensi masyarakat, dan dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi, budaya, geografi dan demografi masyarakat serta keadaan penyandang masalah tuna sosial setempat, serta melaui koordinasi sebaik-baiknya dengan berbagai sektor terkait, agar keutuhan pelayanan termasuk pelayanan rujukan antar sektor terkait.

III. ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA

1. Dalam rangka penyelenggaraan berbagai kegiatan RBM, perlu dilakukan pengorganisasian kegiatan itu sendiri secara jelas, termasuk kejelasan tentang:

(1). Kegiatan-kegiatan RBM yang akan dilakukan.
(2). Bagan struktur organisasi pelaksana RBM.
(3). Personil yang akan mengawaki RBM.
(4). Perlengkapan dan peralatan, termasuk sarana mobilitas atau perangkat opersional operasi RBM.
(5). Tatalaksana atau prosedur serta pentahapan pelaksanaan kegiatan RBM
(6). Sumber biaya opersional RBM
(7). Dan sebagainya.

2. mekanisme kerja RBM di berbagai tingkat:

a. Sektor pemerintah:

1). Tingkat Pusat

a) Kementerian Sosial sebagai lembaga pemerintah tertinggi dalam pembinaan masalah kesejahteraan sosial, dalam hal ini Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial sebagai pembina pelayanan rehabilitasi penyandang masalah tuna sosial (tuna sosial, tuna susila, anak nakal dan korban narkotika) menyelenggarakan pembinaan dalam bentuk menentukan kebijaksanaan, strategi, langkah-langkah dan program, termasuk kegiatan RBM.

b) Dalam pembinaan masalah kesejahteraan sosial tersebut, khususnya bagi pengaturan dan penunjangan pelaksanaan RBM secara nasional, diharapkan Staf Kementerian Sosial yang terkait khususnya Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, melakukan koordinasi inter maupun intra Kementerian/Lembaga yang terkait, khususnya melalui Tim Koordinasi Usaha Kesejahteraan Sosial bagi Tuna sosial maupun bagi Gelandangan Pengemis serta penyandang masalah tuna sosial lainnya.



2). Tingkat Provinsi

a) Dinas/Instansi Sosial Provinsi, menyusun rencana penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan RBM di wilayah yang bersangkutan.

b) Dalam penyusunan dan peyelenggaraan kegiatan RBM tersebut, dalam rangka menunjang kebijaksanaan dan arahan yang ditentukan pusat, diharapkan jajaran Dinas/Instansi Sosial tingkat Kabupaten/Kota, melakukan koordinasi inter maupun intra instansi/lembaga yang terkait, baik pemerintah maupun non-pemerintah, khususnya dengan aparat Pemerintah Provinsi.

3). Tingkat Kabupaten/Kota

a) Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota menyusun rencana pelaksanaan dan pengoperasian RBM di wilayah yang bersangkutan, sesuai hasil koordinasi dengan berbagai pihak termasuk dengan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat yang terkait dengan kegiatan RBM.

b) Dalam penyusunan rencana pelaksanaan dan pengoperasian RBM tersebut di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, pembinaan masalah kesejahteraan sosial tersebut, diharapkan jajaran Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota, melakukan koordinasi inter maupun intra instansi/lembaga yang terkait, baik pemerintah maupun non-pemerintah, khususnya dengan aparat Pemerintah Kabupaten/Kota.

4). Tingkat Kecamatan

a) Jajaran Dinas/Instansi Sosial yang ada di Kecamatan melaksanakan pengaturan dan menunjang pelaksanaan operasional RBM di Kecamatan yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan yang diarahkan dari tingkat Kabupaten/Kota.

b) Dalam pelaksanaan pengaturan dan penunjangan pelaksanaan RBM di daerah kecamatan ini, diharapkan TKSK setempat berperan secara aktif, disertai koordinasi dengan aparat lain baik pemerintah maupun non-pemerintah yang terkait, khususnya dengan aparat Pemerintah Daerah Tingkat Kecamatan.

5). Tingkat Desa

a) Petugas jajaran Dinas/Instansi Sosial di desa, khususnya para PSM berperan aktif dalam membantu pelaksanaan pengoperasian RBM didesanya.

b) Dalam pelaksanaan RBM di desa yang bersangkutan, diharapkan para PSM setempat berperan secara aktif, disertai koordinasi dengan aparat pemerintah yakni para aparat desa, maupun dengan unsur non-pemerintah khususnya para kader RBM, organisasi-organisasi PKK, LKMD, Karang Taruna, dan kelompok-kelompok masyarakat, para alim ulama, para ketua RT/RW, dan anggota masyarakat lainnya yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial.



b. Sektor masyarakat:

1). Masyarakat secara umum dapat ikut membantu penyelenggaraan program RBM sebagai berikut:

a) Membantu mengembangkan dan menunjang kegiatan organisasi non pemerintah dan kegiatan-kegiatan peningkatan taraf kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial.

b) Membantu mendukung biaya bagi kegiatan-kegiatan rehabilitasi penyandang masalah tuna sosial.

c) Membantu pelaksanaan kegiatan pencegahan munculnya penyandang permasalahan sosial.

d) Memberikan perawatan rumah bagi penyandang masalah tuna sosial.

e) Mendeteksi dan melaporkan tentang adanya penyandang masalah tuna sosial yang membutuhkan pelayanan jajaran kesehatan maupun jajaran lainnya yang terkait.

f) Membantu kegiatan pelatihan ketrampilan bagi penyandang masalah tuna sosial dilingkungan desanya.

g) Membantu penyaluran dan penempatan kerja bagi tuna sosial terutama dilingkungan desanya.

2). Anggota masyarakat yang telah mempunyai keterampilan khusus, dapat ikut membantu secara lebih khusus bagi suatu pelayanan rehabilitasi tertentu, khususnya dalam:

a). Membantu melakukan tindakan rehabilitasi sederhana, misalnya memberikan latihan berjalan kepada tuna sosial, membantu pembuatan alat batu cacat buatan sendiri/rumah, dan memberikan nasihat mengenai cara-cara penggunaannya; memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam rangka upaya merehabilitasi keadaan psikologi, sosial, edukasi, vokasional yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan yang ada.

b). Menyebarkan informasi mengenai berbagai hal mengenai penyandang masalah tuna sosial, memberikan motivasi dan pelatihan kepada anggota masyarakat lainnya mengenai usaha pencegahan dan rehabilitasi permasalahan sosial.

c). Menunjukkan cara-cara perolehan pelayanan rujukan bagi penyandang masalah tuna sosial yang perlu memperoleh pelayanan rehabilitasi lebih lanjut.

d). Melakukan monitoring, pencatatan, pelaporan dan memberikan umpan-balik bagi rencana pengembangan dan peningkatan program RMB selanjutnya.

3. Perangkat-perangkat yang dibentuk dalam pelaksanaan operasional RBM antara lain adalah:

a. Tim Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat

1). Tim RBM yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur, yang bertugas melakukan perencanaan dan monitoring serta evaluasi pelaksanaan RBM diseluruh Provinsi.
2). Tim RBM yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur, yang bertugas mengkoordinir pelaksanaan RBM di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

b. Fasilitas pelayanan rehabilitasi sosial sistem luar-panti:

1). Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK), yang bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan rehabilitasi secara bergerak atau mobile, yang terdiri dari:

a). Anggota Tim URSK:

2). Tim URSK (Unit Rehabilitasi Sosial Keliling) yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur.

3). Tim URSK yang dibentuk Bupati/Walikota dalam mengawaki operasi URSK ditingkatkan kabupaten/kota dan melaksanakan kegiatan langsung di lapangan.

b). Peralatan pemeriksaan dan pelayanan rehabilitasi keliling.

c). Beberapa kendaraan URSK sebagai sarana angkutan bagi Tim URSK dan peralatannya.

2). Loka Bina Karya (LBK), yang berfungsi sebagai fasilitas non-bergerak di suatu lokasi (kecamatan/desa) sebagai tempat rujukan untuk penyandang masalah tuna sosial yang memerlukan pelayanan rehabilitasi lanjutan yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

3). UEP (Usaha Ekonomis Produktif) bagi penyandang masalah tuna sosial, yang berfungsi sebagai suatu kelompok para penyandang masalah tuna sosial yang hendak melaksanakan kegiatan usaha sendiri secara berkelompok di suatu lokasi (kecamatan/desa) yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

c. Kelompok masyarakat yang melaksanakan kegiatan pelayanan sosial bagi kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial:

1). Organisasi masyarakat desa, diantaranya PKK, LKMD, Karang Taruna, Organisasi kepemudaan, para ibu-ibu Dharma Wanita, kelompok alim-ulama dan organisasi keagamaan, TKSK/PSM, Pramuka Saka Bina Sosial dan sejenisnya.

2). Organisasi non-pemerintah yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial penyandang masalah, yayasan-yayasan yang menangani para penyandang masalah tuna sosial, termasuk organisasi-organisasi para penyandang masalah tuna sosial itu sendiri, dan lainnya.

d. Fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang RBM:

1). Fasilitas berbagai jajaran pelayanan yang terkait, misalnya fasilitas kesehatan yang mencakup Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu dan sejenisnya: fasilitas Balai Latihan Kerja (BLK) dari jajaran departeman tenaga kerja; sekolah luar biasa dari jajaran Kementerian pendidikan serta berbagai piranti lunaknya, dan sejenisnya.

2). Personil koordinasi berbagai jajaran Kementerian:

a). Jajaran Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk tenaga pelatih ketrampilan.

b). Jajaran Kemeterian Pendidikan Nasional untuk tenaga pengajar/instruktur belajar bagi anak/orang berkelainan.

c). Kemeterian Komunikasi dan Informasi untuk tenaga juru penerang dalam rangka pemberian bimbingan dan penyuluhan mengenai hal-hal mengenai penyandang masalah tuna sosial.

d). Perguruan tinggi untuk tenaga psikologi, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan sebagainya, yang umumnya para mahasiswa tingkat akhir.

e). Dan sebagainya.

IV. TATALAKSANA KEGIATAN RBM

Proses pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat penyandang masalah tuna sosial dilaksanakan dengan alur tahapan sebagai berikut (sesuai pengalaman pada program RBM bagi tuna sosial).


1. Persiapan administrasi

a. Pembentukan Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat tingkat Provinsi, melalui Surat Keputusan Gubernur, dimana anggotanya terdiri dari para staf/petugas dari Kementerian/instansi/organisasi terkait, dan diketahui oleh Kepala Dinas Sosial Propinsi.

b. Melaksanakan Rapat Koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dalam rangka:

1). Persiapan penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat untuk periode Tahun Kerja yang bersangkutan di wilayah propinsi yang bersangkutan.

2). Persiapan pembentukan Tim RBM tingkat Kabupaten/Kota, dan instruksi Gubernur kepada Bupati/Walikota untuk menerbitkan Surat Keputusan pembentukan Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di Kabupaten/Kota, yang di ketahui oleh Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota atau yang setingkat.

c. Persiapan administrasi surat menyurat mengenai penyusunan berbagai petunjuk pelaksanaan operasi RBM tingkat provinsi oleh Staf Dinas/Instansi Sosial Provinsi, sebagai hasil koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Pemerintah Provinsi.

d. Persiapan berbagai perangkat operasional RBM, antaranya kesiapan URSK, LBK dan KUP dan lainnya, yang terkait dengan kegiatan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, melalui rapat koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dan pertemuan pembicaraan dengan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota yang terkait.

e. Rapat Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Kabupaten/Kota yang terkait, dalam rangka:

1). Mempersiapkan pelaksanaan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di wilayahnya, melalui rapat koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Kabupaten/Kota serta dengan memperhatikan instruksi dari Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Provinsi dan atau Kepala Dinas Sosial Provinsi selaku Ketua Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Provinsi.

2). Memantapkan lokasi-lokasi yang akan digarap oleh kegiatan RBM, sesuai dengan rencana lokasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat yang telah ditentukan oleh Tim RBM Provinsi.





3). Mempersiapkan kelengkapan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, antara lain:

a). Tim URSK beserta peralatan dan kendaraannya, yang akan melaksanakannya kegiatan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di lapangan atau lokasi/desa yang telah ditentukan.

b). Kesiapan perangkap Pemerintah Daerah, khususnya aparat desa yang terkait, untuk menerima operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di desanya, termasuk upaya pra-operasi RBM misalnya pemberian penyuluhan mengenai akan adanya operasi RBM, dan perlunya masyarakat memahami mengenai pentingnya pelayanan rehabilitasi bagi penyandang masalah tuna sosial di daerahnya.

c). Kesiapan LBK, KUP, termasuk Puskesmas, Posyandu dan Fasilitas lain dari instansi/lembaga lainnya yang akan terlibat dengan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

2. Tahapan kegiatan pengoperasian Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat

Dengan memperoleh bimbingan dan pengarahan serta sesuai dengan rencana operasi yang sudah ditentukan, maka Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Kabupaten/Kota (bila perlu dibantu Tim RBM Propinsi) melaksanakan tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:

a. Pengiriman petugas bimbingan dan penyuluhan ke lokasi/desa yang menjadi sasaran Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat untuk memberikan penjelasan mengenai rencana operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dan memberikan penerangan mengenai rencana operasi RBM dan penjelasan masalah penyandang masalah tuna sosial kepada aparat pemerintahan desa. Kegiatan ini dapat dilakukan beberapa minggu sebelum operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

b. Sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan maka pada hari-hari yang sudah ditentukan, maka operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat secara fisik dapat dilakukan, yang mencangkup tahapan-tahapan kegiatan:

1) PERSIAPAN OPERASI Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat:

a). Pendataan awal:

(1) Pendataan mengenai potensi sumber dana, personil, fasilitas, keadaan geografis sosial budaya, sosial ekonomi, keamanan dan sebagainya yang ada dalam masyarakat setempat, yang sekiranya dapat digerakkan untuk mendukung upaya Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

(2) Kegiatan pengumpulan informasi ini dilakukan melalui berbagai macam cara, termasuk pengumpulan data/informasi dari rumah ke rumah maupun dengan cara lain, yaitu dari berbagai kelompok masyarakat, instansi/aparat pemerintah desa, dan sebagainya.

b). Informasi tersebut selanjutnya diinventarisir, diidentifikasi, dan disortir, dalam rangka pencatatan mengenai distribusi potensi tersebut pengelompokan jenis potensi (fasilitas, personil, dana dan sebagainya), dan relevansinya dengan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, dalam dalam rangka penentuan penyandang masalah tuna sosial calon penerima calon penerima pelayanan RBM.

c). Tahapan kegiatan dalam rangka pendataan (bila perlu dengan kunjungan rumah atau home visit) tersebut mencakup:

(1) Registrasi, Registrasi ini mencakup pencatatan kondisi desa tentang jenis permasalahan sosial, populasi penyandang masalah tuna sosial yang ada, penyandang masalah tuna sosial yang telah ditangani, keberhasilan penanganan penyandang masalah tuna sosial, organisasi non-pemerintah dibidang pelayanan bagi penyandang masalah tuna sosial, dan sebagainya yang terkait.

(2) Identifikasi, Identifikasi permasalahan sosial dilakukan dengan tahapan yang mencakup penyiapan formulir isian identifikasi, pengolahan data dari formulir tersebut, penentuan penyandang masalah tuna sosial yang membutuhkan pelayanan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

d) Tatacara pendataan dilakukan antara lain dengan cara:

(1). Wawancara/interview, yang dilakukan melalui kontak langsung dengan penyandang masalah tuna sosial dan atau keluarganya.

(2). Questionaire, melalui isian formulir yang diisi oleh penyandang masalah tuna sosial, dari atau keluarganya.

(3). Observasi, yang merupakan kegiatan pengamatan selama periode tertentu terhadap penyandang masalah tuna sosial, keluarganya serta lingkungan terdekatnya.

(4). Dokumentasi, yang merupakan kegiatan pencatatan data/informasi penyandang masalah tuna sosial dari berbagai cacatan atau dokumentasi yang ada setempat misalnya dari RT/RW, kelurahan dan kecamatan.



2) KEGIATAN MOTIVASI, BIMBINGAN DAN PENYULUHAN

Kegiatan motivasi ini mencakup:

a) Pemberian penyuluhan lisan secara langsung (tatap muka) maupun secara kelompok/dalam kelas, oleh petugas PSM atau yang ditunjuk.

b) Ceramah tentang masalah penyandang masalah tuna sosial khususnya yang menyangkut tentang RBM, dan peran keluarga serta masyarakat dalam kegiatan RBM, yang diberikan kepada kelompok-kelompok organisasi sosial, kelompok remaja, kelompok ibu-ibu, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, kelompok yang tergabung pada PKK atau LKMD, dan sebagainya. Kegiatan ceramah dan penyuluhan lisan diatas adalah dalam rangka mendorong masyarakat untuk lebih memahami potensi yang dimilikinya dan mendorong masyarakat agar ikut berpartisipasi, bahkan mampu mengambil peran utama dalam pelayanan rehabilitasi bagi penyandang masalah tuna sosial yang ada di linkungannya.

c) Pembentukan kelompok-kelompok kecil pelaksana Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (7-10 orang), yang juga merupakan kader Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat yang akan bertugas untuk:

(1) Mengupayakan pengalihan dan mobilisasi sumber daya (dana, tenaga manusia, fasilitas/peralatan) yang ada dalam masyarakat untuk mendukung kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

(2) Melakukan upaya motivasi kepada penyandang masalah tuna sosial dan keluarganya untuk mau direhabilitasi.
(3) Melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya kecendrungan munculnya permasalahan sosial, misalnya kecacatan pada anak atau seseorang.

(4) Melakukan koordinasi kerja antara petugas pendataan, motivator, dan deteksi dini, dengan LKMD, dalam rangka mengupayakan rujukan bagi penderita yang membutuhkan pertolongan lebih lanjut, baik ke fasilitas kesehatan, sekolah luar biasa, maupun perpantian atau lainnya.

(5) Melakukan koordinasi dengan kader-kader Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk melakukan bimbingan fisik, mental dan sosial,serta pelatihan keterampilan kepada penyandang masalah tuna sosial.

(6) Melakukan upaya pemberian bantuan sosial kepada penyandang masalah tuna sosial yang membutuhkan.

(7) Melakukan koordinasi dengan PKK/LKMD dalam rangka upaya penyaluran kerja dan pembinaan lanjut penyandang masalah tuna sosial.

(8) Mengadakan pendataan dan pengumpulan informasi mengenai penyandang masalah tuna sosial.

(9) Kegiatan motivasi dilaksanakan terutama oleh TKSK dan bekerjasama dengan petugas setempat.

3) KEGIATAN MOBILISASI POTENSI MASYARAKAT

Kegiaan mobilisasi potensi masyarakat ini merupakan kegiatan pengalihan dan pendayagunaan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, baik dalam bentuk dana, personil/tenaga kerja, fasilitas kerja, termasuk data mengenai keadaan geografis dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup:

a) Mempelajari hasil pengumpulan data/informasi yang telah dilakukan pada tahapan pengumpulan data awal di atas.

b) Melaksanakan kegiatan pengumpulan sumberdaya yang berbentuk:

(1) Fasilitas/material, misalnya dalam bentuk jemputan beras setiap rumah, sumbangan peralatan, sumbangan konsumsi dan sebagainya sebagai bantuan dari sukarelawan penduduk dan donatur tertentu.

(2) Tenaga kerja sukarela misalnya tenaga kader Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat, PSM, TKSK, PKK, LKMD, pramuka saka bina sosial, Karang Taruna, dan lain-lain tenaga sukarela dalam pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, yang dapat berbentuk satu kelompok kerja Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat Desa.

(3) Sumber dana dari sumbangan potongan uang arisan, bantuan sukarela penduduk, donatur tertentu, hasil pameran produksi para penyandang masalah tuna sosial, hasil keuntungan koperasi peyandang masalah tuna sosial atau organisasi tertentu, zakat, infaq, sodakoh, dan sebagainya.


4) KEGIATAN DETEKSI DAN STIMULASI DINI

a) Kegiatan deteksi dan stimulasi dini ini merupakan kegiatan untuk mengetahui secara dini atau awal tentang adanya penyandang masalah tuna sosial dalam masyarakat misalnya anak-anak balita yang secara visual belum menampakkan adanya kecacatan akan tetapi dengan pemeriksaan atau deteksi dini ini diharapkan anak cacat tersebut secara awal dapat diketahui kecacatannya dan dapat segera dilakukan langkah-langkah penanganan yang diperlukan, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan stimulatif untuk kecacatan pada anak-anak. Deteksi dini inipun menyangkut permasalahan sosial lainnya, misalnya kemunkinan adanya wanita atau remaja rawan sosial yang akan mudah terjerumus pada pekerjaan prostitusi, kenakalan dan penyalahgunaan narkotika.

b) Langkah-langkah kegiatan ini pada pelaksanaanya memerlukan kerja bersama dengan petugas sektor lain antara lain dengan aparat Pemda, serta petugas dari sektor agama, pendidikan tenaga kerja, kesehatan perindustrian, pertanian dan instansi lain, yang antara lain mencakup kegiatan untuk:

(1) Memeriksa dan memberi bimbingan dan penyuluhan mengenai permasalahan sosial, misalnya kecacatan anak dan kecacatan lainnya kepada pasangan suami istri dan ibu hamil, yang mempunyai anak cacat, atau yang diperkirakan mungkin akan memberikan keturunan anak cacat, tentang kebiasaan hidup sehat dan peningkatan gizi dalam rangka pencegahan kecacata, keluarga yang mempunyai masalah anak nakal/korban narkotika, wanita rawan sosial, rawan ekonomi, dan lainnya, yang mempuyai kecenderungan untuk terjerumus ke dalam permasalahan sosial yang lebih buruk.

(2) Melaksanakan pemeriksaan secara awal atau dini pada para penyandang masalah tuna sosial, misalnya bagi anak-anak balita, dan mengambil langkah-langkah untuk mengupayakan penanganan terhadap masalah kecacatannya (termasuk tindakaan rujukan) ke fasilitas kesehatan pemeriksaan masalah psikologi-ekonomi-sosial penyandang masalah tuna sosial lainnya.

(3) Melaksanakan upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan fungsi sosial para penyandang masalah tuna sosial, misalnya memperbaiki bagian tubuh tuna sosial dengan memberikan stimulasi agar bagian tubuh yang kurang berfungsi dapat dirangsang atau distimulasi secara awal untuk dapat lebih berfungsi: memberikan bantuan peralatan ekonomis produktif agar mampu menjadi manusia yang produktif dan mampu menghidupi dirinya atau keluarganya.

(4) Memeriksa permasalahan sosialnya, misalnya memeriksa kecacatan pada anak umur sekolah dan tuna sosial usia produktif, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai kemungkian perolehan tindakan perbaikan yang diperlukan terhadap fungsi tubuhnya yang cacat, agar anak tersebut memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk bersekolah, melanjutkan sekolah, memperoleh pelatihan keterampilan dan perolehan lapangan pekerjaan; memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada penyandang masalah tuna sosial lainnya, agar tidak terjerumus ke dalam permasalahan sosial yang lebih buruk.

(5) Memberikan pelatihan kader RBM atau menambah pengetahuan kepada kader RBM yang pernah memperoleh pelatihan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (melalui kegiatan URSK).

5) KEGIATAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN KEPADA PENYANDANG MASALAH TUNA SOSIAL

a) Kegiatan penyuluhan dan bimbingan kepada penyandang masalah tuna sosial ini, dimaksudkan agar penyandang masalah tuna sosial dan keluarganya memperoleh informasi mengenai berbagai hal yang menyangkut permasalahan sosial, dalam rangka meningkatkan peran sertanya pada upaya Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

b) Pelaksanaan kegiatan ini mencakup:

(1) Pemberian bimbingan dan penyuluhan yang bersifat motivasi:

(a) Secara langsung/lisan/tatap muka kepada penyandang masalah tuna sosial dan atau keluarganya.

(b) Secara informatif dalam pertemuan desa atau kelompok/arisan/pengajian selebaran atau cara lain, kepada kelompok masyarakat lainnya, mengenai manfaat dari usaha kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial melalui Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

(c) Secara selebaran dan komunikasi radio maupun mass media lainnya.

6) KEGIATAN KOSULTASI DAN RUJUKAN

a) Kegiatan konsultasi dan rujukan ini, merupakan pemberian nasehat yang lebih teknis profesional sesuai bidangnya, antaranya dalam bidang kosultasi kedokteran/rehabilitasi medik, psikologi, permasalahan sosial, perolehan latihan kerja dan penyaluran kerja, serta lainnya yang terkait, yang kemudian bila tidak dapat ditangani ditingkat setempat maka permasalahan tersebut dirujuk ke instansi/lembaga lain yang dapat memberikan pelayanan yang lebih memadai.

b) Kegiatan konsultasi ini antaranya mencakup:

(1). Kegiatan deteksi dini terhadap masalah tuna sosial yang diarahkan selain untuk memberikan bimbingan dan penuyuluhan, adalah juga untuk memerlukan perlu tidaknya yang bersangkutan untuk dirujuk ke fasilitas yang lebih lanjut.




(2). Kegiatan rujukan ini antara lain adalah:

(a). Untuk memperoleh tindakan lanjutan, baik dibidang rehabilitasi medik tindakan pengobatan, fisioterapi, opersi cacat, dan lainnya.

(b). Untuk memperoleh kesempatan pendidikan formal, misalnya bagi tuna sosial.

(c). Untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi di panti sosial sesuai dengan permasalahan sosialnya.

(d). Untuk memperoleh pelatihan di LBK, kemungkinan ikut program Liposos, peyaluran kerja di perusahaan, penyaluran melalui PBK, pelatihan integratif di LBK, ikut pada kegiatan KUP, dan pembinaan lanjut lainnya.

(3). Kegiatan wawancara untuk mengetahui riwayat yang lebih rinci mengenai sebab timbulnya kecacatan.

(4). Upaya untuk mencari alternatif penanganan permasalahan sosialnya maupun keadaan sosial dari penyandang masalah yang bersangkutan.

c). Dengan demikian:

(1). Para penyandang masalah tuna sosial siap untuk ikut dan mau memperoleh pelayanan terhadap masalah tuna sosialnya, baik yang menyangkut kesempatan perolehan berbagai rehabilitasi sosial, antara lain rehabilitasi edukasional, rehabilitasi/pelatihan vokasional, rehabilitasi medik, bimbingan lanjut, penyaluran kerja, maupun rehabiliasi lain-lainnya.

(2). Keluarga penyandang masalah tuna sosial dan lingkungan terdekatnya siap untuk ikut berperan serta untuk memahami, memikirkan dan melakukan langkah-langkah untuk menangani dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial penyandang masalah.

7) KEGIATAN REHABILITASI SOSIAL

a). Di dalam program ke SDLB dan atau SLB, rehabilitasi sosial dan penanganan bagi masalah tuna sosial yang terdapat ditingkat dasar atau dilingkungan desa yang bersangkutan, yang sekiranya dapat ditangani sendiri, diharapkan untuk dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat setempat, dengan bimbingan perangkat pemerintah (LKMD/PKK), dan/serta jajaran Depsos setempat antara lain (PSM, TKSK, Tim MRU, Tim RBM).

b). Kegiatan persiapan pelaksanaan rehabilitasi sosial ditingkat dasar/desa ini secara lansung bertahap yang menyangkut:

(1). Kegiatan pengumpulan dana, melalui cara-cara yang disepakati bersama, khususnya potensi dana yang dimiliki masyarakat setempat.

(2). Kegiatan persiapan dan pengadaan peralatan (untuk pemeriksaan dan konsultasi) dan fasilitas (gedung atau ruangan atau lokasi kegiatan) yang diperlukan bagi kegiatan-kegiatan RBM setempat.

(3). Kegiatan pengarahan tenaga pelakasana Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat yang mencakup tenaga inti pemeriksa/konsultan/instruktur pelatih keterampilan, tenaga pembimbing/penyuluh, tenaga kader Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat, dan tenaga administrasi, tenaga pembantu, serta tenaga sukarela lainnya termasuk tenaga Tim URSK dan atau Tim Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat terutama Pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang diperlukan.

(4). Peralatan administrasi dan logistik, yang menyangkut alat tulis kantor, formulir-formulir Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau Tim URSK, buku-buku petunjuk Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau URSK, termasuk dokumen Rencana Acuan Operasi serta jadwalnya, dan lain-lain kelengkapan administrasi serta logistik lainnya.

(5). Koordinasi dengan pejabat pemerintah, termasuk Dinas Sosial dan Instansi terkait lainnya, dan khsusnya dengan pejabat Pemda Desa/Kecamatan, termasuk organisasi-organisasi desa (LKMD, PKK) dan Orsos setempat.

c). Langkah berikutnya adalah pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat secara fisik di lokasi yang menyangkut:

(1). Persiapan lokasi: yang mecakup antara lain:

(a). Persiapan gedung/ruang, misal dengan meminjam balai desa, Puskesmas, Posyandu, gedung sekolah dan sebaginya.

(b). Persiapan perangkat URSK, kendaraan Tim URSK, dan peralatan URSK, serta personil pendukung lainnya.

(2). Pelaksanaan kegiatan yang mencakup:

(a). Registrasi penyandang masalah tuna sosial yang akan ditangani.

(b). Pemeriksaan dan konsultasi kesehatan umum, dalam rangka menetukan keadaan kesehatan penyandang masalah tuna sosial secara umum.

(c). Konsultasi psikologis dalam rangka memeriksa kemungkinan adanya gangguan kejiwaan atau kelainan psikologis, termasuk kemungkinan adanya cacat mental (retardasi maupun psikotik).

(d). Konsultasi sosial dalam rangka meneliti keadaan sosial ekonomi-budaya dari penyandang masalah tuna sosial yang bersangkutan dan atau keluarganya.

(e). Pemeriksaan lebih rinci mengenai kualitas atau berat-ringan permasalahan sosial, misalnya berat-ringannya kecacatan seseorang tuna sosial, dalam rangka penentuan langkah pelayanan rehabilitasinya.

(f). Penentuan rujukan bila dibutuhkan, karena penanganan rehabilitasi setempat tidak memadai.

(g). Pelatihan singkat keterampilan kerja tertentu yang memungkinkan dan akan segera bermanfaat bagi penyandang masalah tuna sosial, agar yang bersangkutan dapat menjadi warga yang produktif dan dapat hidup normatif.

(h). Pemberian alat bantu cacatnya yang akan dapat digunakan di lingkungan kehidupannya, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

(i). Pemberian bantuan sosial, yang dapat berupa bantuan uang maupun peralatan kerja, untuk memulai bekerja dan berproduksi.

(j). Penyaluran dan pembinaan lanjut agar penyandang masalah tuna sosial memperoleh pekerjaan dan atau peningkatan kemampuan kerjanya.

(k). Saresehan dengan kelompok-kelompok masyarakat terutama para pramuka masyarakat, para kader RBM dan petugas terkait, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan sosial penyandang masalah tuna sosial, dan meningkatkan peran sertanya untuk ikut menangani permasalahan sosial tersebut.

(l). Kegiatan monitoring dan evaluasi keseluruhan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau kegiatan URSK, sebagai tolak ukur keberhasilan serta sebagai bahan peningkatan pengoperasian Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau URSK selanjutnya.

d). Kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat di lapangan dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) atau Satuan Karya (Saka) yang terdiri dari tenaga kader RBM, anggota Karang Taruna, PSM, PKK, LKMD, tokoh masyarakat, pramuka saka bina sosial, petugas Posyandu/Puskesmas, tenaga dari panti, BLK, LBK, dan lainnya yang terkait.

e). Kegiatan-kegiatan diatas dikoordinasikan dan di arahkan oleh Kepala Pemda/Desa/Kecamatan, yang pelaksanaan hariannya dikoordinasikan oleh LKMD setempat.

V. BAGAN VISUAL PELAKSANAAN RBM

Bagan visual pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat, periksa lampiran.

VI. PENUTUP

1. Dengan adanya Buku Pedoman mengenai RBM ini, diharapkan akan terdapat kesamaan jalan pikiran dan langkah-langkah pelaksanaannya, sehingga akan terdapat efisiensi dan efektifitas kerja dan hasil yang akan di harapkan bersama.

2. Hal-hal yang belum diatur dan memerlukan kejelasan lebih lanjut akan di tuangkan dalam ketentuan atau uraian tersendiri.





For Full Text Pdf Program Desaku Menanti Download Here