Thursday, 11 November 2010

Pertapa Muda dan Kepiting

*Pertapa Muda dan Kepiting*

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda
sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai.
Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian
pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak
beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya.
Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi
berasal.
Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga>
tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan.
Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk
membantunya.
Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa
muda.
Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati
pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya.
Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara
yang sama dari arah tepi sungai.
Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama.
Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan
jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi.

Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin
membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri
dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah
cerminan hatimu yang baik.
Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit
kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda.
Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih.
Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa
menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab
si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas
kasihnya dengan baik.

Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah
ranting.
Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali
melawan arus sungai.
Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.
"Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik,
tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan.
Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak
harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita
manfaatkan, betul kan ?"

Seketika itu, si pemuda tersadar.
"Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu.
*Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. **
*Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman
ajarkan."




Hatiku selembar daun...

No comments: