Saturday, 19 February 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 1977
TENTANG
ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tenaga kerja mempunyai arti dan peranan yang penting
dalam pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya, dan
dalam peningkatan produksi dan produktivitas pada khususnya,
sehingga perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan
perawatan dengan cara menyelenggarakan asuransi sosial, baik
bagi tenaga kerja maupun bagi keluarganya;
b. bahwa sepanjang menyangkut bidang asuransi sosial tenaga
kerja, perlu ditetapkan ketentuan-ketentuannya sesuai Pasal
10 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 serta
Pasal 36 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951, sedang bidang
lainnya yang menyangkut kesejahteraan sosial menurut
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 akan ditetapkan
tersendiri;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
IV/MPP,/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3);
4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara
Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2912);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA
KERJA
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang tenaga kerja.
2. Tenaga kerja adalah buruh yang bekerja pada perusahaan milik swasta,
termasuk perusahaan yang didirikan menurut peraturan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) serta karyawan
yang bekerja pada Perusahaan Umum (PERUM), Perusahaan Perseroan
(PERSERO), dan Perusahaan milik Negara yang didirikan dengan atau
berdasarkan Undang-undang tersendiri.
3. Perusahaan adalah perusahaan milik swasta, termasuk perusahaan yang
didirikan menurut peraturan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA) serta Perusahaan Umum (PERUM),
Perusahaan Perseroan (PERSERO), dan Perusahaan milik Negara yang
didirikan dengan atau berdasarkan Undang-undang tersendiri.
4. Tertanggung adalah setiap tenaga kerja yang oleh perusahaan tempat ia
bekerja dipertanggungkan dalam program asuransi kecelakaan kerja dan
asuransi kematian berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
5. Peserta adalah setiap tenaga kerja yang ikut serta dalam program tabungan
hari tua berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
6. Upah adalah penghasilan dalam bentuk uang dan bentuk lain yang dapat
dinilai dengan uang yang diterima tenaga kerja secara teratur.
7. Janda atau Duda adalah isteri atau suami sah dari tenaga kerja tertanggung
atau peserta yang meninggal dunia.
8. Yatim-piatu adalah anak kandung sah atau anak angkat yang disahkan dari
tenaga kerja, atau tertanggung, atau peserta yang meninggal dunia,
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anak yang belum mencapai usia 21 (dua
puluh satu) tahun, belum pernah kawin, dan tidak mempunyai pekerjaan
tetap dengan menerima upah.
9. Ahli Waris adalah janda, atau duda, atau yatim-piatu dari tertanggung atau
peserta, atau dalam hal tertanggung atau peserta tidak mempunyai isteri
atau suami atau anak adalah orang tua.
10. Orang tua adalah ayah kandung dan atau ibu kandung.
11. Asuransi Sosial Tenaga Kerja, yang selanjutnya disingkat ASTEK, adalah
sistim perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi risiko modal
yang secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
penghasilan tenaga kerja.
12. Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang menimpa tenaga kerja berhubung
dengan hubungan kerja dan penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
13. Asuransi Kecelakaan Kerja meliputi biaya pengangkutan, pengobatan,
perawatan di rumah sakit, tunjangan ganti rugi, dan biaya penguburan yang
menjadi hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
14. Tabungan Hari Tua adalah bentuk tabungan wajib yang mempunyai tujuan
untuk memberikan bekal uang pada hari tua dan yang pembayaran
kembalinya hanya dapat dilakukan apabila tenaga kerja berhenti bekerja
karena telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, meninggal dunia,
atau cacad total dan tetap, sehingga tidak dapat berpenghasilan.
15. Asuransi Kematian adalah pertanggungan risiko kematian atas jiwa tenaga
kerja dan berlaku selama tenaga kerja yang bersangkutan menjadi
tertanggung dan belum mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun.
16. Masa Penyertaan adalah jangka waktu (dihitung dalam tahun) tenaga kerja
yang bersangkutan menjadi peserta dalam program tabungan hari tua
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, yang dibuktikan dengan adanya
pembayaran iuran secara tetap dan teratur.
17. Badan Penyelenggara adalah badan yang menyelenggarakan program ASTEK,
sesuai ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 2
(1) Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dalam Peraturan Pemerintah
ini meliputi :
a. Program Asuransi Kecelakaan Kerja;
b. Program Tabungan Hari Tua yang dikaitkan dengan Asuransi Kematian.
(2) Program ASTEK selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB II
KEWAJIBAN PERUSAHAAN DAN TENAGA KERJA
Pasal 3
(1) Perusahaan wajib menyelenggarakan program ASTEK baik dengan
mempertanggungkan tenaga kerjanya yang bekerja dalam suatu ikatan
kerja dengan Perusahaan dalam program asuransi kecelakaan kerja dan
asuransi kematian, maupun dengan memenuhi kewajibannya dalam
program tabungan hari tua kepada Badan Penyelenggara.
(2) Persyaratan penyelenggaraan ASTEK didasarkan atas jumlah tenaga kerja
atau jumlah upah.
(3) Pelaksanaan ketentuan tersebut dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut
dengan keputusan Menteri.
Pasal 4
(1) Tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan wajib dipertanggungkan
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
dalam ASTEK program asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian,
dan wajib menjadi peserta dalam ASTEK program tabungan hari tua pada
Badan Penyelenggara.
(2) Tatacara mempertanggungkan tenaga kerja dalam ASTEK program asuransi
kecelakaan kerja dan asuransi kematian serta tatacara kepesertaan tenaga
kerja dalam ASTEK program tabungan hari tua diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
BAB III
IURAN ASURANSI KECELAKAAN KERJA
Pasal 5
(1) Iuran untuk pembiayaan program asuransi kecelakaan kerja ditanggung
oleh perusahaan.
(2) Besarnya iuran untuk pembiayaan program asuransi kecelakaan kerja
dibagi dalam 10 (sepuluh) kelas, dengan iuran terendah 2,4%(dua empat
persepuluh permil) upah dan iuran tertinggi36%(tiga puluh enam permil)
upah, dengan perincian sebagaimana tercantum dalam Lampiran A
Peraturan Pemerintah ini.
(3) Perubahan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Lampiran dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 6
(1) Perusahaan wajib membayar iuran asuransi kecelakaan kerja tersebut
dalam Pasal 5 kepada Badan Penyelenggara.
(2) Pembayaran iuran asuransi kecelakaan kerja dilakukan dengan uang tunai
atau cek atau pemindahbukuan secara giral setiap bulan dan selambat
lambatnya pada pertengahan bulan dari bulan yang bersangkutan.
(3) Tatacara pembayaran iuran asuransi kecelakaan kerja ditetapkan lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
JAMINAN KECELAKAAN KERJA
Pasal 7
(1) Tenaga Kerja yang tertimpa kecelakaan kerja, berhak menerima jaminan
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
kecelakaan kerja.
(2) Jaminan kecelakaan kerja yang dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. biaya pengangkutan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan ke
rumahnya atau ke rumah sakit;
b. biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit bagi tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan kerja, termasuk juga biaya pertolongan
pertama pada kecelakaan; tunjangan sementara tidak mampu
bekerja, tunjangan cacad tetap, dan uang tunjangan kematian akibat
kecelakaan kerja.
(3) Besarnya jaminan kecelakaan kerja dimaksud dalam ayat (2) ialah seperti
tercantum dalam Lampiran B Peraturan Pemerintah ini.
(4) Perubahan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Lampiran dimaksud dalam
ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 8
Persyaratan dan tata cara pembayaran jaminan kecelakaan kerja ditetapkan
dengan Keputusan Menteri
BAB V
IURAN TABUNGAN HARI TUA
Pasal 9
(1) Iuran untuk pembiayaan program tabungan hari tua ditanggung oleh
perusahaan dan tenaga kerja.
(2) Besarnya iuran untuk pembiayaan program tabungan hari tua ialah
1. dari perusahaan sebesar 1,5% (satu setengah persen) upah; dan
2. dari tenaga kerja sebesar 1% (satu persen) upah.
(3) Untuk melaksanakan ketentuan tersebut dalam ayat (2) perusahaan diberi
wewenang untuk melakukan pemotongan upah dari tenaga kerja yang
bersangkutan, sepanjang yang menjadi kewajiban tenaga kerja, dan wajib
membayarkannya kepada Badan Penyelenggara bersama-sama dengan iuran
dari perusahaan.
(4) Pembayaran iuran program tabungan hari tua dilakukan sesuai ketentuan
tersebut dalam Pasal 6 ayat (2).
(5) Perubahan terhadap ketentuan tersebut dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
BAB VI
TABUNGAN HARI TUA
Pasal 10
(1) Tabungan hari tua dibayarkan kepada tenaga kerja yang berhenti bekerja
karena :
a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun; atau
b. cacad total dan tetap.
(2) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia sebelum usia 55 (lima puluh lima)
tahun, tabungan hari tua dibayarkan kepada ahli warisnya.
Pasal 11
Besarnya tabungan hari tua ditentukan oleh jumlah tabungan untuk maksud
tersebut yang dipupuk dari iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
selama masa penyertaan ditambah dengan bunganya.
Pasal 12
Persyaratan dan tata cara pembayaran tabungan hari tua ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
BAB VII
IURAN ASURANSI KEMATIAN
Pasal 13
(1) luran untuk pembiayaan program asuransi kematian ditanggung oleh
perusahaan.
(2) Besarnya iuran untuk pembiayaan program asuransi kematian ditetapkan
sebesar 0,5% (setengah persen) upah.
(3) Perusahaan wajib membayar iuran asuransi kematian tersebut dalam ayat
(2) kepada Badan Penyelenggara.
(4) Pembayaran iuran asuransi kematian dilakukan sesuai ketentuan tersebut
dalam Pasal 6 ayat (2).
(5) Perubahan terhadap ketentuan tersebut dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
BAB VIII
JAMINAN KEMATIAN
Pasal 14
(1) Uang jaminan kematian diberikan kepada ahli waris tenaga kerja yang
meninggal dunia sebelum usia 55 (lima puluh lima) tahun dan bukan karena
kecelakaan kerja.
(2) Besarnya uang jaminan kematian ditetapkan sebesar Rp. 170.000,-(seratus
tujuh puluh ribu rupiah).
(3) Perubahan terhadap ketentuan tersebut dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 15
Persyaratan dan tata cara pembayaran jaminan kematian ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
BAB IX
PEMINDAHAN HAK
Pasal 16
Hak-hak tertanggung dan peserta dalam program-program ASTEK dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak dapat dipindah-tangankan, digadaikan,
atau disita sebagai pelaksanaan putusan hakim.
BAB X
KERINGANAN PAJAK
Pasal 17
(1) Hak-hak tertanggung dan peserta ASTEK tersebut dalam Pasal 16
dibebaskan dari pajak pendapatan.
(2) Iuran yang ditanggung oleh perusahaan dan tenaga kerja dalam rangka
penyelenggaraan program-program ASTEK dapat diperhitungkan seluruhnya
untuk pengurangan dalam perhitungan pajak.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
BAB XI
BADAN PENYELENGGARA
Pasal 18
(1) Untuk menyelenggarakan program ASTEK dibentuk satu Perusahaan Umum
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (PERUM ASTEK) sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904).
(2) Pendirian PERUM tersebut dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan kebijaksanaan umum dan pengawasan umum
terhadap PERUM ASTEK, Menteri dibantu oleh suatu badan yang dipimpin
oleh Menteri dengan anggota-anggotanya terdiri dari seorang unsur tenaga
kerja, seorang unsur perusahaan, seorang pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, dan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Menteri yang
bertanggungjawab di bidang penertiban aparatur negara.
(2) Badan tersebut dalam ayat (1) bertugas memberikan nasehat dan
pertimbangan kepada Menteri mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan kebijaksanaan umum dan pengawasan umum Menteri terhadap
PERUM ASTEK.
(3) Menteri mengatur lebih lanjut mengenai tata kerja dan pembiayaan badan
tersebut dalam ayat (1).
Pasal 20
Dalam menyelenggarakan program ASTEK bagi karyawan-karyawannya,
Perusahaan Umum (PERUM), Perusahaan Perseroan (PERSERO), dan Perusahaan
milik Negara yang didirikan dengan atau berdasarkan Undang-undang
tersendiri, dapat mempergunakan PERUM ASTEK tersebut dalam Pasal 18 ayat
(1) atau Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(PERUM TASPEN) sebagai Badan Penyelenggara.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
(1) Perusahaan yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah
mempertanggungkan tenaga kerjanya terhadap kecelakaan kerja pada
suatu perusahaan asuransi, dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini
dibebaskan dari kewajiban mempertanggungkan tenaga kerjanya terhadap
kecelakaan kerja pada Badan Penyelenggara sampai berakhirnya masa
pertanggungan.
(2) Perusahaan yang telah mempertanggungkan tenaga kerjanya terhadap
kecelakaan kerja dengan masa pertanggungan lebih dari 1 (satu) tahun,
wajib mempertanggungkan tenaga kerjanya pada Badan Penyelenggara
paling lama 1(satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(3) Selama PERUM TASPEN belum menyelenggarakan program asuransi
kecelakaan kerja, Perusahaan Umum (PERUM), Perusahaan Perseroan
(PERSERO), dan Perusahaan milik Negara yang didirikan dengan atau
berdasarkan Undang-undang tersendiri, wajib mempertanggungkan
karyawan-karyawannya pada PERUM ASTEK.
(4) Tenaga kerja yang telah menjadi tertanggung atau peserta dalam suatu
program tabungan hari tua, program asuransi kematian, program asuransi
kecelakaan kerja, dan program kesejahteraan,tenaga kerja lainnya, dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini tidak boleh dirugikan hak-haknya.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 22
(1) Perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dalam Pasal 3 ayat
(1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (3), Pasal 13 ayat (3),
dan Pasal 21 diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah).
(2) Menteri dapat meminta Menteri yang membawahi bidang usaha perusahaan
tersebut dalam ayat (1) guna mengambil sanksi administratif terhadap
tidak dipenuhinya ketentuan atau ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 24
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Nopember 1977
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Nopember 1977
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO,SH.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 1977
TENTANG
ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA
I. UMUM
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dewasa ini sasaran
utama ialah lebih meningkatkan kesejahteraan bangsa secara merata
bagi semua golongan dan tingkat anggota masyarakat. Oleh karena itu
menjadi cita-cita pula untuk lebih meratakan pembagian hasil
pembangunan yang telah maupun yang akan dicapai.
Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan dan
arti yang penting sebagai suatu unsur penunjang untuk berhasilnya
pembangunan nasional. Tenaga Kerja yang mempunyai hubungan kerja
dengan perusahaan, mempunyai kegiatan usaha yang produktif sehingga
sudah sewajarnya apabila kepada mereka diberikan
perlindungan,pemeliharaan, dan pengembangan terhadap
kesejahteraannya.
Maka sudah tiba saatnya untuk melakukan usaha yang lebih nyata untuk
memelihara dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja beserta
keluarganya. Peningkatan kesejahteraan tersebut terutama ditujukan
kepada kesejahteraan kini dan di hari tua, yakni pada saat mereka tidak
mampu lagi memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha peningkatan
kesejahteraan tersebut dilakukan melalui sistim asuransi sosial. Asuransi
sosial bagi tenaga kerja pada hakekatnya mempunyai beberapa aspek,
antara lain :
a. merupakan jaminan keperluan hidup bagi tenaga kerja beserta
keluarganya;
b. merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan
tempat mereka bekerja.
Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dimaksudkan
sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, khususnya Pasal 10
dan 15,
Penyelenggaraan ASTEK pada dasarnya mencakup ruang lingkup dan
tujuan yang luas sehingga menimbulkan konsekwensi pembiayaan yang
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
luas pula; dan pada hakekatnya pembiayaan program tersebut akan
merupakan beban masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu,
dalam penyelenggaraannya perlu sekali diadakan pentahapanpentahapan
dengan memperhatikan kemampuan masyarakat yang
berkaitan langsung dengan kebutuhan tenaga kerja akan jaminan sosial
yang dimaksudkan. Maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur
penyelenggaraan ASTEK yang meliputi program Asuransi Kecelakaan
Kerja dan program Tabungan Hari Tua yang dikaitkan dengan Asuransi
Kematian.
Risiko sosial ditimpa kecelakaan kerja akan mengakibatkan hilang atau
berkurangnya penghasilan tenaga kerja. Untuk melindungi tenaga kerja
terhadap risiko tersebut, telah diatur di dalam Undang-undang
Kecelakaan Nomor 2 Tahun 1951 yang mewajibkan pengusaha untuk
membayar tunjangan kepada tenaga kerjanya yang ditimpa kecelakaan.
Struktur perekonomian Indonesia dewasa ini sebagai konsekwensi
pembangunan nasional cenderung untuk meningkatkan jumlah tenaga
kerja yang bekerja pada perusahaan yang menggunakan peralatanperalatan
besar dan teknologi modern serta bahan-bahan kimia,
sehingga dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat hubungan kerja.
Karena kemampuan keuangan perusahaan belum semuanya
memadai,demikian juga tingkat pengetahuan dari pemilik perusahaan
maupun tenaga kerja mengenai hak dan kewajibannya berkenaan dengan
Undang-undang Kecelakaan masih belum tinggi, maka sering terjadi
bahwa tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja merupakan pihak
yang dirugikan. Oleh karena itu dianggap perlu dilaksanakannya Asuransi
Kecelakaan Kerja sebagai bagian dari program ASTEK, dengan tujuan
antara lain untuk meningkatkan kepastian pelaksanaan hak tenaga kerja
sehubungan dengan kecelakaan kerja dan sekaligus meratakan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
Aspek lain dari program ASTEK adalah untuk melindungi risiko di hari tua
yang akan mengakibatkan terputusnya penghasilan tenaga kerja. Salah
satu kebutuhan tenaga kerja di hari tuanya ialah jaminan tersedianya
suatu dana yang dapat dimanfaatkan pada waktu mencapai hari tua usia
55 (lima puluh lima) tahun, atau pada waktu menderita cacad total dan
tetap, ataupun pada waktu meninggal dunia.
Untuk membantu mewujudkan adanya dana tersebut, dalam Peraturan
Pemerintah ini selain Asuransi Kecelakaan Kerja, pada tahap permulaan
diatur pula program Tabungan Hari Tua yang dikaitkan dengan program
Asuransi Kematian.
Program Tabungan Hari Tua yang dikaitkan dengan program Asuransi
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
Kematian diharapkan dapat :
a. membantu tenaga kerja lain memenuhi kebutuhan minimum di
hari tuanya beserta keluarganya;
b. memberikan ketenangan kerja bagi tenaga kerja pada usia
produktif.
II.Pasal DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Program-program jaminan sosial yang lazim dilaksanakan dalam
sistim asuransi sosial, seperti program pensiun, asuransi sakit, dan
program-program lainnya, akan dilaksanakan kemudian secara
bertahap sesuai dengan perkembangan keadaan.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Sesuai dengan kewajiban perusahaan untuk memberikan ganti rugi
kepada tenaga kerjanya yang, tertimpa kecelakaan kerja menurut
Undang-undang Kecelakaan Nomor 2 Tahun 1951,maka iuran untuk
pembiayaan program asuransi kecelakaan kerja ditanggung oleh
perusahaan.
Ayat (2)
Besarnya iuran ditetapkan berdasarkan atas tingkat risiko
kecelakaan yang terjadi pada setiap jenis usaha. Yang dimaksud
dengan Klasifikasi I.L.O. dalam Lampiran A adalah Nomor Kode
yang diberikan oleh International Labour Organization atas
berbagai jenis usaha.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud jaminan kecelakaan kerja adalah pada dasarnya
sesuai dengan Pasal 10 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1951.
Ayat (2)
Pembayaran atas tunjangan akibat kecelakaan kerja dimungkinkan
untuk dibayarkan sekaligus seperti dimaksud dalam Pasal 13
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 8
Keputusan Menteri dimaksud berpedoman kepada Undang-undang Nomor
2 Tahun 1951 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1951
jo.Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1948.
Pasal 9
Untuk lebih menekankan segi partisipasi tenaga kerja dalam
penyelenggaraan program Tabungan Hari Tua baginya, beban iuran yang
diperlukan ditanggung bersama oleh tenaga kerja dan perusahaan
walaupun besarnya iuran masing-masing proporsionil tidak sama.
Pasal 10
Oleh karena program Tabungan Hari Tua merupakan program jaminan
hari tua, maka hak menerima kembali tabungannya baru timbul pada
usia 55 (lima puluh lima) tahun, kecuali apabila tenaga kerja yang
bersangkutan cacad total dan tetap atau meninggal dunia sebelum usia
tersebut.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
Pasal 13
Pembebanan iuran asuransi kematian kepada perusahaan dimaksudkan
agar perusahaan juga merasa ikut bertanggung jawab atas kematian
tenaga kerjanya dengan memberikan sumbangan berupa uang jaminan
kematian untuk meringankan beban biaya dari keluarga tenaga kerja
yang ditinggalkan.
Pasal 14 sampai dengan Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Penyelenggaraan ASTEK menyangkut secara langsung kepentingankepentingan
tenaga kerja, perusahaan, dan Pemerintah. Sehubungan
dengan itu perlu dibentuk suatu badan yang anggotanya terdiri dari
unsur-unsur tenaga kerja, perusahaan, dan Pemerintah yang diketuai
oleh Menteri.
Badan tersebut bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada
Menteri dalam melaksanakan kebijaksanaan umum dan pengawasan
umum terhadap PERUM ASTEK.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1) sampai dengan Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini beberapa
perusahaan mungkin sudah menyelenggarakan program-program
asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua, asuransi kematian
atau program kesejahteraan tenaga kerja lainnya, yang
memberikan jaminan kepada tenaga kerjanya lebih baik daripada
jaminan yang diberikan oleh PERUM ASTEK berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Untuk membiayai program-program tersebut biasanya perusahaan
turut menanggung, yaitu data bentuk iuran/sumbangan
perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dengan berlakunya
Peraturan Pemerintah ini hak-hak tenaga kerja yang berupa
jaminan yang diperoleh dari program-program dimaksud dan iuran
sumbangan yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan tidak boleh
dikurangi.
Oleh karena itu perusahaan yang untuk penyelenggaraan programprogram
kesejahteraan tenaga kerjanya sudah membayar
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
iuran/sumbangan lebih tinggi daripada iuran wajib perusahaan
kepada PERUM ASTEK berdasarkan Peraturan Pemerintah ini,
tetap meneruskan penyelenggaraan program-program
kesejahteraan tenaga kerjanya, dengan pembiayaan yang
besarnya sekurang-kurangnya sama dengan sisa iuran/sumbangan
tersebut setelah dikurangi iuran wajib perusahaan kepada PERUM
ASTEK.
Pasal 22 sampai dengan Pasal 24
Cukup jelas.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan

No comments: