Monday, 20 December 2010

MENGGARAP BEDENG BIBIT HARAPAN

BAB I
Pendahuluan
MENGGARAP BEDENG BIBIT HARAPAN
Dalam suasana globalisasi yang sekaligus dibarengi adanya krisis multidimensi di
Indonsia sekarang ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia yang jumlahnya
telah melebihi 211 juta jiwa itu harus dikembangkan menjadi manusia unggul.
Bagi Bangsa yang sedang berkembang seperti Indonesia, memberdayakan
perempuan melalui pendidikan adalah investasi asset bangsa. Ia sekaligus merupakan
‘sakaguru’ Mengantarn Keluarga Miskin Naik Kelas.
Ada banyak alasan kenapa begitu pentingnya pemberdayaan perempuan dalam
negara yang sedang berkembang. Keberhasilan pemberdayaan itu di negara berkembang
adalah identik dengan keberhasilan usaha membangun bangsa. Kalau ada rekapitulasi
dalam bidang per-bank-kan, mestinya ada rekapitulasi dalam upaya pemberdayaan
manusia yaitu dengan melipatgandakan program dan ilmu untuk pemberdayaan
perempuan.
Alasannya adalah bahwa selama berabad-abad bangsa Indonesia sangat tertindas
dan kebangkitannya selalu berada dalam suasana yang tidak menguntungkan bagi kaum
perempuan. Karena itu kebangkitan bangsa ini disertai hanya oleh sedikit sekali kaum
perempuan yang jumlah sebenarnya lebih dari separo penduduk Indonesia. Partisipasi
mereka dalam perjuangan menata diri, membangun kemampuan dan ikut serta dalam
pembangunan yang sedikit itu bukan karena kurangnya motivasi, tidak adanya kemauan
dan kemampuan dasar, tetapi adalah karena banyak pihak “telah dibuat” atau
“dikondisikan” ketakutan akan budaya lingkungan dengan alasan agama, adat atau
apapun namanya, sehingga dalam sikap dan tingkah laku bangsa ini tidak menyediakan
fasilitas yang memadai untuk meningkatkan kemampuan dan menyediakan kesempatan
untuk kaum perempuan. Mereka menjadi manusia-manusia yang termarginal.
Karena hal itu telah berlangsung lama, maka seakan-akan menjadi bagian dari
suatu budaya yang wajar-wajar saja terjadi. Sehingga biarpun ada kemauan politik yang
menggebu untuk memperbaiki keadaan dari kabinet ke kabinet yang lain hampir pasti
oleh lingkungannya, termasuk oleh pemerintah sendiri, selalu tidak disertai dengan
komitment yang sama dalam bentuk program yang kuat dan dana yang memadai untuk
memulai suatu langkah konkret yang bermakna.
Dalam semangat untuk ikut menyegarkan komitmen pemberdayaan melalui
pendidikan perempuan dalam Buku Mengantar Keluarga Miskin Naik Kelas seri
Pendidikan Perempuan Aset Bangsa kami sajikan berbagai tulisan yang kental akan
kepedulian pemberdayaan perempuan serta andil laku konkret lembaga Swadaya
Masyarakat dalam mendukung pemerintah memfasilitasi mengangkat derajat kualitas
anak warga bangsa dari keluarga miskin, atau Prasejahtera dan Sejahtera I
Bergerak, bergerak. Serentak, serentak. Majulah, majulah menang. Lirik lagu
Maju Tak Gentar perlu diayunkan dalam langkah nyata dalam memajukan derajat
kualitas perempuan melalui pendidikan perempuan.
Memang sudah melangkah meski belum memadai. Di pertengahan tahun 70-an
seiring diluncurkannya program Kelapa Hibrida sebagai jawaban tuntutan NKKBS
(Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera), dikembangkan kepedulian bagi siswa-siswa
pendidikan kejuruan dari anak keluarga Akseptor lestari. Sedang Pendidikan untuk
Pemberdayaan Perempuan melalui Usaha Peningkatan Pendidikan Akseptor Keluarga
Berencana yang kemudian disebut Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera me
“melek” kan perempuan akan ke mampuan didalam usaha ekonomi produktif. Kegiatan
itu menjadi semakin bermakna dengan diluncurkannya Gerakan Sadar Menabung melalui
Gerakan Takesra dan Kukesra.
Mulai tahun 2002, seiring dikembangkannya sistem pendidikan BBE, Broad
Based Education, yang berorientasi pada pembekalan untuk bisa bekerja oleh jajaran
Departemen Pendidikan Nasional, khususnya oleh jajaran Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Yayasan Damandiri dan mitra kerjanya terpanggil mengembangkan Gerakan
Peduli Peningkatan Mutu Pendidikan, yang lebih dikenal dengan sebutan Gerakan
Belajar Mandiri.
Gerakan Belajar Mandiri ini dimulai dari Kawasan Timur Indonesia dengan
mengajak para guru dan mereka yang mempunyai kepedulian atau simpati terhadap masa
depan anak-anak dari keluarga kurang mampu khususnya anak perempuan untuk bekerja
sama. Gerakan ini intinya adalah ajakan keberpihakan kepada anak-anak yang kurang
beruntung, khususnya anak perempuan. Kepala Sekolah, para guru, kawan/alumni
sekolah yang sudah mahasiswa, para pengusaha nasabah bank, serta masyarakat pada
umumnya, diharapkan mempunyai kegiatan bulanan untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat luas terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan anak-anak kurang
beruntung.
Gerakan ini menganjurkan agar anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan
perhatian dan bimbingan yang lebih besar dari para guru dan masyarakat sekelilingnya.
Anak-anak itu dianjurkan lebih rajin membaca bahan-bahan bacaan yang ada di sekolah
masing-masing serta bahan bacaan baru yang secara berkala dikirimkan kesekolah
mereka. Sejak Maret 2002, setiap bulan diadakan semacam Quis sederhana untuk
merangsang anak-anak itu membaca bahan-bahan yang ada. Sebagai imbalan, setiap
sekolah diharapkan memilih pemenangnya. Pemenang sekolah setiap bulan
“dipertandingkan” pada tingkat Kabupaten/Kota oleh para guru atau Kepala Sekolah,
atau oleh mereka yang peduli terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di kabupaten
atau kota masing-masing.
Setiap bulan, untuk setiap kabupaten/kota daerah tingkat II, disediakan beberapa
paket penghargaan untuk anak-anak keluarga kurang mampu, bermutu dan unggul,
berupa tabungan masing-masing dengan nilai sebesar Rp. 300.000,00 lewat Bank mitra
kerja.
Di samping bahan dan acara “adu pintar” dari anak-anak keluarga kurang
beruntung, pada setiap bahan bacaan atau majalah yang dikirim kepada anak-anak remaja
ini akan dimuat adanya “kesempatan beasiswa” dan bantuan yang tersedia dari berbagai
sumber.
Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, atau Yayasan Damandiri, memberikan
dukungan untuk bekal menempuh pendidikan lebih tinggi dalam bentuk bantuan dana,
terutama untuk anak perempuan. Anak-anak DO bisa mendapatkan bantuan mengikuti
kursus-kursus ketrampilan agar bisa bekerja. Anak-anak berbakat bisa mengikuti program
Belajar Mandiri. Kalau berhasil dengan baik selama tiga tahun berturut-turut di SMUSMK/
MA-nya, anak-anak itu bisa dipertimbangkan mendapat bantuan dana untuk
mengikuti pendidikan pada Perguruan Tinggi pilihannya.
Para siswa anak keluarga kurang mampu penerima bantuan Program Belajar
Mandiri yang mempunyai kemampuan tinggi dan lulus ujian Saringan Masuk PTN dapat
diberikan dukungan untuk membayar SPP dan keperluan pembinaan keluarga kurang
beruntung.
Sampai dengan Desember 2002 telah dapat diinventarisasikan adanya berbagai
kesempatan beasiswa untuk anak-anak keluarga kurang mampu yang cukup banyak.
Untuk siswa terpilih penerima Pantuan Program Belajar Mandiri Yayasan Damandiri
mengalokasikan bantuan sebanyak lebih 4000 siswa. Sekitar separo dari dana yang
disediakan terserap dengan baik.
Siswa penerima Program Belajar Mandiri yang diterima di Perguruan Tinggi
Negeri untuk tahun 2002 tercatat sebanyak 14 mahasiswa; Penerima Bantuan Besasiswa
yang dikaitkan dengan Program Pemberdayaan Lingkungan Kampus maupun Bantuan
Biaya Pendidikan (BBP-SPP) antara lain 97 Mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Surakarta; 100 Mahasiswa Universitas Soedirman; 100 Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang; 200 Mahasiswa Universitas Brawijaya; 100 Mahasiswa
Universitas Nusa Cendana Kupang (NTT); 100 Mahasiswa Lambung Mangkurat
Kalimantan Selatan. Jumlah ini belum bantuan beasiswa sebagai tindak lanjut
siswa/mahasiswa penerima Bantuan Masuk UMPTN (BMU); serta mahasiswa dari
keluarga kurang mampu yang diterima melalui Penelusuran Minat dan Kemampuan
(PMDK)
Yayasan Supersemar, yang selama puluhan tahun terkenal dengan dukungan
beasiswa Supersemar, untuk tahun 2002 tetap menyediakan beasiswa yang tidak lebih
kecil jumlahnya dibandingkan dengan jumlah beasiswa tahun lalu. Bahkan uang beasiswa
itu dinaikkan. Tahun 2002 diberikan beasiswa kepada 47.810 siswa SMK dengan nilai
Rp. 17,3 milliar, untuk mahasiswa dan dosen disediakan sebanyak 28.940 beasiswa
dengan nilai Rp. 25,3 milliar. Dukungan untuk dosen ditujukan untuk membantu
penyelesaian S2 dan S3 dengan dana sekitar Rp 1 milliar.
Dalam rancangan tahun 2002, jajaran Departemen Pendidikan Nasional
menyediakan sejumlah besar dana untuk anak-anak kurang mampu di seluruh Indonesia.
Dari sumber Dana Kompensasi BBM untuk daerah miskin disediakan sekitar 1.000.000
beasiswa untuk siswa SLTP senilai Rp. 20 milliar. Untuk anak-anak SMU, Madrasah
Aliyah dan SMK, disediakan dana beasiswa untuk 400.000 siswa sebesar Rp. 10 milliar.
Untuk program BBE di 400 lokasi daerah miskin disediakan dana sebesar Rp. 150
milyar.
Informasi tentang terbukanya kesempatan itu disosialisaskian ke seluruh wilayah
program Belajar Mandiri kepada para orang tua dan masyarakat luas untuk memacu
motivasi para orang tua yang kurang beruntung dan masyarakat luas agar di rumah
masing-masing anak-anak itu didorong belajar lebih giat agar bisa memperoleh nilai lebih
baik di sekolah.
Ada pula gagasan untuk menghimbau lembaga-lembaga yang biasa memberikan
beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk mengatur secara lain, yaitu memihak kepada
anak-anak keluarga kurang mampu. Dalam pengaturan ini, anak-anak keluarga mampu
yang mendapat beasiswa karena otaknya encer diharapkan membagi sebagian dari dana
itu kepada rekan lain yang kebetulan anak keluarga kurang mampu. Dengan cara ini
anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan untuk
berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang.
Bersamaan dengan itu dikembangkan kesepakatan politis antara lain berupa
Sambutan Menteri Pendidikan Nasional “Belajar Mandiri Untuk Meni ngkatkan Mutu”
yang antara lain berbunyi “Program Belajar Mandiri yang setiap bulan rencananya akan
digelar di kabupaten/kota, hendaknya dapat memacu perhatian daerah, para tokoh
masyarakat, dan seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan komitmen yang tinggi
terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan menengah pada
khususnya dan peningkatan mutu pendidikan pada umumnya.
Sambutan yang ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional A.Malik Fadjar
Maret 2002, mengharapkan peluncuran program ini akan memperoleh dukungan positif,
perhastian, dan bantuan dari seluruh jajaran pendidikan di daerah.
Menteri Agama RI Prof. DR. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA dalam
sambutannya Maret 2002, antara lain menganjurkan semua Madrasah Aliyah, dimana
pun mengikuti dengan tekun Program Belajar Mandiri yang diselenggarakan oleh
Yayasan Damandiri bekerjasama dengan Departemen Agama dan instansi lainnya.
Menteri Agama juga menganjurkan kepada semua Kepala Sekolah Madrasah Aliyah dan
para gurunya guna mempersiapkan anak didiknya dengan sebaik-baiknya agar mampu
bersaing dengan siswa-siswa dari SMU, SMK dan lembaga pendidikan lainnya,
memperebutkan kesempatan yang terbuka lebar sampai ke jenjang Perguruan Tinggi.
Sedang Kepala BKKBN Prof. DR.Yaumil C. Agoes Achir dalam sambutannya
tertanggal 2 Februari 2002, menyatakan Program Belajar Mandiri yang intinya adalah
membantu meningkatkan kualitas remaja perempuan dalam menempuh pendidikannya
pada tingkat SMU, SMK dan MA sungguh merupakan program yang harus
disosialisasikan secara luas agar kesempatan yangterbuka itu tidak hilang dandapat
dimanfaatkan denganbaik oleh para remaja kita. Kepala BKKBN mengharapkan jajaran
BKKBN dapat mensosialisasikan program dimaksud dan mengajak para orang tua
khususnya yang tergolong keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang putrinya
saat ini sedang belajar di SMU atau Madrasah Aliyah untuk memanfaatkan peluang emas
ini sebaik-baiknya.
Komitmen tersebut selanjutnya merupakan pembuka langkah maju Gerakan
Belajar Mandiri untuk mensosialisasikan program Belajar Mandiri ke 3.785
SMU/SMK/MA di 8 Propinsi sebagai lampiran Surat Edaran pimpinan Yayasan
Damandiri, ditandatangani Wakil Ketua I Yayasan Damandiri Prof. DR. H. Haryono
Suyono yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kandep Diknas, Kandep
Agama, BKKBN Propinsi dan Kabupaten/Kota, sekolah-sekolah SMU/SMK dan MA,
Bank mitra kerja (BPD, BUKOPIN, BPR NUSAMBA) serta berbagai instansi terkait.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah, dikembangkan pula komitmen dari
para pimpinan daerah berupa Arahan Gubernur yang disampaikan kepada
Bupati/Walikota dan Dinas untuk mendukung pelaksanaan Perogram Belajar Mandiri
antara lain dari Gubernur Jawa Tengah ditanda tangani Wagub Bidang Kesra Ir.Mulyadi
Widodo nomor 420.2/3739 tertanggal 27 Maret 2002, Gubernur Jawa Timur surat nomor
420/5625/021/2002 ditanda tangani Wagub Drs.Imam Supardi, Surat arahan Gubernur
DI.Yogyakarta yang ditanda tangani Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
dalam surat Nomor 900/2549 tertanggal 16 Agustus 2002.
Dengan program ini diharapkan akan berkembang komitmen politik dan langkahlangkah
konkrit yang lebih besar di lingkungan masyarakat luas, termasuk di lingkungan
sekolah dan lembaga masyarakat, agar upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
anak-anak keluarga kurang mampu bisa lebih mendapat perhatian. Apabila kita berhasil
meningkatkan mutu anak-anak keluarga tertinggal tersebut, terutama anak-anak
perempuannya, maka upaya pengentasan kemiskinan, termasuk upaya menyelamatkan
generasi muda dari kawin terlalu muda akan segera menjadi kenyataan. Semoga.

1
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pertengahan Maret 2002 Menko Kesra RI, Drs. Jusuf Kalla, memimpin Rakor
Kesra diikuti para Menteri yang terkait erat dengan penanganan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Rapat tersebut antara lain memutuskan untuk mengembangkan Gerakan
Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Dengan gerakan ini diharapkan
dapat dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk
memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang
diyakini bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang
bisa segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka
panjang yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering
menyangkut percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa yang bisa mengisi kesempatan yang
terbuka luas di seluruh dunia hanya terbatas dalam bidang-bidang yang memberi nilai
tambah yang relatip rendah. Salah satu sebabnya adalah karena sumber daya manusia
yang kita miliki mutunya sangat rendah. Banyak kesempatan lewat begitu saja karena
sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok, atau bahkan tidak pernah
dipersiapkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa mempunyai ciri
jumlah remaja yang sangat menonjol serta akan terus naik. Ciri itu sesungguhnya
merupakan potensi yang menjanjikan, tetapi kenyataan bahwa mutunya masih rendah
memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
Gerakan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah
setidak-tidaknya harus diarahkan untuk lima sasaran utama dengan komitmen dan
dukungan program dan anggaran yang kuat, terpadu dan dinamik dari pemerintah dan
aparatnya di seluruh pelosok tanah air. Sasaran pertama, peningkatan pemberdayaan
siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu, kemampuan dan
kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan sekolah untuk
memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran yang dinamik,
padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat, pengembangan
kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya
untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima, pengembangan budaya
masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam suasana nyaman,
menggairahkan dan dinamik.
Sebagai gerakan nasional yang sekaligus diadakan dalam suasana pengentasan
kemiskinan, semua pihak harus sepakat untuk bekerja keras mendukung investasi sumber
daya manusia yang handal itu dalam kerangka totalitas yang utuh. Upaya ini harus
sekaligus mengutamakan pemberdayaan manusia agar berkembang menjadi insan
nasional yang penuh iman, taqwa, berbudi pekerti luhur dan berkrepibadian mantab.
2
Dukungan budaya, sosial dan ekonomi yang kokoh untuk kelima sasaran itu harus secara
sengaja memihak, yaitu dengan menempatkan para siswa, khususnya anak keluarga
kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Gerakan peningkatan mutu yang mengharuskan dilakukannya investasi berbasis
pada siswa itu harus dilakukan dengan menghormati hak-hak azasi manusia yang
diarahkan untuk pembentukan manusia yang berwatak dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu dengan memberikan penggemblengan religiositas, watak, kepribadian
dan kesempatan yang luas untuk memilih atau kesempatan untuk ikut berpartisipasi pada
pilihan yang dilakukan oleh setiap siswa, atau oleh setiap individu. Mereka harus bebas
mengambil jalur pemberdayaan sesuai dengan visi, misi dan kehidupan masa depan yang
ingin dinikmatinya.
Ini tidak berarti bahwa setiap siswa boleh seenaknya mengambil pilihan masa
depannya dengan membabi buta. Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan
mempunyai kewajiban moril untuk membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan
terutama anak-anak keluarga kurang mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak
memihak agar setiap siswa bisa melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Setiap
siswa harus bisa mempersiapkan diri untuk mampu memenuhi cita-citanya dengan baik.
Setiap siswa harus mempunyai kesempatan mencoba dan melatih dirinya dengan
pemberdayaan yang sifatnya menyeluruh agar segala keputusannya tidak menimbulkan
kesal atau kekecewaan dimasa yang akan datang.
Para guru, sebagai individu, atau lembaga, yang paling dekat dengan siswa harus
diberi kesempatan dan dukungan yang kuat dan luas untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraannya. Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang akrab dengan
masyarakat harus diadakan atau mendapat dukungan agar setiap guru bisa menyegarkan
dirinya secara kontinue sesuai dengan kemajuan zaman dan masyarakatnya.
Sekolah sebagai pusat penggemblengan harus kondusif dan dilengkapi dengan
peralatan yang memungkinkan siswa mengembangkan diri dan kemampuan mencipta,
menganalisis dan menyumbang untuk masyarakat di sekelilingnya. Mereka harus
mendapat kesempatan mengembangkan gagasan yang berguna.
Dalam gerakan masyarakat yang gegap gempita, lingkungan masyarakat dan
budaya pendukung harus mendapat pemberdayaan yang matang. Para orang tua harus
mendapat informasi yang luas tentang manfaat pendidikan anak-anaknya untuk dirinya
sendiri, kini, atau nanti. Orang tua dan masyarakat sekelilingnya harus pula mengetahui
manfaat pendidikan untuk masa depan anak cucunya.
Pada akhirnya gerakan ini harus menumbuhkan budaya baru yang menghargai
anak-anak yang belajar tekun, guru yang rajin mengajar atau rajin memberi pelajaran
tambahan, atau sekolah yang murid-muridnya padat belajar - dari pagi sampai petang,
serta orang tua yang sanggup mengorbankan segalanya untuk anak-anaknya bersekolah
sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Budaya memberi penghargaan yang tinggi
terhadap suasana bersekolah ini harus muncul dan menjadi percakapan sehari-hari.
Pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2002, gerakan ini harus
diawali dengan minimal mengundang seluruh masyarakat untuk merayakannya.
Peringatan yang penting itu tidak boleh menjadi monopoli Kepala Dinas Pendidikan, atau
sekolah, atau para guru, atau para murid di sekolah-sekolah saja. Peringatan itu harus
3
memunculkan kreasi baru yang menghidupkan suasana budaya belajar yang berkembang
dengan dinamika yang sangat tinggi.
Karena menyangkut gerakan masyarakat, maka pendidikan dengan pendekatan
Broad-Base Education (BBE) harus sekaligus memberi warna terhadap ciri baru
penanganan pendidikan di Indonesia. Para Kepala Sekolah, guru-guru, orang tua dan
siswa, bahkan seluruh organisasi kependidikan, seperti PGRI, harus bisa menyatu dengan
masyarakat luas untuk menggali sebanyak mungkin apa yang diharapkan dan dibutuhkan
oleh semua pihak untuk maju. Aspirasi itu harus menjadi pokok tunggal dari aspirasi para
Kepala Sekolah, para guru, orang tua dan para siswa untuk membangkitkan gairah
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Visi dan cita-cita guru atau kaum pendidik yang menghendaki peningkatan mutu
pendidikan harus menjadi visi dan cita-cita masyarakat luas. Sebaliknya visi dan cita-cita
masyarakat luas harus menjadi cita-cita dan perjuangan para Kepala Sekolah, guru, orang
tua dan semua siswa-siswanya.
Untuk mendapatkan partisipasi yang luas, semua usaha harus memihak memberi
pertolongan mereka yang kurang mampu. Upaya ini harus diarahkan mulai dari tingkat
yang paling dini seperti upaya peningkatan pendidikan usia dini untuk anak-anak balita,
membantu anak-anak keluarga kurang mampu dalam rangka wajib belajar 9 tahun, serta
mendorong pendidikan lebih tinggi kepada anak-anak kurang mampu itu. Keberhasilan
Indonesia dalam mencapai target dunia dalam bidang pendidikan dasar pada tahun 2000,
harus disebarluaskan sebagai suatu kebanggaan untuk memupuk rasa percaya diri.
Keberhasilan tersebut harus menjadi pemicu untuk lebih meningkatkan pencapaian pada
tingkat pendidikan lebih tinggi seperti SLTP, selanjutnya SMU dan Perguruan Tinggi.
Upaya gerakan itu harus dibarengi dengan upaya pengembangan advokasi peduli
pendidikan bagi anak-anak keluarga kurang mampu. Upaya advokasi itu harus diantar
dengan gerakan yang gigih untuk menjaring anak-anak keluarga kurang mampu agar bisa
melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah atau bisa mengikuti kuliah pada
Perguruan Tinggi. Kegagalan yang umumnya disebabkan karena mutu pendidikan anakanak
yang rendah atau informasi tentang adanya kesempatan yang tidak diterima oleh
para siswa yang bersangkutan harus dapat dikikis dengan memberikan informasi dan
kesempatan yang lebih longgar kepada siswa anak keluarga kurang mampu.
Dalam konteks BBE, upaya-upaya Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan harus
dibarengi dengan Gerakan Belajar Mandiri yang mengajak para guru dan mereka yang
mempunyai simpati terhadap masa depan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk
bekerja sama. Gerakan ini intinya haruslah merupakan ajakan keberpihakan kepada anakanak
yang kurang beruntung, termasuk anak-anak pengungsi, agar orientasi pendidikan
betul-betul diarahkan sebagai persiapan untuk bekerja. Kepala Sekolah, para guru, kawan
sekolah yang sudah mahasiswa, para pengusaha nasabah bank, serta masyarakat pada
umumnya, diharapkan mempunyai kegiatan meningkatkan kepedulian masyarakat luas
terhadap upaya peningkatan partisipasi pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung,
serta mempersiapkan lapangan kerja yang harus menjadi bagian dari kurikulum yang
mengantar anak-anak itu untuk siap bekerja.
Gerakan ini menganjurkan agar anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan
perhatian dan bimbingan yang lebih besar dari para guru dan masyarakat sekelilingnya.
4
Anak-anak itu harus dianjurkan untuk lebih rajin membaca bahan-bahan bacaan yang ada
di sekolah serta bahan bacaan baru yang secara berkala harus diusahakan. Setiap bulan,
setiap sekolah harus mengadakan semacam pertandingan otak, yang diarahkan untuk
merangsang anak-anak membaca lebih banyak bahan-bahan yang ada.
Disamping bahan dan acara “adu pintar”, anak-anak keluarga kurang mampu
harus dibantu untuk mendapatkan bahan-bahan yang bisa merangsang kegiatan belajar
yang lebih menarik. Kegiatan ini harus menjadi budaya baru yang sangat digandrungi
sehingga para siswa menjadi sangat kecanduan untuk tetap belajar.
Disamping itu, untuk meningkatkan motivasi belajar, termasuk untuk orang tua,
para siswa harus mendapat informasi tentang terbukanya kesempatan untuk belajar lebih
tinggi. Para orang tua harus diberitahu akan adanya kesempatan yang terbuka tersebut.
Pemberitahuan kepada para orang tua dan masyarakat luas bisa memacu motivasi para
orang tua yang kurang beruntung dan masyarakat luas agar di rumah masing-masing
anak-anak didorong belajar lebih giat agar bisa memperoleh nilai yang lebih baik di
sekolahnya.
Ada pula gagasan untuk menghimbau lembaga-lembaga yang biasa memberikan
beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk mengatur secara lain, yaitu memihak kepada
anak-anak keluarga kurang mampu. Dalam pengaturan ini, anak-anak keluarga mampu
yang mendapat beasiswa karena otaknya encer diharapkan membagi sebagian dari dana
itu kepada rekan lain yang kebetulan anak keluarga kurang mampu. Dengan cara ini
anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan untuk
berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-pendidikanbermutu-1632002
5
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN,
TERUS BERGULIR
Bertepatan dengan Hari Kartini, tepatnya tanggal 21 April 2002, Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI, bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Ibu Sri Redjeki Sumaryoto, dan para pejabat terkait lainnya
menyerahkan bantuan Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK
dan MA di Solo. Dengan perasaan gembira bercampur haru, para siswi yang
mewakili teman-temannya dari wilayah bekas Karesidenan Surakarta menerima
penghargaan yang disediakan Yayasan Damandiri dengan perasaan lega.
Seakan mimpi. Tidak pernah terbayang bahwa mereka akan menerima
penghargaan yang sangat dibutuhkannya itu dengan disaksikan langsung oleh Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI. Sebagai anak keluarga kurang mampu, selama ini
mereka selalu kalah bersaing dengan anak-anak dari keluarga yang lebih beruntung.
Penghargaan yang diterima tersebut menempatkan para siswa anak keluarga kurang
mampu secara terhormat dalam menempuh ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di tempat yang dipilihnya tanggal 2-3 Juli 2002. Mereka tidak harus antri di
deretan tersendiri hanya karena mendapatkan fasilitas bagi keluarga kurang beruntung.
Program Belajar Mandiri mengembalikan kehormatan, meningkatkan mutu pendidikan
dan menghantar anak remaja itu meniti masa depan yang lebih cerah.
Peristiwa yang sama terjadi juga pada tanggal 24 April 2002 di Aula Bank Jatim,
di Surabaya, Gubernur Jawa Timur, Bapak H. Imam Oetomo, yang selama ini sangat
menaruh perhatian terhadap kesejahteraan rakyat kecil di pedesaan, untuk pertama
kalinya menyerahkan Tabungan Belajar Mandiri kepada wakil-wakil dari 304 siswasiswi
dari 38 kabupaten dan kota Jatim. Peristiwa ini terjadi karena dalam suatu
pertemuan dengan pengurus Yayasan Damandiri bulan Maret 2002, Gubernur Jatim
tersentuh hatinya melihat Yayasan Damandiri menyatakan tekadnya mendampingi
Program Peningkatan Mutu Pendidikan yang selama ini diselenggarakan oleh Pemda
Jatim. Dalam pertemuan itu Yayasan Damandiri menyatakan siap untuk membantu
Pemda dan jajarannya meningkatkan mutu sumber daya manusia di Jatim dalam rangka
pengentasan kemiskinan, termasuk membantu meningkatkan mutu anak-anak siswa
SMU, SMK dan MA. Mereka adalah calon-calon keluarga masa depan, yang dalam
waktu singkat akan menjadi keluarga baru di Jatim, menggantikan kedua orang tuanya.
Mereka tidak boleh miskin seperti orang tuanya, atau tertinggal dalam pembangunan
karena tidak mampu, atau karena tingkat pendidikannya rendah.
Dana yang diperoleh dalam upacara yang disaksikan oleh Ibu Megawati atau
Gubernur Jawa Timur itu langsung diberikan dalam bentuk buku tabungan melalui
beberapa Bank, antara lain Bank Bukopin, BPR Nusamba, BPR YIS, dan BPD setempat.
Dana sebesar Rp. 300.000,- itu boleh mereka gunakan untuk mendaftarkan diri guna
menempuh ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri seperti untuk membeli formulir
yang tahun 2002 harganya mengalami kenaikan. Lebih dari itu dana tersebut bisa juga
digunakan untuk membeli buku referensi yang sangat dibutuhkan dan mungkin saja
6
selama ini tidak pernah mereka miliki. Bahkan, apabila mereka perlukan, dana itu bisa
juga mereka pergunakan untuk menyiapkan diri mengikuti pelajaran-pelajaran tambahan
yang dianggap perlu oleh guru atau sekolahnya.
Dana bantuan dari Yayasan Damandiri itu sesungguhnya merupakan bagian dari
Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia yang dalam waktu
singkat akan di canangkan oleh pemerintah. Dengan gerakan ini diharapkan dapat
dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk memacu
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang diyakini
bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang bisa
segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka panjang
yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering menyangkut
percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sangat vital karena dari pengalaman
selama tiga tahun terakhir ini Yayasan Damandiri dan Yayasan Supersemar menyediakan
dukungan untuk 9.000 siswa untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN), sekarang SPMB (seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), tidak pernah
mendapatkan cukup siswa biarpun anggarannya telah disediakan. Ada kalanya informasi
tidak sampai kepada siswa SMU dimaksud, ada kalanya motivasi dan kemampuan anakanak
dalam suasana ekonomi yang berat sekarang ini sangat tipis, dan yang lebih banyak
terjadi adalah karena kualitas siswa-siswa yang ada begitu rendahnya sehingga tidak
memenuhi syarat awal yang ditentukan oleh panitia ujian pusat dalam penyaringan siswa.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa, terutama anak keluarga kurang
mampu, yang disediakan fasilitas ternyata tidak dapat memanfaatkannya karena mutunya
sangat rendah, atau bahkan dalam saringan awal saja sudah gugur. Ketika mereka tidak
gugur dalam saringan awal, ternyata pada saringan berikutnya lebih dari 70 persen anakanak
keluarga kurang mampu itu terpaksa gugur. Bantuan SPP yang disediakan sampai
lulus sarjana terpaksa tidak dapat dimanfaatkan.
Akibatnya jelas, jutaan anak-anak keluarga kurang mampu tidak meneruskan
sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, tidak dapat menjadi sarjana yang handal. Akibat
lebih lanjut adalah bahwa anak-anak itu hanya bisa mengisi kesempatan yang terbuka
luas di seluruh dunia dalam bidang-bidang yang memberi nilai tambah relatip sangat
rendah, sesuai dengan kemampuan dan mutunya yang rendah. Banyak kesempatan akan
lewat begitu saja karena sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok,
atau bahkan tidak pernah mencapai kualitas yang disyaratkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa seakan-akan
hanya kecil saja dan ternyata yang mempunyai ciri menonjol hanya segelintir dan tidak
banyak yang bisa meneruskan sekolahnya pada jenjang yang lebih tinggi, padahal jumlah
remaja akan terus naik. Kenyataan bahwa mutu sumber daya manusia yang masih rendah
itu memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
7
Kita sangat terharu bahwa pemerintah menghargai prakarsa Yayasan Damandiri
yang memberikan Tabungan Belajar Mandiri untuk meningkatkan mutu pendidikan,
sebagai awal dari Gerakan Masyarakat untuk membantu anak-anak mempraktekkan
gerakan Broad-Base Education dan yang sekaligus diikuti upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara nasional. Kita ingin ulangi bahwa upaya itu harus diarahkan
untuk lima sasaran utama dengan komitmen, dukungan program dan anggaran yang
kuat, terpadu dan dinamik, baik dari pemerintah dan aparatnya di seluruh tanah air
maupun dari kalangan masyarakat luas secara mandiri. Sasaran pertama, peningkatan
pemberdayaan siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu,
kemampuan dan kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan
sekolah untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran
yang dinamik, padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat,
pengembangan kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada
anak-anaknya untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima,
pengembangan budaya masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam
suasana nyaman, menggairahkan dan secara dinamik mengangkat harkat dan martabat
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Peristiwa yang baru saja terjadi di Solo dan Surabaya itu sungguh merupakan
suatu awal yang sangat strategis karena terjadi beberapa hari sebelum Hari Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2002, dan diadakan tepat pada Peringatan Hari Kartini 21 April
2002. Kita ingin mengingatkan “kebetulan” itu sesungguhnya disengaja karena sebagai
gerakan nasional, upaya peningkatan mutu pendidikan harus ditujukan kepada sasaran
yang tepat, yaitu para remaja putri, yang biasanya selalu dianggap sebagai “anak nomor
dua” dalam setiap keluarga. Upacara simbolis memberikan dukungan kepada para anak
perempuan sungguh akan menghasilkan suatu peningkatan mutu generasi wanita masa
depan yang unggul dan sekaligus akan meningkatkan mutu keluarga yang ada.
Apabila mutu keluarga dapat ditingkatkan, diharapkan bahwa mutu masyarakat
dan akhirnya mutu bangsa akan dapat ditingkatkan pula dengan kecepatan yang sama.
Lebih-lebih lagi meluncurnya dengan deras upaya peningkatan mutu itu dibarengi pula
dengan upaya mempercepat pengentasan kemiskinan. Kita mengetahui bahwa Yayasan
Damandiri, yang selama lebih dari enam tahun ini telah berhasil mengajak tidak kurang
dari 13,9 juta keluarga kurang mampu untuk mulai belajar menabung, sebagian telah
berhasil pula belajar berusaha dan menjadi wirausahawan yang makin mandiri.
Kita mencatat dengan penuh rasa haru bahwa Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, telah berkenan menyerahkan secara simbolis pinjaman-pinjaman baru
kepada para ibu yang selama ini telah berhasil. Berbeda dengan sistem lama, para Ibu
yang menerima pinjaman secara simbolis di Solo itu tidak lagi membebani pemerintah
dengan segala macam subsidi dan kemudahan. Mereka menerima pinjaman dari Bank,
yaitu Bank Bukopin, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat, yaitu
BPR YIS dan BPR Nusamba, seperti layaknya pengusaha yang bonafid lainnya.
Mereka sanggup menerima kredit dengan sistem executing, artinya diperlakukan
sebagai nasabah biasa yang membayar bunga pasar, menyediakan agunan, dan membayar
cicilan sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Mereka tidak seperti konglomerat
8
dengan segala kemudahan, tetapi seperti layaknya pengusaha yang mampu dan
mempunyai usaha yang maju.
Namun, pihak Yayasan yang memberikan dukungan di belakang layar, selalu
mengajak dan mengerahkan dukungan masyarakat untuk memberi dukungan moril
dengan membeli produk-produk mereka, dan mengusahakan agar anak-anak mereka
mendapat kemudahan dengan beasiswa, tabungan belajar mandiri, atau kalau perlu
membantu mengirim anak-anak keluarga kurang mampu yang drop out mengikuti kursuskursus
yang banyak gunanya untuk masa depan anak-anak tersebut yang lebih baik.
Oleh karena itu kepada setiap nasabah yang pada Peringatan Hari Kartini 2002
menerima akad kreditnya langsung dari Ibu Megawati, adalah contoh-contoh kader
pembangunan bangsa yang sepakat bekerja keras dalam usahanya dan sekaligus
mendukung investasi sumber daya manusia yang handal itu dalam pendekatan
komprehensip yang utuh. Dalam upaya ini mereka sanggup mengutamakan
pemberdayaan sumber daya manusia dengan bunga pasar karena mereka yakin bahwa
hasil dari bunga itu akan dikembalikan ke masyarakat berupa beasiswa untuk anak-anak
mereka juga. Mereka juga menabung untuk pemupukan modal, dan mempergunakan
kesempatan bekerja dan berusaha itu sebagai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa,
semata-mta untuk meningkatkan iman dan taqwanya, mewariskan budi pekerti luhur dan
krepibadian yang mantab kepada anak-anaknya. Mereka sepakat, andaikan mereka tidak
terlalu miskin, atau bahkan terhitung lumayan karena dagangan atau usahanya relatip
telah berhasil, untuk mengajak anak-anak remaja tetangganya yang masih dirundung
malang. Mereka sepakat menempatkan anak-anak muda di kampungnya, khususnya
anak keluarga kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Pendekatan kombinasi antara anak dan orang tua ini tidak berarti bahwa setiap
siswa boleh seenaknya tidak sekolah dan membantu usaha orang tuanya, tetapi para guru
akan bersama-sama mengawinkan pengalaman anak-anak dirumah masing-masing
dengan pilihan mata pelajaran yang cocok untuk masa depannya tanpa membabi buta.
Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan mempunyai kewajiban moril untuk
membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan terutama anak-anak keluarga kurang
mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak memihak agar setiap siswa bisa
melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Ada pula gagasan untuk menghimbau
lembaga-lembaga yang biasa memberikan beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk
mengatur secara lain, yaitu memihak kepada anak-anak keluarga kurang mampu. Dengan
cara ini anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan
untuk berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-(A1/B2/D1)
9
MENYIAPKAN SDM SEJAK DINI
Sidang Khusus PBB tentang Anak yang yang sedianya dilakukan tanggal 19-21
September 2001, di New York, ditunda tanggal 8-10 Mei 2002. Indonesia dengan jumlah
penduduk sekitar 211-212 juta jiwa adalah negara dengan jumlah anak-anak terbesar ke
empat setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Dengan jumlah anak-anak yang besar
itu, kita mempunyai tanggung jawab moril untuk ikut serta bicara dalam forum yang
terhormat tersebut. Kita harus mampu mengajukan konsep-konsep pembangunan
berkelanjutan yang bisa menghantar dengan mulus anak-anak yang melimpah itu ke masa
depan yang lebih baik.
Selama tigapuluh tahun terakhir ini pemerintah dan seluruh masyarakat, telah
mulai memperbaiki kondisi anak-anak bangsa. Orang tua telah dipersenjatai dengan
kemampuan mengatur kelahiran dan jumlah anak-anak melalui program KB dan
kesehatan yang tersedia di hampir seluruh pelosok desa. Dengan demikian tingkat
kelahiran dan tingkat kematian bayi dan anak-anak telah diturunkan lebih dari 50 persen.
Seperti kasus langka lainnya, kasus-kasus kurang gizi yang dewasa ini makin langka, dan
biasanya sukar menjadi berita, begitu muncul disuatu daerah langsung menjadi bahan
berita yang menarik. Disamping penanganan masalah kesehatan dan KB yang dilakukan
secara terpadu, kita bersyukur bahwa pada hari-hari libur para orang tua marak membawa
anak cucunya mendatangi tempat-tempat hiburan, yang murah meriah dan yang mahal,
tergantung pada kemampuan saku orang tua dan kerabatnya.
Disamping itu, seperti terjadi awal Maret 2002, setiap tahun, atas kerjasama
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan PT Indofood Sukses Makmur,
Tbk. diadakan Lomba Balita Sejahtera untuk merangsang dan memberi contoh
bagaimana mempersiapkan anak balita sejak dalam kandungan dan kelahirannya,
menyusui dan merawat bayi serta mengantar tumbuh kembangnya sampai usia balita
dengan baik.
Dalam skala yang lebih besar, untuk membantu setiap keluarga, terutama para
Ibu dan keluarganya mengantar anak balitanya, sejak tahun 1983 Kantor Menteri Negara
Urusan Peranan Wanita dan BKKBN telah melakukan upaya pemberdayaan wanita dan
keluarga. Dengan pendekatan komunitas dibentuk kelompok Ibu-ibu di desa. Selanjutnya
dikembangkan program Bina Keluarga Balita yang mendidik para Ibu dan seluruh
anggota keluarga yang kondisi sosial ekonominya sangat bervariasi mengenal tehniktehnik
sederhana mempersiapkan kelahiran bayi dan membina anak-anak balitanya.
Program itu dikembangkan untuk membantu para keluarga muda di pedesaan yang
kondisinya sangat rendah dan tidak lagi mendapat cukup bahan dari orang tua dan sanak
keluarganya yang bertambah sibuk mengurusi keperluan hidupnya yang makin sulit.
Program yang dikelola oleh masyarakat sendiri itu sangat berguna untuk para ibu dan
keluarganya membina anak-anak balita mengikuti pola tumbuh kembang yang lebih
dinamis.
Salah satu keuntungan dari program itu adalah mulai disadari pentingnya
pendidikan dini (early education) untuk anak-anak dibawah usia lima tahun dalam
10
lingkungan kelompok ibu-ibu di RT atau di desanya. Entah karena upaya ini atau karena
desakan kesibukan para ibu-ibu di kota dan desa maju, mulai tumbuh lembaga-lembaga
pendidikan formal untuk anak-anak balita. Upaya pendidikan dini itu diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga formal dengan sedikit uluran tangan pemerintah atau sama sekali
tidak ada campur tangan dari pemerintah. Karena itu cakupannya masih sangat rendah.
Selama sepuluh tahun terakhir, tanpa memperhitungkan anak-anak yang mengikuti
pendidikan dini melalui pesantren dan sekolah-sekolah agama, pendidikan dini yang
bersifat formal baru mencakup sekitar 9,8 persen di tahun 1999. Angka ini sangat kecil
tetapi sesungguhnya sudah naik lebih dari 100 persen dibandingkan dengan keadaannya
pada tahun 1996 yang baru mencapai sekitar 4,7 persen saja.
Awal Maret 2002, sekitar 300 guru taman kanak-kanak dan pendidikan pra
sekolah, yang sehari-hari menangani pendidikan dini di seluruh pelosok Indonesia, dan
tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) – PGRI, telah
bertemu dengan Pimpinan Yayasan Damandiri yang sedang mengembangkan Gerakan
Belajar Mandiri. Mereka “ngiri” mendengar Gerakan Belajar Mandiri yang
dikembangkan di kawasan timur Indonesia utamanya “hanya” ditujukan untuk
membantu anak-anak SMU, SMK dan Madrasah Aliyah menyiapkan diri menghadapi
hari depannya yang sangat dekat untuk terjun secara mandiri. Mereka berkilah bahwa
untuk menghasilkan mutu sumber daya manusia yang handal, pendidikan dini, atau
pendidikan pra sekolah, yang mampu memberi dasar kepribadian anak dalam sikap,
perilaku, daya cipta dan kreativitas yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan
zaman, harus mendapat perhatian yang sama besarnya, ditingkatkan mutunya dan segera
diperluas cakupannya.
Pendidikan dini mempunyai beberapa fungsi yang tidak dapat digantikan oleh
pendidikan pada tingkat usia lainnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan kepada
setiap anak dalam usia yang sangat baik untuk mencintai orang tuanya dan sekaligus
gurunya sebagai pengantar menghadapi masa depannya yang ideal. Pendidikan dini
memberi kesempatan para orang tua saling bertemu dengan orang tua lain yang
mempunyai anak-anak sebaya pada waktu mengantarkan dan menunggu anaknya
sekolah. Pendidikan dini memberi kesempatan kepada setiap anak mencintai kawankawannya
seperti saudara sendiri dirumahnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan
kepada setiap anak untuk mengembangkan kepribadian yang penuh toleransi, kedamaian,
saling pengertian, dan gotong royong dalam menghadapi tantangan, dan mempergunakan
kemampuan untuk menangkap kesempatan sosial budaya diluar asuhan orang tuanya.
Para guru yang sangat bangga akan profesi dan kesempatannya mendampingi
anak-anak balita di seluruh pelosok desa itu merasa bahwa perhatian pemerintah akan
pendidikan dini masih sangat tidak memuaskan. Mereka minta agar masalah ini segera
dibahas secara nasional dan dijadikan prioritas yang tinggi kalau kita ingin menghasilkan
remaja masa depan yang mempunyai kepribadian unggul. Mereka juga membayangkan
bahwa forum internasional Konperensi Khusus tentang Anak se Dunia nanti lebih dari
patut dijadikan ajang untuk meminta perhatian negara maju membantu negara-negara
berkembang menangani anak-anak balitanya secara lengkap dan terpadu.
11
Semoga keprihatinan 300 guru yang mewakili ratusan lainnya dari seluruh
Indonesia itu mendapat perhatian yang wajar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan) – PengantarPendikanDini-1832002
12
MEMBANGUN SDM UNGGULAN
Dalam suasana globalisasi yang sekaligus dibarengi oleh adanya krisis
multidimensi di Indonesia sekarang ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia
yang jumlahnya telah melebihi 211 juta jiwa itu harus dikembangkan menjadi manusia
unggul. Upaya itu harus diiringi kebersamaan lembaga-lembaga seperti BKKBN,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, dan lembaga lain dengan
jajarannya. Lembaga-lembaga itu mutlak diperlukan untuk menghantar pengembangan
sumber daya manusia menjadi kekuatan yang unggul. Keberhasilan upaya itu diharapkan
bisa mengatasi krisis serta mengangkat setiap keluarga dan anggotanya menjadi keluarga
yang mandiri dan sejahtera.
Sukar sekali melihat gelombang reformasi itu dengan kaca mata biasa yang
sempit. Dengan kaca mata lama, menurut pikiran Talcott Parsons, seorang sosiolog
terkenal, dalam bukunya "The Social System" (1951), suatu "action" yang bercakrawala
luas dan bergerak dengan sangat cepat akan membentuk interaksinya secara bebas.
Sebagai bagian dari suatu sistem aksi dalam masyarakat itu, berbagai interaksi yang
sangat luas, vertikal dan horizontal, terutama yang berskala global, masing-masing
mengembangkan interaksinya sendiri sesuai dengan aktor-aktor yang bergerak
didalamnya. Sistem aksi itu kemudian menjadi suatu jaringan hubungan yang
membentuk, atau menuntut bentukan, sebagai suatu tatanan kemasyarakatan baru yang
mungkin berbeda dan asing dibandingkan dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Aktor-aktor yang tadinya bersifat individual dan masing-masing mempunyai
"status" kemudian ditempatkan dalam suatu tatanan jaringan yang berkembang. Dalam
pengembangan itu para aktor juga mempunyai fungsi-fungsi yang secara signifikan
membawanya dalam proses memapan sebagai "peranan" yang menuntunnya pada posisi
yang terhormat untuk menuju kepada keseimbangan barunya.
Dalam konteks reformasi yang gencar seperti sekarang, peranan aktor
sebagai manusia pelaku bisa menjadi sangat signifikan. Aktor bisa merupakan kombinasi
sinergik dari status yang diembannya serta dari peranan dalam suatu sistem sosial yang
berkembang pesat, bahkan tidak jarang mereka itu dari atau identik dengan tatanan
jaringan dimana dia dikembangkan sebelumnya.
Dalam suatu suasana Indonesia baru yang berubah dengan cepat dewasa ini
berbagai dinamika organisasi dan kepemimpinan akan mencuat keatas permukaan
mencari bentuknya secara tepat. Untuk itu para ahli menawarkan berbagai pikiran dan
perkiraan dengan argumentasinya masing-masing. David Osborne dan Ted Gaebler
(1992) dalam bukunya “Reinventing Government” menawarkan konsep dan anjuran
untuk mewirausahakan aparat birokrasi sebagai bagian dari upaya memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Oleh karena itu banyak orang sepakat bahwa dalam keadaan seperti ini
memimpin adalah suatu seni yang rumit dan memerlukan kerja yang sangat keras.
Banyak ahli lain berbicara dan menulis tentang hal ini. Robert H. Rosen dan Paul B.
Brown dalam bukunya, “Leading People” (1996), menulis, bahwa dewasa ini sukses
13
suatu usaha banyak sekali tergantung pada bagaimana kita melakukan investasi pada
manusia, dan bagaimana manusia-manusia itu menyatu menghasilkan produksi dan jasa
yang memuaskan pelanggannya. Kita harus bisa dan lebih melihat segala sesuatunya dari
rangkaian proses bagaimana manusia-manusia tersebut kita bawa kepada suatu sukses
yang menjadi komitmen bersama, bukan pada bagaimana masing-masing individu merasa
menempati posisi yang mereka anggap diperlukan dalam suatu organisasi tertentu.
Pada umumnya kita sepakat bahwa diperlukan berbagai persyaratan untuk
memimpin manusia-manusia andal dalam suatu proses tersebut, tetapi yang lebih penting
lagi adalah bagaimana kita mendapatkan kepercayaan dengan membawakan visi dan misi
yang jelas dan dapat diterima dengan perasaan lega oleh mereka yang kita ajak untuk
bersama-sama membawakannya kepada pencapaian tujuan yang disepakati.
Untuk melihat "reformasi" dalam suasana " globalisasi" sekarang ini, kita
harus bisa belajar hidup dalam keadaan khaos, mencoba hidup tenang, dan tidak mencari
kebenaran karena hal itu tidak akan ketemu. Kita harus secara dinamis menguasai atau
menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap menunggu untuk sekedar menjawab
tantangan yang dikeluarkannya.
Globalisasi dan Desentralisasi,
14
Kemajuan yang terjadi pada masa globalisasi dan desentralisasi sekarang ini
sesungguhnya merupakan suatu perubahan sosial yang cepat dan menarik. Dalam suatu
sistem sosial, secara sederhana diperlukan kebutuhan-kebutuhan fungsional dasar yang
sangat minimal untuk memungkinkan terjadinya interaksi antar berbagai status dan
peranan masing-masing. Untuk menghantar terjadinya perubahan sosial yang
menguntungkan, kebutuhan-kebutuhan fungsional tersebut harus tersedia atau
disediakan. Pertama, adalah kebutuhan dasar manusia, keluarga dan masyarakat yang
sangat esensial seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
Kedua, adalah kebutuhan dukungan dari berbagai sistem sosial lain yang
ada. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran agar ada kesediaan yang memadai untuk
saling memberi atau membangun dukungan sosial yang sekaligus dapat memenuhi
kebutuhan dasar untuk aktor-aktor dalam perubahan sosial maupun untuk anggota
masyarakat pengikut lainnya.
Dalam kondisi seperti itu setiap lembaga masyarakat memerlukan dukungan
sumber daya manusia yang mampu mengembangkan inovasi, berkreasi, dan bisa
merangsang pemenuhan kebutuhan internal maupun yang bisa menuntun kearah
penyesuaian diri terhadap perubahan eksternal yang terjadi dalam suasana dan
lingkungan baru yang cepat dan makin global tersebut. Dukungan sumber daya manusia
yang "unggul" itu harus bisa menjadi pendorong motivasi dan memberikan tuntunan
pada setiap tahapan agar setiap aktor dalam lembaga tersebut dapat mempersiapkan
lembaga atau organisasinya dalam era yang berubah. Kesiapan lembaga tersebut harus
mendahului suasana zaman yang berubah dan tetap mendorong lembaga itu
menghasilkan produk-produk yang memenuhi permintaan dan selera pasar yang
berkembang dengan pesat. Apabila tidak demikian halnya, maka peranan lembaga itu
akan habis ditelan oleh perubahan yang penuh dengan tantangan.
Perubahan Kelembagaan
Melihat adanya perubahan tersebut diperlukan berbagai dukungan yang luas
seperti manusia yang unggul, manajemen dan kemampuan komunikasi untuk
menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai dengan arus
globalisasi yang sangat dahsyat. Dukungan sumber daya manusia diperlukan untuk
memungkinkan dikembangkannya ide-ide baru yang segar yang bisa menangkap
“mimpi” dan “cita-cita” masyarakat dengan visi yang jauh kedepan melampaui
jamannya. Dilain pihak, manusia unggulan itu memerlukan dukungan manajemen
unggul dan berani mengimplementasikan berbagai gagasan yang kadang-kadang tidak
masuk akal pada jamannya. Menurut banyak ahli, gagasan-gagasan seperti itu biasanya
mati sebelum lahir, padahal sesungguhnya tidak boleh dimatikan tetapi harus ditunggu
waktunya yang tepat, istilahnya‘put on ice’.
Karena itu, diperlukan dukungan komunikasi untuk memberdayakan
seluruh kekuatan internal dan membantu mempersiapkan masyarakat untuk menghayati
nuansa baru yang berkembang. Dengan dukungan pemberdayaan melalui komunikasi
itu dirangsang terjadinya proses institusionalisasi secara internal yang mungkin saja
harus disertai dengan pengembangan visi yang jauh kedepan, perubahan struktur
organisasi, perubahan falsafah dasar lembaganya, reorientasi personilnya, pembaharuan
kekompakan mereka dalam tim yang sanggup menghasilkan produk berkualitas serta
15
cara-cara pemasaran produknya dalam dunia yang makin tidak dibatasi dengan dindingdinding
kaku yang bersifat fisik, sosial dan budaya, dunia yang makin terbuka.
Langkah-langkah itulah yang sekarang ini sedang terjadi pada tingkat
daerah. Banyak lembaga-lembaga pusat yang karena perubahan sentralisasi menjadi
desentralisasi harus mengalami restrukturisasi secara total. Langkah-langkah
restrukturisasi itu pada beberapa kalangan menimbulkan kegoncangan sedangkan pada
kalangan lain menimbulkan harapan bahwa secara eksternal diperlukan orientasi yang
berani pada kekuatan kelembagaan dalam upaya tim yang mampu menghasilkan karya
nyata dengan kualitas tinggi sebagai yang diinginkan oleh masyarakat luas.
Dari kenyataan itu, para pimpinan lembaga menganut pendekatan visionary
leadership dengan “memanu siakan manusia" dalam lembaganya dengan lebih banyak
mengembangkan kekompakan tim dengan wawasan yang jauh kedepan. (Prof. Dr.
Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-SDM-2192002.
16
PERANAN IBU MENDIDIK ANAK
DALAM ERA GLOBALISASI
Dalam abad ke dua puluh satu ini di seluruh dunia terdengar nyaring genderang
reformasi ditabuh bertalu-talu. Peristiwa ini menempatkan setiap Ibu rumah tangga
dalam persaingan yang dahsyat antara komunikasi dunia yang gegap gempita dan urusan
pendidikan anak yang sangat menantang. Disatu pihak setiap Ibu berusaha menanamkan
nilai-nilai agama dan budi pekerti luhur melalui pendidikan anak-anaknya untuk
membangun kemampuan untuk masa depan yang penuh kedamaian, kasih sayang dan
saling menghargai, dilain pihak semua orang dihadapkan pada fenomena lapangan yang
penuh dengan saling fitnah, saling hujat, saling hantam, dan saling bunuh.
Makin kita renung kehidupan ini makin kita bertanya apakah benar bahwa dalam
alam globalisasi yang marak, sistem komunikasi yang luar biasa, yang membuat setiap
negara di dunia saling berdempetan tanpa jarak, tanpa pembatas, harus diisi dengan
pergumulan, atau dengan peristiwa liar yang “menular” atau “ditiru” dengan lebih
dahsyat agar bisa menghiasi halaman-halaman media massa dunia yang gemar peristiwa
gemerlapan. Kalau semua itu yang dikehendaki sebagai tontonan yang menarik, bisa saja
perseteruan yang berawal dari konflik individu di besar-besarkan menjadi perhatian
dunia yang mengasyikkan. Konflik yang semula terjadi dalam tataran sederhana, di
kalangan yang sangat pribadi, bisa dengan mudah “dicuatkan” melebar dalam jajaran
yang sangat luas. Dengan kata lain, melalui corong yang membesarkan gema, bisa saja
“tetesan kecil” dengan mudah disulap menjadi “gr ojogan” yang maha dahsyat dan
mungkin saja oleh banyak orang bisa dianggap lebih “mengasyikkan”.
Dalam merenung kita bertanya, apa tidak bisa kita ini menggaungkan sesuatu
yang baik, mungkin masih kecil, dan belum tentu menarik, menjadi suatu peristiwa
dahsyat yang sangat menarik. Kita sungguh bersyukur, Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, berkenan menghadiri peringatan Hari Kartini di Solo 21 April 2002.
Dalam kesempatan yang berbahagia itu beliau berkenan menyerahkan beberapa
perangkat hadiah Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK, dan MA,
yang biarpun berasal dari keluarga kurang mampu, tetapi mempunyai prestasi menonjol
di kabupatennya. Hadiah Tabungan Belajar Mandiri itu disediakan oleh Yayasan
Damandiri untuk masing-masing siswa senilai Rp. 300.000,-.
Peristiwa itu mungkin kecil, tetapi untuk mendapatkan hadiah tabungan yang
sangat berharga itu setiap siswa tidak saja tabah dan mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi, tetapi harus belajar giat dan rajin membaca. Setiap siswa anak keluarga kurang
mampu bisa mengikuti program yang digelar di kawasan timur Indonesia itu melalui
sekolah-sekolahnya. Mereka harus menonjol dalam berbagai mata pelajaran, mempunyai
prestasi unggul diatas angka rata-rata teman-teman sesekolahnya, atau diatas rata-rata
teman-teman anak keluarga kurang mampu lainnya.
Di sekolah masing-masing anak-anak putri itu, Kartini masa depan, harus
mengikuti kuis untuk mendapatkan pencalonan sekolahnya. Setiap bulan calon-calon itu
dibawa oleh Kepala Sekolah atau guru mereka untuk mengikuti pemilihan pada tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten atau kota mereka diadu dengan teman-teman dari
sekolah lainnya. Kalau terpilih, di setiap kabupaten/kota, untuk wilayah Jawa Tengah
Yayasan Damandiri menyediakan 5 (lima) tabungan melalui mitra kerjanya. Di daerah
17
sekitar Surakarta, yaitu Sragen, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Tabungan Belajar Mandiri
itu disalurkan melalui BPR YIS, BPR Nusamba, Bank Bukopin, dan BPD Jateng.
Disamping menyerahkan dana Tabungan Belajar Mandiri, Ibu Megawati sempat
juga menyerahkan paket Pundi dan Warung Sudara untuk Ibu-ibu yang bekerja keras
membangun ekonomi kerakyatan. Ibu Mega mungkin saja tidak banyak bercerita tentang
ekonomi kerakyatan, tetapi dengan penyerahan secara simbolis paket-paket itu di Solo,
usaha ekonomi kerakyatan itu makin bergulir.
Yayasan Damandiri yang selama ini membantu pengentasan kemiskinan dengan
santunan kepada tidak kurang dari 13,9 juta keluarga yang dilatih menabung dan belajar
mempergunakan dana untuk usaha produktip akan menindak lanjuti usaha Presiden
tersebut.
Paket pengembangan Pundi, atau pembinaan usaha mandiri merupakan
dukungan bimbingan dan dana untuk usaha dalam berbagai bidang yang menghasilkan
untung bagi ibu-ibu yang ingin membangun keluarga sejahtera secara mandiri. Program
ini mendapat dukungan Ibu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala
BKKBN karena mengutamakan pemberdayaan sasaran kaum ibu yang diharapkan akan
menjadi tiang penyangga yang handal dalam keluarganya.
Disamping paket pengembangan Pundi, diserahkan juga oleh Ibu Megawati
beberapa paket pengembangan Warung Sudara, atau Warung dengan sistem usaha
damai sejahtera yang merupakan paket bimbingan dan kredit untuk membuka warung,
dan memberi semangat kepada masyarakat sekitarnya untuk memanfaatkan warung itu
sebagai sarana membangun masyarakat sejahtera dengan penuh kedamaian dan
kesejahteraan. Pengembangan Warung Sudara yang diselenggarakan oleh Yayasan
Indra ini, selain mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, juga mendapat
dukungan dari Yayasan Damandiri dan berbagai perusahaan yang secara langsung
sangat berkepentingan menyalurkan barang-barang produksinya ke pasar konsumen
dengan harga yang terjangkau.
Kita bersyukur Hari Kartini tahun 2002 penuh makna dan konkrit. Ibu-ibu yang
mempunyai usaha produktip diharapkan tidak saja akan menjadi makin dinamik, tetapi
sekaligus menjadi Kartini modern dalam era globalisasi, yang akan menjadikan dirinya
contoh dengan ikut mendidik anak-anak bangsa dalam sistem Broad-Base Education,
menjadikan setiap anak belajar kewirausahaan yang handal untuk masa depannya yang
lebih baik. Mudah-mudahan membawa berkah. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan). – Pengantar-Ibu-2242002.
18
MENINGKATKAN KUALITAS GENERASI MUDA
Minggu ketiga Januari 2003, Pimpinan Pengurus Pusat Himpunan Pandu dan
Pramuka Wreda (Hipprada) diterima oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Menko Kesra), Drs. Jusuf Kalla, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
(Meneg PP), Ibu Sri Redjeki Sumarjoto, SH., di kantor masing-masing di Jakarta.
Pertemuan yang berlangsung dengan penuh keakraban itu telah membahas upaya-upaya
peningkatan kualitas generasi muda, khususnya upaya meningkatkan peranan Hipprada
dan Gerakan Nasional Pramuka dalam pemberdayaan masa depan dan pengembangan
watak generasi muda.
Disampaikan dalam pertemuan itu bahwa salah satu upaya yang akan dilakukan
bersama oleh Hipprada, Gerakan Nasional Pramuka, dan Yayasan Damandiri adalah
mengembangkan program latihan untuk para Pembina Pramuka di beberapa propinsi
terpilih. Melalui latihan ini para pembina akan disegarkan kemampuannya dalam tehniktehnik
kepramukaan. Disamping itu para pembina akan dipersiapkan agar mampu
mengembangkan kegiatan bhakti Pramuka yang makin luas cakupannya. Para pembina
akan dilatih untuk mengembangkan program-program yang memungkinkan generasi
muda makin peka dan peduli terhadap kebutuhan masyarakat luas, terutama pada sesama
generasi muda yang kurang beruntung di kampung dan desa tempat tinggalnya.
Para Pembina akan dipersiapkan agar mampu mempersiapkan anggota Pramuka
yang berkualitas, makin peduli, mahir serta sanggup mempersiapkan, mengembangkan
dan mengelola program dan kegiatan dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan
reproduksi, menghadapi godaan narkoba dan tantangan di bidang kesehatan lain yang
bakal dihadapi dalam abad ke 21 yang penuh tantangan sekarang ini. Para pembina akan
disiapkan pula untuk mengembangkan dan membina anggotanya tetap belajar menuntut
ilmu sebagai bekal menghadapi masa depan yang kompetitif. Mereka juga akan dilatih
untuk makin menguasai ketrampilan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan usaha
ekonomi produktif dan mandiri.
Sementara itu disampaikan pula bahwa kegiatan yang akan dijadikan salah satu
andalan adalah melatih anak didik Pramuka untuk makin memupuk rasa solidaritas antar
kawan melalui upaya pengembangan Gerakan Sadar Menabung. Para anggota Pramuka
yang sekaligus siswa SD, SLTP dan SMU dari keluarga kurang mampu akan diusahakan
untuk memperoleh bantuan beasiswa yang disalurkan sebagai tabungan bagi setiap siswa
yang menerimanya. Untuk menambah tabungan para siswa yang kurang beruntung itu,
siswa lain, dan orang tua yang lebih mampu atau lembaga yang lebih mampu, akan
dihimbau untuk memberikan bantuan kepada siswa anak keluarga kurang mampu itu
dengan mengisi tambahan pada buku tabungan yang dimiliki oleh setiap siswa.
Karena tabungan itu dilakukan melalui Bank yang ada di daerah masing-masing,
maka bantuan penambahan sumbangan bisa disalurkan langsung kepada Bank yang
bersangkutan dengan perintah untuk disalurkan langsung kepada anak-anak yang
dipilihnya melalui tabungan masing-masing. Setiap penyumbang bisa melakukan kontrol
langsung melalui laporan bank yang bersangkutan.
Disampaikan bahwa pada awal tahun 2003 segera akan disalurkan bantuan
beasiswa kepada 50.000 anak-anak SD dari berbagai propinsi melalui Lembaga GN
OTA. Disamping itu akan disalurkan bantuan ProgramBelajar Mandiei kepada anak19
anak SMU, SMK dan MA tidak kurang dari 30.000 - 50.000 anak-anak keluarga kurang
mampu melalui Bank-Bank mitra kerja Yayasan Damandiri. di kawasan timur Indonesia.
Tidak kurang dari 2.000 siswa drop out juga akan mendapat bantuan melalui beberapa
BPR yang ditunjuk.
Anak-anak keluarga kurang mampu yang menerima bantuan secara otomatis
akan mengikuti gerakan sadar menabung. Kepada anak keluarga yang lebih mampu dan
membuka tabungan pada Bank peserta, kepadanya diberikan bonus secara khusus yaitu
kesempatan untuk mengajak temannya yang kurang mampu. Setiap anak yang membuka
tabungan dengan dana sendiri bisa menunjuk satu orang siswa dari keluarga kurang
mampu untuk menjadi mitranya dalam menabung. Tabungan pertama dari anak-anak
yang dijadikan mitra itu akan diisi oleh lembaga yang bekerjasama seperti tersebut
diatas. Dengan kata lain, seorang anak dari keluarga mampu mulai menabung, maka
secara otomatis dia memberi kesempatan kepada temannya untuk ikut serta menabung
dengan tabungan awal gratis. Beli satu dapat dua.
Pendekatan kedua dari gerakan ini adalah melalui gerakan nasional Pramuka.
Para anggota Pramuka anak keluarga mampu akan dianjurkan untuk menabung pada
Bank peserta. Seperti pendekatan melalui sekolah, bagi setiap anggota Pramuka yang
mulai menabung, yang bersangkutan bisa mengajak seorang anggota Pramuka lain yang
kebetulan anak keluarga kurang mampu untuk menabung. Tabungan awal dari anak
keluarga kurang mampu yang diajak itu ditanggung oleh kerjasama gerakan sadar
menabung seperti tersebut diatas. Disini juga berlaku, beli satu dapat dua.
Pendekatan ketiga yang ditempuh adalah dengan memberi kesempatan kepada
para nasabah Bank yang mendapatkan kredit untuk usaha produktip. Setiap nasabah
yang mendapat fasilitas kredit diharapkan mulai membuka tabungan pada Bank yang
memberikan kredit. Setiap nasabah yang membuka tabungan berhak menunjuk seorang
anak dari keluarga kurang mampu yang menjadi langganannya, atau tetangganya, untuk
mulai membuka tabungan juga. Setiap nasabah diminta menunjuk seorang anak calon
penabung dari keluarga kurang mampu, dengan harapan kalau nasabah itu mendapat
untung bisa membagi untungnya untuk mengisi tambahan tabungan untuk anak keluarga
kurang mampu yang diangkat dengan tabungannya tersebut. Proses itu diharapkan dapat
menciptakan kesempatan menikmati kesejahteraan yang lebih merata.
Untuk meningkatkan motivasi bagi para penabung, Bank-bank peserta gerakan
sadar menabung berjanji memberikan bonus berupa undian, sekali setiap tiga bulan
dengan hadiah-hadiah yang menarik, seperti mobil, sepeda motor, beasiswa dan hadiah
berupa uang tunai yang ditambahkan pada tabungan para penabung.
Atas pemaparan program tersebut kedua Menteri memberikan apresiasi dan
saran-saran untuk penyempurnaannya. Diharapkan pengembangan generasi muda yang
direncanakan itu dapat berjalan lancar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah
Sosial Kemasyarakatan) – Pengantar-Perluasan-2712003
20
PAHLAWAN PEMBANGUNAN
Hari Pahlawan 2001 diperingati. Peringatan Hari yang sangat bersejarah ini
bersamaan waktu dengan berakhirnya Sidang Tahunan MPR 2001. Kebersamaan itu
membawa makna yang mendalam. Kita memberi hormat yang sangat tinggi dan terima
kasih yang tidak terhingga kepada para pendahulu. Mereka berjuang dengan darah,
nyawa serta kemampuan intelektual mengantar bangsa yang kita cintai ini kepintu
gerbang kemerdekaan. Kita juga memberi hormat kepada para anggota MPR yang
berjuang dengan gigih agar para pemimpin dan mereka yang kita harapkan mengisi
kemerdekaan bekerja dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab yang transparan
kepada rakyat yang dipimpinnya.
Sidang Tahunan MPR 2001, yang diadakan dalam suasana reformasi yang
demokratis mempunyai arti yang sangat penting. Para anggota yang terhormat
membicarakan topik bahasan yang cukup rumit. Banyak anggota masyarakat yang
kadang terkejut-kejut karena kita seakan-akan sedang melihat suatu tontonan mirip film
Holywood buatan Amerika. Ada yang langsung berteriak bahwa tontonan itu tidak
pantas dipertunjukkan.
Sebagai bangsa yang menganut adat ketimuran yang halus, tontonan itu dianggap
memalukan dan tidak pantas dipertunjukkan oleh para anggota yang terhormat. Kata
mereka bangsa ini menangis dan sedih melihat para pemimpinnya bertingkah seperti
preman. Mereka mengeluh bahwa phenomena yang terjadi sudah kebablasan dan tidak
terkendali. Ada lagi yang kawatir bahwa kita terperangkap dalam suatu persiapan
“Perang Saudara” seperti Baratayuda.
Tetapi ada pula yang diam-diam bergumam, kita sedang belajar budaya baru
yang tatanannya belum kita atur dengan rapi atau setidaknya belum kita pahami
bersama. Mereka menganggap apa yang sedang terjadi sebagai suatu peristiwa biasabiasa
saja. Mereka mengajak semua pihak agar dengan kepala dingin dan bijaksana
menyambut budaya baru itu dengan tetap tenang, tidak usah terburu-buru emosi untuk
merubah segalanya dalam sekejap. Dengan tetap memegang semangat persatuan,
kesatuan serta kebersamaan kita bangun bersama bangsa yang kita cintai ini dalam
suasana damai yang indah penuh kesejukkan.
Dalam memperingati hari yang sangat penting ini kami menghimbau agar semua
pihak menyegarkan dan memperkuat komitmen untuk mengembangkan restrukturisasi
dan rekapitalisasi sosial yang menyangkut bidang-bidang kesehatan, KB, pendidikan,
serta berupaya keras menjamin dan memberi kesempatan semua pihak untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dengan kerja keras, terhormat dengan diiringi
keimanan dan ketaqwaan yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Restrukturisasi dan rekapitalisasi sosial itu sangat diperlukan untuk menjamin
pengembangan sumber daya manusia yang handal, yang sanggup menghantar bangsa ini
menjadi bangsa yang jaya dan sejahtera. Mereka kita harapkan menjadi pahlawan
pembangunan masa depan.
21
Kita tidak boleh iri kepada para pahlawan masa lalu yang namanya selalu
disebut dan diingat manakala kita memperingati Hari Pahlawan. Kita harus menyambut
seluruh peristiwa itu dengan rasa syukur, komitmen dan usaha baru yang jauh lebih gigih
dengan terus menerus bekerja keras mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Jaman ini
adalah suatu era modern dimana setiap pejuang harus bekerja keras mengembangkan
budaya penghargaan yang tinggi terhadap harga diri manusia, kesejahteraan dan
hak-hak azasi manusia pada umumnya.
Oleh karena itu kita harus menyambut Hari Pahlawan 2001 dengan memihak
pada usaha-usaha konkrit yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kependidikan, para sesepuh,
orang tua, para guru dan banyak pihak yang usahanya dalam mencerdaskan bangsa tidak
dapat kita nilai harganya. Kita mengharapkan agar generasi muda menyambut
kesempatan mengenang para pahlawan dengan belajar giat seraya selalu menghargai
jasa para pahlawannya.
Disamping itu, kita harus memberi hormat yang tinggi terhadap para pejuang
yang dengan gigih memihak dan memberikan pelatihan yang melelahkan kepada para
penduduk miskin, tua muda, di pedesaan. Bukan seperti pahlawan dimasa revolusi,
mereka tidak menyiapkan negara baru. Mereka menyiapkan manusia baru dari sisa-sisa
kebangkrutan masa lalu yang belum bisa kita selesaikan sampai sekarang. Mereka
menyiapkan manusia-manusia pembangunan yang handal dan sanggup menjadi tiang
penyangga negara dan bangsa yang kita perjuangkan selama ini.
Kami ingin mengajak semua pihak untuk melihat betapa banyaknya anak-anak
muda remaja kita, yang karena miskin, tidak dapat meneruskan pendidikannya. Dimasa
lalu, kalau kita miskin, bisa tetap tinggal di desa, mengerjakan sawah dan ladang warisan
orang tua. Tetapi, kini, karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dimasa lalu,
serta sistem warisan yang selalu membagi habis sawah-sawah peninggalan orang tua,
sawah dan ladang untuk setiap keluarga menjadi sangat sempit. Atau bahkan tidak
tersisa lagi. Anak-anak muda tidak lagi mempunyai sawah atau ladang untuk
dikerjakannya di desa.
Kesulitan anak muda untuk tetap tinggal di desanya itu tidak sederhana. Sistem
warisan masih ditambah lagi dengan praktek-praktek lain yang merugikan petani di desa.
Masalah-masalah itu, biarpun sering dibahas, belum seluruhya tuntas diselesaikan.
Sistem kredit yang lebih banyak merugikan petani, membuat para petani terpaksa
menjual sawah ladangnya untuk membayar hutang yang tidak pernah mereka nikmati.
Suasana keberpihakan para pengusaha bukan kepada manusia, si petani, tetapi kepada
produksi dan keuntungan yang dapat diraihnya. Petani hampir selalu dirugikan. Setiap
pengusaha yang “berdagang” atau “membuka industri” di perdesaan hampir selalu tidak
meningkatkan kesejahteraan penduduknya, tetapi lebih tertarik kepada bagaimana
mengambil untung yang sebesar-besarnya dari eksploitasi manusia yang tidak berdosa.
Kita sangat sedih. Biarpun banyak dilakukan upaya-upaya yang akan atau telah
menguntungkan para petani, sampai sekarang para petani dan penduduk miskin pedesaan
masih tetap menjadi bagian termiskin dari negara tercinta ini. Kita belum berhasil
memotong lingkaran setan yang menyengsarakan itu. Sebabnya sangat sederhana.
Umumnya berbagai program itu tidak banyak memihak kepada petani di desa, manusia
lemah dan tidak berdaya. Hampir semua orientasinya adalah bagaimana mengambil
untung sebesar-besarnya, dengan ongkos serta pengorbanan yang sekecil-kecilnya, kalau
22
ada. Rakyat yang lemah tidak menjadi subyek pembangunan, tetapi sekedar obyek yang
lemah. Sungguh sangat menyedihkan.
Mempersiapkan Pahlawan
Dimasa lalu pahlawan muncul secara spontan karena situasi dan kondisi yang ada
di sekitarnya. Pahlawan itu menjadi besar karena mampu menanggapi situasi dan kondisi
yang ada dengan kebijaksanaan yang dapat diterima oleh kelompoknya. Karena
kemampuannya bekerja keras bersama rakyat mereka tumbuh membawa kelompoknya
bertahan, maju dan jaya. Bersama kelompoknya mereka gigih dan sanggup menanggapi
situasi dan kondisi gawat dengan pengorbanan yang ikhlas. Pemimpin dan pahlawan itu
adalah pemimpin berbakat dan alamiah.
Dalam mengisi kemerdekaan sekarang, kita tidak selalu bisa menemukan
pemimpin alamiah yang tumbuh sesuai dengan tuntutan jaman seperti itu. Kita bisa
menyiapkan pemimpin dan pahlawan seperti itu. Itulah sebabnya kita angkat jempol
kepada berbagai lembaga pendidikan, sekolah, dan perguruan tinggi yang mempunyai
kepedulian tinggi untuk menyatu dengan masyarakat serta membawa masyarakat itu
kejenjang yang lebih terhormat. Mereka terjun dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN), Kuliah Kerja Usaha (KKU), dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Salah satu yang menarik adalah apa yang sedang dikerjakan oleh Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Surakarta. Dalam Fakultasnya
mereka mempunyai kegiatan kemahasiswaan yang didukung oleh seluruh komponennya
untuk menyantuni para pengusaha kecil menengah di pedesaan. Mereka bersama-sama
mempelajari hal-hal yang bisa mengantar mereka menjadi pengusaha yang sanggup
bersaing dengan masyarakat global yang menantang. Mereka mengantar penduduk
miskin di pedesaan menjadi manusia unggul untuk mampu mengarungi suasana
globalisasi yang dahsyat.
Fakultas Ekonomi ini tidak puas dengan mendidik anak muda calon-calon
sarjana ekonomi yang handal. Mereka membuka program D3 yang secara sederhana
memberi kesempatan kepada anak-anak dari wilayah sekitarnya untuk menjadi
mahasiswa dalam jangka waktu yang lebih pendek. Waktu yang lebih pendek itu mereka
perlukan karena mereka tidak yakin apakah secara ekonomis mampu bertahan di
Perguruan Tinggi dalam jangka waktu lebih panjang. Dengan masa kuliah yang lebih
pendek mereka berharap bisa segera kembali ke masyarakat untuk membantu orang tua
dan mempersiapkan dirinya menjadi manusia yang mandiri.
Para pengasuh dan dosennya, seperti Drs HM Amien Gunadi MP, Teguh
Wibowo, SE, dan banyak lagi, yang semasa mereka menjadi mahasiswa, lima sepuluh
tahun lalu, telah ikut terjun dalam kegiatan KKN dan KKU, serta banyak bergaul dengan
masyarakat dan keluarga miskin, sadar akan tuntutan dan kebutuhan mahasiswa dan
masyarakat sekitarnya. Mereka tidak saja membekali para mahasiswanya dengan ilmu
yang mutakhir, tetapi mengajak mereka bergaul akrab dengan dunia nyata.
Para mahasiswa diperkenalkan kepada para pengusaha kecil, menengah dan
besar di sekitarnya. Mereka diajak belajar praktek, meneliti, serta apabila perlu magang
kepada pengusaha-pengusaha yang dianggap berhasil. Bahkan para mahasiswa ditantang
untuk belajar kepada para pengusaha yang sedang “bingung” karena tidak selalu mampu
menangkap aspirasi dan tuntutan pasar. Para mahasiswa ditantang untuk “secara
23
ilmiah” ikut menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh para pengusaha kecil dan
menengah itu.
Mahasiswa yang menerima teori dan mendasarkan analisis ilmiahnya pada tren
bisnis yang digelar berdasarkan hasil pembukuan yang rapi menjadi binggung. Pada
umumnya para pengusaha kecil di desa tidak mempunyai catatan pembukuan cash flow
atas usahanya. Mereka mencatat segala transaksinya dengan daya ingat lisan dan
kepercayaan. Tetapi para dosen, yang pernah dibesarkan dilapangan, tidak kehilangan
akal. Mereka menganjurkan kepada para mahasiswa untuk dengan sabar bekerja dengan
para pengusaha mengenal sistem pembukuan “kiak kiuk”. Manajemen pembukuan
“kiak kiuk” adalah suatu sistem pembukuan yang dicipta atas dasar cerita tentang
transaksi uang masuk, utang, hasil penjualan, uang keluar, cicilan utang, ongkos bahan
baku, dan sebagainya, yang dilakukan pengusaha setiap hari. Atas dasar cerita itu para
mahasiswa harus bisa menterjemahkannya menjadi suatu catatan cash flow sederhana
dan mudah dipahami.
Dengan bahasa dan cara sederhana itu para mahasiswa diajak bergaul dengan
masyarakat dengan cara penuh simpati. Dengan pendekatan itu para pengusaha kecil
yang menjadi mitranya bertambah yakin bahwa mahasiswa tidak “mengguruinya”,
tetapi justru menjadi sahabat atau teman kerja terpercaya. Mereka mencurahkan segala
uneg-unegnya untuk mendapat bantuan. Bahkan mereka rela produknya kemudian
muncul dalam situs-situs yang dikarang oleh para mahasiswa yang sedang belajar
praktek membuat situs di internet kampus mereka.
Kegiatan para mahasiswa menjadi makin “membumi”. Dilapangan mereka
kagum bahwa rakyat kecil yang tidak lulus Perguruan Tinggi, SMU atau bahkan tidak
lulus SLTP, mampu menciptakan inovasi yang tidak ada tandingannya. Mereka
menciptakan produk-produk yang mampu menarik minat pasar. Lebih mengagumkan
lagi, apabila usaha para pengusaha ini maju, mereka mengajak anak-anak muda di
kampungnya untuk ikut menjadi “karyawan magang”, membantu memperluas
perusahaannya. Mahasiswa yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa itu makin
yakin bahwa dalam era globalisasi yang sangat dahsyat persaingannya ini akan dapat
disongsong oleh masyarakat Indonesia kalau mereka menyatu dengan masyarakat luas.
Mereka akan berhasil kalau bisa memelihara kebersamaan dan mengisi kemerdekaan ini
dengan belajar giat, bekerja keras dan memelihara persatuan dan kesatuan. Mereka yakin
bisa mengisi kemerdekaan dengan cara yang sangat membumi itu.
Selamat memperingati Hari Pahlawan 2001, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkati para pahlawan yang mulia tersebut. Semoga mucul pahlawan-pahlawan
pembangunan baru yang sanggup mengangkat harkat dan martabat bangsa dengan
bekerja keras dan tetap memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pahlawan-10112001
(Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan).
1
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pertengahan Maret 2002 Menko Kesra RI, Drs. Jusuf Kalla, memimpin Rakor
Kesra diikuti para Menteri yang terkait erat dengan penanganan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Rapat tersebut antara lain memutuskan untuk mengembangkan Gerakan
Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Dengan gerakan ini diharapkan
dapat dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk
memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang
diyakini bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang
bisa segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka
panjang yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering
menyangkut percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa yang bisa mengisi kesempatan yang
terbuka luas di seluruh dunia hanya terbatas dalam bidang-bidang yang memberi nilai
tambah yang relatip rendah. Salah satu sebabnya adalah karena sumber daya manusia
yang kita miliki mutunya sangat rendah. Banyak kesempatan lewat begitu saja karena
sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok, atau bahkan tidak pernah
dipersiapkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa mempunyai ciri
jumlah remaja yang sangat menonjol serta akan terus naik. Ciri itu sesungguhnya
merupakan potensi yang menjanjikan, tetapi kenyataan bahwa mutunya masih rendah
memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
Gerakan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah
setidak-tidaknya harus diarahkan untuk lima sasaran utama dengan komitmen dan
dukungan program dan anggaran yang kuat, terpadu dan dinamik dari pemerintah dan
aparatnya di seluruh pelosok tanah air. Sasaran pertama, peningkatan pemberdayaan
siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu, kemampuan dan
kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan sekolah untuk
memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran yang dinamik,
padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat, pengembangan
kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya
untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima, pengembangan budaya
masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam suasana nyaman,
menggairahkan dan dinamik.
Sebagai gerakan nasional yang sekaligus diadakan dalam suasana pengentasan
kemiskinan, semua pihak harus sepakat untuk bekerja keras mendukung investasi sumber
daya manusia yang handal itu dalam kerangka totalitas yang utuh. Upaya ini harus
sekaligus mengutamakan pemberdayaan manusia agar berkembang menjadi insan
nasional yang penuh iman, taqwa, berbudi pekerti luhur dan berkrepibadian mantab.
2
Dukungan budaya, sosial dan ekonomi yang kokoh untuk kelima sasaran itu harus secara
sengaja memihak, yaitu dengan menempatkan para siswa, khususnya anak keluarga
kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Gerakan peningkatan mutu yang mengharuskan dilakukannya investasi berbasis
pada siswa itu harus dilakukan dengan menghormati hak-hak azasi manusia yang
diarahkan untuk pembentukan manusia yang berwatak dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu dengan memberikan penggemblengan religiositas, watak, kepribadian
dan kesempatan yang luas untuk memilih atau kesempatan untuk ikut berpartisipasi pada
pilihan yang dilakukan oleh setiap siswa, atau oleh setiap individu. Mereka harus bebas
mengambil jalur pemberdayaan sesuai dengan visi, misi dan kehidupan masa depan yang
ingin dinikmatinya.
Ini tidak berarti bahwa setiap siswa boleh seenaknya mengambil pilihan masa
depannya dengan membabi buta. Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan
mempunyai kewajiban moril untuk membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan
terutama anak-anak keluarga kurang mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak
memihak agar setiap siswa bisa melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Setiap
siswa harus bisa mempersiapkan diri untuk mampu memenuhi cita-citanya dengan baik.
Setiap siswa harus mempunyai kesempatan mencoba dan melatih dirinya dengan
pemberdayaan yang sifatnya menyeluruh agar segala keputusannya tidak menimbulkan
kesal atau kekecewaan dimasa yang akan datang.
Para guru, sebagai individu, atau lembaga, yang paling dekat dengan siswa harus
diberi kesempatan dan dukungan yang kuat dan luas untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraannya. Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang akrab dengan
masyarakat harus diadakan atau mendapat dukungan agar setiap guru bisa menyegarkan
dirinya secara kontinue sesuai dengan kemajuan zaman dan masyarakatnya.
Sekolah sebagai pusat penggemblengan harus kondusif dan dilengkapi dengan
peralatan yang memungkinkan siswa mengembangkan diri dan kemampuan mencipta,
menganalisis dan menyumbang untuk masyarakat di sekelilingnya. Mereka harus
mendapat kesempatan mengembangkan gagasan yang berguna.
Dalam gerakan masyarakat yang gegap gempita, lingkungan masyarakat dan
budaya pendukung harus mendapat pemberdayaan yang matang. Para orang tua harus
mendapat informasi yang luas tentang manfaat pendidikan anak-anaknya untuk dirinya
sendiri, kini, atau nanti. Orang tua dan masyarakat sekelilingnya harus pula mengetahui
manfaat pendidikan untuk masa depan anak cucunya.
Pada akhirnya gerakan ini harus menumbuhkan budaya baru yang menghargai
anak-anak yang belajar tekun, guru yang rajin mengajar atau rajin memberi pelajaran
tambahan, atau sekolah yang murid-muridnya padat belajar - dari pagi sampai petang,
serta orang tua yang sanggup mengorbankan segalanya untuk anak-anaknya bersekolah
sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Budaya memberi penghargaan yang tinggi
terhadap suasana bersekolah ini harus muncul dan menjadi percakapan sehari-hari.
Pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2002, gerakan ini harus
diawali dengan minimal mengundang seluruh masyarakat untuk merayakannya.
Peringatan yang penting itu tidak boleh menjadi monopoli Kepala Dinas Pendidikan, atau
sekolah, atau para guru, atau para murid di sekolah-sekolah saja. Peringatan itu harus
3
memunculkan kreasi baru yang menghidupkan suasana budaya belajar yang berkembang
dengan dinamika yang sangat tinggi.
Karena menyangkut gerakan masyarakat, maka pendidikan dengan pendekatan
Broad-Base Education (BBE) harus sekaligus memberi warna terhadap ciri baru
penanganan pendidikan di Indonesia. Para Kepala Sekolah, guru-guru, orang tua dan
siswa, bahkan seluruh organisasi kependidikan, seperti PGRI, harus bisa menyatu dengan
masyarakat luas untuk menggali sebanyak mungkin apa yang diharapkan dan dibutuhkan
oleh semua pihak untuk maju. Aspirasi itu harus menjadi pokok tunggal dari aspirasi para
Kepala Sekolah, para guru, orang tua dan para siswa untuk membangkitkan gairah
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Visi dan cita-cita guru atau kaum pendidik yang menghendaki peningkatan mutu
pendidikan harus menjadi visi dan cita-cita masyarakat luas. Sebaliknya visi dan cita-cita
masyarakat luas harus menjadi cita-cita dan perjuangan para Kepala Sekolah, guru, orang
tua dan semua siswa-siswanya.
Untuk mendapatkan partisipasi yang luas, semua usaha harus memihak memberi
pertolongan mereka yang kurang mampu. Upaya ini harus diarahkan mulai dari tingkat
yang paling dini seperti upaya peningkatan pendidikan usia dini untuk anak-anak balita,
membantu anak-anak keluarga kurang mampu dalam rangka wajib belajar 9 tahun, serta
mendorong pendidikan lebih tinggi kepada anak-anak kurang mampu itu. Keberhasilan
Indonesia dalam mencapai target dunia dalam bidang pendidikan dasar pada tahun 2000,
harus disebarluaskan sebagai suatu kebanggaan untuk memupuk rasa percaya diri.
Keberhasilan tersebut harus menjadi pemicu untuk lebih meningkatkan pencapaian pada
tingkat pendidikan lebih tinggi seperti SLTP, selanjutnya SMU dan Perguruan Tinggi.
Upaya gerakan itu harus dibarengi dengan upaya pengembangan advokasi peduli
pendidikan bagi anak-anak keluarga kurang mampu. Upaya advokasi itu harus diantar
dengan gerakan yang gigih untuk menjaring anak-anak keluarga kurang mampu agar bisa
melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah atau bisa mengikuti kuliah pada
Perguruan Tinggi. Kegagalan yang umumnya disebabkan karena mutu pendidikan anakanak
yang rendah atau informasi tentang adanya kesempatan yang tidak diterima oleh
para siswa yang bersangkutan harus dapat dikikis dengan memberikan informasi dan
kesempatan yang lebih longgar kepada siswa anak keluarga kurang mampu.
Dalam konteks BBE, upaya-upaya Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan harus
dibarengi dengan Gerakan Belajar Mandiri yang mengajak para guru dan mereka yang
mempunyai simpati terhadap masa depan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk
bekerja sama. Gerakan ini intinya haruslah merupakan ajakan keberpihakan kepada anakanak
yang kurang beruntung, termasuk anak-anak pengungsi, agar orientasi pendidikan
betul-betul diarahkan sebagai persiapan untuk bekerja. Kepala Sekolah, para guru, kawan
sekolah yang sudah mahasiswa, para pengusaha nasabah bank, serta masyarakat pada
umumnya, diharapkan mempunyai kegiatan meningkatkan kepedulian masyarakat luas
terhadap upaya peningkatan partisipasi pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung,
serta mempersiapkan lapangan kerja yang harus menjadi bagian dari kurikulum yang
mengantar anak-anak itu untuk siap bekerja.
Gerakan ini menganjurkan agar anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan
perhatian dan bimbingan yang lebih besar dari para guru dan masyarakat sekelilingnya.
4
Anak-anak itu harus dianjurkan untuk lebih rajin membaca bahan-bahan bacaan yang ada
di sekolah serta bahan bacaan baru yang secara berkala harus diusahakan. Setiap bulan,
setiap sekolah harus mengadakan semacam pertandingan otak, yang diarahkan untuk
merangsang anak-anak membaca lebih banyak bahan-bahan yang ada.
Disamping bahan dan acara “adu pintar”, anak-anak keluarga kurang mampu
harus dibantu untuk mendapatkan bahan-bahan yang bisa merangsang kegiatan belajar
yang lebih menarik. Kegiatan ini harus menjadi budaya baru yang sangat digandrungi
sehingga para siswa menjadi sangat kecanduan untuk tetap belajar.
Disamping itu, untuk meningkatkan motivasi belajar, termasuk untuk orang tua,
para siswa harus mendapat informasi tentang terbukanya kesempatan untuk belajar lebih
tinggi. Para orang tua harus diberitahu akan adanya kesempatan yang terbuka tersebut.
Pemberitahuan kepada para orang tua dan masyarakat luas bisa memacu motivasi para
orang tua yang kurang beruntung dan masyarakat luas agar di rumah masing-masing
anak-anak didorong belajar lebih giat agar bisa memperoleh nilai yang lebih baik di
sekolahnya.
Ada pula gagasan untuk menghimbau lembaga-lembaga yang biasa memberikan
beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk mengatur secara lain, yaitu memihak kepada
anak-anak keluarga kurang mampu. Dalam pengaturan ini, anak-anak keluarga mampu
yang mendapat beasiswa karena otaknya encer diharapkan membagi sebagian dari dana
itu kepada rekan lain yang kebetulan anak keluarga kurang mampu. Dengan cara ini
anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan untuk
berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-pendidikanbermutu-1632002
5
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN,
TERUS BERGULIR
Bertepatan dengan Hari Kartini, tepatnya tanggal 21 April 2002, Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI, bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Ibu Sri Redjeki Sumaryoto, dan para pejabat terkait lainnya
menyerahkan bantuan Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK
dan MA di Solo. Dengan perasaan gembira bercampur haru, para siswi yang
mewakili teman-temannya dari wilayah bekas Karesidenan Surakarta menerima
penghargaan yang disediakan Yayasan Damandiri dengan perasaan lega.
Seakan mimpi. Tidak pernah terbayang bahwa mereka akan menerima
penghargaan yang sangat dibutuhkannya itu dengan disaksikan langsung oleh Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI. Sebagai anak keluarga kurang mampu, selama ini
mereka selalu kalah bersaing dengan anak-anak dari keluarga yang lebih beruntung.
Penghargaan yang diterima tersebut menempatkan para siswa anak keluarga kurang
mampu secara terhormat dalam menempuh ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di tempat yang dipilihnya tanggal 2-3 Juli 2002. Mereka tidak harus antri di
deretan tersendiri hanya karena mendapatkan fasilitas bagi keluarga kurang beruntung.
Program Belajar Mandiri mengembalikan kehormatan, meningkatkan mutu pendidikan
dan menghantar anak remaja itu meniti masa depan yang lebih cerah.
Peristiwa yang sama terjadi juga pada tanggal 24 April 2002 di Aula Bank Jatim,
di Surabaya, Gubernur Jawa Timur, Bapak H. Imam Oetomo, yang selama ini sangat
menaruh perhatian terhadap kesejahteraan rakyat kecil di pedesaan, untuk pertama
kalinya menyerahkan Tabungan Belajar Mandiri kepada wakil-wakil dari 304 siswasiswi
dari 38 kabupaten dan kota Jatim. Peristiwa ini terjadi karena dalam suatu
pertemuan dengan pengurus Yayasan Damandiri bulan Maret 2002, Gubernur Jatim
tersentuh hatinya melihat Yayasan Damandiri menyatakan tekadnya mendampingi
Program Peningkatan Mutu Pendidikan yang selama ini diselenggarakan oleh Pemda
Jatim. Dalam pertemuan itu Yayasan Damandiri menyatakan siap untuk membantu
Pemda dan jajarannya meningkatkan mutu sumber daya manusia di Jatim dalam rangka
pengentasan kemiskinan, termasuk membantu meningkatkan mutu anak-anak siswa
SMU, SMK dan MA. Mereka adalah calon-calon keluarga masa depan, yang dalam
waktu singkat akan menjadi keluarga baru di Jatim, menggantikan kedua orang tuanya.
Mereka tidak boleh miskin seperti orang tuanya, atau tertinggal dalam pembangunan
karena tidak mampu, atau karena tingkat pendidikannya rendah.
Dana yang diperoleh dalam upacara yang disaksikan oleh Ibu Megawati atau
Gubernur Jawa Timur itu langsung diberikan dalam bentuk buku tabungan melalui
beberapa Bank, antara lain Bank Bukopin, BPR Nusamba, BPR YIS, dan BPD setempat.
Dana sebesar Rp. 300.000,- itu boleh mereka gunakan untuk mendaftarkan diri guna
menempuh ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri seperti untuk membeli formulir
yang tahun 2002 harganya mengalami kenaikan. Lebih dari itu dana tersebut bisa juga
digunakan untuk membeli buku referensi yang sangat dibutuhkan dan mungkin saja
6
selama ini tidak pernah mereka miliki. Bahkan, apabila mereka perlukan, dana itu bisa
juga mereka pergunakan untuk menyiapkan diri mengikuti pelajaran-pelajaran tambahan
yang dianggap perlu oleh guru atau sekolahnya.
Dana bantuan dari Yayasan Damandiri itu sesungguhnya merupakan bagian dari
Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia yang dalam waktu
singkat akan di canangkan oleh pemerintah. Dengan gerakan ini diharapkan dapat
dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk memacu
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang diyakini
bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang bisa
segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka panjang
yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering menyangkut
percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sangat vital karena dari pengalaman
selama tiga tahun terakhir ini Yayasan Damandiri dan Yayasan Supersemar menyediakan
dukungan untuk 9.000 siswa untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN), sekarang SPMB (seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), tidak pernah
mendapatkan cukup siswa biarpun anggarannya telah disediakan. Ada kalanya informasi
tidak sampai kepada siswa SMU dimaksud, ada kalanya motivasi dan kemampuan anakanak
dalam suasana ekonomi yang berat sekarang ini sangat tipis, dan yang lebih banyak
terjadi adalah karena kualitas siswa-siswa yang ada begitu rendahnya sehingga tidak
memenuhi syarat awal yang ditentukan oleh panitia ujian pusat dalam penyaringan siswa.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa, terutama anak keluarga kurang
mampu, yang disediakan fasilitas ternyata tidak dapat memanfaatkannya karena mutunya
sangat rendah, atau bahkan dalam saringan awal saja sudah gugur. Ketika mereka tidak
gugur dalam saringan awal, ternyata pada saringan berikutnya lebih dari 70 persen anakanak
keluarga kurang mampu itu terpaksa gugur. Bantuan SPP yang disediakan sampai
lulus sarjana terpaksa tidak dapat dimanfaatkan.
Akibatnya jelas, jutaan anak-anak keluarga kurang mampu tidak meneruskan
sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, tidak dapat menjadi sarjana yang handal. Akibat
lebih lanjut adalah bahwa anak-anak itu hanya bisa mengisi kesempatan yang terbuka
luas di seluruh dunia dalam bidang-bidang yang memberi nilai tambah relatip sangat
rendah, sesuai dengan kemampuan dan mutunya yang rendah. Banyak kesempatan akan
lewat begitu saja karena sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok,
atau bahkan tidak pernah mencapai kualitas yang disyaratkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa seakan-akan
hanya kecil saja dan ternyata yang mempunyai ciri menonjol hanya segelintir dan tidak
banyak yang bisa meneruskan sekolahnya pada jenjang yang lebih tinggi, padahal jumlah
remaja akan terus naik. Kenyataan bahwa mutu sumber daya manusia yang masih rendah
itu memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
7
Kita sangat terharu bahwa pemerintah menghargai prakarsa Yayasan Damandiri
yang memberikan Tabungan Belajar Mandiri untuk meningkatkan mutu pendidikan,
sebagai awal dari Gerakan Masyarakat untuk membantu anak-anak mempraktekkan
gerakan Broad-Base Education dan yang sekaligus diikuti upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara nasional. Kita ingin ulangi bahwa upaya itu harus diarahkan
untuk lima sasaran utama dengan komitmen, dukungan program dan anggaran yang
kuat, terpadu dan dinamik, baik dari pemerintah dan aparatnya di seluruh tanah air
maupun dari kalangan masyarakat luas secara mandiri. Sasaran pertama, peningkatan
pemberdayaan siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu,
kemampuan dan kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan
sekolah untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran
yang dinamik, padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat,
pengembangan kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada
anak-anaknya untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima,
pengembangan budaya masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam
suasana nyaman, menggairahkan dan secara dinamik mengangkat harkat dan martabat
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Peristiwa yang baru saja terjadi di Solo dan Surabaya itu sungguh merupakan
suatu awal yang sangat strategis karena terjadi beberapa hari sebelum Hari Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2002, dan diadakan tepat pada Peringatan Hari Kartini 21 April
2002. Kita ingin mengingatkan “kebetulan” itu sesungguhnya disengaja karena sebagai
gerakan nasional, upaya peningkatan mutu pendidikan harus ditujukan kepada sasaran
yang tepat, yaitu para remaja putri, yang biasanya selalu dianggap sebagai “anak nomor
dua” dalam setiap keluarga. Upacara simbolis memberikan dukungan kepada para anak
perempuan sungguh akan menghasilkan suatu peningkatan mutu generasi wanita masa
depan yang unggul dan sekaligus akan meningkatkan mutu keluarga yang ada.
Apabila mutu keluarga dapat ditingkatkan, diharapkan bahwa mutu masyarakat
dan akhirnya mutu bangsa akan dapat ditingkatkan pula dengan kecepatan yang sama.
Lebih-lebih lagi meluncurnya dengan deras upaya peningkatan mutu itu dibarengi pula
dengan upaya mempercepat pengentasan kemiskinan. Kita mengetahui bahwa Yayasan
Damandiri, yang selama lebih dari enam tahun ini telah berhasil mengajak tidak kurang
dari 13,9 juta keluarga kurang mampu untuk mulai belajar menabung, sebagian telah
berhasil pula belajar berusaha dan menjadi wirausahawan yang makin mandiri.
Kita mencatat dengan penuh rasa haru bahwa Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, telah berkenan menyerahkan secara simbolis pinjaman-pinjaman baru
kepada para ibu yang selama ini telah berhasil. Berbeda dengan sistem lama, para Ibu
yang menerima pinjaman secara simbolis di Solo itu tidak lagi membebani pemerintah
dengan segala macam subsidi dan kemudahan. Mereka menerima pinjaman dari Bank,
yaitu Bank Bukopin, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat, yaitu
BPR YIS dan BPR Nusamba, seperti layaknya pengusaha yang bonafid lainnya.
Mereka sanggup menerima kredit dengan sistem executing, artinya diperlakukan
sebagai nasabah biasa yang membayar bunga pasar, menyediakan agunan, dan membayar
cicilan sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Mereka tidak seperti konglomerat
8
dengan segala kemudahan, tetapi seperti layaknya pengusaha yang mampu dan
mempunyai usaha yang maju.
Namun, pihak Yayasan yang memberikan dukungan di belakang layar, selalu
mengajak dan mengerahkan dukungan masyarakat untuk memberi dukungan moril
dengan membeli produk-produk mereka, dan mengusahakan agar anak-anak mereka
mendapat kemudahan dengan beasiswa, tabungan belajar mandiri, atau kalau perlu
membantu mengirim anak-anak keluarga kurang mampu yang drop out mengikuti kursuskursus
yang banyak gunanya untuk masa depan anak-anak tersebut yang lebih baik.
Oleh karena itu kepada setiap nasabah yang pada Peringatan Hari Kartini 2002
menerima akad kreditnya langsung dari Ibu Megawati, adalah contoh-contoh kader
pembangunan bangsa yang sepakat bekerja keras dalam usahanya dan sekaligus
mendukung investasi sumber daya manusia yang handal itu dalam pendekatan
komprehensip yang utuh. Dalam upaya ini mereka sanggup mengutamakan
pemberdayaan sumber daya manusia dengan bunga pasar karena mereka yakin bahwa
hasil dari bunga itu akan dikembalikan ke masyarakat berupa beasiswa untuk anak-anak
mereka juga. Mereka juga menabung untuk pemupukan modal, dan mempergunakan
kesempatan bekerja dan berusaha itu sebagai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa,
semata-mta untuk meningkatkan iman dan taqwanya, mewariskan budi pekerti luhur dan
krepibadian yang mantab kepada anak-anaknya. Mereka sepakat, andaikan mereka tidak
terlalu miskin, atau bahkan terhitung lumayan karena dagangan atau usahanya relatip
telah berhasil, untuk mengajak anak-anak remaja tetangganya yang masih dirundung
malang. Mereka sepakat menempatkan anak-anak muda di kampungnya, khususnya
anak keluarga kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Pendekatan kombinasi antara anak dan orang tua ini tidak berarti bahwa setiap
siswa boleh seenaknya tidak sekolah dan membantu usaha orang tuanya, tetapi para guru
akan bersama-sama mengawinkan pengalaman anak-anak dirumah masing-masing
dengan pilihan mata pelajaran yang cocok untuk masa depannya tanpa membabi buta.
Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan mempunyai kewajiban moril untuk
membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan terutama anak-anak keluarga kurang
mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak memihak agar setiap siswa bisa
melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Ada pula gagasan untuk menghimbau
lembaga-lembaga yang biasa memberikan beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk
mengatur secara lain, yaitu memihak kepada anak-anak keluarga kurang mampu. Dengan
cara ini anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan
untuk berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-(A1/B2/D1)
9
MENYIAPKAN SDM SEJAK DINI
Sidang Khusus PBB tentang Anak yang yang sedianya dilakukan tanggal 19-21
September 2001, di New York, ditunda tanggal 8-10 Mei 2002. Indonesia dengan jumlah
penduduk sekitar 211-212 juta jiwa adalah negara dengan jumlah anak-anak terbesar ke
empat setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Dengan jumlah anak-anak yang besar
itu, kita mempunyai tanggung jawab moril untuk ikut serta bicara dalam forum yang
terhormat tersebut. Kita harus mampu mengajukan konsep-konsep pembangunan
berkelanjutan yang bisa menghantar dengan mulus anak-anak yang melimpah itu ke masa
depan yang lebih baik.
Selama tigapuluh tahun terakhir ini pemerintah dan seluruh masyarakat, telah
mulai memperbaiki kondisi anak-anak bangsa. Orang tua telah dipersenjatai dengan
kemampuan mengatur kelahiran dan jumlah anak-anak melalui program KB dan
kesehatan yang tersedia di hampir seluruh pelosok desa. Dengan demikian tingkat
kelahiran dan tingkat kematian bayi dan anak-anak telah diturunkan lebih dari 50 persen.
Seperti kasus langka lainnya, kasus-kasus kurang gizi yang dewasa ini makin langka, dan
biasanya sukar menjadi berita, begitu muncul disuatu daerah langsung menjadi bahan
berita yang menarik. Disamping penanganan masalah kesehatan dan KB yang dilakukan
secara terpadu, kita bersyukur bahwa pada hari-hari libur para orang tua marak membawa
anak cucunya mendatangi tempat-tempat hiburan, yang murah meriah dan yang mahal,
tergantung pada kemampuan saku orang tua dan kerabatnya.
Disamping itu, seperti terjadi awal Maret 2002, setiap tahun, atas kerjasama
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan PT Indofood Sukses Makmur,
Tbk. diadakan Lomba Balita Sejahtera untuk merangsang dan memberi contoh
bagaimana mempersiapkan anak balita sejak dalam kandungan dan kelahirannya,
menyusui dan merawat bayi serta mengantar tumbuh kembangnya sampai usia balita
dengan baik.
Dalam skala yang lebih besar, untuk membantu setiap keluarga, terutama para
Ibu dan keluarganya mengantar anak balitanya, sejak tahun 1983 Kantor Menteri Negara
Urusan Peranan Wanita dan BKKBN telah melakukan upaya pemberdayaan wanita dan
keluarga. Dengan pendekatan komunitas dibentuk kelompok Ibu-ibu di desa. Selanjutnya
dikembangkan program Bina Keluarga Balita yang mendidik para Ibu dan seluruh
anggota keluarga yang kondisi sosial ekonominya sangat bervariasi mengenal tehniktehnik
sederhana mempersiapkan kelahiran bayi dan membina anak-anak balitanya.
Program itu dikembangkan untuk membantu para keluarga muda di pedesaan yang
kondisinya sangat rendah dan tidak lagi mendapat cukup bahan dari orang tua dan sanak
keluarganya yang bertambah sibuk mengurusi keperluan hidupnya yang makin sulit.
Program yang dikelola oleh masyarakat sendiri itu sangat berguna untuk para ibu dan
keluarganya membina anak-anak balita mengikuti pola tumbuh kembang yang lebih
dinamis.
Salah satu keuntungan dari program itu adalah mulai disadari pentingnya
pendidikan dini (early education) untuk anak-anak dibawah usia lima tahun dalam
10
lingkungan kelompok ibu-ibu di RT atau di desanya. Entah karena upaya ini atau karena
desakan kesibukan para ibu-ibu di kota dan desa maju, mulai tumbuh lembaga-lembaga
pendidikan formal untuk anak-anak balita. Upaya pendidikan dini itu diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga formal dengan sedikit uluran tangan pemerintah atau sama sekali
tidak ada campur tangan dari pemerintah. Karena itu cakupannya masih sangat rendah.
Selama sepuluh tahun terakhir, tanpa memperhitungkan anak-anak yang mengikuti
pendidikan dini melalui pesantren dan sekolah-sekolah agama, pendidikan dini yang
bersifat formal baru mencakup sekitar 9,8 persen di tahun 1999. Angka ini sangat kecil
tetapi sesungguhnya sudah naik lebih dari 100 persen dibandingkan dengan keadaannya
pada tahun 1996 yang baru mencapai sekitar 4,7 persen saja.
Awal Maret 2002, sekitar 300 guru taman kanak-kanak dan pendidikan pra
sekolah, yang sehari-hari menangani pendidikan dini di seluruh pelosok Indonesia, dan
tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) – PGRI, telah
bertemu dengan Pimpinan Yayasan Damandiri yang sedang mengembangkan Gerakan
Belajar Mandiri. Mereka “ngiri” mendengar Gerakan Belajar Mandiri yang
dikembangkan di kawasan timur Indonesia utamanya “hanya” ditujukan untuk
membantu anak-anak SMU, SMK dan Madrasah Aliyah menyiapkan diri menghadapi
hari depannya yang sangat dekat untuk terjun secara mandiri. Mereka berkilah bahwa
untuk menghasilkan mutu sumber daya manusia yang handal, pendidikan dini, atau
pendidikan pra sekolah, yang mampu memberi dasar kepribadian anak dalam sikap,
perilaku, daya cipta dan kreativitas yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan
zaman, harus mendapat perhatian yang sama besarnya, ditingkatkan mutunya dan segera
diperluas cakupannya.
Pendidikan dini mempunyai beberapa fungsi yang tidak dapat digantikan oleh
pendidikan pada tingkat usia lainnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan kepada
setiap anak dalam usia yang sangat baik untuk mencintai orang tuanya dan sekaligus
gurunya sebagai pengantar menghadapi masa depannya yang ideal. Pendidikan dini
memberi kesempatan para orang tua saling bertemu dengan orang tua lain yang
mempunyai anak-anak sebaya pada waktu mengantarkan dan menunggu anaknya
sekolah. Pendidikan dini memberi kesempatan kepada setiap anak mencintai kawankawannya
seperti saudara sendiri dirumahnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan
kepada setiap anak untuk mengembangkan kepribadian yang penuh toleransi, kedamaian,
saling pengertian, dan gotong royong dalam menghadapi tantangan, dan mempergunakan
kemampuan untuk menangkap kesempatan sosial budaya diluar asuhan orang tuanya.
Para guru yang sangat bangga akan profesi dan kesempatannya mendampingi
anak-anak balita di seluruh pelosok desa itu merasa bahwa perhatian pemerintah akan
pendidikan dini masih sangat tidak memuaskan. Mereka minta agar masalah ini segera
dibahas secara nasional dan dijadikan prioritas yang tinggi kalau kita ingin menghasilkan
remaja masa depan yang mempunyai kepribadian unggul. Mereka juga membayangkan
bahwa forum internasional Konperensi Khusus tentang Anak se Dunia nanti lebih dari
patut dijadikan ajang untuk meminta perhatian negara maju membantu negara-negara
berkembang menangani anak-anak balitanya secara lengkap dan terpadu.
11
Semoga keprihatinan 300 guru yang mewakili ratusan lainnya dari seluruh
Indonesia itu mendapat perhatian yang wajar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan) – PengantarPendikanDini-1832002
12
MEMBANGUN SDM UNGGULAN
Dalam suasana globalisasi yang sekaligus dibarengi oleh adanya krisis
multidimensi di Indonesia sekarang ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia
yang jumlahnya telah melebihi 211 juta jiwa itu harus dikembangkan menjadi manusia
unggul. Upaya itu harus diiringi kebersamaan lembaga-lembaga seperti BKKBN,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, dan lembaga lain dengan
jajarannya. Lembaga-lembaga itu mutlak diperlukan untuk menghantar pengembangan
sumber daya manusia menjadi kekuatan yang unggul. Keberhasilan upaya itu diharapkan
bisa mengatasi krisis serta mengangkat setiap keluarga dan anggotanya menjadi keluarga
yang mandiri dan sejahtera.
Sukar sekali melihat gelombang reformasi itu dengan kaca mata biasa yang
sempit. Dengan kaca mata lama, menurut pikiran Talcott Parsons, seorang sosiolog
terkenal, dalam bukunya "The Social System" (1951), suatu "action" yang bercakrawala
luas dan bergerak dengan sangat cepat akan membentuk interaksinya secara bebas.
Sebagai bagian dari suatu sistem aksi dalam masyarakat itu, berbagai interaksi yang
sangat luas, vertikal dan horizontal, terutama yang berskala global, masing-masing
mengembangkan interaksinya sendiri sesuai dengan aktor-aktor yang bergerak
didalamnya. Sistem aksi itu kemudian menjadi suatu jaringan hubungan yang
membentuk, atau menuntut bentukan, sebagai suatu tatanan kemasyarakatan baru yang
mungkin berbeda dan asing dibandingkan dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Aktor-aktor yang tadinya bersifat individual dan masing-masing mempunyai
"status" kemudian ditempatkan dalam suatu tatanan jaringan yang berkembang. Dalam
pengembangan itu para aktor juga mempunyai fungsi-fungsi yang secara signifikan
membawanya dalam proses memapan sebagai "peranan" yang menuntunnya pada posisi
yang terhormat untuk menuju kepada keseimbangan barunya.
Dalam konteks reformasi yang gencar seperti sekarang, peranan aktor
sebagai manusia pelaku bisa menjadi sangat signifikan. Aktor bisa merupakan kombinasi
sinergik dari status yang diembannya serta dari peranan dalam suatu sistem sosial yang
berkembang pesat, bahkan tidak jarang mereka itu dari atau identik dengan tatanan
jaringan dimana dia dikembangkan sebelumnya.
Dalam suatu suasana Indonesia baru yang berubah dengan cepat dewasa ini
berbagai dinamika organisasi dan kepemimpinan akan mencuat keatas permukaan
mencari bentuknya secara tepat. Untuk itu para ahli menawarkan berbagai pikiran dan
perkiraan dengan argumentasinya masing-masing. David Osborne dan Ted Gaebler
(1992) dalam bukunya “Reinventing Government” menawarkan konsep dan anjuran
untuk mewirausahakan aparat birokrasi sebagai bagian dari upaya memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Oleh karena itu banyak orang sepakat bahwa dalam keadaan seperti ini
memimpin adalah suatu seni yang rumit dan memerlukan kerja yang sangat keras.
Banyak ahli lain berbicara dan menulis tentang hal ini. Robert H. Rosen dan Paul B.
Brown dalam bukunya, “Leading People” (1996), menulis, bahwa dewasa ini sukses
13
suatu usaha banyak sekali tergantung pada bagaimana kita melakukan investasi pada
manusia, dan bagaimana manusia-manusia itu menyatu menghasilkan produksi dan jasa
yang memuaskan pelanggannya. Kita harus bisa dan lebih melihat segala sesuatunya dari
rangkaian proses bagaimana manusia-manusia tersebut kita bawa kepada suatu sukses
yang menjadi komitmen bersama, bukan pada bagaimana masing-masing individu merasa
menempati posisi yang mereka anggap diperlukan dalam suatu organisasi tertentu.
Pada umumnya kita sepakat bahwa diperlukan berbagai persyaratan untuk
memimpin manusia-manusia andal dalam suatu proses tersebut, tetapi yang lebih penting
lagi adalah bagaimana kita mendapatkan kepercayaan dengan membawakan visi dan misi
yang jelas dan dapat diterima dengan perasaan lega oleh mereka yang kita ajak untuk
bersama-sama membawakannya kepada pencapaian tujuan yang disepakati.
Untuk melihat "reformasi" dalam suasana " globalisasi" sekarang ini, kita
harus bisa belajar hidup dalam keadaan khaos, mencoba hidup tenang, dan tidak mencari
kebenaran karena hal itu tidak akan ketemu. Kita harus secara dinamis menguasai atau
menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap menunggu untuk sekedar menjawab
tantangan yang dikeluarkannya.
Globalisasi dan Desentralisasi,
14
Kemajuan yang terjadi pada masa globalisasi dan desentralisasi sekarang ini
sesungguhnya merupakan suatu perubahan sosial yang cepat dan menarik. Dalam suatu
sistem sosial, secara sederhana diperlukan kebutuhan-kebutuhan fungsional dasar yang
sangat minimal untuk memungkinkan terjadinya interaksi antar berbagai status dan
peranan masing-masing. Untuk menghantar terjadinya perubahan sosial yang
menguntungkan, kebutuhan-kebutuhan fungsional tersebut harus tersedia atau
disediakan. Pertama, adalah kebutuhan dasar manusia, keluarga dan masyarakat yang
sangat esensial seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
Kedua, adalah kebutuhan dukungan dari berbagai sistem sosial lain yang
ada. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran agar ada kesediaan yang memadai untuk
saling memberi atau membangun dukungan sosial yang sekaligus dapat memenuhi
kebutuhan dasar untuk aktor-aktor dalam perubahan sosial maupun untuk anggota
masyarakat pengikut lainnya.
Dalam kondisi seperti itu setiap lembaga masyarakat memerlukan dukungan
sumber daya manusia yang mampu mengembangkan inovasi, berkreasi, dan bisa
merangsang pemenuhan kebutuhan internal maupun yang bisa menuntun kearah
penyesuaian diri terhadap perubahan eksternal yang terjadi dalam suasana dan
lingkungan baru yang cepat dan makin global tersebut. Dukungan sumber daya manusia
yang "unggul" itu harus bisa menjadi pendorong motivasi dan memberikan tuntunan
pada setiap tahapan agar setiap aktor dalam lembaga tersebut dapat mempersiapkan
lembaga atau organisasinya dalam era yang berubah. Kesiapan lembaga tersebut harus
mendahului suasana zaman yang berubah dan tetap mendorong lembaga itu
menghasilkan produk-produk yang memenuhi permintaan dan selera pasar yang
berkembang dengan pesat. Apabila tidak demikian halnya, maka peranan lembaga itu
akan habis ditelan oleh perubahan yang penuh dengan tantangan.
Perubahan Kelembagaan
Melihat adanya perubahan tersebut diperlukan berbagai dukungan yang luas
seperti manusia yang unggul, manajemen dan kemampuan komunikasi untuk
menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai dengan arus
globalisasi yang sangat dahsyat. Dukungan sumber daya manusia diperlukan untuk
memungkinkan dikembangkannya ide-ide baru yang segar yang bisa menangkap
“mimpi” dan “cita-cita” masyarakat dengan visi yang jauh kedepan melampaui
jamannya. Dilain pihak, manusia unggulan itu memerlukan dukungan manajemen
unggul dan berani mengimplementasikan berbagai gagasan yang kadang-kadang tidak
masuk akal pada jamannya. Menurut banyak ahli, gagasan-gagasan seperti itu biasanya
mati sebelum lahir, padahal sesungguhnya tidak boleh dimatikan tetapi harus ditunggu
waktunya yang tepat, istilahnya‘put on ice’.
Karena itu, diperlukan dukungan komunikasi untuk memberdayakan
seluruh kekuatan internal dan membantu mempersiapkan masyarakat untuk menghayati
nuansa baru yang berkembang. Dengan dukungan pemberdayaan melalui komunikasi
itu dirangsang terjadinya proses institusionalisasi secara internal yang mungkin saja
harus disertai dengan pengembangan visi yang jauh kedepan, perubahan struktur
organisasi, perubahan falsafah dasar lembaganya, reorientasi personilnya, pembaharuan
kekompakan mereka dalam tim yang sanggup menghasilkan produk berkualitas serta
15
cara-cara pemasaran produknya dalam dunia yang makin tidak dibatasi dengan dindingdinding
kaku yang bersifat fisik, sosial dan budaya, dunia yang makin terbuka.
Langkah-langkah itulah yang sekarang ini sedang terjadi pada tingkat
daerah. Banyak lembaga-lembaga pusat yang karena perubahan sentralisasi menjadi
desentralisasi harus mengalami restrukturisasi secara total. Langkah-langkah
restrukturisasi itu pada beberapa kalangan menimbulkan kegoncangan sedangkan pada
kalangan lain menimbulkan harapan bahwa secara eksternal diperlukan orientasi yang
berani pada kekuatan kelembagaan dalam upaya tim yang mampu menghasilkan karya
nyata dengan kualitas tinggi sebagai yang diinginkan oleh masyarakat luas.
Dari kenyataan itu, para pimpinan lembaga menganut pendekatan visionary
leadership dengan “memanu siakan manusia" dalam lembaganya dengan lebih banyak
mengembangkan kekompakan tim dengan wawasan yang jauh kedepan. (Prof. Dr.
Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-SDM-2192002.
16
PERANAN IBU MENDIDIK ANAK
DALAM ERA GLOBALISASI
Dalam abad ke dua puluh satu ini di seluruh dunia terdengar nyaring genderang
reformasi ditabuh bertalu-talu. Peristiwa ini menempatkan setiap Ibu rumah tangga
dalam persaingan yang dahsyat antara komunikasi dunia yang gegap gempita dan urusan
pendidikan anak yang sangat menantang. Disatu pihak setiap Ibu berusaha menanamkan
nilai-nilai agama dan budi pekerti luhur melalui pendidikan anak-anaknya untuk
membangun kemampuan untuk masa depan yang penuh kedamaian, kasih sayang dan
saling menghargai, dilain pihak semua orang dihadapkan pada fenomena lapangan yang
penuh dengan saling fitnah, saling hujat, saling hantam, dan saling bunuh.
Makin kita renung kehidupan ini makin kita bertanya apakah benar bahwa dalam
alam globalisasi yang marak, sistem komunikasi yang luar biasa, yang membuat setiap
negara di dunia saling berdempetan tanpa jarak, tanpa pembatas, harus diisi dengan
pergumulan, atau dengan peristiwa liar yang “menular” atau “ditiru” dengan lebih
dahsyat agar bisa menghiasi halaman-halaman media massa dunia yang gemar peristiwa
gemerlapan. Kalau semua itu yang dikehendaki sebagai tontonan yang menarik, bisa saja
perseteruan yang berawal dari konflik individu di besar-besarkan menjadi perhatian
dunia yang mengasyikkan. Konflik yang semula terjadi dalam tataran sederhana, di
kalangan yang sangat pribadi, bisa dengan mudah “dicuatkan” melebar dalam jajaran
yang sangat luas. Dengan kata lain, melalui corong yang membesarkan gema, bisa saja
“tetesan kecil” dengan mudah disulap menjadi “gr ojogan” yang maha dahsyat dan
mungkin saja oleh banyak orang bisa dianggap lebih “mengasyikkan”.
Dalam merenung kita bertanya, apa tidak bisa kita ini menggaungkan sesuatu
yang baik, mungkin masih kecil, dan belum tentu menarik, menjadi suatu peristiwa
dahsyat yang sangat menarik. Kita sungguh bersyukur, Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, berkenan menghadiri peringatan Hari Kartini di Solo 21 April 2002.
Dalam kesempatan yang berbahagia itu beliau berkenan menyerahkan beberapa
perangkat hadiah Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK, dan MA,
yang biarpun berasal dari keluarga kurang mampu, tetapi mempunyai prestasi menonjol
di kabupatennya. Hadiah Tabungan Belajar Mandiri itu disediakan oleh Yayasan
Damandiri untuk masing-masing siswa senilai Rp. 300.000,-.
Peristiwa itu mungkin kecil, tetapi untuk mendapatkan hadiah tabungan yang
sangat berharga itu setiap siswa tidak saja tabah dan mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi, tetapi harus belajar giat dan rajin membaca. Setiap siswa anak keluarga kurang
mampu bisa mengikuti program yang digelar di kawasan timur Indonesia itu melalui
sekolah-sekolahnya. Mereka harus menonjol dalam berbagai mata pelajaran, mempunyai
prestasi unggul diatas angka rata-rata teman-teman sesekolahnya, atau diatas rata-rata
teman-teman anak keluarga kurang mampu lainnya.
Di sekolah masing-masing anak-anak putri itu, Kartini masa depan, harus
mengikuti kuis untuk mendapatkan pencalonan sekolahnya. Setiap bulan calon-calon itu
dibawa oleh Kepala Sekolah atau guru mereka untuk mengikuti pemilihan pada tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten atau kota mereka diadu dengan teman-teman dari
sekolah lainnya. Kalau terpilih, di setiap kabupaten/kota, untuk wilayah Jawa Tengah
Yayasan Damandiri menyediakan 5 (lima) tabungan melalui mitra kerjanya. Di daerah
17
sekitar Surakarta, yaitu Sragen, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Tabungan Belajar Mandiri
itu disalurkan melalui BPR YIS, BPR Nusamba, Bank Bukopin, dan BPD Jateng.
Disamping menyerahkan dana Tabungan Belajar Mandiri, Ibu Megawati sempat
juga menyerahkan paket Pundi dan Warung Sudara untuk Ibu-ibu yang bekerja keras
membangun ekonomi kerakyatan. Ibu Mega mungkin saja tidak banyak bercerita tentang
ekonomi kerakyatan, tetapi dengan penyerahan secara simbolis paket-paket itu di Solo,
usaha ekonomi kerakyatan itu makin bergulir.
Yayasan Damandiri yang selama ini membantu pengentasan kemiskinan dengan
santunan kepada tidak kurang dari 13,9 juta keluarga yang dilatih menabung dan belajar
mempergunakan dana untuk usaha produktip akan menindak lanjuti usaha Presiden
tersebut.
Paket pengembangan Pundi, atau pembinaan usaha mandiri merupakan
dukungan bimbingan dan dana untuk usaha dalam berbagai bidang yang menghasilkan
untung bagi ibu-ibu yang ingin membangun keluarga sejahtera secara mandiri. Program
ini mendapat dukungan Ibu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala
BKKBN karena mengutamakan pemberdayaan sasaran kaum ibu yang diharapkan akan
menjadi tiang penyangga yang handal dalam keluarganya.
Disamping paket pengembangan Pundi, diserahkan juga oleh Ibu Megawati
beberapa paket pengembangan Warung Sudara, atau Warung dengan sistem usaha
damai sejahtera yang merupakan paket bimbingan dan kredit untuk membuka warung,
dan memberi semangat kepada masyarakat sekitarnya untuk memanfaatkan warung itu
sebagai sarana membangun masyarakat sejahtera dengan penuh kedamaian dan
kesejahteraan. Pengembangan Warung Sudara yang diselenggarakan oleh Yayasan
Indra ini, selain mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, juga mendapat
dukungan dari Yayasan Damandiri dan berbagai perusahaan yang secara langsung
sangat berkepentingan menyalurkan barang-barang produksinya ke pasar konsumen
dengan harga yang terjangkau.
Kita bersyukur Hari Kartini tahun 2002 penuh makna dan konkrit. Ibu-ibu yang
mempunyai usaha produktip diharapkan tidak saja akan menjadi makin dinamik, tetapi
sekaligus menjadi Kartini modern dalam era globalisasi, yang akan menjadikan dirinya
contoh dengan ikut mendidik anak-anak bangsa dalam sistem Broad-Base Education,
menjadikan setiap anak belajar kewirausahaan yang handal untuk masa depannya yang
lebih baik. Mudah-mudahan membawa berkah. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan). – Pengantar-Ibu-2242002.
18
MENINGKATKAN KUALITAS GENERASI MUDA
Minggu ketiga Januari 2003, Pimpinan Pengurus Pusat Himpunan Pandu dan
Pramuka Wreda (Hipprada) diterima oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Menko Kesra), Drs. Jusuf Kalla, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
(Meneg PP), Ibu Sri Redjeki Sumarjoto, SH., di kantor masing-masing di Jakarta.
Pertemuan yang berlangsung dengan penuh keakraban itu telah membahas upaya-upaya
peningkatan kualitas generasi muda, khususnya upaya meningkatkan peranan Hipprada
dan Gerakan Nasional Pramuka dalam pemberdayaan masa depan dan pengembangan
watak generasi muda.
Disampaikan dalam pertemuan itu bahwa salah satu upaya yang akan dilakukan
bersama oleh Hipprada, Gerakan Nasional Pramuka, dan Yayasan Damandiri adalah
mengembangkan program latihan untuk para Pembina Pramuka di beberapa propinsi
terpilih. Melalui latihan ini para pembina akan disegarkan kemampuannya dalam tehniktehnik
kepramukaan. Disamping itu para pembina akan dipersiapkan agar mampu
mengembangkan kegiatan bhakti Pramuka yang makin luas cakupannya. Para pembina
akan dilatih untuk mengembangkan program-program yang memungkinkan generasi
muda makin peka dan peduli terhadap kebutuhan masyarakat luas, terutama pada sesama
generasi muda yang kurang beruntung di kampung dan desa tempat tinggalnya.
Para Pembina akan dipersiapkan agar mampu mempersiapkan anggota Pramuka
yang berkualitas, makin peduli, mahir serta sanggup mempersiapkan, mengembangkan
dan mengelola program dan kegiatan dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan
reproduksi, menghadapi godaan narkoba dan tantangan di bidang kesehatan lain yang
bakal dihadapi dalam abad ke 21 yang penuh tantangan sekarang ini. Para pembina akan
disiapkan pula untuk mengembangkan dan membina anggotanya tetap belajar menuntut
ilmu sebagai bekal menghadapi masa depan yang kompetitif. Mereka juga akan dilatih
untuk makin menguasai ketrampilan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan usaha
ekonomi produktif dan mandiri.
Sementara itu disampaikan pula bahwa kegiatan yang akan dijadikan salah satu
andalan adalah melatih anak didik Pramuka untuk makin memupuk rasa solidaritas antar
kawan melalui upaya pengembangan Gerakan Sadar Menabung. Para anggota Pramuka
yang sekaligus siswa SD, SLTP dan SMU dari keluarga kurang mampu akan diusahakan
untuk memperoleh bantuan beasiswa yang disalurkan sebagai tabungan bagi setiap siswa
yang menerimanya. Untuk menambah tabungan para siswa yang kurang beruntung itu,
siswa lain, dan orang tua yang lebih mampu atau lembaga yang lebih mampu, akan
dihimbau untuk memberikan bantuan kepada siswa anak keluarga kurang mampu itu
dengan mengisi tambahan pada buku tabungan yang dimiliki oleh setiap siswa.
Karena tabungan itu dilakukan melalui Bank yang ada di daerah masing-masing,
maka bantuan penambahan sumbangan bisa disalurkan langsung kepada Bank yang
bersangkutan dengan perintah untuk disalurkan langsung kepada anak-anak yang
dipilihnya melalui tabungan masing-masing. Setiap penyumbang bisa melakukan kontrol
langsung melalui laporan bank yang bersangkutan.
Disampaikan bahwa pada awal tahun 2003 segera akan disalurkan bantuan
beasiswa kepada 50.000 anak-anak SD dari berbagai propinsi melalui Lembaga GN
OTA. Disamping itu akan disalurkan bantuan ProgramBelajar Mandiei kepada anak19
anak SMU, SMK dan MA tidak kurang dari 30.000 - 50.000 anak-anak keluarga kurang
mampu melalui Bank-Bank mitra kerja Yayasan Damandiri. di kawasan timur Indonesia.
Tidak kurang dari 2.000 siswa drop out juga akan mendapat bantuan melalui beberapa
BPR yang ditunjuk.
Anak-anak keluarga kurang mampu yang menerima bantuan secara otomatis
akan mengikuti gerakan sadar menabung. Kepada anak keluarga yang lebih mampu dan
membuka tabungan pada Bank peserta, kepadanya diberikan bonus secara khusus yaitu
kesempatan untuk mengajak temannya yang kurang mampu. Setiap anak yang membuka
tabungan dengan dana sendiri bisa menunjuk satu orang siswa dari keluarga kurang
mampu untuk menjadi mitranya dalam menabung. Tabungan pertama dari anak-anak
yang dijadikan mitra itu akan diisi oleh lembaga yang bekerjasama seperti tersebut
diatas. Dengan kata lain, seorang anak dari keluarga mampu mulai menabung, maka
secara otomatis dia memberi kesempatan kepada temannya untuk ikut serta menabung
dengan tabungan awal gratis. Beli satu dapat dua.
Pendekatan kedua dari gerakan ini adalah melalui gerakan nasional Pramuka.
Para anggota Pramuka anak keluarga mampu akan dianjurkan untuk menabung pada
Bank peserta. Seperti pendekatan melalui sekolah, bagi setiap anggota Pramuka yang
mulai menabung, yang bersangkutan bisa mengajak seorang anggota Pramuka lain yang
kebetulan anak keluarga kurang mampu untuk menabung. Tabungan awal dari anak
keluarga kurang mampu yang diajak itu ditanggung oleh kerjasama gerakan sadar
menabung seperti tersebut diatas. Disini juga berlaku, beli satu dapat dua.
Pendekatan ketiga yang ditempuh adalah dengan memberi kesempatan kepada
para nasabah Bank yang mendapatkan kredit untuk usaha produktip. Setiap nasabah
yang mendapat fasilitas kredit diharapkan mulai membuka tabungan pada Bank yang
memberikan kredit. Setiap nasabah yang membuka tabungan berhak menunjuk seorang
anak dari keluarga kurang mampu yang menjadi langganannya, atau tetangganya, untuk
mulai membuka tabungan juga. Setiap nasabah diminta menunjuk seorang anak calon
penabung dari keluarga kurang mampu, dengan harapan kalau nasabah itu mendapat
untung bisa membagi untungnya untuk mengisi tambahan tabungan untuk anak keluarga
kurang mampu yang diangkat dengan tabungannya tersebut. Proses itu diharapkan dapat
menciptakan kesempatan menikmati kesejahteraan yang lebih merata.
Untuk meningkatkan motivasi bagi para penabung, Bank-bank peserta gerakan
sadar menabung berjanji memberikan bonus berupa undian, sekali setiap tiga bulan
dengan hadiah-hadiah yang menarik, seperti mobil, sepeda motor, beasiswa dan hadiah
berupa uang tunai yang ditambahkan pada tabungan para penabung.
Atas pemaparan program tersebut kedua Menteri memberikan apresiasi dan
saran-saran untuk penyempurnaannya. Diharapkan pengembangan generasi muda yang
direncanakan itu dapat berjalan lancar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah
Sosial Kemasyarakatan) – Pengantar-Perluasan-2712003
20
PAHLAWAN PEMBANGUNAN
Hari Pahlawan 2001 diperingati. Peringatan Hari yang sangat bersejarah ini
bersamaan waktu dengan berakhirnya Sidang Tahunan MPR 2001. Kebersamaan itu
membawa makna yang mendalam. Kita memberi hormat yang sangat tinggi dan terima
kasih yang tidak terhingga kepada para pendahulu. Mereka berjuang dengan darah,
nyawa serta kemampuan intelektual mengantar bangsa yang kita cintai ini kepintu
gerbang kemerdekaan. Kita juga memberi hormat kepada para anggota MPR yang
berjuang dengan gigih agar para pemimpin dan mereka yang kita harapkan mengisi
kemerdekaan bekerja dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab yang transparan
kepada rakyat yang dipimpinnya.
Sidang Tahunan MPR 2001, yang diadakan dalam suasana reformasi yang
demokratis mempunyai arti yang sangat penting. Para anggota yang terhormat
membicarakan topik bahasan yang cukup rumit. Banyak anggota masyarakat yang
kadang terkejut-kejut karena kita seakan-akan sedang melihat suatu tontonan mirip film
Holywood buatan Amerika. Ada yang langsung berteriak bahwa tontonan itu tidak
pantas dipertunjukkan.
Sebagai bangsa yang menganut adat ketimuran yang halus, tontonan itu dianggap
memalukan dan tidak pantas dipertunjukkan oleh para anggota yang terhormat. Kata
mereka bangsa ini menangis dan sedih melihat para pemimpinnya bertingkah seperti
preman. Mereka mengeluh bahwa phenomena yang terjadi sudah kebablasan dan tidak
terkendali. Ada lagi yang kawatir bahwa kita terperangkap dalam suatu persiapan
“Perang Saudara” seperti Baratayuda.
Tetapi ada pula yang diam-diam bergumam, kita sedang belajar budaya baru
yang tatanannya belum kita atur dengan rapi atau setidaknya belum kita pahami
bersama. Mereka menganggap apa yang sedang terjadi sebagai suatu peristiwa biasabiasa
saja. Mereka mengajak semua pihak agar dengan kepala dingin dan bijaksana
menyambut budaya baru itu dengan tetap tenang, tidak usah terburu-buru emosi untuk
merubah segalanya dalam sekejap. Dengan tetap memegang semangat persatuan,
kesatuan serta kebersamaan kita bangun bersama bangsa yang kita cintai ini dalam
suasana damai yang indah penuh kesejukkan.
Dalam memperingati hari yang sangat penting ini kami menghimbau agar semua
pihak menyegarkan dan memperkuat komitmen untuk mengembangkan restrukturisasi
dan rekapitalisasi sosial yang menyangkut bidang-bidang kesehatan, KB, pendidikan,
serta berupaya keras menjamin dan memberi kesempatan semua pihak untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dengan kerja keras, terhormat dengan diiringi
keimanan dan ketaqwaan yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Restrukturisasi dan rekapitalisasi sosial itu sangat diperlukan untuk menjamin
pengembangan sumber daya manusia yang handal, yang sanggup menghantar bangsa ini
menjadi bangsa yang jaya dan sejahtera. Mereka kita harapkan menjadi pahlawan
pembangunan masa depan.
21
Kita tidak boleh iri kepada para pahlawan masa lalu yang namanya selalu
disebut dan diingat manakala kita memperingati Hari Pahlawan. Kita harus menyambut
seluruh peristiwa itu dengan rasa syukur, komitmen dan usaha baru yang jauh lebih gigih
dengan terus menerus bekerja keras mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Jaman ini
adalah suatu era modern dimana setiap pejuang harus bekerja keras mengembangkan
budaya penghargaan yang tinggi terhadap harga diri manusia, kesejahteraan dan
hak-hak azasi manusia pada umumnya.
Oleh karena itu kita harus menyambut Hari Pahlawan 2001 dengan memihak
pada usaha-usaha konkrit yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kependidikan, para sesepuh,
orang tua, para guru dan banyak pihak yang usahanya dalam mencerdaskan bangsa tidak
dapat kita nilai harganya. Kita mengharapkan agar generasi muda menyambut
kesempatan mengenang para pahlawan dengan belajar giat seraya selalu menghargai
jasa para pahlawannya.
Disamping itu, kita harus memberi hormat yang tinggi terhadap para pejuang
yang dengan gigih memihak dan memberikan pelatihan yang melelahkan kepada para
penduduk miskin, tua muda, di pedesaan. Bukan seperti pahlawan dimasa revolusi,
mereka tidak menyiapkan negara baru. Mereka menyiapkan manusia baru dari sisa-sisa
kebangkrutan masa lalu yang belum bisa kita selesaikan sampai sekarang. Mereka
menyiapkan manusia-manusia pembangunan yang handal dan sanggup menjadi tiang
penyangga negara dan bangsa yang kita perjuangkan selama ini.
Kami ingin mengajak semua pihak untuk melihat betapa banyaknya anak-anak
muda remaja kita, yang karena miskin, tidak dapat meneruskan pendidikannya. Dimasa
lalu, kalau kita miskin, bisa tetap tinggal di desa, mengerjakan sawah dan ladang warisan
orang tua. Tetapi, kini, karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dimasa lalu,
serta sistem warisan yang selalu membagi habis sawah-sawah peninggalan orang tua,
sawah dan ladang untuk setiap keluarga menjadi sangat sempit. Atau bahkan tidak
tersisa lagi. Anak-anak muda tidak lagi mempunyai sawah atau ladang untuk
dikerjakannya di desa.
Kesulitan anak muda untuk tetap tinggal di desanya itu tidak sederhana. Sistem
warisan masih ditambah lagi dengan praktek-praktek lain yang merugikan petani di desa.
Masalah-masalah itu, biarpun sering dibahas, belum seluruhya tuntas diselesaikan.
Sistem kredit yang lebih banyak merugikan petani, membuat para petani terpaksa
menjual sawah ladangnya untuk membayar hutang yang tidak pernah mereka nikmati.
Suasana keberpihakan para pengusaha bukan kepada manusia, si petani, tetapi kepada
produksi dan keuntungan yang dapat diraihnya. Petani hampir selalu dirugikan. Setiap
pengusaha yang “berdagang” atau “membuka industri” di perdesaan hampir selalu tidak
meningkatkan kesejahteraan penduduknya, tetapi lebih tertarik kepada bagaimana
mengambil untung yang sebesar-besarnya dari eksploitasi manusia yang tidak berdosa.
Kita sangat sedih. Biarpun banyak dilakukan upaya-upaya yang akan atau telah
menguntungkan para petani, sampai sekarang para petani dan penduduk miskin pedesaan
masih tetap menjadi bagian termiskin dari negara tercinta ini. Kita belum berhasil
memotong lingkaran setan yang menyengsarakan itu. Sebabnya sangat sederhana.
Umumnya berbagai program itu tidak banyak memihak kepada petani di desa, manusia
lemah dan tidak berdaya. Hampir semua orientasinya adalah bagaimana mengambil
untung sebesar-besarnya, dengan ongkos serta pengorbanan yang sekecil-kecilnya, kalau
22
ada. Rakyat yang lemah tidak menjadi subyek pembangunan, tetapi sekedar obyek yang
lemah. Sungguh sangat menyedihkan.
Mempersiapkan Pahlawan
Dimasa lalu pahlawan muncul secara spontan karena situasi dan kondisi yang ada
di sekitarnya. Pahlawan itu menjadi besar karena mampu menanggapi situasi dan kondisi
yang ada dengan kebijaksanaan yang dapat diterima oleh kelompoknya. Karena
kemampuannya bekerja keras bersama rakyat mereka tumbuh membawa kelompoknya
bertahan, maju dan jaya. Bersama kelompoknya mereka gigih dan sanggup menanggapi
situasi dan kondisi gawat dengan pengorbanan yang ikhlas. Pemimpin dan pahlawan itu
adalah pemimpin berbakat dan alamiah.
Dalam mengisi kemerdekaan sekarang, kita tidak selalu bisa menemukan
pemimpin alamiah yang tumbuh sesuai dengan tuntutan jaman seperti itu. Kita bisa
menyiapkan pemimpin dan pahlawan seperti itu. Itulah sebabnya kita angkat jempol
kepada berbagai lembaga pendidikan, sekolah, dan perguruan tinggi yang mempunyai
kepedulian tinggi untuk menyatu dengan masyarakat serta membawa masyarakat itu
kejenjang yang lebih terhormat. Mereka terjun dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN), Kuliah Kerja Usaha (KKU), dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Salah satu yang menarik adalah apa yang sedang dikerjakan oleh Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Surakarta. Dalam Fakultasnya
mereka mempunyai kegiatan kemahasiswaan yang didukung oleh seluruh komponennya
untuk menyantuni para pengusaha kecil menengah di pedesaan. Mereka bersama-sama
mempelajari hal-hal yang bisa mengantar mereka menjadi pengusaha yang sanggup
bersaing dengan masyarakat global yang menantang. Mereka mengantar penduduk
miskin di pedesaan menjadi manusia unggul untuk mampu mengarungi suasana
globalisasi yang dahsyat.
Fakultas Ekonomi ini tidak puas dengan mendidik anak muda calon-calon
sarjana ekonomi yang handal. Mereka membuka program D3 yang secara sederhana
memberi kesempatan kepada anak-anak dari wilayah sekitarnya untuk menjadi
mahasiswa dalam jangka waktu yang lebih pendek. Waktu yang lebih pendek itu mereka
perlukan karena mereka tidak yakin apakah secara ekonomis mampu bertahan di
Perguruan Tinggi dalam jangka waktu lebih panjang. Dengan masa kuliah yang lebih
pendek mereka berharap bisa segera kembali ke masyarakat untuk membantu orang tua
dan mempersiapkan dirinya menjadi manusia yang mandiri.
Para pengasuh dan dosennya, seperti Drs HM Amien Gunadi MP, Teguh
Wibowo, SE, dan banyak lagi, yang semasa mereka menjadi mahasiswa, lima sepuluh
tahun lalu, telah ikut terjun dalam kegiatan KKN dan KKU, serta banyak bergaul dengan
masyarakat dan keluarga miskin, sadar akan tuntutan dan kebutuhan mahasiswa dan
masyarakat sekitarnya. Mereka tidak saja membekali para mahasiswanya dengan ilmu
yang mutakhir, tetapi mengajak mereka bergaul akrab dengan dunia nyata.
Para mahasiswa diperkenalkan kepada para pengusaha kecil, menengah dan
besar di sekitarnya. Mereka diajak belajar praktek, meneliti, serta apabila perlu magang
kepada pengusaha-pengusaha yang dianggap berhasil. Bahkan para mahasiswa ditantang
untuk belajar kepada para pengusaha yang sedang “bingung” karena tidak selalu mampu
menangkap aspirasi dan tuntutan pasar. Para mahasiswa ditantang untuk “secara
23
ilmiah” ikut menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh para pengusaha kecil dan
menengah itu.
Mahasiswa yang menerima teori dan mendasarkan analisis ilmiahnya pada tren
bisnis yang digelar berdasarkan hasil pembukuan yang rapi menjadi binggung. Pada
umumnya para pengusaha kecil di desa tidak mempunyai catatan pembukuan cash flow
atas usahanya. Mereka mencatat segala transaksinya dengan daya ingat lisan dan
kepercayaan. Tetapi para dosen, yang pernah dibesarkan dilapangan, tidak kehilangan
akal. Mereka menganjurkan kepada para mahasiswa untuk dengan sabar bekerja dengan
para pengusaha mengenal sistem pembukuan “kiak kiuk”. Manajemen pembukuan
“kiak kiuk” adalah suatu sistem pembukuan yang dicipta atas dasar cerita tentang
transaksi uang masuk, utang, hasil penjualan, uang keluar, cicilan utang, ongkos bahan
baku, dan sebagainya, yang dilakukan pengusaha setiap hari. Atas dasar cerita itu para
mahasiswa harus bisa menterjemahkannya menjadi suatu catatan cash flow sederhana
dan mudah dipahami.
Dengan bahasa dan cara sederhana itu para mahasiswa diajak bergaul dengan
masyarakat dengan cara penuh simpati. Dengan pendekatan itu para pengusaha kecil
yang menjadi mitranya bertambah yakin bahwa mahasiswa tidak “mengguruinya”,
tetapi justru menjadi sahabat atau teman kerja terpercaya. Mereka mencurahkan segala
uneg-unegnya untuk mendapat bantuan. Bahkan mereka rela produknya kemudian
muncul dalam situs-situs yang dikarang oleh para mahasiswa yang sedang belajar
praktek membuat situs di internet kampus mereka.
Kegiatan para mahasiswa menjadi makin “membumi”. Dilapangan mereka
kagum bahwa rakyat kecil yang tidak lulus Perguruan Tinggi, SMU atau bahkan tidak
lulus SLTP, mampu menciptakan inovasi yang tidak ada tandingannya. Mereka
menciptakan produk-produk yang mampu menarik minat pasar. Lebih mengagumkan
lagi, apabila usaha para pengusaha ini maju, mereka mengajak anak-anak muda di
kampungnya untuk ikut menjadi “karyawan magang”, membantu memperluas
perusahaannya. Mahasiswa yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa itu makin
yakin bahwa dalam era globalisasi yang sangat dahsyat persaingannya ini akan dapat
disongsong oleh masyarakat Indonesia kalau mereka menyatu dengan masyarakat luas.
Mereka akan berhasil kalau bisa memelihara kebersamaan dan mengisi kemerdekaan ini
dengan belajar giat, bekerja keras dan memelihara persatuan dan kesatuan. Mereka yakin
bisa mengisi kemerdekaan dengan cara yang sangat membumi itu.
Selamat memperingati Hari Pahlawan 2001, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkati para pahlawan yang mulia tersebut. Semoga mucul pahlawan-pahlawan
pembangunan baru yang sanggup mengangkat harkat dan martabat bangsa dengan
bekerja keras dan tetap memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pahlawan-10112001
(Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan).
1
PERANAN PENDIDIKAN MEMOTONG RANTAI
KEMISKINAN
Indonesia dengan penduduk sekitar 211 juta jiwa pada tahun 2002 memerlukan
usaha terus menerus yang konsisten untuk memerangi/memecahkan masalah
penduduknya yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Upaya memerangi
kemiskinan itu harus merupakan komitmen semua komponen pembangunan yang
dilakukan dengan terpadu dan terus menerus pada sasaran yang sama, yaitu keluarga
kurang mampu, baik menyangkut kepala keluarganya, anak-anaknya atau anggota lain
dari keluarga tersebut.
Apabila komitmen itu tidak seragam, yaitu setiap komponen pembangunan
mencari sasarannya sendiri-sendiri, tidak mustahil hasilnya akan tidak maksimal dan
kemiskinan yang mungkin saja ditangani akan tumbuh kembali dengan magnitute yang
justru lebih membesar.
Awas Ledakan Kemiskinan yang Baru
Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran penduduk
miksin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran keluarganya secara utuh.
Padahal keluarga itu mempunyai anak, atau anak-anak yang masih kecil atau anak
remaja yang mungkin saja sekolah atau kebanyakan tidak sekolah karena orang tuanya
kurang mampu. Anak-anak ini biasanya terlepas dari perhatian kita semua karena di
sekolah hampir pasti anak-anak ini tidak menonjol karena berbagai alasan.
Atau anak-anak ini justru tidak sekolah karena kekurangan biaya dan harus
membantu orang tuanya mencari nafkah atau maksimal bekerja keras sambil sebisa-bisa
belajar pada tingkat pendidikan yang masih rendah. Jarang, kalau ada, anak-anak
keluarga kurang mampu itu yang sanggup melanjutkan pendidikan pada pendidikan
tinggi atau universitas. Kalau ada mereka umumnya menjadi mahasiswa yang segera
dengan mudah drop-out karena berbagai alasan.
Pertumbuhan keluarga kurang mampu muda dewasa ini relatif tinggi karena
merupakan pendewasaan dari “baby boomers” yang dilahirkan pada tahun 1960-1980
yang lalu. Apabila kita tidak hati-hati baby boomers itu bisa menghasilkan keluarga
miskin yang lebih banyak di masa yang akan datang karena beberapa alasan sebagai
berikut ini.
Pertama, jumlah keluarga muda kurang mampu sekarang ini relatif tinggi, yaitu
sekitar setengah paro dari 20 persen jumlah penduduk yang ada di Indonesia yang
jumlahnya adalah 211 juta jiwa tersebut. Jumlah ini tidak saja besar tetapi mempunyai
tingkat kesuburan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jaman baby boom di
tahun 1970 – 1980 yang lalu. Tingkat kesehatan dan kemampuannya untuk
“menghasilkan anak” juga jauh lebih tinggi karena umumnya mereka, biarpun relatif
kurang mampu, tetapi dilahirkan pada jaman yang jauh lebih kondusif dibandingkan
dengan jaman kelahiran orang tuanya dulu.
Kedua, anak-anak muda anak dari keluarga kurang mampu itu masih menikah
relatif pada usia yang muda. Bagi keluarga kurang mampu menikah pada usia muda bisa
merupakan treatment untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan tanggungan
2
bagi orang tua yang bersangkutan. Mereka menikah dengan harapan bisa melepaskan
diri dari lembah kemiskinan.
Ketiga, anak-anak muda yang lebih mampu bisa belajar sedikit tentang
reprodusksi dan mungkin saja mengikuti KB setelah menikah. Bagi keluarga kurang
mampu menikah dan mempunyai anak secara langsung hampir merupakan suatu
kebiasaan yang belum berhasil di patahkan. Perkawinan muda menghasilkan jumlah
anak yang lebih besar bagi keluarga kurang mampu baru tersebut.
Keempat, berkat tersedianya fasilitas kesehatan umum yang makin baik, biarpun
relatif kurang mampu, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi secara umum
makin kecil. Dengan demikian jumlah anak-anak yang dilahirkan dan tetap hidup pada
usia lima tahun atau lebih oleh pasangan muda akan tinggi. Kemungkinan bertambahnya
anggota keluarga kurang mampu dengan demikian juga bertambah tinggi.
Kelima, ledakan ini akan menjadi resiko karena generasi muda keluarga kurang
mampu tidak saja tidak mengenal dengan baik reproduksi keluarga tetapi mereka sedang
tergoda oleh kehidupan modern yang sangat permisif ditambah dengan akibat gangguan
globalisasi dan kemiskinan lain seperti merebaknya hidup bebas tanpa perkawinan
biarpun ada ancaman penyakit HIV/AIDS, atau penyakit lainnya akibat pergaulan bebas
itu. Kondisi negatip itu akan menghasilkan anak dengan perhitungan yang sangat tidak
rasional.
Kewaspadaan dan Memotong Rantai Kemiskinan
Karena alasan-alasan itu maka upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya
terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama
diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang masih
bersekolah, baik di pendidikan dasar, menengah maupun mereka yang berhasil meraih
pendidikan yang lebih tinggi.
Anak-anak mereka yang bersekolah itu harus dijadikan sasaran bersama untuk
dibantu pemberdayaannya dengan gigih karena kemungkinan besar dengan membantu
pemberdayaan mereka dengan pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya atau
bertambahnya keluarga miskin baru. Upaya itu sekaligus merupakan upaya untuk
memotong rantai kemiskinan yang terjadi secara alamiah karena anak keluarga miskin
yang tidak bersekolah, hampir pasti mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan nilai
tambah yang relatif rendah. Apabila pertambahan keluarga miskin itu dapat dicegah
maka dengan sendirinya upaya pengentasan kemiskinan itu tidak seperti upaya yang
“berjalan di tempat”. Ini berarti untuk upaya pengentasan kemiskinan yang bersifat
komprehensip kita harus mewaspadai para anggota keluarga kurang mampu yang ada
secara menyeluruh.
Dalam hubungan ini Yayasan Damandiri bekerja sama dengan Panitia Pusat
UMPTN, selama beberapa tahun ini telah bekerja sama menolong anak-anak SMU untuk
memasuki perguruan tinggi negeri. Biarpun usaha selama empat tahun sampai tahun
2001 yang lalu tidak pernah mencapai jumlah sasaran yang diharapkan karena mutu
anak-anak keluarga kurang mampu yang tidak memadai, tetapi lebih dari 2500 anakanak
keluarga kurang mampu dewasa ini sedang mengikuti pendidikan pada perguruan
3
tinggi negeri dengan pembayaran SPP-nya ditanggung oleh Yayasan Damandiri dan
mereka juga dijamin dengan beasiswa dari Yayasan Supersemar.
Upaya itu dilanjutkan tahun ini dengan mengajak para pelajar anak keluarga
kurang mampu di kawasan timur Indonesia untuk dibantu sejak duduk di bangku SMU,
SMK atau MA. Mereka yang kebetulan anak keluarga kurang mampu tetapi menonjol di
kelasnya, oleh masing-masing Kepala Sekolah atau Tim Sekolah masing-masing di
kirim pada suatu pertemuan tingkat Kabupaten untuk mendapatkan bantuan biaya
belajar mandiri (BBM) dari Yayasan Damandiri. Apabila anak itu beruntung dan
terpilih di tingkat kabupaten, maka anak yang bersangkutan akan menerima bantuan
biaya belajar mandiri (BBM) sebanyak Rp. 300.000,- berupa buku tabungan dari Bank
pelaksana, yaitu Bank Bukopin, Bank BPD dan atau Bank BPR Nusamba.
Dana bantuan BBM itu tidak dapat dicairkan oleh siswa yang bersangkutan
kecuali untuk biaya menempuh ujian masuk perguruan tinggi negeri atau untuk usaha
mandiri pada waktu siswa yang bersangkutan telah lulus dari SMU, SMK atau MA-nya.
Dengan cara itu diharapkan anak-anak itu dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat
perguruan tinggi dengan lebih tenang atau memotong rantai kemiskinan dengan bekerja
secara mandiri dengan sedikit modal awal tabungan dan perkenalan awal dengan Bank
yang kemudian hari dapat memberi bantuan kemudahan yang diharapkannya.
Upaya Baru Menelusuri Anak Keluarga Kurang Mampu
Menyadari betapa sulitnya menempatkan anak-anak keluarga kurang mampu
sebagai titik sentral pembangunan dalam proses pemberdayaan, maka Yayasan
Damandiri berkerja sama dengan beberapa universitas, negeri dan swasta, sedang
berusaha keras mengembangkan cara baru untuk menempatkan anak-anak berbakat dari
anak keluarga kurang mampu itu. Universitas Brawijaya dan Universitas
Muhammadiyah di Malang dan Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto dipilih
sebagai univeristas model untuk mencari cara baru menemukan anak-anak berbakat dari
keluarga kurang mampu tersebut.
Dalam kerjasama ini ketiga universitas mencari anak-anak berbakat tersebut baik
langsung dengan mendatangi sekolah-sekolah maupun mengundang Kepala Sekolah
yang bersangkutan untuk mengirim calon-calon siswanya yang kebetulan anak keluarga
kurang mampu melamar untuk menjadi mahasiswanya dengan mengikuti seleksi yang
diselenggarakan oleh Tim Universitas yang bersangkutan.
Selanjutnya calon mahasiswa itu diseleksi secara ketat oleh Tim Universitas baik
dalam pengalaman akademisnya selama di SMU, SMK atau MA maupun latar balakang
orang tuanya untuk ditentukan kemungkinan di fakultas yang menjadi pilihan siswa yang
bersangkutan. Apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Universitas
yang bersangkutan maka kemudian siswa itu mendapat pemberi tahuan bahwa dia
diterima di Universitas dan fakultas yang menjadi pilihannya.
Daftar siswa yang diterima lengkap dengan pengalaman akademis dan ciri-ciri
latar belakang kedua orang tuanya dikirimkan kepada Yayasan Damandiri untuk sekali
lagi mendapatkan penelitian tentang keadaan orang tuanya. Secara seksama latar
belakang kedua orang tua siswa yang beruntung itu dicek kembali oleh Yayasan dan
4
diputuskan bahwa siswa itu mendapat dukungan pembayaran seluruh biaya SPP sampai
mahasiswa itu lulus menjadi sarjana pada fakultas atau universitas pilihannya.
Pada bulan Agustus ini diharapkan sudah ada keputusan tentang nama-nama
siswa lulusan SMU, SMK dan MA yang diterima menjadi mahasiswa dan mendaoatkan
dukungan pembayaran SPP dari ketiga Universitas yang menjadi model tersebut.
Apabila percobaan dalam tahun ini berhasil diharapkan tahun depan Yayasan dapat
memperluas usahanya dengan mengajak kerjasama dengan Universitas lainnya sesuai
dengan kemampuan anggaran yang tersedia.
Kerjasama ini merupakan kerjasama gotong royong karena Yayasan Damandiri
tidak bisa menyediakan beasiswa untuk para mahasiswa selama mengikuti pendidikan
pada perguruan tinggi yang ada. Akan diusahakan kerjasama lebih lanjut dengan
Yayasan Supersemar untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa anak keluarga kurang
mampu tersebut.
Mulai Berhasil
Angkatan pertama tahun 1999 mulai memasuki semester terakhir. Dalam waktu
singkat beberapa ratus dari angkatan pertama itu akan memasuki semester terakhir dan
dalam waktu singkat tanpa terasa mereka, anak-anak keluarga kurang mampu itu akan
menyelesaikan kuliahnya pada perguruan tinggi pilihannya. Dalam waktu singkat pula
mereka itu akan memasuki pasar kerja dan bekerja memotong rantai kemiskinan yang
digelutinya bersama orang tua dan keluarganya berabad-abad lamanya. Mereka akan
menjadi pahlawan-pahlawan pembangunan yang mengoper peranan pemerintah dan
berbagai lembaga swadaya masyarakat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mereka
diharapkan akan menjadi pekerja profesional yang tangguh dan pembela orang tua dan
keluarganya secara berkelanjutan.
Dengan cara ini setidaknya sekitar 3000 – 4000 mahasiswa anak keluarga kurang
mampu akan menyelesaikan pendidikan tinggi dan dalam tahun-tahun yang akan datang
akan membantu orang tuanya mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. (Prof. Dr.
Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan-Miskin-382002).
5
LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT
PEMBERDAYAAN EKONOMI
Dalam semangat membangun secara mandiri, pendekatan pendidikan berbasis luas, atau
broad-base education approach (BBE), dengan intervensi life-skills, pusat-pusat pendidikan
telah dianjurkan untuk segera mengembangkan otonomi dengan tugas menghasilkan lulusan siap
kerja. Dengan tuntutan itu beberapa kampus dan pusat-pusat pendidikan menengah dan atas
harus mulai mengembangkan diri menjadi lembaga pendidikan yang otonom dan sanggup
menghasilkan lulusan yang siap kerja. Untuk itu perlu didukung strategi praktis yang mudah
dilaksanakan, karena proses pengembangan itu sangat berbeda dengan keadaan sekarang, tidak
mudah dibuat dan dilaksanakan.
Untuk memudahkan pelaksanaannya di lapangan, setiap sekolah dan perguruan
tinggi harus diberi kesempatan mengembangkan strategi dan mempelajari contoh-contoh
konkrit bagaimana mengembangkan dan melaksanakan pendekatan BBE tersebut. Setiap
sekolah dan perguruan tinggi harus tidak malu menyusun strategi dan mengambil
langkah-langkah nyata yang sederhana dan mencoba melaksanakannya.
Setiap lembaga pendidikan harus bisa mengembangkan pendekatan ekonomis
tanpa mengorbankan kualitas akademis. Agar mendapatkan partisipasi yang paripurna
dan lengkap setiap lembaga harus tetap memberi kesempatan anak-anak berbakat dari
keluarga kurang mampu untuk mengikuti pendidikan dengan kualitas prima. Karena itu
berbagai lembaga pendidikan, termasuk universitas dan sekolah swasta, harus sanggup
makin dekat dengan rakyat dan pemerintah daerahnya. Kampus atau pusat-pusat
pendidikan harus berpikir besar tetapi tidak malu mengambil langkah sederhana dan
strategis mengembangkan masyarakat di daerahnya. Pengembangan masyarakat sekitar
lembaga pendidikan itu pada saatnya akan menghasilkan kekuatan “snow ball” yang
maha besar dan tidak ada seorangpun yang sanggup menghentikannya. Apabila kekuatan
itu datang, pasti akan mampu menopang kehidupan lembaga pendidikan secara mandiri.
Berbagai universitas, seperti Unibraw di Malang, yang selama ini telah memberi
kesempatan pada para mahasiswa potensial dari keluarga kurang mampu, harus makin
gencar menarik simpati berbagai pihak yang sejalan. Universitas seperti itu harus
membuka kesempatan yang bisa menarik minat para investor sepanjang tahun untuk
terjun ke kampus mencari dan atau mendidik kader untuk perusahaannya. Kalau perlu
para investor itu diberi kesempatan “mengambil”mahasiswa potensial yang hampir
jadi, setiap waktu, dengan mengganti beasiswa dan imbalan sumbangan untuk kampus
yang memadai. Dengan cara demikian, kampus harus secara proaktip mencari dan
mengajak investor untuk membantu mendidik tenaga potensial yang segera bisa
membantu pengembangan dunia usaha dalam kerjasama yang saling menguntungkan.
Lembaga pendidikan tinggi seperti SMK Negeri 3 di Malang, yang minggu lalu
menjadi pusat pertemuan para Kepala SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah sekota madya
Malang, melalui Kepala Sekolahnya, Ibu Dra. Supartini, bisa juga menjadi contoh
“Gerakan Belajar Mandiri” yang digelar “Yayasan Damandiri” dengan sangat
menarik untuk sekolah-sekolah lainnya. Mereka bisa mencontoh bagaimana sekolah ini
mampu memberikan pendidikan dan pelatihan ketrampilan dengan perbandingan 70-30
bagi siswa-siswanya dalam suatu lingkungan sekolah yang tertata manis dan efisien.
SMK Negeri 3, Jl. Surabaya no.1, Malang, itu telah menyulap setiap kamarnya secara
6
fungsional, ada ruangan yang mirip kamar hotel berbintang dengan “suite room” yang
bergaya mewah, ada “café”, ada “salon”, tetapi juga ada dapur untuk belajar memasak
tahu dan tempe, sup dan sayur lodeh, ada ruangan untuk belajar binatu, ada kamar untuk
belajar rias wajah, dan ada pula “kantor” untuk belajar manajemen suatu usaha bisnis
yang menguntungkan.
Para kepala sekolah SMU, SMK dan MA yang belum mempunyai kegiatan
seperti SMK Negeri 3 Malang tidak perlu berkecil hati. Mereka bisa belajar dan
mengambil contoh itu untuk menggagas bagaimana sistem BBE bisa diterapkan di
sekolahnya. Bahkan, kalau tidak mungkin dikembangkan di setiap sekolahnya, Kepala
Sekolah yang bijaksana bisa mengembangkan sistem “sekolah terbuka” dengan
mengajak masyarakat sekitar sekolah untuk mengembangkan unit-unit pelaksana BBE
itu di rumah keluarga sekitar sekolah di kampungnya. Dengan cara itu setiap sekolah
tidak harus bersusah payah mengembangkan unit-unit praktek di sekolahnya. Setiap
siswa dikirim ke “laboratorium” atau “tempat praktek” itu secara bergiliran. Dengan
cara itu masyarakat sekitar sekolah bisa juga ikut berpartisipasi menyumbang pendidikan
dan pelatihan anak-anaknya di sekitar sekolah kebanggaannya.
Dengan adanya unit-unit pelaksana BBE di sekitar sekolah, maka setiap sekolah
bisa mengirim anak-anak didiknya ke unit-unit usaha yang ada di sekitar sekolah di
kampungnya, sehingga seluruh anak didik bisa berpartisipasi dengan tuntas. Tentu
semuanya harus dibimbing dan diawasi seperti halnya klas-klas khusus yang dikelola
dengan baik seperti layaknya kelas SMK Negeri 3 Malang tersebut.
Pemerintah daerah, serta seluruh aparatnya, dan keluarga-keluarga yang berada
di sekitar kampus atau di sekitar pusat pendidikan bisa diajak ikut serta mengembangkan
kehidupan kampus dan kehidupan sekolah yang nyaman dan penuh kreativitas. Wilayah
sekitar kampus atau pusat pendidikan, bahkan wilayah kota dimana universitas atau
sekolah itu berada harus menjadi suatu wilayah yang “gila pendidikan”. Harus ada
upaya menjadikan kampus atau sekolah sebagai pusat pengembangan ekonomi daerah.
Para dosen, guru, mahasiswa dan siswa harus makin peduli terhadap kehidupan
pemerintahan daerah dan terhadap kehidupan masyarakat setempat. Di pusat-pusat kota
dirangsang pengembangan suasana cinta kampus atau cinta sekolah seperti adanya
toko khusus atau bagian-bagian toko yang menyediakan tanda mata yang berbau
pendidikan, toko-toko yang dikelola atau dimiripkan suasana kampus atau sekolah, dan
menyediakan suvenir yang mengingatkan akan kebanggaan masyarakat terhadap kampus
atau sekolahnya.
Mudah-mudahan pikiran-pikiran sederhana ini bisa merangsang pengembangan
strategi yang menyentuh hati nurani rakyat. Semoga. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan). – Pengantar-Ekonomi-842002.
7
MERDEKA UNTUK BERPARTISIPASI
Akhir Agustus 2002, dalam suasana Sidang Tahunan MPR, diumumkan hasil
ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) untuk memasuki perguruan tinggi
negeri di Seluruh Indonesia. Selama empat tahun terakhir Yayasan Damandiri ikut
menjadi sponsor dari mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu yang dengan
bantuan seperlunya telah bisa ikut mengikuti ujian seleksi dan sekaligus menjamin dana
untuk membayar SPP mereka sampai mereka menamatkan pendidikan menjadi sarjana.
Jumlah mahasiswa yang mendapat pelayanan itu sekarang telah mencapai hampir 3000
orang dan tersebar di 46 perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia.
Disamping mendapat bantuan pembayaran SPP dan dana operasional dari
Yayasan Damandiri mereka juga mendapat dukungan beasiswa dari Yayasan
Supersemar di Jakarta untuk biaya hidup dan keperluan sehari-hari. Sampai sekarang ke
3000 mahasiswa itu tetap mendapat pelayanan beasiswa dan dukungan dana SPP dari
dua Yayasan yang tersebut diatas.
Tahun ini program tersebut tetap berjalan dimana para siswa dari keluarga
kurang mampu tetap mendapat dukungan dana dari Panitia untuk mengikuti ujian seleksi
dan nantinya diharapkan mendapat dukungan dana SPP dan beasiswa dari sponsor yang
makin luas tersedia di masyarakat. Program ini adalah program yang sangat bagus
karena memberi kesempatan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, mencapai tingkat sarjana dan
memotong rantai kemiskinan dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Dengan program ini para siswa yang menonjol dari setiap SMU, SMK atau MA
dapat mengajukan diri kepada Panitia Ujian SPMB yang ada di Jakarta untuk
mendapatkan dukungan dana untuk mengikuti ujian tersebut. Mereka biasanya dijamin
dengan dana yang cukup untuk membeli formulir dan keperluan lainnya selama masa
ujian, kalau perlu mondok di tempat-tempat yang dekat dengan tempat ujian
dilaksanakan. Sayangnya selama lima tahun terakhir ini jumlah jatah yang disediakan,
yaitu sekitar 3000 siswa untuk setiap tahun tidak pernah tercapai. Salah satu alasannya
adalah karena informasi yang diperlukan tidak dapat mencapai sasarannya. Yang kedua
adalah karena motivasi untuk melanjutkan kuliah bagi anak-anak keluarga kurang
mampu sangat rendah sehingga mereka tidak berani untuk melamar mengikuti ujian
seleksi tersebut. Dan akhirnya, karena mutu siswa anak keluarga kurang mampu itu
memang demikian rendah sehingga mereka tidak bisa lolos seleksi yang pertama, yaitu
dengan mengantongi bahasa Inggris 6 dan matematika 7 selama sekolah di sekolah
lanjutan atas. Apabila tidak lolos mengikuti syarat awal tersebut maka yang
bersangkutan tidak dapat mengikuti seleksi dengan fasilitas yang diberikan
kemudahannya tersebut.
Untuk memacu meningkatkan mutu anak-anak siswa SMU, SMK, dan MA yang
umumnya tidak terjangkau itu semenjak bulan Maret 2002 yang lalu Yayasan Damandiri
bekerja sama dengan berbagai pihak, terutama dengan jajaran Departemen Pendidikan
Nasional, jajaran Departemen Agama, BKKBN, jajaran Bank Pembangunan Daerah
(BPD) dan Bank BPR Nusamba menggelar program baru yang disebut dengan Program
Belajar Mandiri dengan menyediakan bantuan Bea Belajar Mandiri (BBM).
8
Selama bulan Januari – Juni bantuan BBM ini diperuntukan anak siswa kelas III
agar mereka dapat mempergunakan bantuannya untuk menempuh ujian seleksi yang
diadakan oleh Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia tanpa harus meminta
bantuan anggaran lain dari orang tua dan panitia yang ada di Jakarta. Pada bulan Juli-
Desember bantuan BBM ini dapat diikuti oleh siswa-siswa dari kelas I, II dan III dalam
rangka persiapan belajar mandiri dalam jangka yang lebih panjang, yaitu untuk ujian di
akhir kelas III atau kalau tidak dapat mengikuti ujian untuk meneruskan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi, dana yang diperolehnya dapat dipergunakan untuk hidup
sejahtera secara mandiri.
Anak-anak yang dijaring dengan sistem ini, tahun ini sebagian telah mengikuti
ujian seleksi dan sebagian lagi telah dapat mengikuti seleksi dengan sistem lain untuk
mengikuti pendidikan pada tingkat jenjang yang lebih tinggi. Kepada para siswa yang
beruntung, menerima sumbangan Rp. 300.000,- selama di SMU, SMK dan MA, mereka
akan dijamin untuk mendapatkan dukungan dana SPP kalau yang bersangkutan diterima
di perguruan tinggi negeri pilihannya. Dana itu disalurkan melalui sistem yang sama
dimana tabungan siswa diberikan.
Selain bantuan berupa dana SPP siswa yang diterima dapat diusulkan oleh Rektor
atau Dekan masing-masing untuk mendapatkan bantuan dana beasiswa dari Yayasan
Supersemar di Jakarta. Bantuan dana dari Yayasan Supersemar itu, tidak seperti halnya
bantuan untuk SPP, tidak bersifat otomatis, tetapi harus diusulkan oleh Rektor atau oleh
Dekan masing-masing fakultas atau universitas yang bersangkutan, Ini semua adalah
untuk menghindari adanya tumpang tindih beasiswa yang mungkin datang dari berbagai
sumber dengan jumlah yang berbeda-beda pula.
Upaya mendorong anak-anak keluarga kurang mampu itu juga dilakukan dengan
kerjasama dengan universitas yang bersangkutan, antara lain dengan Universitas
Brawijaya di Malang, Universitas Muhammaddiyah di Malang dan Universitas Jenderal
Soedirman di Purwokerto. Kerjasama ini adalah untuk menjaring anak-anak keluarga
kurang mampu, terutama wanita, yang mempunyai prestasi akademik yang menonjol.
Dalam kerjasama ini pihak Universitas mencari calon-calon mahasiswa dari
keluarga kurang mampu langsung ke sekolah-sekolah di sekitarnya dan menerima
lamaran dari calon mahasiswa yang datang dari seluruh Indonesia. Mereka yang
memenuhi syarat akademis dan diterima di universitas yang bersangkutan kemudian
diberikan bantuan dana SPP sesuai dengan kebutuhan atau kemampuan Yayasan
Damandiri. Kepada mereka juga diberikan kesempatan untuk melamar beasiswa dari
Yayasan Supersemar di Jakarta. Dengan cara itu setiap siswa, biarpun berasal dari
keluarga kurang mampu diberi kesempatan untuk merdeka berpartisipasi dalam
pendidikan. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pakar Masalah Sosial Kemasyarakatan)-
Pengantar-SPMU-2682002.
9
MEMBANGUN BERSAHABAT DENGAN
LINGKUNGAN
Dengan kesadaran tinggi akan pentingnya pendidikan sebagai investasi masa
depan bangsa, para pengambil keputusan telah menyegarkan komitmen meningkatkan
mutu sumber daya manusia melalui berbagai upaya dibidang pendidikan dengan lebih
sungguh-sungguh. Program Wajib Belajar 9 Tahun dihidupkan kembali dengan harapan
segera diikuti dengan advokasi yang lebih gegap gempita dan dana yang memadai.
Putusan menghapus Ebtanas diharapkan segera diikuti dengan upaya meningkatkan
mutu pendidikan dasar dan perhataian yang lebih besar pada pendidikan tingkat
menengah keatas.
Selain itu pendidikan dasar “yang digenjot” diharapkan bisa mendorong naiknya
partisipasi pendidikan pada tingkat SMU, SMK dan MA. Harapan ini didasarkan
keadaan nyata masih rendahnya tingkat partisipasi pada tingkatan itu. Kita prihatin
bahwa keberhasilan gerakan KB dan kesehatan yang mendorong meledaknya remaja
usia SMU belum diikuti motivasi dan kemampuan masyarakat dan orang tua untuk
menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang memadai. Mereka masih beralasan
atau ketakutan bahwa anak-anaknya tidak mendapat pekerjaan yang sesuai dengan
investasi yang dikeluarkan untuk itu. Para orang tua takut, terutama yang mempunyai
anak perempuan, bahwa anak yang sekolah tinggi tidak memperoleh jodoh yang sesuai
untuk segera dapat membantu mengentaskan orang tuanya dari lembah kemiskinan.
Karena Departmen Pendidikan Nasional tahun ini menggalakkan kembali wajib
belajar sembilan tahun maka sekolah lanjutan atas seperti SMU, SMK dan Madrasah
Aliyah mulai disiapkan dengan peningkatan mutu dan pendekatan yang lebih siap
menghadapi tantangan masyarakat, yaitu pendekatan Broad-Base Education (BBE)
dengan intervensi Life Skills. Dengan pendekatan ini setiap sekolah diharapkan
menyiapkan sekolahnya dengan kurikulum sesuai dengan kebutuhan atau harapan siswa
untuk bisa membekali dirinya agar bisa siap kerja. Setiap siswa diharapkan bisa akrab
dengan lingkungannya, bisa memelihara dan memanfaatkan potensi lingkungannya itu
secara optimal.
Disamping itu, berdasarkan keputusan serta pengalaman tahun-tahun
sebelumnya, Menteri Pendidikan Nasional juga memberi kesempatan kepada setiap
Perguruan Tinggi mengatur sendiri penerimaan mahasiswanya agar sekaligus bisa ikut
merangsang tumbuhnya budaya belajar yang bermutu dan budaya pendidikan sebagai
wahana pendadaran bagi setiap insan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Setiap perguruan tinggi diharapkan mengajak mahasiswanya memperdalam keyakinan
iman dan taqwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan mempersiapkan mereka
menjadi insan yang berbudi pekerti luhur, bergaul dan siap kerja bersama dengan
masyarakat sekelilingnya. Setiap perguruan tinggi diharapkan mengetrapkan pendekatan
Broad-Base Education dengan intervensi Life Skills yang berkelanjutan tersebut dalam
olahan kerja nyata yang aktual dan langsung berguna untuk masyarakat luas.
Karena itu setiap Perguruan Tinggi diharapkan menyiapkan diri untuk bisa
menghadapi tantangan jaman dan masyarakat sekitarnya. Setiap Rektor, Dosen dan
civitas akademinya harus makin peka terhadap lingkungan sekitarnya. Begitu juga para
mahasiswa, baik yang baru maupun yang lama, harus makin peduli terhadap warga
10
masyarakat yang ada di sekitar kampusnya. Para mahasiswa juga harus peka terhadap
kebutuhan masyarakat di sekitar tempat pondokannya, kepada kedua orang tua, keluarga
serta masyarakat yang mengirimnya dengan kecintaan, keringat, air mata, penderitaan
dan pengorbanan yang tidak kecil.
Menanggapi pendekatan pendidikan BBE sebagai awal budaya belajar, bekerja
dan membangun secara mandiri tersebut, Yayasan Damandiri, yang selama ini sangat
peduli terhadap upaya pengentasan kemiskinan keluarga pra sejahtera dan keluarga
sejahtera I, telah menggalang kerja sama dengan para Kepala Sekolah dan guru-guru
SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah di kawasan timur Indonesia. Yayasan Damandiri
mencoba membantu siswa unggul anak keluarga kurang mampu menyiapkan masa
depannya dengan lebih tenang. Program ini dikemas sebagai gerakan meningkatkan
perhatian, komitmen dan mutu pendidikan anak-anak keluarga kurang mampu pada
umumnya, dan apabila perlu membantu mereka dengan tabungan pancingan yang dapat
dipergunakan untuk mengukir masa depan yang lebih gemilang.
Upaya Yayasan Damandiri untuk menolong para siswa SMU, SMK, dan MA itu
didukung dengan upaya lain bersama beberapa Perguruan Tinggi di kawasan timur
Indonesia. Upaya itu adalah gagasan untuk membangun tanpa menggusur dan atau
membangun dengan peduli terhadap lingkungannya atau membangun bersama
keluarga di lingkungan sekitarnya. Model, bentuk, struktur dan operasionalisasi upaya
ini akan dirancang dan dikembangkan bersama Universitas Brawajaya dan Universitas
Muhammadiyah di Malang, Universitas Sebelas Maret di Solo, dan Universitas
Hasanuddin di Makassar. Gagasan yang sama diharapkan dapat dibicarakan pula
dengan para mahasiswa yang tergabung dalam Koperasi Mahasiswa seluruh Indonesia
yang akan bertemu di Malang minggu ini.
Pembicaraan pertama yang sangat bermutu, mendalam dan menarik bersama
Rektor Universtas Muhammadiyah, Drs. Muhajir, MSc., lengkap dengan seluruh
Pembantu Rektornya minggu lalu telah menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama
menjajagi kemungkinan merancang upaya membantu masyarakat dan keluarga sekitar
kampus untuk bisa membangun fasilitas yang kiranya dapat memberi ketenangan dan
pelayanan yang dibutuhkan oleh 23.000 mahasiswa dan civitas akademi lainnya yang
juga berjumlah besar. Apabila hal ini dapat dilakukan maka masyarakat sekitar kampus
akan menjadi bagian keluarga besar yang bersama-sama memelihara kehidupan kampus
yang penuh kedamaian dan kesejahateraan dalam mengantar para calon pemimpin masa
depan bangsa.
Semoga Visi Pembangunan yang tidak menggusur ini akan menempatkan
perguruan tinggi dan seluruh civitas akademinya menyatu dengan masyarakat sekitarnya
dan mendapat limpahan rahmat dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa. (Prof. Haryono
Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-Pengantar-Lingkungan-142002.
11
GERAKAN BELAJAR MANDIRI MULAI DIGELAR
Minggu ketiga Februari 2002 Harian Umum Suara Karya, Yayasan Damandiri
beserta jajaran terkait lainnya mulai menggelar Seminar Keliling di Solo, Semarang dan
kemudian akhir bulan di Makassar untuk mengajak sebanyak mungkin Kepala Sekolah
SMU, SMK dan Madrasah Aliyah di kawasan timur Indonesia untuk mengikuti Gerakan
Belajar Mandiri. Upaya ini merupakan awal dari Gerakan Belajar Mandiri sebagai
bagian dari upaya mengajak masyarakat yang peduli pendidikan untuk bersama-sama
meningkatkan mutu pendidikan para remaja siswa Sekolah Menengah yang orang tuanya
kebetulan kurang mampu untuk belajar giat dan membulatkan tekad meneruskan
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Oleh karena itu apabila pembaca mengetahui ada seorang siswa berbakat dari
kawasan timur Indonesia, yang kebetulan anak keluarga kurang mampu, dan memenuhi
syarat-syarat seperti tersebut dibawah ini, mohon dianjurkan agar remaja tersebut segera
menghubungi Kepala Sekolah, atau Tim Guru dari sekolahnya, untuk bisa mendapat
keterangan tentang Gerakan Belajar Mandiri yang bulan Maret 2002 mulai
dikembangkan di beberapa propinsi di kawasan timur Indonesia.
Syarat-syarat itu adalah, pertama siswa itu adalah anak-anak dari keluarga pra
sejahtera, keluarga sejahtera I atau keluarga kurang mampu, diutamakan anak-anak
perempuan. Siswa itu sedang menduduki bangku kelas III di sekolahnya. Alasan kenapa
harus memberikan perhatian dan prioritas kepada anak perempuan adalah untuk
mencegah agar keluarga kurang mampu tidak tergoda untuk melihat anak-anaknya
“segera mentas”. “Anak -anak perempuan segera mentas” bisa merangsang godaan
atau dorongan bagi orang tua kurang mampu untuk segera menikahkan anak perempuan
itu pada usia yang sangat muda atau dibawah usia duapuluh tahun. Perkawinan usia
muda dibawah duapuluh tahun mempunyai banyak resiko yang kurang menguntungkan.
Kedua, siswa-siswa itu mempunyai nilai rapor atau nilai harian dari berbagai
mata pelajaran pilihan, yang ditentukan di sekolah atau atas kesepakatan antar
sekolah, utamanya matematika dan bahasa Inggris, diatas rata-rata kelasnya, atau
minimal diatas rata-rata kelompok anak-anak dari keluarga kurang mampu yang ada.
Sekaligus siswa-siswa itu mempunyai minat, motivasi, tekad dan kemampuan untuk
terus belajar lebih tinggi.
Ketiga, siswa-siswa itu menjawab pertanyaan Quis tentang artikel yang dimuat di
salah satu penerbitan harian umum Suara Karya, Pelita atau majalah Gemari dan
Amanah selama bulan Maret ini secara tepat dan benar. Lebih penting dari itu anak-anak
yang dikirim ke pemilihan tingkat kabupaten/kota itu disiapkan dengan baik oleh para
guru dan teman-temannya agar bisa lolos dari saringan dan terpilih pada tingkat
kabupaten/kota.
Gerakan Belajar Mandiri itu dilandasi rasa syukur bahwa Program Wajib
Belajar 9 Tahun tetap dilanjutkan. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk kegiatan itu
sudah mencapai tingkatan yang cukup mengembirakan. Indonesia yang mulai dengan
keadaan pada tahun 1993 dengan angka partisipasi kasar sekitar 77,6 persen telah
berhasil mencapai 83,0 persen pada tahun 2000.
12
Biarpun angkanya tidak jauh lebih baik dari harapan dunia untuk itu, usaha
sungguh-sungguh yang telah dilakukan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia dengan
bekerja keras melalui program Wajib Belajar Sembilan Tahun telah membawa hasil
yang cukup membesarkan hati. Namun angka partisipasi kasar untuk tingkat SMU,
SMK, dan MA masih jauh dibawah standar manapun juga di wilayah Asean, yaitu tidak
lebih dari 39 persen. Angka yang rendah ini oleh beberapa kalangan dibarengi anggapan
seakan-akan kita hanya menyelenggarakan program wajib belajar itu sampai sembilan
tahun saja, setelah itu terserah anda.
Gerakan Belajar Mandiri sekaligus dilakukan dalam rangka menyongsong
pelaksanaan pendekatan Broad-Base Education (BBE), yang ditata melalui manajemen
berbasis sekolah (MBS) atau School-Base Management (SBM) dan mengutamakan
desentralisasi berbasis sekolah, manajemen berbasis kemasyarakatan yang luas, yang
bertumpu pada kemampuan dan prakarsa sekolah untuk mengembangkan pendidikan
yang diarahkan pada pembekalan dan pemberdayaan siswa dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang relevan dengan lingkungan dan dinamika masyarakat, agar setiap
siswa mampu berpartisipasi, bekerja, dan akhirnya mandiri membangun keluarga,
masyarakat dan bangsa yang sejahtera.
Apabila siswa yang memenuhi syarat-syarat tersebut diatas telah melapor kepada
Kepala Sekolah atau Tim Sekolah, atau yang mungkin dikemudian hari disebut Komite
Sekolah, maka mereka diharuskan rajin membaca media massa dan bahan-bahan
pelajaran yang ada. Kalau diijinkan guru-gurunya, diharapkan siswa-siswa itu, bersama
teman-temannya yang pandai, atau dengan tuntunan gurunya, bisa mengadakan kelaskelas
tambahan untuk menempa diri lebih sungguh-sungguh agar bisa lolos dalam
seleksi dalam lingkungan sekolahnya, atau dalam lingkungan kabupaten.
Lembaga-lembaga sekolah seperti OSIS, Gerakan Pramuka, dan lainnya,
dianjurkan untuk memihak kepada anak keluarga kurang mampu. Mereka dianjurkan
mengadakan kegiatan bersama untuk memacu kualitas siswa anak keluarga kurang
mampu tersebut. OSIS dapat mengadakan gerakan gotong royong mengumpulkan bukubuku
bacaan untuk diberikan kepada siswa anak keluarga kurang mampu itu. Pramuka
dapat mengadakan “kemah belajar” agar anak-anak keluarga kurang mampu dapat
menambah kemampuannya untuk menghadapi ujian atau masa depan yang lebih baik.
Tim Sekolah, atau Komite Sekolah, selanjutnya dianjurkan membina dan
mengadakan seleksi untuk memilih siswa-siswa anak-anak keluarga kurang mampu yang
menonjol. Anak-anak yang terpilih itu pertama-tama adalah anak-anak yang memenuhi
syarat-syarat tersebut diatas dan mampu menjawab berbagai pertanyaan dalam Quis
yang dimuat dalam berbagai media massa tersebut diatas dengan benar. Keputusan benar
atau tidaknya jawaban para siswa ditentukan oleh para guru yang tergabung dalam Tim
Sekolah. Ini berarti bahwa jawaban Quis tidak perlu dikirimkan kepada penerbit atau
kepada Yayasan Damandiri.
Maksud test berupa Quis itu adalah agar para siswa mempunyai motivasi
membaca artikel dan bisa mengerti arti yang terkandung didalamnya dengan baik.
Artikel-artikel itu sengaja disiapkan untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan
ketrampilan para siswa yang bersangkutan.
Para siswa yang dipilih oleh Tim Sekolah atau Tim Guru di sekolah setiap
bulannya dibawa oleh Tim Sekolah dalam pertemuan di tingkat kabupaten atau
13
kotamadya. Di tingkat ini dibentuk Tim Antar Sekolah oleh para Kepala Sekolah atau
Tim SMU, SMK dan MA yang ada. Tim Antar Sekolah setiap bulan mengadakan
pemilihan siswa yang dianggap pantas untuk mewakili kabupaten atau kodya untuk
bulan yang bersangkutan.
Pemilihan siswa tiap bulan untuk tingkat kabupaten atau kodya diselenggarakan
oleh Tim Antar Sekolah di Kabupaten. Anggota Tim Antar Sekolah ini ditentukan oleh
para wakil sekolah yang salah satunya adalah wakil dari Bank mitra kerja Yayasan
Damandiri, yaitu wakil dari Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Bukopin, atau
kalau ada, wakil dari BPR Nusamba. Pemilihan diselenggarakan di salah satu sekolah
secara bergiliran dengan maksud agar setiap guru atau Kepala Sekolah bisa saling
belajar dari pengalaman di sekolah lain, di kabupaten atau kodya yang sama. Itulah
sebabnya penghargaan kepada para siswa yang diberikan pada tahun 2002 ini sengaja
tidak diberikan atas jatah setiap sekolah, tetapi justru harus dilombakan antar sekolah di
tingkat kabupaten yang sama. Dengan saling belajar dari sekolah lain, yang mungkin
lebih baik dalam membina mutu siswa-siswanya, diharapkan mutu pendidikan di seluruh
kabupaten atau kodya itu dapat ditingkatkan.
Sejak Maret 2002, setiap kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia, yang ikut
dalam Gerakan Belajar Mandiri ini, setiap bulan Yayasan Damandiri menyediakan
penghargaan untuk tiga orang siswa berupa masing-masing sebuah Tabungan
Damandiri dengan nilai Rp. 300.000,-. Penghargaan ini akan langsung diserahkan
kepada yang bersangkutan berupa tabungan Damandiri oleh wakil Bank yang menjadi
anggota Tim Antar Sekolah di Kabupaten/Kota itu.
Sebagai tabungan, dana yang ada dalam buku itu sepenuhnya adalah milik siswa
yang menonjol dan beruntung. Tetapi, karena tujuannya untuk mempersiapkan siswa
setelah tamat SMU, SMK, atau MA, maka tabungan itu tidak dapat diambil untuk siswa
yang bersangkutan seenaknya sendiri. Tabungan itu bisa diambil dan dipergunakan
untuk mempersiapkan ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang tahun
ajaran 2001-2002 akan diadakan pada tanggal 2-3 Juli 2002 di seluruh Indonesia.
Apabila siswa yang bersangkutan, karena alasan tertentu tidak mengambil ujian
SPMB, dan tidak ingin meneruskan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, maka
dana itu dapat dipergukan oleh siswa setelah tamat sekolahnya, yaitu untuk mengikuti
berbagai kursus ketrampilan, atau untuk bekal membuka usaha produktip membantu
orang tuanya mengentaskan diri dari lembah kemiskinan. Dana tabungan itu bisa saja
tetap disimpan sebagai dana tabungan untuk menjadi jaminan kredit bagi orang tuanya
yang mungkin saja ikut serta dalam gerakan pengentasan kemiskinan melalui programprogram
Kukesra Mandiri, Pundi, atau Warung Sudara yang telah digelar di beberapa
kawasan timur Indonesia.
Dengan cara-cara itu Gerakan Belajar Mandiri yang mulai digelar selama dua
minggu ini diharapkan dapat memberi informasi awal untuk mengawali semacam Soft
Opening pada bulan Maret 2002. Karena upaya ini merupakan suatu gerakan, maka
prakarsa untuk memulai gerakan ini tidak harus menunggu instruksi. Setiap kabupaten
boleh dan sangat dianjurkan untuk memulai gerakan ini dengan prakarsa sendiri. Kantorkantor
Bank setempat yang menjadi mitra kerja Yayasan Damandiri dapat dihubungi
untuk diajak serta dalam penyusunan Tim Antar Sekolah di Kabupaten/Kota, atau untuk
mulai membentu Tim Sekolah. Tim-tim tersebut adalah embryo dari berbagai lembaga
yang dianjurkan oleh Departemen Pendidikan Nasional untuk segera diadakan di tiap
14
wilayah sebagai upaya untuk meningkatkan komitmen dan program memacu perhatian
terhadap pendidikan.
Dalam soft opening, beberapa kabupaten di beberapa propinsi yang menganggap
dirinya siap diharapkan sekolah-sekolah menengahnya bisa segera mulai mengadakan
pemilihan siswanya yang dianggap memenuhi syarat. Pada akhir bulan Maret atau awal
bulan April para siswa itu “dipertandingkan” dengan siswa dari sekolah lain pada
tingkat kabupaten. Pertandingan yang diadakan setiap bulan itu sekaligus hendaknya
dijadikan suatu momentum untuk memacu perhatian masyarakat untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Bahkan bisa saja dijadikan ajang promosi bidang pendidikan untuk
memacu gerakan untuk mengundang masyarakat makin menaruh perhatian dan
komitmen dalam bidang pendidikan. Bahkan ada pikiran-pikiran untuk menjadikan
momentum bulanan itu sebagai undangan kepada mereka yang menaruh perhatian
terhadap siswa unggul anak keluarga kurang mampu untuk dibantu dan diberikan
dukungan yang diperlukannya.
Momentum itu bisa dijadikan suatu ajang “Lelang Kepedulian” untuk menjual
gagasan bahwa pembangunan bangsa ini akan berhasil dengan baik kalau setiap insan,
termasuk mereka yang kebetulan saja anak keluarga kurang mampu diberikan
kesempatan ikut serta dalam peningkatan mutu, ikut sekolah dengan dukungan fasilitas
yang memadai, dan akhirnya disiapkan di sekolahnya untuk mampu ikut terjun bekerja
membangun keluarga, bangsa dan negaranya.
Semoga upaya yang mulai digelar ini mendapat limpahan rahmat dan hidayah
dari Tuhan Yang Maha Esa dan mendapat sambutan dengan baik dikalangan masyarakat
luas. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan). –
GerakanBelajarMandiri-232002.
15
BERKORBAN DENGAN PEMBERDAYAAN
Oleh : Haryono Suyono
Setiap memperingati Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Qurban, kita menyegarkan
keimanan dan keikhlasan berkorban untuk saudara-saudara yang miskin dan atau sedang
dirundung cobaan. Tahun 2002, khususnya minggu-minggu terakhir Februari, kita
menyaksikan dengan rasa pilu banyak saudara kita dari berbagai kota dan desa tertimpa
musibah banjir, tanah longsor dan cobaan lain yang sangat dahsyat. Dengan iringan doa
semoga mereka tetap tawakal menghadapi cobaan ini, kita menyaksikan dengan rasa
haru mengalirnya sumbangan yang tidak putus-putusnya untuk saudara kita yang terkena
musibah itu.
Di kota dan di desa, tanpa komando, rakyat biasa, baik yang kaya maupun yang
pas-pasan, dengan tulus ikhlas mengulurkan tangan membantu apa adanya. Sebaliknya,
dengan rasa terima kasih yang mendalam, saudara kita yang terkena musibah, baik
banjir, tanah longsor, atau cobaan lainnya, menerima bantuan itu dengan rasa syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak diantara mereka memanjatkan doa kiranya
bantuan itu tidak saja berupa sembako yang diberikan selama musim banjir, tetapi
dilanjutkan berupa upaya untuk membangkitkan semangat dan motivasi untuk maju serta
dukungan yang lebih besar untuk pemberdayaan sumber daya manusia.
Pemberian hewan kurban, seperti yang selalu kita lakukan dalam memperingati
hari raya Qurban setiap tahun, adalah sangat baik. Namun, dukungan dalam bentuk lain
yang bersifat terus menerus dalam bentuk pemberdayaan, kiranya bisa meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Dimasa depan, dengan sumber daya manusia yang
unggul, justru akan lebih banyak bisa disediakan hewan kurban, yang dapat dibagi
kepada Saudara-saudara lain yang membutuhkan.
Ketika kita merenung tentang masalah ini, kita teringat Rapat Koordinasi Kesra
dan Taskin pada akhir bulan Mei 1999. Dalam suasana kemelut ekonomi yang belum
kelihatan akan berakhir, Rakor itu dengan tekun mendengarkan laporan Dirjen
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Satrio Brojonegoro,
tentang kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak di daerah rawan seperti Aceh, Maluku,
NTT, dan lain-lainnya. Laporan itu diperkuat oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Dr. Indra Jati Sidi, yang menyatakan bahwa persediaan beasiswa melalui
Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk daerah-daerah lain yang telah diprogramkan, tidak
mungkin dipindahkan untuk anak-anak daerah rawan tersebut. Daerah-daerah penerima
yang sudah direncanakan itu, biarpun mungkin saja tidak dilanda kerusuhan dan konflik
separah daerah-daerah yang disebutkan diatas, telah sangat menderita karena kemiskinan
yang berat. Tanpa bantuan atau beasiswa yang memadai, hampir dapat dipastikan anakanak
remaja daerah itu tidak akan sekolah. Kalau tidak sekolah, hampir pasti mereka
akan melanjutkan penderitaan dan kemiskinan yang disandang orang tua dan
keluarganya.
Pada tahun 2000, 2001, 2002, dan mungkin tahun-tahun yang akan datang, hal
serupa akan terjadi lagi. Pemerintah, dalam keadaan yang sangat terbatas, telah
menyediakan sejumlah dana untuk menyantuni anak-anak dan remaja korban konflik,
kerusuhan dan kemiskinan. Mereka tidak saja membutuhkan uluran tangan sedekah
16
daging kurban, tetapi uluran tangan agar tetap bisa bersekolah. Mereka tahu, seperti
halnya tahun-tahun sebelumnya, dana yang disediakan itu sangat kurang dibandingkan
dengan kebutuhan yang melonjak karena berbagai alasan.
Di sisi lain, banyak sekali lembaga lain, misalnya Yayasan Supersemar, yang
biasanya hadir dalam rapat atau pertemuan semacam itu, bisa membantu dan akan selalu
menyiapkan bantuan beasiswa untuk anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah atau
bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi untuk daerah-daerah rawan atau daerah
lainnya. Bantuan yang sama untuk para pelajar SD, SLTP, dan SMU, dapat pula
diberikan oleh Lembaga GN-OTA dengan sistem penyaluran yang selama ini berjalan
dengan lancar.
Bahkan, sejak tahun 1980-an anak-anak peserta KB lestari yang melanjutkan
pendidikan pada sekolah kejuruan telah bisa menikmati beasiswa Supersemar. Sampai
dewasa ini telah puluhan ribu anak-anak peserta KB itu menikmati beasiswa dari
Yayasan Supersemar secara teratur.
Untuk memungkinkan partisipasi swasta yang lebih besar, sebagai bahan
renungan bagi mereka yang ingin memberikan dukungan lain selain daging kurban,
Pemerintah, disamping menangani beasiswa yang berasal dari anggaran APBN, kiranya
lebih aktip memberikan penyuluhan kepada siswa dari berbagai sekolah, baik SD, SLTP,
maupun SMU dan perguruan tinggi yang ada tentang kemungkinan yang terbuka itu.
Dengan berbagai penyuluhan, kiranya anak-anak dan siswa yang benar-benar
membutuhkan bantuan dapat memperoleh kesempatan yang lebih baik.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan beasiswa pada sekolah kejuruan, anak-anak
peserta KB lestari, terutama anak-anak keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera
I, harus di daftarkan melalui para Kepala Sekolah masing-masing. Para Kepala Sekolah
harus “berkenan” menuliskan permohonan beasiswa atas nama anak-anak didiknya
melalui BKKBN setempat. Selanjutnya BKKBN setempat “berkenan” meneruskan
permohonan tersebut secara bersama-sama kepada Yayasan Supersemar dan BKKBN
Pusat untuk proses lebih lanjut. Selanjutnya, BKKBN Pusat, harus rajin mengadakan
konsultasi dan mengikuti proses seleksi yang dilakukan oleh Yayasan Supersemar di
Jakarta. Baru, karena banyaknya permintaan yang banyak, atas dasar bahan-bahan yang
ada dan seleksi yang ketat, Yayasan Supersemar dapat mengambil keputusan siapa yang
memperoleh bantuan beasiswa dimaksud.
Biarpun jumlah beasiswa itu relatip kecil, dalam keadaan krisis ekonomi yang
demikian beratnya dewasa ini, kesempatan yang terbuka itu tidak boleh disia-siakan.
Salah satu cara untuk tidak kehilangan kesempatan itu, dalam suasana hari raya Idul
Adha sekarang ini, ada baiknya kita segarkan pengetahuan kita tentang syarat-syarat
untuk memperoleh beasiswa tersebut. Sebagian dari syarat-syarat itu adalah bahwa :
• Orang tua murid yang bersangkutan adalah peserta KB Lestari dengan masa ber-KB
sebagai berikut :
• Di Pulau Jawa dan Bali minimal 10 tahun;
• Di luar Pulau Jawa Bali minimal 8 tahun;
• Apabila jumlahnya sangat banyak dapat diberikan prioritas mereka yang orang
tuanya termasuk keluarga pra sejahtera atau keluarga sejahtera I;
• Siswa yang diusulkan berasal dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN);
• Nilai Rapor siswa yang diusulkan minimal rata-rata 6,5;
17
• Bukan penerima beasiswa Supersemar atau tidak sedang diusulkan menerima
beasiswa Supersemar dari jalur lain;
• Untuk siswa STMN Pembangunan, STMN Penerbangan, SMTN Pertanian, SMIKN,
SMKIN, SMMN, SMSRN, SMPSN, dan STMN yang memenuhi persyaratan diatas
dapat diusulkan mulai kelas awal kelas I sampai selesai, sedangkan untuk SMEAN,
SMKKN, SMTKN, SMIPN, SPPN, dan SKMAN diusulkan mulai awal kelas 2
sampai selesai.
Selanjutnya pelacakan siswa-siswa SMKN yang orang tuanya memenuhi
persyaratan biasanya dilakukan oleh petugas lapangan KB (PLKB) di kelurahan masingmasing.
Para calon peserta diproses secara berjenjang sampai ke Kanwil BKKBN di
tingkat provinsi. Secara kolektif Kanwil BKKBN menyampaikan usulan-usulan tersebut
kepada Yayasan Supersemar dan Kepala BKKBN di tingkat pusat.
Disamping contoh diatas, ada beberapa beasiswa yang penerimanya setiap tahun
jumlahnya bertambah kecil. Karena itu sebagai suatu usaha nasional dengan persaingan
yang berat, kita tidak boleh beranggapan bahwa upaya menyantuni anak-anak keluarga
kurang beruntung itu sederhana. Persaingan yang berat dan anggaran yang terbatas, atau
alasan lain membuktikan bahwa proses pemberian santunan itu sungguh sangat sulit.
Mengecilnya jumlah penerima sumbangan kadang-kadang bukan karena tidak ada dana,
tetapi justru karena berbagai alasan, antara lain karena informasi tentang kesempatan itu
tidak kunjung menyentuh mereka yang membutuhkannya.
Dari penelusuran dapat dilihat bahwa informasi itu tidak sampai kepada sasaran
karena berbagai alasan. Salah satu alasan yang menarik adalah bahwa nilai rupiah
beasiswa yang disediakan untuk setiap siswa setiap bulan relatip kecil. Yang mengukur
besar kecilnya nilai beasiswa itu bukan siswa yang membutuhkan, tetapi okmum pejabat
yang mungkin tidak pernah kesukaran mendapatkan dana untuk biaya sekolah. Karena
itu, kalau kebetulan pejabat adalah pengurus beasiswa, mereka akan segera beranggapan
bahwa mengurus beasiswa itu terlalu merepotkan pekerjaan yang sudah banyak di
kantornya. Akhirnya pejabat itu tidak meneruskian berita tentang adanya beasiswa
tersebut. Beasiswa yang disediakan tidak diserap, bukan karena tidak ada yang
membutuhkan, tetapi karena adanya anggapan bahwa beasiswa itu terlalu kecil dan tidak
memadai dengan repotnya menyelesaikan urusan administrasi beasiswa tersebut.
Atau, kalau toh diurus, cara mereka mengurus lamban, sehingga berita tentang
adanya beasiswa itu tidak sampai ke tangan yang benar-benar membutuhkannya, atau
kalau sampai juga, sudah terlambat dibandingkan dengan tanggal terakhir permintaan
beasiswa harus dikirimkan kepada Tim yang ditugasi mengurus beasiswa tersebut.
Alasan lain yang menarik adalah bahwa suatu beasiswa biasanya dijadikan
simbul atau tanda penghargaan terhadap prestasi akademis anak-anak atau siswa yang
menonjol di kelasnya, di sekolahnya, atau menonjol diantara berbagai sekolah sejenis.
Dengan cara itu pemberian penghargaan kepada seseorang membawa dampak bahwa
penerima penghargaan adalah seseorang yang mempunyai pencapaian akademis yang
dianggap unggul. Pemberian beasiswa merupakan stimulus untuk maju, saling berlomba
mengejar prestasi dan merangsang peningkatan mutu keilmuan yang hanya bisa diraih
oleh seseorang yang menonjol pencapaian akademisnya dan menang bertanding dengan
rekan-rekannya.
Apabila alasan seperti ini yang muncul, seperti halnya kebiasaan kita makan
dengan daging setiap hari, sebagai lauk pauk pilihan, maka semua kaum duafa tidak
18
akan pernah kebagian daging sapi atau daging kambing, karena tidak akan pernah
mampu membeli daging tersebut. Hari Raya Qurban, kemarin, memberi pelajaran yang
sangat berharga. Pilihan pertama bukan pada daging sapi atau daging kambingnya, tetapi
para penerimanya terlebih dahulu ditentukan, yaitu kaum duafa. Mereka yang mampu
justru diwajibkan untuk memberikan sumbangan wajibnya agar mereka yang terlebih
dahulu dipilih itu mendapat kesempatan untuk mendapatkan bagian daging sapi atau
daging kambing yang disembelih pada hari Raya Qurban tersebut.
Apabila methoda itu yang kita pergunakan, maka penghargaan beasiswa dapat
saja disertai ikutan penghargaan kepada mereka yang mempunyai prestasi menonjol,
tetapi dipilih dulu siapa calon penerima yang berhak mendapat penghargaan dalam
kombinasi dana dan penghargaan prestasinya. Kalau seseorang menonjol dalam prestasi
akademis, tetapi mempunyai kemampuan sosial ekonomi yang menonjol, maka
penghargaan dana kiranya dapat diserahkan kepada pemenang berikutnya, atau mereka
yang menonjol tetapi kemampuan sosial ekonominya rendah. Penghargaan
akademisnnya tetap berada pada yang memang menonjol, tetapi penghargaan dalam
bentuk dana diteruskan kepada mereka yang sangat membutuhkannya, tetapi tetap dalam
urutan ranking yang menonjol.
Gerakan berkorban seperti ini harus kita galakkan, terutama dalam suasana
memperingati Hari Raya Qurban sekarang ini. Peningkatan mutu anak-anak kita akan
menghasilkan hidup yang lebih sejahtera di masa depan. Dengan memohon limpahan
karunia kepada Tuhan Yang Maha Kuasa marilah kita akhiri rasa saling curiga, saling
hujat dan saling dengki dan kita mulai hidup rukun untuk bersama-sama membangun
masa depan bangsa yang lebih sejahtera. (Prof. Dr. H. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan)-Pelita-2322002
19
MENGANTAR ANAK KELUARGA KURANG
MAMPU MANDIRI
Pada tanggal 22 Januari 2002, Yayasan Damandiri, yang didirikan oleh mantan
Presiden HM Soeharto, dalam rangka ulang tahunnya yang keenam, mengadakan Rapat
Badan Pengurus dan sekaligus Pertemuan Tahunan dengan para Pimpinaan Mitra
Kerjanya. Hadir dalam pertemuan itu wakil-wakil pemerintah dari Kantor Menko Kesra,
Kepala BKKBN dan stafnya, para Direktur Utama Bank BNI, Bank Bukopin, Bankbank
Pembangunan Daerah dari Kawasan Timur Indonesia, BPR Nusamba dan BPR
Artha Huda Abadi, pimpinan Yayasan Instat, Indra, JK, Zakka, YIS, Auditor, Notaris
serta mitra kerja lainnya.
Dalam pertemuan yang penuh dengan rasa syukur itu telah diberikan kesempatan
kepada para mitra kerja dan pelaksana Program Pemberdayaan Keluarga Kurang Mampu
yang mendapat dukungan dari Yayasan Damandiri untuk menceriterakan pengalaman
mereka tentang manfaat program yang dijalankan untuk masyarakat luas. Kepala
BKKBN, Ibu Prof. Dr. Yaumil Agoes C. Achir yang membuka suasana pertemuan yang
anggun itu menceriterakan bahwa sejak Yayasan Damandiri bekerja sama dengan
BKKBN enam tahun yang lalu, telah dapat dibantu latihan menabung kepada sebanyak
13,7 juta keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I dalam bentuk Tabungan
Takesra pada Bank BNI. Keluarga penabung itu bergabung dalam hampir 600.000
kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Baik melalui
kelompok atau secara mandiri ada sebayak 10,3 juta keluarga telah “belajar” berusaha
dengan memanfaatkan kredit Kukesra.
Ibu-ibu yang semula tergolong dalam kelompok pra sejahtera atau kelompok
sejahtera I itu bekerja keras dalam berbagai usaha yang sangat variatip, sehingga
menurut laporan Direktur Utama Bank BNI, Drs. Syaifuddin Hasan, pada pertemuan
itu, para penabung telah mempunyai simpanan sekitar Rp. 240 milyar. Dari jumlah itu
ada sekitar 10,3 juta keluarga bisa dianggap maju, dan telah memanfaatkan modal
pinjaman kredit Kukesra yang disalurkan melalui Bank BNI sebesar Rp. 1,7 trilliun
yang dananya disediakan oleh Yayasan Damandiri.
Mereka yang berhasil telah mengikuti program lanjutan seperti disampaikan oleh
Bapak Andi Juarsa, Direktur Utama BPD Sulsel, untuk daerah Sulsel memanfaatkan
dana Pundi dengan bunga pasar dalam jumlah yang memadai. Di Propinsi Jawa Timur,
menurut Bapak Syamsul Arifin, Dirut BPD Jatim, telah banyak pula kelompok yang
berhasil mendapatkan dukungan lanjutan dengan bimbingan Pundi Kencana dengan
kredit melalui mekanisme pasar biasa. Keadaan serupa juga terjadi di Bali melalui BPD
Bali, di Yogyakarta melalui BPD Yogya, di jateng melalui BPD Jateng dan di daerah
lain melalui BPD setempat atau Bank Bukopin.
Dalam ukuran kecil, BPR Nusamba, dengan cabangnya di 20 Kabupaten,
menurut Bapak Hadi Sunarno, Koordinator BPR itu, telah dapat membantu keluarga
yang semula tertinggal menjadi pengusaha yang diperhitungkan di daerahnya. Untuk
menolong keluarga di daerah sekitar pesantren, seperti dilaporkan oleh Pimpinan BPR
Artha Huda Abadi dari Pati, yang antara lain dibina oleh Bapak KH Sahal M., yang
20
juga Ketua Umum MUI, para keluarga yang semula miskin, sekarang telah sanggup
menjadi nasabah yang mantap.
Proses pemberdayaan itu tidak mudah. Ada juga yang terganggu oleh para
pembinanya yang nakal, sehingga, menurut hasil audit yang dilakukan secara
indipendent, perlu segera dibenahi untuk tidak menular kepada lingkungan yang lebih
luas. Perlu dikembangkan sistem pelaporan yang rapi dan kontinue dan selanjutnya
permintaan yang makin membesar perlu didukung dengan kerjasama antar lembaga dan
Yayasan yang lebih erat.
Proses pemberdayaan itu harus dilanjutkan dengan berbagai upaya yang makin
lengkap menuju pembudayaan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera
(NKKBS). Proses lanjutan itu, harus sesuai dengan tuntutan dan keadaan anggota
keluarga yang paling tertinggal, memihak kepada anggota yang terlemah, yaitu
dukungan untuk pendidikan anak-anak keluarga kurang mampu itu, terutama dukungan
untuk anak-anak perempuan dalam keluarga itu. Oleh karena itu perlu dikembangkan
perhatian, komitmen politik dan langkah-langkah konkrit yang lebih besar dilingkungan
masyarakat luas, termasuk dan terutama dalam lingkungan sekolah dan masyarakat,
untuk meningkatkan mutu siswa-siswa anak-anak keluarga kurang mampu tersebut.
Salah satu cara yang mendapat restu dari Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala BKKBN, yang kemudian disetujui oleh Rapat Badan Pengurus Yayasan
Damandiri adalah dukungan terhadap gerakan peduli mutu pendidikan anak keluarga
kurang mampu yang akan diterjemahkan menjadi langkah konkrit dengan memberikan
kepada keluarga kurang mampu motivasi untuk maju, mandiri dan menyekolahkan anakanaknya
sampai setinggi-tingginya. Upaya itu sekaligus merupakan komplemen dari
upaya yang selama ini dilakukan oleh Lembaga GN-OTA yang mengajak masyarakat
peduli terhadap keperluan belajar anak-anak SD dan SLTP. Upaya ini juga merupakan
kelanjutan dari upaya yang memberi perhatian khusus kepada anak-anak siswa SMU dan
Sekolah Kejuruan yang telah dilakukan oleh Yayasan Supersemar.
Dalam upaya ini akan diikutsertakan berbagai lembaga dengan tugas dan
tanggung jawab secara terpadu. Upaya ini sekaligus akan memancing partisipasi
kelompok lain yang lebih luas, baik dalam bentuk dukungan dan komitmen maupun
dalam penyediaan dana untuk memperbesar cakupan dukungan dana bagi anak-anak dari
keluarga yang kurang beruntung tersebut.
Untuk kegiatan ini Yayasan Damandiri akan mulai dengan pancingan dukungan
bantuan untuk anak-anak keluarga kurang mampu dengan modal sekitar Rp. 15 milyar.
Yayasan Supersemar, untuk tahun 2002 ini nampaknya telah menyediakan anggaran
beasiswa untuk sekitar 47.810 anak-anak SMK melalui berbagai saluran dengan dana
sebesar Rp. 17.139.600.000,- dan beasiswa untuk 28.940 mahasiswa dengan dana
sekitar Rp. 24.309.600.000,-. Semoga ada manfaatnya. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Sosial Kemasyarakatan) – Pengantar-2812002.
21
MEMBURU DUKUNGAN BELAJAR SEJAK DINI
Setelah selama empat tahun Yayasan Damandiri, bekerja sama dengan Yayasan
Supersemar dan Panitia Pusat Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) tidak
berhasil menyalurkan seluruh rancangan bantuan belajar mandiri kepada para siswa dan
mahasiswa anak keluarga kurang mampu, mulai bulan Maret 2002 Yayasan Damandiri
menempuh pendekatan baru untuk menolong anak-anak dari keluarga kurang mampu
itu.
Sungguh sangat ironis, kebutuhan beasiswa melimpah, komitmen tinggi, tetapi
kenyataannya banyak anak keluarga kurang mampu memang tidak bisa mencapai
prestasi yang memadai untuk lulus saringan yang diberlakukan secara umum untuk
seluruh siswa. Anak-anak keluarga kurang mampu, yang dalam banyak hal sukar
bersaing dengan anak-anak keluarga yang lebih mampu akan terlepas dari saringan itu
dan tidak bisa melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi negeri. Memang berhenti
sekolah, bukan karena otak tidak mampu, tetapi karena waktu dan kesempatannya sangat
terbatas. Mereka tidak bisa membeli buku yang harus dibacanya di rumahnya. Bahkan
kalau toh bisa meminjam buku dari teman-temannya mereka tidak bisa membaca di
malam hari karena fasilitas listrik dan penerangan lain di rumahnya tidak memadai.
Anak-anak itu, yang mungkin saja dengan kesempatan yang lebih baik bisa menjadi
lebih menonjol, terpaksa tidak melanjutkan sekolah ke pendidikan yang lebih tinggi
karena keterbatasan tersebut.
Mungkin jumlahnya ribuan, mungkin pula ratusan tibu, tetapi selama lima tahun
terakhir Yayasan Damandiri belum berhasil membantu mereka menempuh ujian masuk
perguruan tinggi Negeri karena berbagai alasan. Salah satu alasan yang terbesar adalah
karena kemampuan anak-anak itu sangat jauh dibawah standar yang diharuskan untuk
lulus dan memasuki salah satu fakultas yang disediakan oleh lembaga pendidikan tinggi
yang ada itu. Sekali tidak diterima di perguruan tinggi Negeri, hampir pasti mereka tidak
bisa memasuki perguruan tinggi swasta karena biaya untuk perguruan tinggi swasta itu
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya untuk perguruan tinggi negeri.
Selama lima tahun terakhir Yayasan Damandiri menyediakan dana untuk
diberikan kepada siswa SMU anak keluarga kurang mampu yang semenjak kelas I telah
menunjukkan tanda-tanda dengan nilai matematika dan bahasa Inggris menonjol untuk
bisa melanjutkan sekolah pada Perguruan Tinggi Negeri. Dari jatah sebanyak 3.000
siswa setiap tahun tidak pernah tercapai, angka tertinggi yang beruntung dapat ditolong
adalah sebanyak 2.800 siswa dalam tahun 2001 yang lalu. Biarpun akhirnya banyak juga
dari siswa itu yang lulus ujian saringan, tetapi setiap tahun tidak lebih dari 800 siswa
saja yang mampu tertolong untuk mendapat dukungan biaya SPP sampai lulus menjadi
sarjana di perguruan tinggi pilihannya.
Dari pengalaman menyedihkan itu, semenjak bulan Maret 2002 Yayasan
Damandiri memberikan dukungan Biaya Belajar Mandiri (BBM), yaitu dengan memilih
diantara siswa-siswa SMU, khususnya wanita, anak keluarga kurang mampu, yang
mempunyai prestasi yang menonjol. Kepada setiap anak yang terpilih diberikan
dukungan biaya belajar mandiri sebanyak Rp. 300.000,- berupa buku tabungan yang
dapat diambil untuk biaya menempuh unjian saringan di tahun 2002, tepatnya pada awal
bulan Juli ini. Apabila anak yang bersangkutan tidak berminat untuk mengikuti Seleksi
22
Penerimaan Mahasiswa Baru perguruan tinggi negeri atau tidak berminat melanjutkan
pendidikan pada perguruan tinggi, maka paket dana belajar mandiri itu dapat pula
diambil setelah lulus SMU, SMK atau MA untuk membuka usaha secara mandiri.
Sesuai petunjuk pemerintah dana yang disediakan itu untuk saat ini hanya
terbatas untuk siswa SMU, SMK dan MA dari kawasan Indonesia bagian timur. Untuk
masa dari Januari-Juni 2002 diperuntukkan siswa kelas III, perempuan dan menonjol di
kelasnya dibandingkan dengan siswa lain dari golongan keluarga kurang mampu yang
sama. Untuk periode dari bulan Juli – Desember 2002 anak-anak dari kelas I, kelas II
dan kelas III dapat diikut sertakan dalam pemilihan ini.
Ikut sertanya siswa kelas I, kelas II dan juga kelas III dalam program ini sematamata
dengan harapan agar mereka mempunyai perhatian yang tinggi terhadap
peningkatan mutu pendidikan dari kelas yang sangat dini. Dengan demikian apabila
sejak dini telah memberikan perhatian terhadap peningkatan mutu pendidikannya,
diharapkan kesempatan untuk diterima pada perguruan tinggi negeri atau untuk
melanjutkan berusaha secara mandiri lebih tinggi lagi.
Pemberian dukungan paket dana belajar mandiri ini tetap sama yaitu melalui
beberapa Bank yang menjadi mitra Yayasan Damandiri, antara lain adalah Bank
Pembangunan Daerah di masing-masing Kabupaten, Bank Bukopin dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba di 20 cabangnya di seluruh kawasan timur
Indonesia. Yayasan Damandiri juga memberi kesempatan kepada para petugas Bank
untuk ikut duduk dalam Panitia Pemberian paket di tingkat kabupaten agar segera
setelah anak-anak itu terpilih dana dalam bentuk buku tabungan dapat secara langsung di
serahkan kepada siswa yang beruntung tersebut.
Untuk masyarakat luas yang ingin berpartisipasi, Yayasan Damandiri memberi
kesempatan semua pihak untuk secara langsung menghubungi Bank setempat dengan
mengisi buku tabungan dari siswa yang ada itu secara langsung di kantor Bank
pelaksana di lapangan. Tidak ada petugas yang ditugasi khusus untuk mengumpulkan
uang untuk Yayasan atau untuk diteruskan kepada Bank pelaksana. Mereka yang
berminat membantu usaha gerakan bersama ini dipersilahkan langsung berhubungan
dengan bank di kabupaten yang dimaksudkan. Para penyumbang dapat pula ikut
menyerahkan sumbangannya secara langsung dalam upacara yang diadakan setiap bulan
oleh masing-masing Tim Kabupaten yang ada di setiap kabupaten atau kota di kawasan
timur Indonesia. Dengan partisipasi masyarakat yang makin luas itu diharapkan bahwa
anak-anak dari keluarga kurang mampu akan mendapat kesempatan memperoleh
jaminan belajar mandiri atau hidup mandiri secara dini. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-Pengantar-Belajar-2972002
23
MENJARING SISWA BERPRESTASI
SECARA DINI
Pada bulan Maret 2002, Yayasan Damandiri memutuskan untuk menjaring
siswa-siswa SMU, SMK dan Madrasah Aliyah (MA) dengan model baru karena model
yang pertama hasilnya dianggap masih bisa ditambah dengan cara lain. Model kedua ini,
sebagai tambahan model yang pertama, ujian Seleksi Peneriman Mahasiswa Baru
(SPMB) perguruan tinggi negeri, akan dilakukan dengan menjaring para siswa sejak
dini, yaitu sejak mereka masih berada di bangku sekolahnya, bahkan sejak siswa-siswa
itu masih berada di kelas I SMU, SMK, dan atau MA.
Keputusan itu diambil karena selama mengetrapkan model yang pertama, yaitu
dengan membantu para siswa dengan bantuan dana untuk mengikuti ujian Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) perguruan tinggi negeri, dulu UMPTN, masih
banyak anak-anak keluarga kurang mampu yang tidak bisa mengikuti standard minimal
yang disyaratkan untuk mengikuti ujian itu, yaitu mempunyai rata-rata angka bahasa
Inggris enam dan matematika tujuh, selama mengikuti pendidikan pada bangku SMU
atau sekolah sederajad lainnya.
Model baru ini sekaligus merupakan gerakan peningkatan mutu pendidikan
pada SMU, SMK dan MA yang mendapat dukungan sangat kuat dari Menteri
Pendidikan Nasional, Menteri Agama dan jajaran lainnya di seluruh Indonesia.
Peningkatan mutu pendidikan anak-anak ini juga mendapat dukungan Kepala BKKBN
dan seluruh jajarannya di seluruh kawasan Indonesia bagian timur karena merupakan
upaya peningkatan investasi pada manusia yang sangat didambakan. Upaya ini juga
mendapat dukungan yang sangat kuat dari Ibu Presiden untuk dilaksanakan oleh
pemerintah secara serentak di seluruh pelosok tanah air.
Untuk kawasan timur Indonesia, gerakan ini dilakukan setiap bulan dengan
menggelar semacam Quis di setiap sekolah dengan diikuti oleh para siswa anak keluarga
kurang mampu yang ada di sekolah negeri dan swasta di wilayah tersebut. Berdasarkan
hasil penilaian dalam quis serta prestasi lainnya nama anak-anak keluarga kurang
mampu yang menonjol itu kemudian dikirim kepada suatu Tim Kabupaten untuk
memperebutkan hadiah dari Yayasan Damandiri berupa bantuan bea belajar mandiri
(BBM), yaitu dana dalam buku tabungan sebesar Rp. 300.000,-. Dana tabungan ini
memang tidak dapat segera di uangkan karena hanya boleh diuangkan untuk ujian
Seleksi Peneriman Mahasiswa Baru (SPMB) perguruan tinggi negeri atau untuk usaha
mandiri andaikan nanti setelah tamat dari sekolahnya tidak mampu melanjutkan kuliah
atau melanjutkan sekolah pada pendidikan yang lebih tinggi.
Untuk mengantisipasi dan mengantar siswa-siswa kelas III mengikuti ujian
Seleksi Peneriman Mahasiswa Baru (SPMB), maka selama bulan Januari – Juni bantuan
yang diperebutkan itu hanya boleh diikuti oleh mereka yang berada pada kelas III saja.
Perlombaan pada bulan Juli – Desember dapat diikuti oleh anak-anak keluarga kurang
mampu mulai dari kelas I, II dan kelas III. Maksudnya adalah agar anak-anak itu dapat
dijaring sejak dini dan mempersiapkan diri dengan lebih tenang karena kalau beruntung
akan mulai mempunyai tabungan awal sebesar Rp 300.000,- untuk bekal meneruskan
pada pendidikan tingginya nanti.
24
Hasilnya mulai nampak
Siswa yang dijaring dengan model yang kedua mulai menampakkan hasil yang
menggembirakan. Puluhan siswa yang dijaring dengan sistem pemberian BBM sejak
mereka masih di bangku SMU, SMK mapun MA pada awal bulan Juli yang lalu bisa
mengikuti ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) perguruan tinggi negeri
tanpa harus antri secara terpisah sebagai anak keluarga miskin. Mereka dengan tegar
dapat antri bersama dengan rekan-rekan lain karena bisa mempergunakan dana yang
disediakan sebanyak Rp. 300.000,- dalam tabungan yang diperolehnya dari bangku SMU
karena dianggap sebagai siswa anak keluarga kurang mampu yang menonjol. Dengan
dana ditangan itu mereka mempunyai rasa percaya diri yang lebih kuat untuk menempuh
ujian SPMB itu.
Pada upacara Hari Keluarga Nasional IX di Yogyakarta, di hadapan Gubernur DI
Yogyakarta minggu lalu, dilaporkan ada tiga siswi yang baru saja diterima di Universitas
Gajah Mada dan Universitas Negeri di Yogyakarta. Ketiga siswi itu adalah Asri dari
SMU Negeri III Bantul yang diterima di Fakultas Pertanian UGM, Muryanti dari SMU
S. Bambang Lipuro Bantul yang diterima di Fakultas Peternakan di UGM, dan Rini Sri
Lestari dari SMK Negeri I Kasihan yang diterima di Universitas Negeri Yogyakarta.
Ketika para siswa itu menanyakan bagaimana kelanjutan studi mereka di
Universitas Gajah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta, Pimpinan Yayasan
Damandiri yang hadir pada waktu itu secara spontan menjamin bahwa seluruh biaya SPP
bagi siswi-siswi itu sampai yang bersangkutan menjadi sarjana dengan waktu yang tepat
akan ditanggung oleh Yayasan Damandiri melalui Bank yang memberinya bantuan bea
belajar mandiri (BBM) sebelumnya. Dengan cara itu Yayasan berharap bahwa kelak
anak-anak yang sekarang hidup dalam serba kekurangan itu akan menjadi pahlawan
dalam lingkungan keluarganya dan membantu mengentaskan kemiskinan
masyarakatnya.
Jawaban singkat dari Pimpinan Yayasan Damandiri itu disambut dengan tepuk
tangan meriah oleh seluruh yang hadir dan bahkan beberapa diantaranya meneteskan air
mata terharu karena mengetahui bahwa ketiga siswi itu adalah benar-benar anak
keluarga kurang mampu dan barangkali tidak pernah mimpi akan bisa melanjutkan
pendidikan pada perguruan tinggi negeri yang menjadi pilihannya. Para orang tua,
khususnya dari keluarga kurang mampu yang ikut hadir dalam pertemuan itu sangat
menghargai usaha tersebut. Sri Sultan Hamangkubuwono X yang kebetulan hadir
bersama Ibu sangat berterima kasih, lebih-lebih karena beliau sangat menaruh perhatian
terhadap upaya peningkatan mutu sumber daya manusia di daerahnya.
Dalam minggu-minggu ini pasti akan lebih banyak lagi dilaporkan kisah yang
mengharukan seperti itu. Tidak sedikit anak keluarga kurang mampu sesungguhnya akan
bisa berlomba dengan anak-anak dari keluarga yang lebih mampu kalau mereka
mendapat atau diberi kesempatan yang sama. Mudah-mudahan pancingan berupa
sumbangan dari Yayasan Damandiri itu ditiru oleh lebih banyak masyarakat peduli
lainnya. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-
Pengantar-MahaMiskin-582002.
25
MENDUKUNG MAHASISWA DAN ALUMNI
MEMBERDAYAKAN KELUARGA MISKIN
Setelah sekian lama terseret dalam suasana gegap gempita saling hujat, saling
tuduh dan saling hantam, bahkan saling serang dan saling gempur seperti di New York,
Washington dan Afganistan, nampaknya beberapa pihak mulai ada yang menyadari
bahwa pertikaian, permusuhan dan peperangan yang maha dahsyatpun tidak akan
menyelesaikan persoalan. Dalam suasana seperti itu mulai muncul langkah-langkah
rekonsiliasi dan saling mendekati untuk menciptakan suasana damai dan sejahtera
sehingga semua pihak bisa membantu keluarga yang tertinggal, atau bahkan terpuruk,
melepaskan dirinya dari lembah keterpurukannya.
Salah satu upaya itu adalah pertemuan Round Table tentang Penanganan
Kemiskinan yang diadakan oleh Menko Kesra, Drs. Jusuf Kalla, tanggal 16 Oktober
2001 . Pertemuan itu dihadiri antara lain oleh para ahli, pelaksana dan pejabat teras dari
berbagai Departemen, Instansi Pemerintah, Bank dan Pimpinan LSM, khususnya para
pejabat atau aktifis yang selama ini ikut bersama-sama menangani upaya pengentasan
kemiskinan. Pertemuan itu dilanjutkan lagi pada hari Kamis dalam Sidang Kabinet yang
mengambil keputusan yang sangat memberi harapan keluarga dan penduduk miskin di
seluruh Indonesia. Hasil-hasil keputusan politik yang menarik itu harus segera ditindak
lanjuti dengan upaya yang lebih dinamis dan tehnis pada jajaran yang lebih luas dan oleh
masyarakat pada umumnya agar dampak dan gaungnya bisa makin membesar dan
mempunyai makna positip yang menolong rakyat banyak.
Seiring dengan semangat itu, kita patut mengacungkan jempol pada para
mahasiswa dan alumni penerima beasiswa Supersemar, yang tergabung dalam Keluarga
Mahasiswa dan Alumni – Penerima Beasiswa Supersemar, KMA-PBS, yang selama
tiga hari terakhir ini, tanggal 25-27 Oktober 2001, mengadakan pertemuan nasional di
Jakarta. Dalam pertemuan itu, para mahasiswa dan alumni, anggota KMA-PBS, ikut
merasa prihatin terhadap teman-teman senasib yang mempunyai otak relatip encer tetapi
karena kesulitan keuangan tidak bisa melanjutkan pendidikan pada Perguruan Tinggi
yang menjadi pilihannya.
Pertemuan strategis yang bukan sekedar kangen-kangenan itu, ikut tergugah
menindak lanjuti semangat negarawan yang ditunjukkan oleh Pemerintah, para Menteri
dan jajarannya. Mereka, para anggota, sebagai pribadi maupun sebagai kesatuan
organisasi menyepakati untuk mendengarkan langkah-langkah yang diambil dimasa lalu
untuk ikut membantu keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, atau keluarga miskin,
menyelesaikan persoalannya yang berat. Mereka mencoba melihat, melakukan analisis,
menimbang dan menggagas kemungkinan pengabdian dan upaya bersamanya untuk
nusa, bangsa atau minimal untuk sesama generasi muda yang senasib sesuai dengan citacita,
profesi maupun pengalamannya yang mulai berkembang.
Mereka mendengarkan dengan tekun paparan tentang pengamatan seorang ahli,
John Maxwell (2000), yang secara sederhana menulis ‘Berhentilah mengembangkan
organisasi Anda. Kembangkan sikap orang-orangnya. Sekali Anda melakukannya,
organisasi Anda akan mengalami pertumbuhan 10 persen dalam semalam’. Mereka juga
mendengarkan paparan tentang pengamatan senada dari dua orang ahli lainnya, Robert
26
H. Rosen dan Paul B. Brown yang menganjurkan agar kita mempertaruhkan investasi
pada manusia karena manusia bisa menghasilkan produk dan jasa yang akan membawa
kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Lebih-lebih lagi kalau produk dan jasa itu
dibutuhkan masyarakat, maka hampir pasti keluarga atau penduduk yang
mengerjakannya pasti mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemudahan
menyelesaikan persoalannya sendiri yang rumit.
Para anggota KMA-PBS diajak untuk merenungkan bahwa dalam konteks issue
global akhir abad lalu secara santer muncul gagasan Visi Pembangunan yang sangat
dituntut untuk dikaitkan dengan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human
Development) maupun pada Hak-hak Azasi Manusia (Human Rights). Visi global itu
mengarah pada kebebasan memilih atau demokrasi dan tuntutan kesejahteraan yang
makin merata. Isue global itu memberikan dukungan yang sangat kuat terhadap
pengembangan budaya hormat pada setiap individu, harga diri manusia dan
kebebasan.
Mengacu pada perkembangan falsafah dasar yang luhur itu, para mahasiswa dan
alumni yang sempat tertolong dengan beasiswa Supersemar, diajak untuk ikut menjadi
advokator dari tekad pemerintah dan masyarakat yang nampaknya mulai memberi angin
terhadap pengembangan kemandirian birokrasi atau “Reinventing Government” atau
upaya “Mewirausahakan Birokrasi” yang makin marak. Para mahasiswa dan para
alumni diajak untuk ikut secara aktip, dan profesional, mengantar dan mendampingi
pembangunan yang bertahap, berkesinambungan dan sepanjang hayat. Terutama pada
pembangunan yang dengan susah payah dilakukan oleh keluarga-keluarga tertinggal di
pedesaan.
Para mahasiswa dan alumni diajak untuk peduli dan memberikan perhatian yang
tinggi kepada penduduk tertinggal itu, penghargaan yang tinggi terhadap tekad
manusianya, yang biarpun tertinggal tetapi tetap bersemangat untuk membangun. Para
mahasiswa dan alumni diharapkan bisa menjadi pelopor dari gerakan yang memberi
kesempatan kepada setiap orang untuk memilih secara demokratis pengembangan
dirinya dan langkah-langkah yang mereka anggap paling cocok untuk mengembangkan
potensinya itu.
Para anggota KMA-PBS diajak memberikan dukungan terhadap pengembangan
keluarga-keluarga dan penduduk miskin itu secara mandiri dengan pendekatan tribina,
yaitu dengan bina manusia sebagai titik sentralnya, disertai dengan upaya terpadu
dalam bina lingkungan, dan mendukung pemberdayaan kemampuan setiap penduduk
untuk bisa menjadi wirausahawan yang makin mandiri. Pada proses itu, para mahasiswa
dan alumni anggota KMA-PBS diajak menjadi pelopor gerakan pendidikan dan
pelatihan yang ditujukan untuk membantu anak-anak yang berasal dari keluarga
tertinggal, keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I atau keluarga miskin.
Para mahasiswa dan alumni, dalam proses pemberdayaan sumber daya manusia,
diajak pula untuk menempatkan para ibu, atau anak perempuan dalam keluarga
sebagai titik sentral pemberdayaan. Para anggota KMA-PBS diyakinkan bahwa
penempatan para ibu sebagai titik sentral pembangunan akan mempunyai dampak
ganda atau akibat positip bahwa seluruh keluarga akan menjadi titik sentral
pembangunan yang diuntungkan. Apabila keluarga tertinggal bisa dientaskan, niscaya
akan menjadi kekuatan maha dahsyat dan tangguh yang dalam jangka panjang akan
menjadi kekuatan pembangunan yang ampuh.
27
Dalam konteks itu, maka beberapa usaha dimasa lalu dengan Takesra, Kukesra,
program IDT dan sebagainya, menjadi sangat penting untuk dijadikan patokan dan
diberikan bantuan dukungan konkrit berupa pemberdayaan dalam bentuk pelatihan,
pendampingan, pemasaran dan apabila perlu dengan dukungan agunan untuk kredit
yang jumlahnya tersedia di pasar dengan cukup melimpah.
Para mahasiswa dan alumni anggota KMA-PBS, baik yang masih belajar
maupun yang sudah lulus, diajak menggerakkan dan mendukung prakarsa inovasi tiada
henti yang bisa diteladani oleh keluarga-keluarga miskin, anak-anaknya atau anggota
lain pada umumnya. Kemampuan untuk memberi dukungan itu harus menjadi wawasan
dasar karena para mahasiswa dan alumni itu sedang atau sudah pernah merasakan
mendapat pertolongan atau kemudahan dengan beasiswa Supersemar. Beasiswa itulah
yang mengantar mereka mencapai kondisi yang lebih bahagia dan sejahtera. Mereka
harus bisa menjadi penggerak baru dari upaya pembangunan sumber daya manusia yang
bermutu.
Untuk meyakinkan para mahasiswa dan alumni bahwa keluarga miskin dapat
pula dibantu dengan pemberdayaan, mereka diperkenalkan pada program-program
pemberdayaan keluarga miskin seperti program tabungan keluarga miskin Takesra, yang
dimulaisejak 2 Oktober 1995 dan pada akhir Juli 2001, menurut laporan Bank BNI,
telah diikuti sekitar 13,5 juta keluarga pra sejahterra dan keluarga sejahtera I dengan
jumlah tabungan Takesra sebesar Rp. 241.761.154.809,- atau Rp. 241 milyar lebih.
Lebih menggembirakan lagi karena tidak kurang dari 10.524.538 atau 10,5 juta
keluarga penabung itu telah memanfaatkan kredit Kukesra untuk usaha-usaha ekonomi
produktip dengan jumlah kredit seluruhnya berjumlah Rp. 1.651.975.180.000,- atau Rp.
1,6 trilliun lebih.
Dari sekitar 10,5 juta keluarga yang menikmati kredit Kukesra itu banyak juga
yang telah berhasil dengan baik. Mereka ternyata membutuhkan jumlah dana yang lebih
besar. Oleh karena itu mulai tahun 1997-1998 telah dikembangkan program baru yang
disebut Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha (KPKU) dan Kredit Pengembangan
Tehnologi Tepat Guna untuk Pengentasan Kemiskinan (KPTTG-Taskin) yang bisa
memberikan kredit dengan jumlah dana yang lebih besar. KPKU dan KPTTG-Taskin ini
mendapat dukungan dana dari Yayasan Dakab dan Yayasan Damandiri.
Program yang kedua itu mulai menggunakan mekanisme otonomi daerah, yaitu
dengan dibentuknya Tim Terpadu di daerah, yang tugasnya memutuskan kelayakan para
nasabah atau kelompoknya. Penyaluran dana kepada para pimpinan kelompok dilakukan
oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) sesuai dengan persyaratan yang disepakati.
Contoh lain yang diberikan kepada para mahasiswa dan alumni itu adalah apa
yang dilakukan oleh Yayasan Supersemar bersama dengan Yayasan Damandiri, yaitu
bantuan pembiayaan kepada murid-murid SMU yang mempunyai nilai yang unggul
untuk bisa mengikuti ujian UMPTN dan selanjutnya mendapat beasiswa Supersemar dan
dukungan dana pembinaan dari Yayasan Damandiri.
Diceriterakan pula bahwa melalui program ini sedang disiapkan rencana untuk
makin mendekatkan mahasiswa dengan lingkungan sekitarnya, yaitu dengan memberi
kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk ikut terjun langsung dalam pembinaan para
keluarga yang sedang berjuang mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan.
Contoh program lain adalah yang sedang dilakukan oleh Yayasan Dharmais
dengan program pesantren di tiga kota, yaitu Bogor di Jabar, Bantul di Yogyakarta dan
28
Magetan di Jawa Timur. Dalam program ini anak-anak drop out SLTP dan SLTA diberi
dukungan untuk memperdalam keagamaan, latihan ketrampilan dan praktek magang
menurut pilihannya dan sesuai kemampuan serap pasar yang ada. Setelah mereka
mengikuti semacam “pesantren kilat”, mereka dititipkan magang pada pengusaha yang
berminat atau diberikan dukungan modal untuk usaha sendiri. Program ini sekaligus
memberi bekal mental dan dukungan pendanaan yang diperlukan untuk mulai dengan
usaha ekonomi produktip.
Dengan melihat contoh-contoh itu, para anggota KMA-PBS diajak menetapkan
kegiatan pengabdian yang cocok, baik untuk organisasinya, maupun untuk setiap
anggota secara pribadi. Dengan pertemuan semacam ini, yang semoga diikuti oleh
kelompok-kelompok muda lainnya, diharapkan menjadi penterjemah dari maksud baik
pemerintah dan masyarakat untuk menyingsingkan lengan baju membantu keluarga dan
pendudk tertingal yang sedang bergulat dalam suasana yang serba keras sekarang ini.
Marilah kita dukung upaya yang sangat mulia tersebut. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkati usaha tersebut. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial
Kemasyarakatan).

No comments: