Wednesday, 20 April 2011

PREMAN PREMAN JAKARTA

JOHN KEI
John Refra alias John Kei mempunyai adik bernama Fransiscus Refra alias Tito, yang diidentifikasi oleh kepolisian sebagai gembong preman Jakarta
yang melakukan penganiayaan terhadap Jemi Refra (24) dan Charles Refra (22). Ia diduga memotong jari tangan kanan korban hingga Jefri
kehilangan empat jari dan Charles kehilangan tiga jarinya.


HERKULES
Hercules Rosario de Marshal alias Herkules adalah putra kelahiran Timor Leste(TL). dia mempunyai catatan kriminal yg cukup banyak dan
sempat disebut sebagai raja preman di Jakarta




Preman Pencabut Nyawa...
[ Jum'at, 13 Februari 2009 ]
Jaksa Tuntut John Key 3,5 Tahun

SURABAYA - Sidang kasus penganiayaan berat dengan terdakwa John Refra alias John Key cs di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya
kemarin berlangsung panas. Menjelang sidang berakhir, empat terdakwa -John Key, Fransiscus Refra (Tito), Pedrow Tanlain (Edo),
dan Antonius Tanlain (Toni)- mengumpat jaksa dan polisi yang bertugas di ruang sidang.

Sidang kemarin mengagendakan pembacaan tuntutan. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut John Key cs dengan hukuman tiga tahun
dan enam bulan penjara.

John Key cs dijerat dakwaan primer pasal 170 (1) dan (2) KUHP. Berdasar ayat (2) ke-2, tuntutan jaksa sejatinya lebih ringan daripada
ancaman paling lama pidana sembilan tahun penjara. Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Saat lima JPU membacakan tuntutan secara bergantian, suasana sidang di Ruang Cakra tampak khidmat. Namun, ketika majelis hakim
yang diketuai Jack Oktavianus bertanya kepada para terdakwa tentang materi tuntutan, suasana langsung berubah menjadi panas.
''Bagaimana terdakwa, apa kalian mengerti tuntutan jaksa?'' tanya Jack.

Mendapat kesempatan berbicara, John Key dan Tito spontan berdiri dari kursi pesakitan. Kakak-beradik itu berjalan mendekati meja tempat
para jaksa duduk. Mereka adalah Ketua Tim JPU Dahlan Syarbini (Kejati Jatim), Agus Rujito, Beny Hermanto, Hari Soetopo, dan Setyo Pranoto
(dari Kejari Surabaya).

''Tuntutan itu kepentingan siapa? Ini kasus di Ambon.
Mana jaksa Ambon? Jaksa anjing, ****, badut,'' caci John Key yang diikuti Edo dan Toni. Tak mau kalah, Tito yang juga berprofesi sebagai pengacara menghardik petugas kepolisian yang membentuk barikade untuk mengamankan jaksa. ''Polisi mau ngapain? Kalian tidak perlu masuk sini,'' teriak Tito yang terlihat berusaha mendekati jaksa.

Melihat emosi terdakwa meledak-ledak, jaksa malah tersenyum. Mengetahui Dahlan tertawa, emosi John memuncak.
''Jangan tertawa kau. Kucabut nyawamu dalam 20 hari,'' ancamnya. Tak ingin keributan makin menjadi, Tofik Yanuar Chandra, pengacara terdakwa, merangkul John Key dan meminta kliennya duduk kembali.

Setelah situasi reda, giliran Tofik menyatakan tanggapannya yang bernada kritik. ''Kalau jaksa butuh waktu 1,5 bulan untuk menyusun tuntutan, kami minta waktu tiga hari saja untuk membuat pembelaan,'' ucap Tofik. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan Senin (16/2) dengan agenda pleidoi.

Terkait tidak terlihatnya jaksa dari Kejati Maluku, Dahlan mengatakan tidak tahu. ''Saya hanya ditugasi membacakan berkas tuntutan,'' ucapnya. Kejati Jatim menugaskan 14 jaksa gabungan Kejati Maluku, Kejati Jatim, dan Kejari Surabaya untuk mengawal perkara itu selama di persidangan.

Di luar ruang sidang terlihat belasan pendukung John Key tersebar di sejumlah gedung PN. Mereka mengenakan kaus hitam bertulisan Maluku di bagian dada dan Simpatisan John Key di bagian punggung.(sep/nw)
http://jawapos.com/


Preman John Key Bantah Potong Jari Korban

Senin, 15 Desember 2008 | 18:46 WIB
TEMPO Interaktif, Surabaya:
Jemry Refra dan Charles Refra, dua saksi korban yang dipotong jari tangan kanannya olehJohn Refra alias John Key Cs
pada 19 Juli lalumemberikan keterangan tentang kesadisan pamannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (15/12).

Kepada majelis hakim yang diketuai Jack J. Octavianus, Jemry mengaku empat jarinya ditebas oleh Antonius Tanlain alias Toni,
adapun Charles menyatakan pemotong keempat jarinya adalah Fransiscus Refra alias Tito.

Keduanya sama-sama mengaku bahwa jari-jari mereka ditebas di atas telenan yang diletakkan di meja batu. Jemry dan Charles
bersaksi bahwa mereka bersedia dengan sukarela meletakkan telapak tangannya di atas telenan itu karena mengira
hanya satu jarinya yang akan dipotong.

Pemotongan jari itu dilakukan setelah kedua saksi korban dijemput John Key, Tito Refra, Antonius Tanlain dan Pedro Tanlain
di rumahnya masing-masing di Tual. Keduanya lalu dibawa ke rumah Tito Refra di Desa Tuntiean, Kecamatan Kei Besar Selatan,
Kabupaten Tual, Maluku Tenggara. John marah karena Jemry dan Charles memaki-maki ibunya, Maria Refra yang juga nenek korban.

Namun kesaksian Jemry dan Charles dibantah John. Menurutnya, baik Jemry maupun Charles suka berbohong.
"Mereka itu pembohong, saya tidak terlibat dalam masalah ini," kata John. John juga heran kasus keluarga itu sampai harus
disidangkan di Surabaya. "Masalah begini saja dibawa ke sini (Surabaya), apakah Kapolda Maluku sudah tidak mampu," kata John.

Kuasa hukum terdakwa, Taufik Yanuar Chandra menambahkan, terpotongnya jari Jemry dan Charles bukan karena disengaja.
Menurut Taufik, saat itu keduanya dikeroyok oleh teman-teman terdakwa. "Lalu jarinya tertebas," kata Taufik.

Sidang kedua itu masih dijaga ketat oleh polisi. Sebanyak 300 personel gabungan dari Polwiltabes Surabaya, Polres Surabaya Selatan dikerahkan.
Jumlah tersebut tinggal separuh dari pengamanan sidang pertama yang melibatkan 600 personel kepolisian.


Akhir Petualangan "Pendekar" Pulau Haruku (Basri Sangaji)

22/10/2004 06:32
Liputan6.com, Jakarta:
Subuh hampir menjelang di Hotel Kebayoran Inn di Jalan Senayan Nomor 87, Jakarta Selatan, pada Selasa pekan silam.
Bersamaan dengan semilir angin malam yang masih terasa, belasan pemuda merangsek ke hotel bertarif Rp 200 ribu
hingga Rp 1 juta sehari itu. Tanpa bisa dicegah, mereka yang bermuka bengis itu langsung menuju kamar 301.

Basri Sangaji yang dicari. Kejadian berlangsung cepat, tak lebih dari 15 menit. Gaduh sebentar, sekelompok pemuda itu
yang berwajah bengis dan dingin itu kemudian keluar. Tak ada yang berani mendekat. Sampai di parkiran, mereka sempat
merusak kendaraan Basri. Setelah puas, mereka pun raib bak ditelan kabut subuh.

Petugas hotel baru berani memastikan keadaan setelah gerombolan orang itu pergi. Mereka bergegas menuju kamar 301.
Benar saja, sang tamu hotel sudah bersimbah darah. Basri mati di sofa dengan lubang di dada.
Adiknya, Ali Sangaji yang berusia 30 tahun merintih. Tangannya nyaris putus, selangkangannya pun terus mengucurkan darah.
Kondisi seorang kerabat Basri tak jauh beda. Anyir darah begitu terasa. Jamal Sangaji, 33 tahun, mengerang sambil memegangi
tangan kanannya yang sudah tak berjari.

Setelah diotopsi di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC), Jaksel, Basri disemayamkan di rumah keluarganya
di bilangan Pulomas, Jakarta Timur. Ribuan pelayat pun membanjiri rumah duka. Esok petangnya, Jenazah orang yang dekat
dengan calon presiden Wiranto itu kemudian diterbangkan ke Ambon, Maluku.

Jasad Basri kemudian dibawa ke kampung halamannya, Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.
Keheningan malam pun pecah ketika jenazah Basri datang dan disambut dengan teriakan histeris masyarakat Rohomoni.
Malam itu, ratusan warga tumpah-ruah di pinggir pantai Pulau Haruku. Mereka menyambut jenazah Basri dengan kesedihan mendalam.
Kematian putra pertama dari pahlawan nasional A.M. Sangaji yang disegani di daerah itu memang membuat warga Maluku berduka.

Tak pelak, kedatangan jasad Basri sempat membuat Negeri Seribu Pulau menjadi panas. Kabar burung pun merebak.
Entah siapa yang mengembuskan, anak buah Basri yang sebagian besar "pensiunan" konflik Maluku dikabarkan bakal membalas dendam.
Untungnya, polisi cepat tanggap membaca gelagat itu. Kepala Kepolisian Resor Ambon Komisaris Besar Polisi Leonidas Braskan langsung
memimpin pengawalan bersama aparat dari TNI dan Polri mulai dari Bandar Udara Pattimura hingga ke kampung halamannya

Pengawalan ketat itu memang wajar. Maklumlah, polisi berupaya keras mengantisipasi terulangnya rentetan peristiwa berdarah
yang menelan 1.842 jiwa akibat konflik antaragama di Maluku. Apalagi kerusuhan yang terjadi pada 1998-1999 itu juga diawali bentrokan
antarpemuda . Tak heran jika aparat yang diturunkan tak sekadar mengawal jenazah. Mereka dibekali dengan senapan.
Bahkan jasad Basri pun dibawa dengan mobil militer. Untuk mendinginkan suasana, sejumlah tokoh Maluku juga ikut mengantarkan Basri ke peristirahatan terakhirnya. Di antara pelayat, tampak mantan Gubernur Maluku Saleh Latuconsina.
"Kita berharap ini adalah cobaan bagi kita semua, dan almarhum dapat diterima di sisi-Nya," kata Latuconsina.

Untuk mengantisipasi kerusuhan, polisi juga cepat tanggap dengan kondisi yang kian panas. Meski sejumlah spekulasi seputar kematian Basri masih menimbulkan banyak pertanyaan, polisi bertindak cepat. Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mathius Salempang yang memimpin penyidikan telah menangkap delapan tersangka. Mathius juga menetapkan bhw kasus pembunuhan Basri, murni kriminal. Tersiar kabar, jika pembunuhan Basri berlatar belakang perebutan daerah kekuasaan di Mangga Besar, Jakarta Barat.

Pria bernama lengkap Basri Jala Sangaji adalah pribadi yang penuh warna. Pria berumur 35 tahun itu tak hanya terkenal dalam dunia preman yang keras. Basri juga dikenal dekat dengan sejumlah tokoh, mulai dari pejabat, ulama, hingga dunia hiburan malam. Di mata Ketua Umum Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab, almarhum adalah anak nakal yang manis. Sebutan itu tak lepas dari niat Basri yang ingin mendalami ajaran Islam kepada Rizieq.

Basri Sangaji memang dikenal dekat dengan berbagai kalangan. Tak hanya bermain di dunia keras dan hiburan malam, warga Jalan Pangkal Raya
Nomor 3, Pela Mampang, Jaksel itu juga terjun ke dalam kancah politik. Sepak terjangnya di dunia politik dimulai sejak terlibat dalam terbentuknya pengamanan swakarsa (Pam Swakarsa) pada 1998. Terakhir, dia juga aktif menjadi anggota tim sukses calon presiden dari Partai Golongan Karya, Wiranto dan Salahuddin Wahid pada pemilihan presiden putaran pertama, Juli silam.

Nama Basri Sangaji juga pernah menghiasi media massa nasional pada pertengahan 2002 ketika terlibat konflik dengan kelompok John Key. Selain itu, Basri juga diduga terlibat dalam kerusuhan di Ketapang, Jakarta Pusat, akhir November 1998. Tetapi keterlibatan Basri di Ketapang dibantah oleh Habib Rizieq.

Menelisik masa silam Basri Sangaji ibarat membuka lembaran album foto kerasnya dunia preman. Dia diduga kuat banyak bersinggungan dengan dunia hitam. Tak heran jika Basri ditengarai memiliki banyak musuh. Salah satunya adalah John Key, salah seorang pimpinan geng yang pernah berseteru dengannya. John Key mengakui delapan tersangka pembunuh Basri adalah anak buahnya. Dia juga mengaku dendam pada Basri yang dituduhnya telah membunuh saudaranya, lima tahun silam. Namun Basri lolos dari jeratan hukum karena saat itu diduga berhubungan dekat dengan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayor Jenderal Polisi Noegroho Djajoesman.

Selain dengan John Key, Basri juga pernah bentrok dengan kelompok penguasa Tanahabang, Jakpus, pimpinan Hercules. Hercules juga menyatakan, Basri Sangaji mempunyai banyak musuh, dan ia adalah salah satunya. Dia mengaku pernah berteman baik dengan korban, namun masalah bisnis penagihan utang telah memisahkan persahabatan mereka.

Entah karena hati-hati atau karena sebab lain, yang pasti hingga kini polisi tidak menangkap John Key. Padahal, keluarga Basri berkeras meminta polisi membekuk John Key. Salah satu keluarga yang menuding John Key sebagai otak pembunuh Basri adalah Basri Moni, paman korban. Apalagi keponakannya itu pernah terlibat konflik dengan John Key di Diskotek Hailai, Ancol, Jakarta Utara dan Diskotek Stadium di Jalan Hayam Wuruk,
Jakarta Barat pada 2002 .

Anton Medan yang telah lama pensiun dari dunia preman pun angkat bicara. Menurut dia, pembunuhan Basri memang berlatar dendam. Pelaku diperkirakan putus asa karena pengaduannya ke polisi tidak pernah digubris. Tak heran jika kemudian si pelaku "membereskan" sendiri masalah tersebut. "Dilaporkan ke polisi beberapa kali, hingga masa pembunuhan [karena] tidak ditanggapi," kata Anton di Studio Liputan 6 SCTV, Jakarta, malam tadi.

Lebih lanjut Anton menjelaskan, buntunya pengungkapan pelaku pembunuhan Basri karena kasus ini melibatkan konspirasi tingkat tinggi. Menurut Anton, pelaku diperkirakan mempunyai backing yang cukup kuat sehingga polisi tidak berkutik. Pelindung si pelaku diperkirakan berasal dari kalangan pejabat. "Sebenarnya yang dipakai itu orang-orang yang punya nama," ungkap Anton.

Di sinilah terungkap bahwa antara preman dan sejumlah pejabat mempunyai hubungan saling menguntungkan. Menurut Anton, pejabat membutuhkan preman untuk mempermudah pekerjaannya. Contohnya, penggusuran tanah. Dengan bantuan "pendekar", bisa dipastikan penggusuran tanah bisa dilakukan. Mereka juga membutuhkan preman ketika kekuasaannya terancam oleh aksi massa. Saat itulah sosok preman dimajukan. Sementara preman membutuhkan pejabat untuk melindunginya dari cengkeraman polisi. Tak mengherankan, bila kasus pembunuhan Basri belum menemui titik terang.

Dalang di balik pembunuhan Basri seharusnya tak sulit untuk dibongkar. Karena peristiwa itu menyimpan dua saksi mata yang turut menjadi korban. Mereka adalah Ali Sangaji dan Jamal Sangaji. Kedua adik korban juga mengaku mengenal kelompok yang menyerbu mereka. Selain itu, sejumlah barang bukti juga ditemukan di lokasi kejadian. Kuat dugaan saat kejadian, paling tidak ada dua senjata api yang menyalak. Salah satunya pistol berizin dengan peluru karet milik korban. Sedangkan satunya berasal dari bukti selongsong dan satu butir peluru kaliber sembilan milimeter.

Nah, untuk mengurai benang kusut itu, Anton menyarankan kepada polisi untuk lebih berani. Menurut Anton, premanisme memang tidak bisa dihapuskan. Namun bukan berarti tidak bisa dikurangi. "Sekarang tinggal bagaimana aparat, mencari hukum yang tepat untuk menjerat mereka (pelaku)," kata Anton.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala membenarkan pernyataan Anton. Menurut dia, hubungan simbiosis antara preman dan pejabat telah terjadi sejak lama. Preman membutuhkan orang "kuat" yang bisa melindunginya dari ancaman preman lain. Biasanya dengan dukungan orang kuat itu timbul sifat arogan preman. Maka dia tak segan-segan melibas kelompok lain yang dianggap bermasalah dengannya. Salah satunya seperti yang terjadi pada kasus Basri. "Jangan-jangan ada transaksi," kata Adrianus.

Adrianus boleh menduga seperti itu. Yang jelas, mata sejumlah pihak kini menoleh ke polisi. Apalagi keterlibatan kelompok preman tampak nyata di balik pembunuhan Basri. Boleh jadi, timbul pula pertanyaan. Maukah dan mampukah polisi menguak kasus itu sampai ke akarnya?(YAN/Tim Sigi SCTV)


DENDAM LIMA TAHUN, BASRI SANGAJI DIBANTAI
POSKOTA 15 Oktober 2004- SEMANGGI
Hanya dalam tempo dua hari, Reserse Umum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus pembunuhan tokoh pemuda Ambon, Basri Sangaji di Hotel Kebayoran In, Jakarta Selatan, Kamis pagi. Delapan tersangka pelaku yang terlibat langsung dalam kasus pembantaian tersebut disergap petugas di rumah kontrakan daerah Bekasi Timur, Bekasi.

Mereka yang ditangkap Louis,30, Syam,30, Eman,32, Rosyid,28, Koko,33, Yopy,32, Erwin,30 dan Rois,26, Polisi berhasil meringlus komplotan pembunuh sadis in berkat informasi yang dilaporkan para saksi ke petugas penyidik.
Dari hasil pemeriksaan awal yang dilakukan petugas Polda Metro Jaya terhadap para tersangka terungkap bahwa mereka membunuh Basri Sangaji,36, karena dendam lama. Pasalnya, lima tahun lalu abang tersangka Louis dibunuh oleh kelompok Basri Sangaji di daerah Kayu Manis, Jakarta Timur.

"Tapi ini hanya pengakuan awal. Kami masih terus mengusut latar belakang kasus ini,"kata seorang petugas yang menangani peristiwa ini. Petugas Reserse Umum Polda Metro Jaya yang menangani kasus pembunuhan ini telah menyita sepucuk senjata api kaliber 32 berpeluru karet. Senjata api itu tercatat secara resmi milik Basri Sangaji. Selain itu, polisi juga menyita sebuah samurai, empat buah golok, satu mobil Panther milik pelaku, dan satu selongsong peluru kaliber 9mm. Senjata tajam yang disita itu masih bernoda darah.

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Drs Mathius Salempang menjelaskan penangkapan terhadap para tersangka pembunuh itu berkat kerja keras petugas selama dua hari setelah kematian Basri. "keterangan saksi di lokasi kejadian sangat membantu kami dalam mengungkap kasus ini." tegas Salempang didampingi Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Drs Tijiptono dan Kasat Reserse Umum AKBP Maruli Simanjuntak.

Kamis pagi sekitar pukul 08:00 duapuluh petugas bersenjata lengkap menerobos masuk ke rumah kontrakan ini. Tanpa perlawanan, delapan tersangka pembunuh Basri dan melukai dua adiknya Jamal Sangaji dan Ali Sangaji berhasil ditangkap. "Semua tersangka mengakui bahwa merekalah yang membunuh Basri Sangaji," tegas Mathius.
@ 1999-2004 Poskota Online
---

TOKOH PEMUDA TEWAS DITEMBAK TANGAN PUTUS DIBACOK
Dua adiknya diclurit dan didor

POSKOTA 13 Oktober 2004- KEBAYORAN BARU
Tokoh Pemuda Ambon Basri Sangaji tewas ditembak di kamar hotel Kebayoran, Jalan Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (12/10) dinihari. Dua adiknya yang berniat menolong tak lepas dari sasaran. Mereka menderita luka bacok dan luka tembak. Pelaku pembantaian yang diperkirakan berjumlah 15 orang itu kabur pakai empat mobil, diantaranya Toyota Kijang dan Isuzu Panther.

Basri Sangaji,36, menemui ajal dengan luka tembak di dada. Selain itu pelaku juga membacok tangan kiri sebatas pergelangan korban hingga putus. Bahkan kedua kaki Basri juga dibacok pelaku, sedangkan kedua adiknya Jamal Sangaji, dibacok di lengan kiri sehingga nyaris putus dan Ali Sangaji menderita luka tembak di kemaluannya. Kedua adik tokoh pemuda Ambon ini dirawat di RS MMC Kuningan, Setiabudi, JakSel.

Dari Petugas Polda Metro Jaya yang menangani kasus pembantaian ini Pos Kota mendapat keterangan, peristiwa yang merenggut nyawa Basri Sangaji ini terjadi sekitar pk.03:00 dinihari Basri tidur satu kamar dengan kedua adiknya, Jamal dan Ali.
Sebelumnya secara mendadak masuk empat mobil ke halaman hotel tersebut. Sementara yang lain memarkir kendaraan, 10 lainnya masuk ke hotel. Sambil berlari, mereka naik ke lantai tiga tempat Basri menginap. Dengan kasarnya, pelaku mendobrak pintu kamar 301 yang dihuni Basri dan dua adiknya itu. Begitu pintu kamar hotel terbuka, para tamu tak diundang itu langsung menyerang Sangaji bersaudara pakai kelewang. Dalam posisi terjepit, Basri sempat melawan, sehingga tangan kiri Basri putus.

Selanjutnya, seorang pelaku korban roboh. Sedangkan Jamal, yang berusaha menolong lengan kirinya nyaris putus dibacok. Begitu juga dengan Ali. Pemuda ini tak lepas dari amukan pelaku, Ali tersungkur di lantai karena dekat kemaluannya ditembak.
Setelah menyerang Basri dan kedua adiknya, para pelaku yang datang menenteng kelewang dan clurit ini langsung melarikan diri meninggalkan korbannya yang merintih kesakitan di kamar hotel tersebut, Basri dilarikan ke RS MMC Kuningan, Namun nasib menentukan lain, Basri yang dikenal ramah dan dekat dengan sejumlah tokoh masyarakat serta kalangan preman ini menemui ajalnya.
@ 1999-2004 Poskota Online


Penahanan Basri Sangaji Ditangguhkan

Rabu, 22 Mei 2002 | 11:05 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Tim Penyidik Polda Metro Jaya menangguhkan penahanan tersangka Basri Sangaji, pentolan kelompok preman yang berselisih dengan Hercules, Rabu (22/5). Penangguhan Sangaji ditangguhkan karena pemeriksaan terhadap preman asal Ambon ini telah usai.

Meski begitu, kata Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya, AKBP Raja Erizman, Basri diwajibkan melapor tiap Senin dan Kamis.
Didampingi adik kandungnya, Ongen Sangaji, Basri meninggalkan Polda Metro Jaya menaiki Toyota Land Cruiser B 8632 GH diiringi mobil lain yang dipenuhi pendukungnya.

Sangaji menjadi tersangka kasus pengancaman dan penyekapan terhadap ibu dan istri Paulus Rahmat Krisna pada 6 Mei silam agar membayar utang. Menurut Erizman, tidak ada pengamanan khusus terhadap Basri dari kemungkinan ancaman dari Hercules. “Kami mengabulkan penangguhan penahanan karena sudah ada jaminan, Basri tidak berbuat ulah di luar,” kata Erizman.

Sangkaan lain terhadap Sangaji adalah kepemilikan senjata api dan penembakan terhadap Samsi Tuasah. Namun, penyidik masih menyidik dua sangkaan ini lebih lanjut dan belum menemukan bukti-bukti kuat. “Kedua belah pihak (Hercules dan Basri, red.) terbuka kemungkinan yang menembak Basri,” kata Erizman.

Basri datang ke Mapolda pada Jumat pekan lalu setelah dilaporkan oleh Hercules atas tuduhan mengancam, menyekap dan menembak Samsi Tuasah. Perselisihan dua kelompok preman itu berawal dari persoalan utang piutang dari Temi kepada Paul sebesar US$ 70000. Temi memberi surat kuasa kepada Basri untuk menagih utang kepada Paul.

Basri dan Paul sepakat utang akan dibayar sebesar US$ 40000. Utang akan dibayar dengan sebidang tanah seharga Rp 300 juta dan uang US$ 10000. Namun sebelum uang tersebut diberikan kepada Basri, Temi dan Paul bertemu dan meminta Paul untuk memberikan uang langsung kepadanya.

Akibanya, Basri marah dan menandatangani rumah Paul di Kemang IV No 89, Jakarta Selatan. Namun, Paul tidak berada di rumah dan Basri mengancam dan menyekap ibu dan istri Paul.

Malam itu juga, Basri meminta Paul datang ke rumahnya. Paul pun memenuhi permintaan Basri, namun ditemani oleh Hercules dengan membawa surat pembatalan kuasa tagihan utang dari Temi. Pembatalan surat kuasa tersebut menyebabkan muncul perselisihan antara Hercules dengan Basri. Hercules kemudian meminta penyelesaian perkara perdata tersebut di Polres Jakarta Selatan. Namun, dalam perjalanan menuju Polres, kedua kelompok yang masing-masing beranggotakan 40 orang itu bentrok dan mengakibatkan Samsi meninggal karena luka tembak di paha dan dada. (Bagja Hidayat)