Wednesday, 20 April 2011

OLO PANGGABEAN (3)

OLO PANGGABEAN (3)

Menerima Sumbangan Uang dari Gedung Putih

Oleh: Shohibul Anshor Siregar

Saat bergolak reformasi saya menangkap semangat mahasiswa untuk menghabisi segala yang berbau Orde Baru. Awalnya memang ada kecanggungan. Orang tidak tahu harus mendukung mahasiswa atau melawannya. Banyak tokoh membuat pernyataan menentang, bahkan menuduh mahasiswa didalangi komunis. Ada yang amat galak, akan mengawal pemerintahan pak Harto dan tidak segan-segan melakukan tindakan apa pun jika terpaksa. Orang itu sekarang tanpa malu sudah berlagak reformis sejati. Saya klipping koran yang memuat pernyataannya.

Di tengah mahasiswa saya sadari betul gejolak itu amat panas. Gerakan mereka begitu sistematis, nyaris tak dikenal sebelumnya. Angkatan 66 termasuk di antara pihak yang dihujat sebagai pemberi cek kosong kepada Pak Harto dan dengan suka cita mengamini saja apa kata Pak Harto. Ada demonstrasi yang khusus mengecam Angkatan 66, termasuk membakar tugu Angkatan 66 di Jalan Kereta api Medan.

Mengawal Reformasi

Saya katakan kepada mahasiswa, reformasi harus kawal. Kita tidak diberi hak oleh undang-undang untuk, katakanlah, membunuh pak Harto dan semua yang terkait dengan dosa kolektif masa lalu itu. Semua harus dilakukan secara santun dan dalam koridor hukum. Peradilan terhadap Pak Harto saya anggap tepat. Tetapi yang paling saya khawatirkan ialah gerakan sistematis yang membonceng di belakang arus besar reformasi. Jika itu terjadi, maka gerakan mahasiswa sedang mengikuti perulangan sejarah Angkatan 66. Mereka direkrut ke pentas kekuasaan, dan memberi cek kosong kepada Pak Harto. Akhirnya bertindak sebagai pengawal dalam kedaan pak Harto itu benar atau salah. Tidak ingat Tritura yang mereka gelorakan di zamannya mestinya harus diteriakkan ke telinga pak Harto, sebab persamaan situasinya amat sangat mirip. Reformasi sukar seperti patah arang, melainkan seperti patah tebu yang serabut patahan itu berhubungan erat dengan masa lalu yang kuat jika mahasiswa sebagai komponen paling strategis tidak berhasil melawannya. Sekarang, hal itu telah terbukti. Satu dasawarsa reformasi tak menghasilkan harapan untuk politik, ekonomi dan apalagi hukum. Semua centang prenang, meski banyak tokoh begitu lagak mangaku sukses dan tepuk-tepuk dada.

Angkatan 66 di Sumatera Utara melalui beberapa tokoh seperti dr Zakaria Siregar, Sofyan Edihar Harahap, HM Noerni’mat dan lain-lain amat menerima gagasan saya bersama Dr.Syaiful Sagala dan Joharis Lubis dari IKIP Medan untuk mempertemukan dua ufuk pemikiran generasi yang bersitegang. Sebaiknya dipicu sinegri semua komponen. Dirancanglah sebuah forum membahas 10 topik penting menyangkut reformasi yang harus dikawal dan harus tepat arah. Dari Jakarta didapatkan kesediaan hadir dua tokoh di antaranya Nurcholis Madjid. Saya minta Nur Ahmad Fadil Lubis (sekarang Rektor IAIN Medan) ikut berbicara. Saatnya kita memperkenalkan tokoh baru seperti dia, Ibnu Hajar Damanik IKIP), Arif Nasution (USU), Zulkarnaen Lubis (rektor UMA waktu itu) dan M Ridwan Rangkuti (USU). Selain Usman Pelly, B.A.Simanjuntak sesama ahli antropologi juga diikutkan, begitu juga ahli Hukum tata Negara M.Solly Lubis, seorang yang lebih muda yang juga ahli hukum OK Saidin, dan praktisi ekonomi mantan Rektor UDA Polin Pospos. Syahrum Razali (waktu itu Rektor ITM) juga ikut. Usai pelaksanaan forum itu hasil-hasilnya saya bukukan, bahkan dibawa dialog kepada Panglima Kodam I/BB, Kapolda Sumatera Utara, DPRD Sumatera Utara dan DPRD Kota Medan.

Mahasiswa yang hadir begitu antusias dalam jumlah yang banyak dari berbagai perguruan tinggi. Mereka perlu tahu bahwa yang sedang menghadang gerakannya sekarang justru pembonceng yang akan mengalihkan fokus gerakan. Itulah salah satu pesan terpenting yang harus ditangkap oleh semua pihak lewat forum itu. Bagi para pelaku sejarah Angkatan 66 saya tegaskan bahwa forum ini akan menjadi proses belajar lanjut di masa tua layaknya sebuah andragogi (pendidikan buat orang dewasa) agar tak pernah lagi merasa paling benar, paling tahu dan paling-paling yang lain.

Bantuan dari Gedung Putih?

“Ada pesan dari Gedung putih agar Anda mengambil bantuan sebesar 10 juta”, kata seorang teman. Saya heran, kok ada bantuan Gedung Putih?. Akhirnya saya sadari bahwa seseorang yang dengan caranya sendiri telah mencuri proposal dan mengajukan ke Gedung Putih. Saya bawa ke rapat masalah yang aneh ini. Dr Zakaria Siregar mendinginkan saya. “Katakanlah seseorang telah melakukan kecurangan dengan membawa proposal ke Gedung Putih dan berharap ia mendapatkan uang untuk dirinya sendiri. Memang kita tak pernah berniat meminta bantuan, tetapi jika Gedung Putih sudah mengalokasikannya bagaimana untuk tidak menerima? Kita santun saja, buat surat kuasa agar seseorang mengambilnya ke Gedung Putih”. Saya ikut saran Dr.Zakaria Siregar dan kepada si seseorang yang diberi mandat mengambil uang itu diberi 10 % (upah loja? Ha ha ha)..

Dari kalangan mahasiswa aktivis akhirnya saya tahu bahwa Gedung Putih banyak “membantu” kelompok-kelompok mahasiswa dan pemuda. Bukan hanya beberapa kelompok mahasiswa yang tadinya saya kenal amat aktif menggerakkan demonstrasi saat reformasi —-bahkan pernah mogok makan beberapa hari— yang akhirnya bergabung ke sekitar Gedung Putih, katanya melalui CV Cheraz. Saya sendiri sampai sekarang tidak tahu apa itu CV Cheraz, apa bidang usahanya dan bagaimana sepak terjangnya. Jadi?
Bersambung …

No comments: