Showing posts with label Susilo Bambang Yudhoyono. Show all posts
Showing posts with label Susilo Bambang Yudhoyono. Show all posts

Sunday 5 December 2010

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERTA KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 2006 BESERTA NOTA KEUANGANNYA DI DEPAN RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 16 Agustus 2005

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERTA KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 2006 BESERTA NOTA KEUANGANNYA DI DEPAN RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 16 Agustus 2005



Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua, Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Lembaga-lembaga Negara, Yang Mulia para Duta Besar dan Pimpinan Perwakilan Badan-badan dan Organisasi Internasional, Hadirin yang saya muliakan, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena pada hari yang membahagiakan ini, kita dapat menghadiri Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk mengawali Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2005/2006. Saya berterima kasih kepada Dewan, yang telah memberikan kesempatan kepada saya, untuk menyampaikan Pidato Kenegaraan, dan menyampaikan Keterangan Pemerintah tentang Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2006, beserta Nota Keuangannya. Besok, tanggal 17 Agustus 2005, kita akan memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan negara kita yang ke-60. Saya ingin menggunakan kesempatan ini, untuk mengajak segenap bangsa Indonesia memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, selama 60 tahun ini negara kita tetap tegak berdiri, di tengah ujian yang datang silih berganti. 60 tahun perjalanan bangsa, memang masih jauh dari cita-cita para pendiri. Namun, pengalaman suka duka membangun negara selama 60 tahun ini, cukup menjadi bekal bagi kita, untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan-tantangan bersama. Kita bersyukur, kini kita tidak lagi dibebani konflik ideologi seperti di masa yang lalu. Era Reformasi telah mendorong kita menjadi bangsa yang demokratis. Dalam era itu pula, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan. Kita berusaha membangun keseimbangan baru antar lembaga-lembaga negara, yang kita harapkan akan membawa kehidupan yang lebih demokratis dan lebih dinamis. Dari empat kali perubahan Undang-Undang Dasar 1945, terdapat kesepakatan dari semua kekuatan politik untuk tetap mempertahankan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar, memuat hal-hal fundamental mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain memuat falsafah negara dan tujuan pembentukan negara. Kesepakatan mempertahankan Pembukaan Undang-Undang Dasar itu, sekaligus menunjukkan, bahwa kita telah mengakhiri perdebatan ideologi. Pancasila, telah kita terima sebagai falsafah dan dasar negara kita, serta menjadi asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Saya mengajak segenap komponen bangsa, untuk sama-sama melaksanakan kesepakatan itu dengan sepenuh hati. Sekarang, mari kita mencurahkan segenap perhatian untuk menata sistem penyelenggaraan negara, dan menyelesaikan masalah-masalah kongkrit yang dihadapi bangsa kita. Sebagian dari upaya kita menata kehidupan bernegara, telah berhasil kita laksanakan dengan aman dan lancar. Pemilihan Umum anggota badan-badan perwakilan dan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, telah berjalan dengan baik. Masih ada berbagai permasalahan yang kita hadapi dalam proses pemilihan kepala daerah. Namun, saya yakin, semua itu setahap
demi setahap akan dapat kita atasi. Demokrasi, tidak mungkin dibangun dalam sehari. Kita masih memerlukan waktu untuk belajar mendewasakan diri. Era Reformasi telah memberikan mandat baru kepada kita untuk memberantas berbagai penyimpangan. Kita memberantas penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, pelanggaran hak-hak asasi manusia, korupsi, kolusi dan nepotisme. Reformasi bukan berarti kita menjungkir-balikkan segala tatanan yang telah ada. Hakikat reformasi adalah kesinambungan dan perubahan. Reformasi berarti penataan kembali tatanan kehidupan bernegara ke arah yang lebih baik.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air, Tujuan kita mendirikan negara ialah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan itu, selain kerja keras, kita memerlukan landasan, arah dan kebijakan. Sekarang kita tidak mengenal lagi adanya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Meski demikian, kita tetap memerlukan dokumen kenegaraan yang berisikan landasan, arah dan kebijakan serta tahapan-tahapan pembangunan nasional. Kita semua menginginkan, Indonesia ke depan mestilah Indonesia yang berkembang berdasarkan jiwa, semangat, nilai, dan konsensus dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia ke depan mestilah Indonesia yang tahan terhadap resesi, krisis, dan berbagai goncangan perubahan. Indonesia ke depan mestilah Indonesia yang siap menghadapi perubahan, serta yakin akan keharusan pergaulan internasional. Indonesia yang semestinya, ialah Indonesia yang lebih aman dan damai, lebih adil dan demokratis, serta lebih sejahtera. Setiap langkah yang kita lakukan tidak selalu memberikan hasil seketika. Namun, setiap langkah yang kita ambil, akan menciptakan tatanan baru yang membentuk masa depan bangsa. Meski masa 60 tahun telah cukup panjang bagi sebuah perjalanan, namun masih terlalu pendek untuk mewujudkan cita-cita mulia bangsa ini. Saya mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga, dan mengisi perjalanan bangsa ini, dengan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki. Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati, Untuk melaksanakan pembangunan nasional, saya telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009. Selanjutnya, RPJM Nasional itu, akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan yang menjadi pedoman bagi penyusunan RAPBN. Dalam pidato ini juga, saya akan menyampaikan Keterangan Pemerintah tentang RAPBN Tahun 2006, guna dibahas untuk mendapat persetujuan bersama. Dalam RPJM Nasional, saya telah menguraikan visi dan misi, yang mencakup paparan tentang permasalahan dan agenda pembangunan nasional, yaitu (1) agenda menciptakan Indonesia yang aman dan damai; (2) agenda menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; (3) agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan nasional. Selanjutnya seluruh agenda dalam RPJM Nasional itu, dirinci lebih lanjut oleh setiap Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen serta Pemerintah Daerah dalam rencana strategis instansi yang bersangkutan. Terhadap pelaksanaan RPJM Nasional, saya mengharapkan dukungan dari lembaga-lembaga negara. Posisi paling depan sebagai mitra kerja Pemerintah adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan juga Dewan Perwakilan Daerah. Dalam kurun waktu sepuluh bulan terakhir ini, saya merasa hubungan kemitraan, antara Pemerintah dengan DPR dan DPD telah terbina dengan baik. Atas kerjasama yang baik itu, saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Sebagai Kepala Negara, saya pun menyambut gembira dengan semakin berfungsinya lembaga-lembaga negara yang lain, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia dan berbagai institusi lainnya. Saya berkeyakinan, jika semua lembaga-lembaga negara menjalankan fungsi, tugas dan
wewenangnya masing-masing, maka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara kita akan semakin baik.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Izinkanlah saya, Saudara Ketua, untuk menjelaskan satu demi satu agenda pembangunan nasional kita. Dalam agenda pertama, kita bertekad untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai dalam masyarakat kita yang beragam. Kita ingin mengatasi separatisme untuk menjaga keutuhan NKRI. Kita juga ingin meningkatkan peran Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Kita telah bertekad untuk membangun satu bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Para pemimpin terdahulu telah berjuang sepenuh hati untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa. Sejak tahun 1945, para pendiri bangsa telah bersepakat untuk menjadikan wilayah bekas jajahan Hindia Belanda menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkali-kali kita mengalami ancaman perpecahan, namun satu demi satu ancaman itu dapat kita atasi. Kita memang mewarisi beban-beban masa lalu, baik di Aceh maupun di Papua. Sejak awal kemerdekaan, Aceh adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumbangan tokoh-tokoh dan rakyat kita di Aceh dalam menegakkan kedaulatan negara di zaman revolusi, tidak mungkin kita lupakan untuk selama-lamanya. Ketika sebagian besar wilayah negara kita diduduki oleh pasukan Sekutu dan Belanda, kita menjadikan Aceh sebagai daerah modal. Berbagai peristiwa telah terjadi di masa lalu, sehingga terjadilah pergolakan dan pemberontakan, yang baru dapat diatasi pada akhir dekade 1950. Situasi tenang di Aceh tidak berlangsung lama. Berbagai ketimpangan yang ada, telah mendorong timbulnya gerakan pemisahan diri, sejak tahun 1976. Sejak itu, hampir tiga dekade lamanya konflik bersenjata terjadi di Aceh. Berbagai kebijakan penanganan telah dicoba untuk dilakukan, namun hasilnya masih jauh dari memuaskan. Betapa sedih dan duka hati kita, dalam 60 tahun usia kemerdekaan bangsa kita, hanya beberapa tahun saja rakyat kita di Aceh menikmati kehidupan yang damai. Kesedihan itu semakin bertambah, ketika gempa bumi yang dahsyat dan gelombang tsunami melanda Aceh. Hampir dua ratus ribu jiwa menjadi korban dalam waktu sekejap. Dalam suasana duka seperti itu, Pemerintah bertekad untuk segera menyelesaikan persoalan di Aceh secara damai, adil dan bermartabat, sesuai amanat Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002. Sejak bulan Januari yang lalu, saya mulai meneruskan langkah Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati, untuk melakukan pembicaraan informal dengan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia. Pembicaraan itu telah membuahkan hasil, dengan ditandatanganinya Memorandum Kesepahaman tanggal 15 Agustus kemarin. Dengan kesepahaman ini, GAM mengakhiri kegiatannya untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah telah meminta pertimbangan DPR untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada mantan aktivis GAM. Semua agenda yang tertera dalam Memorandum Kesepahaman, akan kita laksanakan dengan konsisten. Saya minta kepada mantan aktivis GAM untuk juga mentaati kesepakatan itu. Dalam melakukan pembicaraan informal dengan GAM, Pemerintah tetap berpegang teguh pada prinsip, yakni tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bendera Merah Putih tetap berkibar dan otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dijalankan. Tidak ada satu pasal pun Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang yang tidak kita pedomani. Konflik di Aceh adalah persoalan dalam negeri. Kita tidak pernah berniat untuk menginternasionalisasikannya. Kehadiran pemantau asing dari Uni Eropa dan ASEAN untuk memonitor pelaksanaan Memorandum Kesepahaman, bukanlah campur tangan asing ke dalam negeri kita. Kita juga pernah melakukan tugas yang sama, memantau proses penyatuan dua Vietnam dan memantau gencatan senjata dalam proses damai, antara Pemerintah Filipina dengan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF). Pemerintah berharap, penandatanganan Memorandum Kesepahaman dengan GAM, akan menjadi titik awal penyelesaian konflik yang permanen di Aceh. Selanjutnya, saya mohon dukungan seluruh rakyat, agar Pemerintah juga dapat menuntaskan permasalahan di Papua. Pemerintah ingin menyelesaikan permasalahan itu secara damai,
dengan mengedepankan dialog, dan pendekatan persuasif. Kebijakan penyelesaian masalah di Papua, diletakkan pada pelaksanaan otonomi khusus secara konsisten, sebagai solusi yang adil, menyeluruh dan bermartabat. Penyelesaian itu harus dilihat secara utuh, jernih dan bijak dengan memperhatikan realitas dan legalitas keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat. Kesemuanya diorientasikan kepada kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyat di Papua. Masalah di Papua adalah masalah dalam negeri kita sendiri. Kita menolak campur tangan asing dalam menyelesaikannya. Sejarah Papua sebagai bagian integral wilayah negara kita adalah jelas. Setiap perundingan kita dengan Belanda, yang telah dilakukan sejak Perundingan Linggarjati hingga Konferensi Meja Bundar dan sesudahnya, tidak pernah luput dari agenda pengembalian Irian Barat sebagai wilayah kedaulatan NKRI, yang ketika itu masih diduduki oleh Belanda. Tidak satupun program kabinet di zaman Revolusi dan zaman Demokrasi Parlementer, yang tidak mencantumkan pengembalian Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Tidak ada manipulasi sejarah yang perlu diluruskan. Dunia menjadi saksi setiap perundingan pengembalian Irian Barat, hingga terlaksananya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan PBB tahun 1969. PBB telah mengakui hasil Pepera, dan sampai hari ini tidak pernah mempersoalkannya. Dengan demikian, dilihat dari sudut hukum internasional, tidak ada yang perlu diragukan mengenai keabsahan Papua, sebagai bagian integral wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati,
Kondisi aman, tertib dan damai sebagai prasyarat pelaksanaan pembangunan kini mulai membaik. Langkah-langkah yang kita lakukan, telah berhasil meredam konflik horizontal di berbagai tempat. Masyarakat di wilayah konflik kini terus memantapkan perdamaian, dan melaksanakan rekonsiliasi. Untuk menjaga keutuhan kedaulatan negara Republik Indonesia, Pemerintah akan meneruskan langkah-langkah perkuatan pertahanan negara, baik personel, maupun persenjataannya. Sebagian besar peralatan pertahanan kita telah tua usianya, dan teknologinya sudah tertinggal oleh perkembangan zaman. Sebagian dari peralatan itu bahkan tidak dapat dioperasikan karena berbagai sebab, termasuk kelangkaan suku cadang. Untuk mengatasi keadaan ini, Pemerintah melakukan perbaikan, rekondisi dan repowering peralatan yang ada, di samping berusaha memperkuat industri pertahanan dalam negeri dan membangun kerjasama kemitraan dengan negara lain. Pemerintah terus mengupayakan, agar embargo suku cadang berbagai jenis peralatan pertahanan dapat diakhiri. Dengan keterbatasan anggaran, kita akan meningkatkan tingkat kesiagaan dan operasionalitas alut sista TNI, sehingga lebih mampu mengemban tugas-tugas pertahanan negara. Pembangunan di bidang pertahanan, tidak diarahkan untuk memperbesar kekuatan, tetapi untuk mempertahankan dan memelihara kemampuan yang ada, terutama kesiapan kekuatan pertahanan terpadu dengan mengutamakan pertahanan wilayah perbatasan, pulau-pulau terluar dan wilayah laut, terutama di sekitar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Pemerintah juga akan meningkatkan pengamanan Selat Malaka dari berbagai ancaman, sesuai tanggungjawab kita sebagai negara pantai. Untuk itu, kita telah meningkatkan kerjasama segitiga dengan Malaysia dan Singapura, di samping dengan negara-negara pengguna alur pelayaran di selat itu. Pemerintah juga terus meningkatkan kemampuan untuk mencegah dan menanggulangi aksi-aksi terorisme. Kerjasama regional dan internasional dalam menghadapi ancaman ini, telah berjalan dengan baik dan terus akan kita tingkatkan lagi.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Selanjutnya, dalam mewujudkan agenda yang kedua menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis, kita bertekad untuk meningkatkan keadilan dan penegakan hukum, memberantas
korupsi dan melaksanakan reformasi birokrasi, serta terus memantapkan konsolidasi demokrasi. Sejak awal, Pemerintah telah bertekad untuk memerangi korupsi. Korupsi kita pandang sebagai kejahatan serius yang telah menyengsarakan rakyat dan merusak moral bangsa. Mengambil pelajaran dari masa lalu, kita harus benar-benar tegas dan konsisten dalam memberantas korupsi. Sebab itu, pada tanggal 9 Desember 2004 yang lalu, saya telah mencanangkan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi. Selanjutnya, sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah disusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Untuk mempercepat penindakan perkara korupsi, saya telah membentuk Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tanggal 2 Mei 2005 yang lalu. Pemerintah telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengefektifkan langkah-langkah pemberantasan korupsi. Hasil yang dapat kita capai dalam waktu yang singkat ini ialah, dalam periode Oktober 2004 sampai April 2005, kejaksaan telah melimpahkan 233 perkara tindak pidana korupsi ke Pengadilan. Timtas Tipikor kini, tengah menyidik 7 kasus dugaan korupsi. Sementara, sampai minggu kedua bulan Agustus ini, KPK menangani 27 kasus/perkara tindak pidana korupsi, dengan rincian: 12 kasus dalam tahap penyidikan, 6 kasus dalam tahap penyidikan, 7 kasus dalam tahap penuntutan, 2 kasus sedang dalam pemeriksaan kasasi. Dalam kurun waktu yang singkat ini, memang belum banyak hasil yang dapat kita capai. Namun, momentum pemberantasan korupsi jelas telah bergulir dan kita akan terus memelihara momentum ini, untuk menekan korupsi sampai batas minimum. Dalam memerangi korupsi, pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri. Aksi pemberantasan korupsi memerlukan dukungan seluruh lapisan masyarakat. Kepada Kapolri dan Jaksa Agung, saya telah menginstruksikan untuk menindak tegas bawahannya yang mempermainkan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain. Tanpa bermaksud untuk mencampuri kewenangan badan-badan peradilan, saya berharap para hakim juga akan melakukan pembersihan ke dalam, dan bersungguh-sungguh dalam menangani perkara-perkara korupsi. Kepada organisasi-organisasi advokat, saya juga mengharapkan kesungguhan dalam menegakkan kode etik untuk mengawasi perilaku para anggotanya. Bersama-sama dengan penegak hukum yang lain, saya berharap, para advokat akan bersungguh-sungguh memerangi korupsi, penyuapan dan praktik-praktik tercela lainnya, yang dapat merusak kewibawaan hukum dan lembaga-lembaga peradilan. Reformasi kelembagaan untuk memperkuat institusi birokrasi, untuk membangun pemerintah yang bersih, efisien, dan efektif, terus kita lanjutkan. Reformasi kelembagaan mencakup perbaikan penggajian, perbaikan kapasitas dan produktivitas, dan peningkatan disiplin dan etos kerja. Pemerintah terus berupaya melakukan berbagai langkah penting dalam pembenahan ini, termasuk rencana peningkatan gaji pegawai negeri, anggota Polri dan TNI, termasuk pemberian gaji ke-13 dan pengangkatan pegawai-pegawai honorer. Dalam upaya pembenahan hukum, Pemerintah mengharapkan kerjasama yang erat dengan Dewan untuk melaksanakan program legislasi nasional. Pemerintah akan terus melanjutkan pembenahan aparatur penegak hukum, sarana dan prasarana hukum dalam rangka menegakkan wibawa hukum. Kita sama-sama telah bertekad untuk menghormati, melindungi, menegakkan dan memenuhi hak asasi manusia. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, telah memasukkan pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang cukup lengkap. Saya telah menandatangani Rancangan Undang-Undang untuk meratifikasi International Convenant on Civil and Political Rights dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, untuk segera kita sahkan. Pemerintah memang menanggung beban atas belum tuntasnya berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Sebagian dari kasus-kasus itu, ada yang telah diperiksa dan diputus oleh badan-badan peradilan. Sebagian lagi masih dalam tahap penyelidikan. Sepanjang masih dapat dimajukan ke pengadilan, Pemerintah akan meneruskan kasus-kasus itu. Terhadap kasus-kasus yang sulit dibuktikan, kita akan menyerahkannya kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang pembentukannya sebentar lagi akan kita selesaikan. Pemerintah menyadari berbagai ketiadakpuasan terhadap putusan Pengadilan HAM Ad Hoc atas kasus pelanggaran HAM yang berat menjelang dan segera sesudah jajak pendapat di Timor Timur pada tahun 1999. Pemerintah juga mengikuti dengan sungguh-sungguh inisiatif Sekjen PBB Kofi Annan membentuk komisi ahli untuk mengkaji proses persidangan Pengadilan HAM Ad
Hoc. Namun, Pemerintah berkeyakinan, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Timor Timur tahun 1999 itu, dapat menempuh alternatif penyelesaian melalui Komisi Kebenaran dan Persahabatan, yang telah dibentuk bersama oleh pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor Leste, dan telah diresmikan tanggal 11 Agustus yang lalu. Melalui komisi ini, kedua Pemerintah ingin agar kebenaran ditemukan dan rekonsiliasi dipromosikan. Kedua Pemerintah berkeinginan agar hubungan kedua negara lebih diarahkan untuk melihat ke depan, bukan melihat ke belakang.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Kita patut bersyukur bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini, kita telah mampu menciptakan stabilitas politik dalam negeri yang dinamis. Masyarakat telah terbiasa dengan perbedaan pendapat. Pers kita memiliki kebebasan yang utuh, tanpa ada lagi sensor dan pembatasan yang dilakukan oleh pihak manapun juga. Kebebasan pers telah meningkatkan daya kritis masyarakat, baik terhadap Pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, maupun kritis terhadap pers itu sendiri. Kebebasan rakyat untuk membentuk partai politik dan menyalurkan aspirasi politik sepenuhnya telah terjamin. Dalam pelaksanaan Pilkada, sebagiannya telah berjalan dengan lancar. Sebagiannya lagi, diwarnai protes, unjuk rasa dan tindak kekerasan. Kita perlu menyempurnakan penyelenggaraan Pilkada, diwaktu-waktu yang akan datang. Kepada para calon Kepala Daerah dan pendukungnya, saya mengajak, marilah kita bersama-sama mendewasakan diri. Dalam sistem demokrasi, setiap calon harus siap untuk menang dan siap untuk kalah. Kita harus mentaati etika politik. Pihak yang tidak puas, silahkan menempuh jalur hukum. Jangan menggunakan kekuatan dan kekerasan. Kita tidak ingin proses Pilkada menjadi faktor pemicu ketidakstabilan politik. Mengenai politik luar negeri, Pemerintah tetap melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif. Dalam diplomasi, kita selalu memperjuangkan dan mengutamakan kepentingan nasional, sambil mempromosikan perdamaian dan kerjasama. Diplomasi Indonesia dilakukan pula untuk memagari potensi disintegrasi bangsa, dan memperkuat bangunan lingkaran konsentrasi kerjasama kawasan, yang bertumpu pada ASEAN sebagai pilar utama. Tanda-tanda menguatnya peranan negara kita dalam percaturan politik internasional, kini mulai nampak. Terpilihnya Indonesia menjadi Ketua Komisi HAM PBB, menunjukkan indikasi membaiknya posisi kita dan meningkatnya kepercayaan dan pengakuan perbaikan situasi HAM di dalam negeri. Dalam waktu yang singkat kita berhasil menyelenggarakan KTT Khusus ASEAN Pasca Gempa Bumi dan Tsunami, yang telah berhasil mendorong perhatian yang lebih besar terhadap masalah kemanusiaan yang terjadi di negeri kita dan di kawasan. Dengan persiapan yang mendesakpun kita berhasil menyelenggarakan KTT Asia Afrika. Keberhasilan penyelenggaraan konferensi ini telah memperkuat posisi kepemimpinan kita dalam mensponsori kerjasama kemitraan strategis baru kedua benua. Indonesia akan terus meningkatkan peranannya dalam Organisasi Konferensi Islam, meneruskan dukungan bagi pembebasan Palestina, dan meningkatkan peranan yang lebih penting di dunia Islam.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin yang saya muliakan,
Izinkanlah saya, Saudara Ketua, untuk beralih secara singkat menguraikan langkah-langkah kebijakan untuk mewujudkan agenda ketiga yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam 5 tahun pemerintahan ini, kita bertekad untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka dan
kemiskinan menjadi separuhnya. Tingkat pengangguran terbuka kita upayakan dapat menurun dari 9,9 persen menjadi 5,1 persen, sedang tingkat kemiskinan kita upayakan menurun dari 16,6 persen menjadi 8,2 persen. Untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran, kita akan mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas. Artinya, pertumbuhan yang kita harapkan adalah yang mampu menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan serta menjaga kelestarian lingkungan. Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan merupakan bagian penting dari strategi perekonomian kita. Upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, selain dilakukan melalui peningkatan pendapatan terutama bagi penduduk miskin, juga ditempuh dengan perbaikan kualitas kehidupan rakyat. Hal ini akan tercermin terutama dari pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Perkenankanlah saya kini menguraikan pokok-pokok perkembangan dari pelaksanaan strategi peningkatan kesejahteraan rakyat itu. Dalam 10 bulan pertama pemerintahan ini, kita mencatat perkembangan ekonomi yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,1 persen, menunjukkan kecenderungan meningkat yang cukup pesat pada semester pertama tahun 2005 yaitu sebesar 6,2 persen dan 5,9 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi telah makin kokoh dengan ditopang oleh faktor investasi dan ekspor, menggantikan faktor konsumsi. Pada semester pertama 2005 pertumbuhan investasi 13,6 persen, sedangkan ekspor tumbuh 10,2 persen. Sisi produksi juga membaik dengan industri pengolahan nonmigas yang mampu tumbuh sebesar 8 persen. Pertumbuhan kredit perbankan juga menunjukkan akselerasi di atas 29 persen. Kredit untuk UKM bahkan tumbuh mendekati 40 persen. Indeks Harga Saham Gabungan terus menunjukkan kecenderungan penguatan dalam tahun 2005 dengan akselerasi yang sangat tinggi sejak Mei, dan mendekati tingkat 1185 pada awal bulan bulan Agustus. Dalam menarik minat investasi dan untuk meningkatkan kegiatan perdagangan internasional, diplomasi ekonomi secara intensif telah dilakukan melalui berbagai kunjungan kenegaraan saya, Wakil Presiden dan para menteri ke negara-negara partner investasi dan perdagangan seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Republik Rakyat China, Malaysia, Singapura dan lainnya. Kunjungan yang telah kami lakukan menghasilkan komitmen investasi maupun perdagangan yang memuaskan. Kunjungan ke China telah menghasilkan kesepakatan peningkatan investasi sebesar 9 miliar dolar Amerika untuk 3 tahun mendatang, serta peningkatan volume perdagangan 3 kali lipat pada 2010 hingga mencapai 30 miliar dolar Amerika. Kerjasama BUMN dan swasta juga menghasilkan penandatanganan investasi sebesar 8,5 miliar dolar Amerika. Dengan Jepang, kita sepakat untuk memulai perundingan Economic Partnership Agreement dan Strategic Investment Action Plan untuk melipatgandakan investasi hingga 20 miliar dollar Amerika dalam 5 tahun mendatang, meliputi bidang infrastruktur, pembangkit listrik, pertambangan, tekstil, energi, dan otomotif. Kerjasama 200 Usaha Kecil Menengah (UKM) juga akan ditingkatkan di bidang otomotif dengan bantuan JETRO. Australia, juga telah menyatakan komitmen investasi di bidang minyak di lapangan Jeruk Selat Malaka, sebesar 1 miliar dolar Amerika. Telah diselesaikan perundingan perpanjangan kontrak dengan Exxon Mobil yang melibatkan nilai investasi sebesar 2,5 miliar dolar Amerika, yang diharapkan akan menghasilkan total produksi dengan nilai saat ini sebesar 25 miliar dolar Amerika. Investor Amerika juga siap melakukan investasi di bidang minyak dan gas alam. Momentum pertumbuhan ini cukup membesarkan hati. Namun perlu kita jaga secara hati-hati dan waspada karena lingkungan perekonomian global terus berubah secara cepat dan cenderung tidak ramah. Ketidakseimbangan perekonomian global telah menyebabkan gejolak nilai tukar antar negara yang berdampak ke Indonesia. Tingkat suku bunga internasional terus cenderung meningkat, juga harga minyak mentah dunia yang telah melonjak tinggi. Stabilitas makro ekonomi kita mengalami tekanan yang cukup berat, yang membutuhkan pengelolaan yang makin hati-hati agar basis pertumbuhan ekonomi kita tidak terganggu. Nilai rupiah yang cenderung melemah, harga minyak dunia yang tinggi, dan permintaan domestik yang pesat telah menimbulkan tekanan inflasi. Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga mencapai 8,75 persen untuk menjaga stabilitas ekonomi, yang memunculkan dilema, karena akan berdampak pada peningkatan beban hutang pemerintah, serta kemungkinan
memperlambat momentum pertumbuhan ekonomi kita. Anggaran pemerintah terus mendapat tekanan yang berat. Beban subsidi BBM yang harus kita tanggung akan membengkak, seiring dengan kenaikan harga minyak mentah internasional. Pada hari-hari ini harga minyak dunia telah mencapai di atas 66 dolar Amerika per barel, jauh lebih tinggi dari harga penyesuaian bulan Maret lalu yang memakai patokan 35 dolar Amerika per barel. Jika harga minyak dunia bertahan tinggi seperti saat ini, subsidi BBM tahun anggaran 2005 diperkirakan akan mencapai di atas Rp 140 triliun. Beban utang pemerintah juga akan meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga domestik dan global. Defisit anggaran tahun ini diperkirakan akan membengkak sekitar 1% dari Produk Domestik Bruto. Pembiayaan defisit akan mengharuskan pemerintah menambah jumlah utang yang berarti beban pembiayaan pemerintah akan semakin berat. Hal ini akan mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan kegiatan pembangunan. Subsidi BBM yang sedemikian besar dirasa tidak tepat sasaran dan tidak adil karena, lebih dinikmati oleh mereka yang berpenghasilan lebih mampu. Harga BBM yang jauh dari harga pasar juga mengakibatkan pemborosan penggunaan BBM, dan mendorong penyelundupan BBM. Berbagai ekses negatif dari lingkungan global yang berubah cepat, mendorong pemerintah untuk terus berusaha merancang kebijakan yang antisipatif dan hati-hati. Dengan berat hati pemerintah telah mengambil kebijakan yang tidak populer, yaitu menaikkan harga BBM per 1 Maret yang lalu. Kenaikan harga BBM jelas bukanlah suatu pilihan yang mudah dan menyenangkan bagi seluruh rakyat, dan sungguh terpaksa dilakukan oleh pemerintah sebagai pilihan terakhir. Kebijakan kenaikan harga BBM memang akan menyebabkan beban masyarakat meningkat, dan bahkan dapat menyebabkan peningkatan jumlah kemiskinan yang berlawanan dengan tujuan pemerintah. Pemerintah berupaya keras untuk melakukan program pemihakan dan kompensasi yang ditujukan terutama kepada penduduk miskin, sehingga beban dapat terkurangi dan dampak negatif dapat ditekan. Program kompensasi akan terus ditujukan pada pengurangan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja dan bertumpu pada program peningkatan kualitas hidup masyarakat. Program tersebut tidak hanya disusun dan dilaksanakan untuk satu tahun saja, tetapi merupakan upaya yang berkesinambungan. Di bidang pendidikan pemerintah memberikan biaya operasional kepada 28,9 juta peserta didik tingkat SD/Madrasah Ibtidaiyah/Pesantren Salafiah dan sekolah agama lainnya, dan sejumlah 10,8 juta anak didik SMP/Madrasah Tsanawiyah/ Pesantren Salafiyah dan sekolah agama lainnya, dalam rangka menuntaskan Wajib Belajar 9 tahun. Sementara itu untuk jenjang SMA/SMK/Madrasah Aliyah dan sekolah agama lainnya, diberikan bea siswa kepada 698,5 ribu siswa. Di bidang kesehatan pelayanan puskesmas dan rumah sakit kelas III gratis diberikan kepada penduduk miskin. Juga dilaksanakan pembangunan infrastruktur di lebih dari 11 ribu desa untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kelompok paling bawah. Pemerintah juga tengah merancang kebijaksanaan subsidi yang lebih tepat sasaran, adil, dan akurat. Salah satu prasyarat kebijaksanaan subsidi langsung adalah tersedianya data penduduk miskin yang akurat dan aktual. Untuk keperluan itu tahun ini kita mengadakan sensus penduduk miskin. Pemerintah juga mengupayakan agar konsumsi BBM dapat ditekan. Untuk itu, saya telah menginstruksikan penghematan energi kepada jajaran Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta BUMN dan BUMD. Langkah ini kita harapkan akan diikuti masyarakat secara mandiri. Pemerintah juga berusaha mengurangi beban dan distorsi dengan menyesuaikan harga BBM kepada pemakai komersial/perusahaan. Pemerintah sadar bahwa langkah-langkah ini belum dapat menyelesaikan seluruh masalah BBM, dan masih merupakan solusi jangka pendek. Oleh karena itu langkah-langkah yang lebih substansial yang sistematis dan terencana dalam rangka mengendalikan konsumsi, mendorong diversifikasi energi, penggunaan teknologi produksi dan alat transportasi yang hemat energi, serta meningkatkan pasokan energi telah dan akan terus dilaksanakan. Tekanan fiskal dan moneter, mengurangi kemampuan kebijakan ekonomi makro untuk menjadi pendorong perekonomian. Oleh karena itu pemerintah terus bekerja lebih keras untuk menghapuskan hambatan-hambatan di sektor riil, agar mampu mendorong kegiatan investasi dan ekspor sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Perbaikan iklim investasi adalah jawaban yang diperlukan, yang sekaligus merupakan tantangan yang tidak mudah. Konsolidasi kebijakan dan kepastian hukum terus dilakukan dan kejelasan kewenangan dipertajam, baik di pusat maupun di daerah. Penyederhanaan peraturan di bidang
investasi, pengurangan prosedur izin investasi tertuang dalam RUU Investasi yang segera diselesaikan, dan kepastian perolehan lahan untuk kepentingan umum, merupakan langkah yang telah dan sedang dilaksanakan pemerintah. Finalisasi amandemen Undang Undang Perpajakan segera akan dibahas dengan DPR dan diharapkan akan berlaku efektif tahun 2006. Pemerintah mengusulkan kebijakan pengurangan beban wajib pajak dengan kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak sebesar 300%, penurunan tarif Pajak penghasilan dalam lima tahun, penyederhanaan tarif, perbaikan prosedur pemeriksaan, keberatan, dan banding. Juga diusulkan penurunan tarif khusus bagi UKM dan perusahaan yang masuk pasar modal. Penyederhanaan prosedur dan fasilitas ekspor dan impor, serta harmonisasi tarif bea masuk serta pembenahan dalam sistem dan prosedur perdagangan telah dilakukan. Sementara itu, untuk menunjang industri dalam negeri serta memperluas lapangan kerja, Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bahan baku dan komponen tertentu. Melalui Keppres Nomor 80 tahun 2003 Pemerintah juga mendorong penggunaan produksi dalam negeri dalam kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kita tidak hanya menginginkan pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga lebih merata. Untuk itu, kita membutuhkan ketersediaan infrastruktur pendukung. Pada bulan Januari yang lalu, Pemerintah dengan Kadin telah menyelenggarakan Indonesia Infrastructure Summit 2005. Penyelenggaraan kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, dengan melibatkan investor dalam dan luar negeri. Dewasa ini Pemerintah telah menawarkan 1697 km tender jalan tol dimana 173 km dari enam ruas jalan tol telah selesai ditenderkan dan segera dibangun. Pada tahun 2005 telah diselesaikan dan dioperasikan jembatan layang Kiara Condong, Jembatan Pasupati Bandung, Jembatan layang Bogor Raya, dan Tanjung Barat di wilayah Jabotabek, serta jalan tol Cikampek-Padalarang sepanjang 47 km. Selain itu, Pemerintah juga meneruskan upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan, pemeliharaan, penggantian dan pembangunan jembatan. Di bidang pemukiman, sampai saat ini pembangunan perumahan dengan pembiayaan KPR telah mencapai 39.257 unit, sedangkan rumah susun sederhana sebanyak 1.824 unit di 14 lokasi. Pemerintah juga membentuk Lembaga Pembiayaan Sekunder Perumahan, untuk menunjang program pembangunan sejuta rumah. Jantung pemecahan masalah pengangguran dan kemiskinan terletak pada tiga sektor utama yaitu pertanian, perikanan, dan kehutanan. Revitalisasi ketiga sektor tersebut menjadi suatu keniscayaan, apabila kita ingin membangun Indonesia yang sejahtera dan berkelanjutan. Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menandai dimulainya upaya bersama penerapan kebijakan dan strategi untuk mempercepat pencapaian peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat petani, nelayan, peternak, pekebun, dan petani hutan pada khususnya, dan masyarakat di perdesaan pada umumya. Di bidang pertanian, sedang dilakukan revitalisasi sistem penyuluhan secara nasional. Di samping itu, Pemerintah dan lembaga internasional sedang melakukan peningkatan sistem kesehatan ternak dan keamanan produk hewan, untuk mengendalikan penyakit ternak yang dapat menganggu keamanan produk ternak dan kesehatan manusia. Khusus untuk mengatasi penyakit flu burung, telah dilakukan langkah-langkah untuk mengendalikan dan membatasi penyebaran flu burung yang merugikan peternak, maupun yang membahayakan kesehatan manusia (zoonosis). Selain itu, dilakukan pula upaya-upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat regional dan daerah, dan di tingkat rumah tangga. Upaya peningkatan kapasitas produksi pangan di daerah dan peningkatan sistem kerawanan pangan dan gizi serta peningkatan pendapatan terus dilaksanakan, terutama di daerah-daerah defisit pangan untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya kasus gizi buruk dan busung lapar. Di bidang kelautan dan perikanan, Pemerintah telah melakukan peningkatan pelayanan perizinan dalam upaya pemberantasan illegal fishing, peningkatan pengamanan laut, pemberdayaan masyarakat pesisir, serta kemudahan akses permodalan bagi nelayan. Di bidang kehutanan, kita melakukan pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal. Upaya kita itu mendapat dukungan internasional, antara lain oleh Environmental Investigation Agency (EIA) Inggris, kerja sama dengan LSM Amerika Serikat dalam penyelamatan lingkungan hidup, kerja sama dengan negara-negara konsumen kayu serta LSM internasional dalam forum Asian
Forest Partnership (AFP) dan Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Kita juga sudah menandatangani nota kesepahaman secara bilateral dengan beberapa negara, seperti Cina, Jepang, Inggris, Korea Selatan, dan Norwegia.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati, Saudara-saudara Sekalian,
Upaya pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat ditempuh dengan meningkatkan kualitas kehidupan rakyat di bidang pendidikan dan kesehatan, dan mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Pada tingkat global, kita bersama-sama dengan Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa ingin mewujudkan dunia yang damai, adil, dan sejahtera dengan rencana yang nyata, cetak biru yang realistis, dan target yang kongkrit dalam bentuk The Millennium Development Goals (MDGs). Dalam rangka memperkuat pelaksanaan MDG di kawasan Asia Pasifik, Indonesia telah menjadi tuan rumah pertemuan Asia Pasifik yang menghasilkan Deklarasi Jakarta. Deklarasi tersebut memperkuat semangat solidaritas antar negara Asia Pasifik untuk mencapai MDG. Tujuan-tujuan pembangunan millennium tersebut telah menjadi program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian cukup besar akhir-akhir ini adalah kasus busung lapar. Jumlah anak balita penderita kurang gizi mencapai 5 juta dimana 1,5 juta menderita gizi buruk pada tahun 2003. Jumlah tersebut menurun pada tahun 2004 menjadi 3,15 juta dan 664 ribu anak. Pemecahan masalah ini memerlukan pendekatan yang menyeluruh oleh semua pihak, baik keluarga, masyarakat, pemerintah, maupun pelaku ekonomi. Dalam jangka pendek pemerintah melakukan intervensi gizi buruk, untuk mencegah kematian dan kecacatan melalui penemuan dini kasus gizi buruk, menjamin perawatan gizi buruk di Puskesmas, dan rumah sakit dan bantuan makanan pendamping ASI. Dalam jangka menengah dan panjang, dilakukan peningkatan keberdayaan keluarga dan pemberdayaan, penyuluhan, dan pendidikan gizi, serta integrasi kegiatan lintas sektor. Masalah lain di bidang kesehatan adalah terjadinya wabah berbagai penyakit menular, khususnya polio. Untuk mengatasi permasalahan ini, telah dilaksanakan berbagai upaya, yaitu meningkatkan cakupan imunisasi sampai ke tingkat desa yang diberikan secara gratis; imunisasi tambahan melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan imunisasi anak sekolah; serta surveilance lumpuh layu mendadak secara rutin. Saudara Pimpinan dan Sidang yang terhormat,
Kini perkenankanlah saya beralih untuk menyampaikan rencana ke depan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah 2006. Kami selalu berupaya untuk berkonsultasi dan menyampaikan kebijakan-kebijakan yang akan diambil ke segenap pihak, baik di kalangan pemerintahan antara lain melalui konsultasi secara berkala dengan para gubernur, maupun dengan wakil-wakil rakyat di DPR, maupun langsung berdialog dengan masyarakat. Dari proses konsultasi yang dilakukan, diidentifikasi 7 prioritas pembangunan untuk tahun 2006. Secara garis besar, ketujuh prioritas pembangunan dapat diterangkan sebagai berikut. Pertama, prioritas penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan. Kedua, prioritas peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor. Ketiga, prioritas revitalisasi pertanian dan perdesaan. Keempat, prioritas peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan. Kelima, prioritas penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi. Prioritas keenam adalah penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan, dan ketertiban serta penyelesaian konflik. Prioritas ketujuh adalah pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (Sumatera Utara). Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias pada tahun 2006 merupakan kelanjutan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2005. Untuk tahun 2006, sasaran rehabilitasi adalah terlaksananya perbaikan pelayanan publik pada tahap yang memadai, dan sasaran rekonstruksi adalah terlaksananya pembangunan kembali masyarakat dan kawasan.
Ketujuh prioritas pembangunan tadi adalah untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan pembangunan yang mendesak dan merupakan langkah kongkrit untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2006 hari ini juga disampaikan pada Dewan yang terhormat. RKP 2006, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, merupakan pedoman bagi penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2006 yang segera akan disampaikan dalam uraian berikut.
Para Pimpinan, anggota DPR dan hadirin yang saya hormati,
Garis besar RAPBN 2006 didahului dengan penjelasan tentang prospek ekonomi makro. Perkembangan perekonomian dunia tahun 2006 diharapkan akan sedikit membaik dibandingkan tahun 2005. Perkembangan ini diharapkan akan mendorong ekspor kita. Di samping itu, permintaan konsumsi dan momentum investasi masih diperkirakan cukup kuat. Sasaran pertumbuhan 6,2 persen masih berada di bawah potensi ekonomi Indonesia, dan memang masih belum cukup untuk mengurangi secara berarti tingkat pengangguran dan kemiskinan. Sekalipun demikian, diharapkan pertumbuhan ekonomi kita akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang, sejalan dengan diatasinya hambatan-hambatan yang ada. Investasi akan lebih didominasi oleh investasi baru dari pada perluasan investasi. Peningkatan investasi dari luar negeri diharapkan akan meningkat, dengan membaiknya kepercayaan internasional. Selanjutnya, melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi secara baik, serta dengan memperhatikan prospek perkembangan keuangan internasional, maka nilai tukar rupiah dalam tahun 2006 diperkirakan berkisar di Rp 9.400 tiap dollar Amerika Serikat. Pemerintah menetapkan sasaran laju inflasi tahun 2006 sebesar 7 persen. Sejalan dengan perkiraan inflasi tadi, dengan mempertimbangkan masih adanya risiko ketidakpastian, maka suku bunga SBI tiga bulan diperkirakan akan mencapai 8 persen dalam tahun 2006. Asumsi harga minyak mentah Indonesia ditetapkan berdasarkan perkiraan perkembangan penawaran dan permintaan dalam tahun 2006, dan penekanan pada prinsip kehati-hatian anggaran. Harga tersebut memang dirasakan tidak sesuai dengan harga saat ini yang cenderung sangat tinggi. Harga minyak Indonesia dalam perhitungan RAPBN adalah 40 dollar AS per barel, dan produksi minyak sebesar 1,075 juta barel per hari. Mengingat ketidak-pastian harga minyak dunia yang cenderung sangat tinggi akhir-akhir ini, asumsi harga dalam RAPBN 2006 tersebut sangat mungkin untuk direvisi, dalam pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pimpinan, para Anggota Dewan dan hadirin yang saya hormati,
Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat terciptanya pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Pemerintah dan Bank Indonesia memberikan komitmen bagi kelangsungan sistem devisa bebas, dengan terus memantau pergerakan nilai tukar. Pemerintah memahami upaya Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter yang cenderung ketat, sebagai antisipasi dari gejolak ekonomi dunia, dan untuk menjaga tingkat inflasi dan volatilitas nilai tukar di dalam negeri. Di sektor keuangan, upaya untuk menyempurnakan peraturan-peraturan, pengefektifan sistem pengawasan, penerapan Tata Kelola Pemerintahan dan konsolidasi sektor-sektor keuangan, akan kita lanjutkan dan tingkatkan dalam tahun 2006. Termasuk dalam kebijakan sektor keuangan ini adalah pelaksanaan transisi dari sistem penjaminan penuh kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Besaran penjaminan akan kita turunkan secara bertahap, sehingga pada akhirnya hanya para nasabah dan deposan kecil yang akan kita lindungi. Pada tahun 2006 saya berharap perbankan terus dapat mengoptimalkan penyaluran kreditnya, termasuk meningkatkan akses permodalan kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan, hanya akan dicapai jika sektor keuangan stabil dan terjaga dengan baik. Karena itu, perbaikan sistem pengawasan sektor keuangan, pembenahan sistem koordinasi antar-otoritas dan kemampuan penangkalan terhadap resiko yang mungkin timbul di sektor keuangan, harus kita perhatikan secara sungguh-sungguh. Untuk mendukung konsolidasi sistem pengawasan, Pemerintah sedang merancang suatu konsep Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Rancangan jaring pengaman itu ditujukan untuk membentuk
suatu mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif, tanpa mengabaikan independensi dari berbagai lembaga pengatur di sistem keuangan nasional, baik dalam kondisi normal maupun bila terjadi gangguan. Dengan langkah-langkah pembenahan di sektor riil dan sektor keuangan, kita berharap partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat terus ditingkatkan Pimpinan, Para Anggota Dewan dan hadirin yang saya hormati,
Kini izinkan saya untuk menyampaikan uraian rincian RAPBN 2006, dimulai dari uraian Pendapatan Negara dan Hibah. Peran penerimaan perpajakan semakin signifikan dalam pendapatan negara. Untuk itu, upaya yang sudah dilakukan di bidang perpajakan harus terus kita tingkatkan. Dengan menggunakan basis PDB tahun 2000 dan asumsi dasar yang diusulkan, Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB meningkat dari 13,2 persen pada perkiraan realisasi APBN 2005, menjadi 13,4 persen dalam RAPBN 2006. Di bidang kepabeanan, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta untuk mengurangi waktu dan biaya di pelabuhan terhadap _importir patuh_, pemerintah akan mengupayakan peningkatan jumlah jalur prioritas. Di bidang cukai rokok, pemerintah akan tetap melanjutkan kebijakan yang ada, serta melanjutkan pemberantasan rokok tanpa pita dan pita cukai palsu. Sejalan dengan itu, Pemerintah juga akan melakukan langkah-langkah sistematis dalam memberantas illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing serta penyelundupan produk-produk luar ke dalam negeri yang menyebabkan persaingan usaha tidak adil. Upaya peningkatan di bidang penerimaan negara bukan pajak (PNBP), diperkirakan akan mengalami sedikit hambatan. Hal ini disebabkan sektor minyak bumi dan pertambangan umum sedang dalam pengembangan investasi baru, sedangkan hambatan di sektor kehutanan akibat program pengurangan jumlah penebangan. Di samping itu, penerimaan deviden dari BUMN masih terbatas. Sektor-sektor PNBP lain yang masih berpotensi untuk ditingkatkan, antara lain sektor gas alam dan jasa telekomunikasi. Berdasarkan asumsi-asumsi ekonomi makro yang telah disepakati, dan berbagai kebijakan yang akan ditempuh, pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp 539,4 triliun. Sumber pendapatan negara tahun 2006 tersebut direncanakan terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 402,1 triliun, penerimaan bukan pajak Rp 132,6 triliun, dan hibah Rp 4,7 triliun. Hal ini berarti bahwa sekitar tigaperempat pendapatan negara ditopang oleh penerimaan perpajakan, dan sisanya bersumber dari penerimaan bukan pajak. Kontribusi penerimaan sektor perpajakan yang makin meningkat tersebut, menunjukkan bahwa pemerintah tetap konsisten untuk terus menggali sumber-sumber pendanaan dari dalam negeri, dalam rangka mewujudkan tingkat kemandirian APBN.
Pimpinan, para anggota DPR dan hadirin yang terhormat,
Sejak APBN 2005 kita telah menerapkan sistem anggaran terpadu : yaitu sistem yang melebur anggaran rutin dan anggaran pembangunan dalam satu format anggaran, yang diharapkan akan mengurangi alokasi yang tumpang tindih, sehingga menghemat keuangan negara. Mengenai belanja pegawai, kita bersyukur bahwa Pemerintah dan Panitia Anggaran telah sepakat mengenai skema perbaikan pendapatan aparatur negara, yakni kenaikan gaji pokok dengan tingkat kenaikan antara 5 sampai 20 persen, dengan prioritas kepada para pegawai golongan bawah, dan pembayaran gaji ke 13 bagi PNS, TNI dan Polri, serta pensiunan. Anggaran belanja bagi pegawai daerah, terkait dengan kebijakan tersebut, pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, melalui alokasi Dana Perimbangan tahun 2006, yang meningkat cukup besar dibandingkan tahun 2005. Selain itu, dalam rangka mengisi formasi pegawai, direncanakan anggaran gaji untuk penerimaan pegawai baru tahun 2006, utamanya di sektor pendidikan, kesehatan, dan agama. Berikutnya adalah alokasi belanja barang, yang akan diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan publik setiap instansi pemerintah, dengan mengupayakan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan jasa, perjalanan dinas, serta pemeliharaan aset negara. Pemerintah juga menganggarkan pembayaran bunga utang sekitar Rp 73,5 triliun, yang terdiri dari beban bunga utang dalam negeri Rp 46,1 triliun, dan bunga utang luar negeri Rp 27,3 triliun.
Dalam rangka mendukung pembangunan sarana dan prasarana fisik, akan diupayakan peningkatan belanja modal untuk kegiatan investasi sarana dan prasarana pembangunan, antara lain dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta modal fisik lainnya. Selanjutnya adalah alokasi untuk subsidi dianggarkan sebesar Rp 80,9 triliun. Pemberian subsidi ini dilakukan untuk membantu masyarakat kurang mampu, usaha kecil dan menengah, BUMN yang melaksanakan tugas pelayanan umum serta untuk menjaga stabilitas harga komoditi tertentu. Sebagian besar anggaran subsidi dialokasikan melalui perusahaan negara, yang manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat, dalam bentuk harga yang lebih murah. Terhadap besaran dan kebijakan subsidi, khususnya subsidi BBM, saya menyambut baik saran Anggota Dewan, untuk mengkaji efektivitas dan penghematan anggaran yang dapat dilakukan. Pemerintah setuju agar sistem subsidi harga secara berangsur-angsur dialihkan ke subsidi yang lebih tepat dan langsung ke sasaran. Pemerintah akan mengambil langkah-langkah pengawasan yang ketat, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyimpangan penyalahgunaan BBM. Di samping itu, kita akan melakukan upaya diversifikasi energi sebagai substitusi BBM. Pimpinan, para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati,
Kini saya akan menguraikan secara ringkas alokasi anggaran belanja pemerintah, bagi departemen dan lembaga-lembaga negara lainnya. Dari rencana anggaran belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 375,1 triliun, beberapa departemen akan memperoleh pagu anggaran yang relatif besar. Anggaran tadi dimaksudkan, untuk mendanai kegiatan operasional dan non-operasional. Departemen dan lembaga yang akan memperoleh alokasi yang besar itu adalah: Pertama, Departemen Pendidikan Nasional sekitar Rp 31,5 triliun, yang antara lain untuk melanjutkan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, program pendidikan menengah, program pendidikan tinggi, serta program peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan. Kedua, Departemen Pertahanan, direncanakan mendapat alokasi sekitar Rp 23,6 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk menjaga keutuhan wilayah serta kedaulatan NKRI melalui program pengembangan pertahanan integratif, program pengembangan industri pertahanan, serta program pengembangan matra darat, laut, dan udara. Ketiga, Departemen Pekerjaan Umum mendapat anggaran sekitar Rp 13,2 triliun, yang antara lain akan digunakan untuk menjalankan program peningkatan pembangunan jalan dan jembatan, program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengairan lainnya, serta program pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Keempat, Kepolisian Negara Republik Indonesia, mendapat anggaran sekitar Rp 13,2 triliun, yang antara lain digunakan untuk menjalankan program pemeliharaan kamtibmas, program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, serta program pengembangan sumber daya manusia kepolisian. Kelima, Departemen Kesehatan yang mengelola anggaran sebesar Rp. 11,5 triliun, digunakan untuk melanjutkan program pelayanan kesehatan gratis untuk masyarakat miskin, peningkatan kualitas pelayanan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, dan penanganan kesehatan daerah bencana. Selain Departemen dan lembaga negara itu, rincian pagu anggaran belanja untuk departemen dan lembaga negara lainnya, dapat dilihat dalam buku Nota Keuangan dan Rancangan APBN Tahun 2006 yang disampaikan Pemerintah ke DPR pada hari ini.
Pimpinan, Para Anggota DPR dan hadirin yang terhomat,
Di bidang Belanja Daerah, langkah-langkah kebijakan yang diusulkan pada tahun 2006, antara lain, adalah : Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil, yang diarahkan untuk memperkecil ketimpangan keuangan antara pusat dan daerah, serta antar-daerah dengan tetap menjaga netralitas dampak kepada total jumlah APBN maupun terhadap target defisit. Dalam RAPBN tahun 2006, belanja untuk daerah direncanakan sebesar Rp 184,2 triliun, yang terdiri dari Dana Perimbangan Rp 181,1 triliun, serta Dana Otonomi Khusus dan penyesuaian Rp 3,1 triliun. Alokasi DAU disepakati sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto, atau sebesar Rp 126,2 triliun. Kenaikan dana belanja untuk daerah tersebut cukup signifikan dibandingkan dengan
tahun 2005. Dalam RAPBN 2006, juga ditingkatkan peranan dan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) secara selektif dan bertahap, dengan tetap memperhatikan prioritas nasional. Pemerintah dan Panitia Anggaran juga sepakat, untuk mengalihkan dana dekonsentrasi ke Dana Alokasi Khusus secara bertahap, yakni ke program dan kegiatan yang kewenangannya ada di daerah. Kebijakan Otonomi Daerah merupakan tanggapan Pemerintah atas berbagai aspirasi daerah, yang menginginkan peningkatan peran dan kemandirian, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan Daerah. Saya minta Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kini izinkan saya untuk menyampaikan masalah Pembiayaan Anggaran. RAPBN 2006 diperkirakan akan mengalami defisit sekitar Rp 19,8 trililun atau sekitar 0,7 persen dari PDB, lebih rendah jika dibandingkan dengan defisit pada perkiraan realisasi tahun 2005 yang diperkirakan akan mencapai sekitar 1 persen dari PDB. Penurunan rasio defisit terhadap PDB tahun 2006 tersebut, mencerminkan komitmen Pemerintah dalam melanjutkan program dan langkah-langkah konsolidasi fiskal, untuk memantapkan upaya peningkatan ketahanan fiskal yang berkelanjutan. Meskipun besaran defisit anggaran di tahun 2006 akan lebih rendah dari tahun 2005, tetapi tantangan yang dihadapi di sisi pembiayaan tidaklah bertambah ringan. Pembiayaan yang perlu disediakan tidak hanya untuk menutupi defisit APBN semata-mata, tetapi juga untuk memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri dan utang luar negeri yang akan jatuh tempo. Dalam RAPBN 2006, pembayaran pokok utang luar negeri direncanakan sekitar Rp 60,4 triliun, dan pokok utang dalam negeri sekitar Rp 30,4 triliun. Kebutuhan pembiayaan defisit anggaran dan pembayaran pokok pinjaman, akan diupayakan dari sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri. Pembiayaan dari perbankan dalam negeri direncanakan mencapai Rp 19,6 triliun. Pemanfaatan dana ini telah mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaksanaan program moneter. Sumber pembiayaan defisit dari dalam negeri juga diperoleh dari hasil privatisasi BUMN, dan penjualan aset program restrukturisasi perbankan, yang dikelola oleh Perusahaan Pengelola Aset, dan Surat Utang Negara (SUN) neto. Jumlahnya mencapai Rp 30,7 triliun. Kita juga masih memerlukan pinjaman luar negeri, yang direncanakan sebesar Rp 29,9 triliun, terdiri dari pinjaman program dan proyek. Meskipun kita masih akan meminjam, baik dari dalam dan luar negeri, kita perkirakan masih akan sejalan dengan upaya memantapkan kesinambungan fiskal. Rasio utang Pemerintah terhadap PDB dalam tahun 2006 diperkirakan akan menurun dibandingkan tahun 2005 dari 49,1 persen mejadi 42,8 persen.
Pimpinan, Anggota DPR, dan hadirin yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Demikianlah, pokok-pokok Pidato Kenegaraan serta Keterangan Pemerintah tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2006, beserta Nota Keuangannya. Sebelum mengakhiri pidato ini, saya ingin mengajak kepada segenap komponen bangsa, marilah di hari ulang tahun Proklamasi kita yang ke-60 ini, dan ke depan, kita lanjutkan tugas sejarah untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Dalam melaksanakan pembangunan nasional di tahun 2006 yang akan datang, marilah kita kelola segala daya dan kemampuan yang ada, termasuk kebijakan fiskal kita, secara efisien dan efektif, agar hasil-hasil pembangunan nasional benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Atas segala pengertian dan dukungan seluruh anggota Dewan dan seluruh rakyat, saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Dirgahayu Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia!
Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Jakarta, 16 Agustus 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO




Sumber: http://www.indonesian-embassy.de/in/berita/pidatopresiden-16-08-2005.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006

Pidato Dr. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Satu Tahun Tsunami Banda Aceh, Indonesia, 26 Desember 2005

Pidato Dr. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Satu Tahun Tsunami Banda Aceh, Indonesia, 26 Desember 2005



Bismillahirrahmaanirrohiim Saudara Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Saudara-saudara Menteri, Yang Mulia tamu-tamu dari Negara sahabat, para Duta Besar Saudara Kepala Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias Saudara Plt. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Saudara-saudaraku di seluruh Indonesia, Pertama-tama, marilah kita mengucapkan terima kasih kepada anakanak Aceh yang telah menyanyikan lagu yang indah tadi. Mereka telah menghangatkan suasana hati kita. Saudara-saudara, Nama saya Susilo Bambang Yudhoyono, dan saya berbicara di sini atas nama rakyat dan bangsa Indonesia menyampaikan selamat datang kepada saudara-saudara semua di Banda Aceh, Indonesia. Saya hadir di sini, bersama-sama Saudara-saudara untuk mengenang dan memberikan penghormatan kepada para korban, kepada keluarga yang ditinggalkan dan juga untuk menyampaikan penghargaan. Acara hari ini merupakan acara yang sangat khusus, di mana kita semua, seluruh warga dunia, dengan beragam suku, agama, dan kebudayaan dipersatukan oleh tragedi dan rasa kemanusiaaan. Di bawah langit biru terbuka dan dikelilingi oleh keindahan Pantai Ulee Lheue yang tenang, kita mengikat kebersamaan sebagai umat Tuhan. Persis setahun yang lalu, di bawah langit biru terbuka seperti ini pula, si empunya bumi menunjukkan kedigdayaannya dan menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Dimulai dengan gempa bumi berskala massif yang terjadi sekitar 250 km di laut lepas di sekitar Sumatera. Tetapi, ternyata gempa bumi dahsyat itu hanyalah sebuah pembukaan dari sebuah bencana yang mengerikan. Karena 15 menit kemudian, muncul tiga gelombang tsunami raksasa yang mematikan, dengan ketinggian 9 meter dan bergerak dengan kecepatan tinggi 250 km per jam, menghempas pantai-pantai di Lautan Hindia dan meluluhlantakkan apa saja hingga berkeping-keping. Indonesia menderita akibat terburuk, di sini di Aceh dan Nias dengan korban jiwa lebih dari 160.000 wafat dan hilang. Di Sri Lanka, 31.000 orang wafat, dan 4.000 lainnya hilang. Pantai selatan India kehilangan 8.000 jiwa, dan kepulauan Andaman dan Nicobar menelan korban lebih dari 2.000 jiwa. Kematian di Thailand mencapai 5.300 orang, banyak di antara mereka turis yang sedang berlibur. 2.800 jiwa lainnya hilang. Di samping itu masih banyak lagi bangsa-bangsa yang harus kehilangan kerabat yang dicintainya: Malaysia, Maladewa, Somalia, Tanzania, Bangladesh, Myanmar dan Seychelles. Dalam hitungan menit, lebih dari 280.000 manusia kehilangan nyawa. Dan lebih dari satu juga orang di sekitar Lautan Hindia serta merta menjadi tunawisma. Hari ini, setahun kemudian, kita bersama-sama hadir di tempat ini untuk mengingat mereka yang menderita, menghormati mereka, sekali lagi, untuk mereka orang-orang baik, perempuan, laki-laki, anak-anak kita, orang dewasa, yang hilang ditelan gelombang tsunami. Kita tundukkan kepala, memanjatkan doa khusuk, agar arwah mereka yang kita cintai, baik yang ditemukan maupun yang tidak kita temukan, yang dimakamkan di bumi, maupun terkubur di laut, kesemuanya memperoleh tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa. Tetapi hari ini, besok, lusa dan hari-hari mendatang, bukanlah lagi akan menjadi hari-hari yang penuh penderitaan, karena kita juga berhimpun di sini untuk menghormati mereka yang hidup, lolos dari bencana maut. Anak-anak kita ini, saudara-saudara kita, para orangtua kita, adik-kakak, - mereka semuanya ingin membangun kembali kehidupannya. Saudara-saudara semua akan menyaksikan para korban Tsunami yang lolos dari maut, di mana-mana di
seluruh Aceh, Nias, Pukhet, Phang Na, Jaffna, di Negara Kerala, Tamil, Nadu, Andhra Pradesh; di Kepulauan Andaman dan Nicobar, dan dimanapun di wilayah-wilayah yang terhempas Tsunami. Mereka menyambut Saudara-saudara dengan senyum, semangat, dan harapan. Tetapi senyum mereka yang indah menandakan kekuatan besar yang langsung diungkapkan. Dan kita berhutang kepada mereka semua. Di Aceh, kita punya seorang sahabat bernama Martunis, seorang anak berusia tujuh tahun yang terapung di laut lepas selama 21 hari, hanya berpegang pada sebuah ranting pohon. Sebotol air yang kebetulan hanyut di depan matanya-lah yang membuat dia bertahan hidup; dan tentu saja karena tekadnya yang kuat untuk terus bertahan hidup. Ada pula Malawati, yang kehilangan suami dan hanyut ke laut selama lima hari. Malawati tak bisa berenang, karena itu dia hanya mampu berpegang pada batang pohon yang hanyut ke sana ke mari. Keajaiban alam menyelamatkannya , karena cintanya pada bayi yang dikandungnya. Dengan rahmat Allah SWT, si bayi bertahan hidup dan terlahir selamat. Dan tentu saja, kita memiliki kekuatan yang luar biasa dari anak-anak yang baru saja tampil menyanyikan lagu cinta bagi kita semua. Semua dari mereka telah menjadi yatim piatu akibat tsunami, dan mereka dengan semangat terus berusaha mencoba menjadi anakanak seperti lazimnya. Kita hormati kekuatan dan keberanian mereka, para korban yang bertahan hidup. Mereka semua mengingatkan kita betapa indahnya kehidupan, dan betapa bermaknanya perjuangan untuk mempertahankan hidup. Sekali lagi, kita harus hormati perjuangan itu; sisa umur Anda semua haruslah menjadi hari-hari yang penuh harapan. Kita semua akan memerlukan begitu banyak harapan, sebagaimana yang diberikan oleh Tsunami kepada masyarakat kita. Di sini, di Aceh dan Nias; jalan-jalan, jembatan, bangunan musnah dan hilang; pemerintah daerah tidak mampu berfungsi dengan baik. Ketika peristiwa itu terjadi, tak ada listrik, sambungan telepon terputus, tidak ada mobil, dan bahan bakar. Persoalan logistik ketika itu sepertinya bertumpuk-tumpuk menjadi satu tanpa ada pemecahan yang pasti — suatu ketika, hanya tinggal satu helikopter yang tersedia di Aceh. Kita semua menderita kelumpuhan total. Sekedar untuk membersihkan puing-puing saja, kita memerlukan waktu berbulanbulan. Toh, kita harus terus bergerak maju hari demi hari. Dalam ukuran yang sangat luar biasa, kita menyaksikan kerusakan di mana-mana. Tetapi, melalui hari-hari yang sudah lewat, Saudara-saudara telah menyaksikan berbagai kemajuan. Melewati jalan-jalan yang sedang mulai dibangun kembali, termasuk jalan raya Banda Aceh-Meulaboh, Saudara-saudara akan menyaksikan desa-desa yang mulai berbenah. Saudara akan melihat pasar-pasar mulai bangkit. Anak-anak mulai kembali ceria dan bersekolah, banyak guru-guru baru sudah dilatih dan mengajar kembali, berkilo-kilometer jalan sedang giat dibangun, dan berkilo-kilo meter saluran dan pipa air sedang dikerjakan. Pelabuhan dan perahu nelayan sedang dibangun di mana-mana, seperti juga klinik-klinik dan rumah sakit. Para petani sudah mulai kembali bercocok tanam, puluhan ribu pekerja sedang dilatih untuk memperoleh keterampilan baru agar mereka segera kembali bekerja. Dan, dengan segala ketakutan tentang wabah penyakit yang diakibatkan oleh tsunami, kita bersyukur dapat melaluinya dengan selamat. Tentu saja, bukan karena keberuntungan semata, melainkan karena tekad yang kuat dan kerja keras. Saudara-saudara sekalian, Saya ingin menekankan bahwa pembentukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi akan membuat proses membangun kembali Aceh dan Nias dapat dilaksanakan dengan penuh harga diri, transparan, dan mampu membangun komitmen dan keterlibatan masyarakat yang kuat. Karena itu saya ingin mengajak Sauda-saudara semua untuk memberi selamat dan semangat kepada Dr. Kuntoro Mangkusubroto dan seluruh jajarannya di BRR untuk semua dedikasi dan kerja kerasnya dalam membangun kembali Aceh dan Nias. Usaha kita untuk membangun kembali Aceh dan Nias masih jauh dari selesai. Kita bersama-sama harus membangun rumah bagi ratusan ribu pengungsi. Kita terus bergerak secepat mungkin. Dalam bulanbulan mendatang, kita akan membangun sekurang-kurangnya 5.000 rumah setiap bulan. Tentu saja, masih sangat banyak yang harus kita kerjakan. Kita harus mendorong agar ekonomi bergerak cepat, agar kita dapat menciptakan sebanyak mungkin lapangan kerja. Kita harus berupaya keras agar para pengusaha kita kembali bergerak. Kita perlu dan harus memenuhi kebutuhan mereka; tidak saja yang
tinggal di kota-kota, tetapi juga saudara-saudara kita yang tinggal di pelosok-pelosok desa. Menghadapi semua tantangan tadi, catat kata-kata saya: kita memiliki enerji, komitmen, dan kemauan keras untuk menjawab tantangan dan tanggung jawab itu. Kita songsong tahun 2006 dengan penuh keyakinan untuk menyelesaikan banyak persoalan. Kita akan bangun kembali Aceh dan Nias, bahkan kita harus bangun Aceh dan Nias, lebih baik dari sebelumnya. Saudara-saudaraku, Saya percaya bahwa salah satu dari dampak yang paling signifikan dari musibah tsunami adalah munculnya kebersamaan dari warga dunia. Tidak pernah terjadi sebelumnya suatu bencana alam menghadirkan semangat berkorban, solidaritas, dan rasa cinta yang demikian besar dari sesama warga dunia. Di Indonesia, segenap bangsa menangis, dan setiap orang, kaya dan miskin, bahu membahu mengirimkan makanan dan bantuan bagi saudara-saudara mereka di Aceh dan Nias. Ribuan relawan berbondong-bondong datang ke lokasi bencana untuk membantu korban. Hal yang sangat luar biasa, bantuan dari seluruh dunia datang dengan berbagai cara dan dalam berbagai bentuk. Empat puluh empat negara mengirimkan prajurit Angkatan Bersenjatanya untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Patut dicatat bahwa, inilah sebuah operasi militer non perang terbesar yang pernah terjadi sesudah Perang Dunia II. NGO dan donor mencatat rekor bantuan dana, yang seluruhnya mencapai lebih dari 7 milyar dollar telah dijanjikan untuk membangun kembali Aceh dan Nias. Warga Negara dari Dilli hingga Ankara, London hingga Mexico, Los Angeles hingga Melbourne, Beijing hingga Teheran, dan banyak lagi; kesemuanya tergerak untuk bertindak karena kepedulian, merespon sebuah peristiwa besar yang memerlukan perhatian segera. Kepedulian dan kasih mereka melintasi batas-batas agama, suku, ras, dan kebudayaan; kesemuanya bersatu atas nama solidaritas global. Pagi hari ini di tengah-tengah kita hadir wakil-wakil dari seluruh penjuru dunia, dalam beragam agama, suku bangsa, dan budaya; sebagai symbol dari solidaritas global itu. Melalui Saudara-saudara semua, ijinkan kami, menyampaikan penghargaan dan terima kasih kami atas dukungan Saudara-saudara semua dari seluruh dunia. Kami memahami dan tahu persis, dukungan Saudara-saudara sungguh tulus dan datang dari sanubari, dan karenanya kami sungguh-sungguh berterima kasih. Permintaan saya kepada Anda semua adalah tetap menjaga semangat mewujudkan kemauan baik ini. Jangan sampai semangat ini redup. Jalinan persahabatan, membangun rasa percaya diri dan semangat bekerjasama, saling memahami – semua yang anda tunjukkan selama masa tanggap darurat adalah aset yang tak ternilai besarnya yang harus kita pupuk. Semangat solidaritas yang telah Anda semua tunjukkan adalah bukti sejarah kemanusiaan yang dapat dilakukan oleh kita semua dalam semangat membantu sesama manusia. Tsunami telah menghasilkan bibit-bibit persaudaraan global yang tidak pernah diduga sebelumnya: saat ini, persaudaraan ini telah membantu korban tsunami, namun saya persaya kita dapat melanjutkan mengembangkan semangat persaudaraan global dan kemauan baik yang jarang terjadi ini untuk menjawab permasalahan global dan membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Saya yakin Anda akan setuju betapa mulianya hal itu. Sebagai penutup, di sini di Aceh, kita sudah mendapatkan contoh bagaimana harapan baru perdamaian dapat timbul dari reruntuhan. Pada tanggal 15 Agustus tahun ini, pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian perdamaian yang bersejarah dengan para pemimpin Gerakan Aceh Merdeka. Perjanjian damai tersebut mengakhiri 3 dekade konflik berdarah di Aceh. Perjanjian ini memberikan kesempatan emas bagi warga Aceh untuk memulai kehidupan baru yang bermartabat dan rekonsiliasi di bawah otonomi khusus, dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Mulai saat ini dan selanjutnya masa depan Aceh bukan lagi masa depan penuh darah dan air mata melainkan masa depan yang penuh kerja keras dan harapan. Saudara-saudara sekalian, Sebagaimana Saudara sekalian ketahui, tidak jauh dari sini, kita merencanakan membangun monumen peringatan tsunami yang dibangun di sekitar kapal yang terdampar di Punge, sekitar 4 km dari sini. Namun jika Saudara melihat lebih dalam lagi, ada banyak monumen tsunami di sekitar Saudara. Saya menyebutnya “monumen yang hidup” dan monumen-monumen hidup ini lebih kuat dari baja atau dinding
beton. Kehadiran Saudara pada hari ini adalah salah satu tonggak dari monumen ini yaitu monumen solidaritas. Anak-anak yang mulai dapat bermain lagi di pantai sambil tertawa dan tersenyum, juga menjadi monumen yang hidup akan harapan dan ketabahan. Para nelayan yang kembali melaut, adalah monumen kegigihan. Masih ada banyak lagi monumen hidup yang memberanikan para keluarga yang berkumpul kambali dan diantara mereka yang tunawisma namun dapat kembali menempati rumah baru. Ada pula monumen hidup yang menghidupkan semangat spiritualitas di masjid-masjid di Aceh dan gereja-gereja di Nias.
Dan ada monumen hidup perdamaian dalam keheningan dari dentuman senjata di seluruh Aceh. Maka sebagaimana dikatakan dalam peribahasa Indonesia, “habis gelap, terbitlah terang”. Tsunami membawa pukulan yang fatal di sepanjang pantai kita. Namun tidak ada pertandingan yang lebih besar daripada yang kita sebut sebagai semangat kemanusiaan, yaitu semangat untuk hidup, untuk selamat dan untuk mencintai yang terus ada. Semangat itu akan tetap hidup dalam diri kita hari ini, esok dan selanjutnya. Insya Allah, Insya Allah!! Terima kasih.



Sumber: http://www.acheh-eye.org/data_files/bahasa_format/indo_gov_bhs/indo_gov_pidato_data-bhs/indo_gov_pidato_bhs_2005_12_26.html
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006

Keynote Address by H.E. Dr.Susilo Bambang Yudhoyono, President Republic of Indonesia At the Indonesia Global Investment Forum, New York

15 September 2005
Keynote Address by H.E. Dr.Susilo Bambang Yudhoyono, President Republic of Indonesia At the Indonesia Global Investment Forum, New York



Mr. President, Distinguished Speakers and Participants, Friends of Indonesia, My Friends, I am delighted to be here with leaders of business and industry, a group that has been especially friendly to Indonesia over the years. Even at the very beginning, when we in Indonesia were still fighting a revolutionary war for independence, American business people and business people of various countries supported our struggle. You helped nurture the Indonesian economy to unprecedented heights of vigour in the 1970s and the 1980s. When the going got rough during the Asian financial crisis, you stood by us and later helped make our recovery possible. When tragedy in the form earthquake and tsunami struck in our province of Aceh, you promptly and generously gave humanitarian assistance. For that we are grateful. Now I hope that you will join us as we seek the high path to growth. I do wish we were meeting in better times. We cannot, however, wish away the visitations of tragedy—in Aceh and in the deep American south—and the realities of a global recession. We cannot close our eyes to the skyward rise of oil prices and to the march of the expensive dollar. But it’s still nice to be among friends—especially friends who will roll up their sleeves and ask: “What needs to be done?” And they will do it. In a word, friends who are also partners. My friends, I came here to tell you what needs to be done in Indonesia, what we Indonesians are doing about it, and what you can do in tandem with us that will be good for everybody. We have gone a long way since the Asian financial crisis of 1998. In the midst of that crisis, we launched an era of reform and democratization that we have sustained until today. Reform and democratization brought about several years of recovery, consolidation and stability. During my tenure, we hope to launch an era of sustainable growth. Our economy attained a healthy growth of 5.1 percent last year. We expect our economic growth to rise to 5.5 percent this year and to an average of 6.6 percent in the next five years. We also intend to reduce the unemployment rate from 9.5 percent to 5.1 percent and cut the poverty rate in half to 8.1 percent by 2009—a Millennium Development Goal to which we are firmly committed. To achieve this goal, we have adopted an economic strategy that is “pro-growth,” “pro-job creation” and “pro-poor.” A strategy based on human development. This means giving the highest importance to education. Our largest budgetary allocation, some Rp 31.5 trillion goes to this sector. This also means investment in the health of our people, for which we have allocated Rp11.5 trillion in our budget. Above all, this means social justice: our people must be given their basic entitlements, including opportunities for personal development and access to the benefits offered by a market economy. It becomes the duty of government, therefore, to create jobs. We cannot, of course, legislate jobs into existence. But we can create policies that attract investments that create jobs. We are doing this with all the vigour and the creativity that are at our command. We need a total of $426 billion worth of investments to make possible an economic growth of 6.6 percent every year until 2009. We especially welcome investments in technology-intensive ventures that create added value on our export products. Because of its impact on job-creation, we see private investment, especially foreign direct investment, as necessary for the conquest of poverty. It is a key factor to human development. Every job created by an investment lifts an individual from extreme poverty and redeems her
dignity. That is why we are determined to make foreign direct investments the engine of our economic growth. For the same reason, my Government takes a keen interest in the viability of every business and industry in Indonesia. I regard every entrepreneur as a partner in the lofty business of creating jobs. In all my foreign trips, I make it a point to address business forums. In personal consultations, I seek the views of business leaders and ask about their concerns. That is how I got to know what business people want, what you fear and what you hate. I have a good grip on what issues you are concerned with. And I can understand if these concerns make you hesitate. I assure you, however, that you need not hesitate. I have heard many complaints about the hassle from so many layers of bureaucratic requirements, the rivers of red tape that you must wade through, the innumerable signatures that you must obtain and the eternity of waiting that you must endure before you can even start a business in Indonesia. I am aware of your confusion at what appear to be conflicting regulations. I realize that there are taxation issues that you want to be resolved. I can feel your burden when the business environment in which you operate turns out to be high-cost. I share your hatred for corruption. And I know that you regard these as precious: legal certainty and transparency in the actions of government, the sanctity of contracts and the protection of intellectual property rights. You want to see labour laws and regulations that strike a happy balance between the welfare of workers and the viability of the enterprise. You want to see globally competitive national infrastructure. You want efficiency, fairness and honesty in customs administration and port services. And in general you want government to be responsive to your operational requirements and to provide an environment conducive to your company’s growth and profitability. These are valid concerns and legitimate wants. My Government owes it to you to address them promptly and effectively. I am here to assure you that we are taking concrete policy measures to address them. Our anti-corruption drive has teeth and bites deeply. There are no sacred cows. Scores of high-ranking officials, including governors, parliamentarians, regents and mayors are being investigated. All of them will have their day in court. I am proud to tell you that a recent joint study by the World Bank and the University of Indonesia showed that corruption per total production declined from 10 percent to six percent in Indonesia. This is the clearest sign that we are making headway in the battle against graft. We are now putting the finishing touches to an investment legislation that will soon be submitted to Parliament. When passed, it will radically change the way business is done in Indonesia. With this law you can be certain that foreign and local investors receive equal treatment. It assures freedom to repatriate profits and guarantees against nationalization. Designed to promote transparency and accountability, it has a clause on dispute settlement. It also provides various incentives to encourage partnerships between big business and small and medium enterprises. The law will be complemented by four sets of regulations. The first is a definitive list of sectors that are open and sectors that are open on certain conditions to private investors. That removes from government officials the discretion to decide if a sector is open or closed to investment. Under the law, a sector may be closed to private investment on the basis of national interest, including security, public health and environmental concerns. The second is a clear incentives framework, which is related to the draft tax law. It will specify sectors eligible for tax incentives such as investment allowance, accelerated depreciation and carry-forward losses. The third addresses complaints about overlapping regulations and procedures required by the central and regional governments. There will be no overlaps under the new amended decentralization law. We are also preparing regulations that will clarify the division of responsibilities between central and regional governments on investment policy and its implementation.
The fourth is probably the most important to you: it will radically simply the procedures and bring down the cost of setting up business in Indonesia. No longer will you need 150 days to start a business. We will reduce this to no more than 30 days by simply changing the present approval procedure to a quick registration procedure. At the same time, we will make the Board of Investment the principal promoter and facilitator of investment. As such it will provide efficient and integrated services for investors. The Board will make available to investors information on investment opportunities, facilitate licensing and other administrative procedures at the central government level. Through its regional branches, it will provide exactly the same services at the regional government level. I will reactivate and personally lead the National Team for the Development of Exports. Its members, who will be reporting to me regularly, will be the ministers relevant to investment. The Team will help resolve strategic issues faced by the business community. I know how investors, both local and foreign, are often distressed at not knowing where to go when they need help from the government. They are shuttled from one office to another without getting results. We cannot allow this to happen any more. If the problem is real and legitimate, a solution must be promptly offered. I therefore intend, through the mechanism of this Team, to hold an “Informal President’s Investors Forum” every four months. This will be in the format of a round table discussion with business leaders so that I can listen to the business sector’s urgent concerns and respond to them. Through this same Forum, I will regularly check on the progress of actions taken to address these concerns. In our economic strategy, the capital market has an important role as an alternative source of financing for the real sector. We are committed to the protection of investors in our capital market regardless of their nationalities. Hence, we are developing more reliable investment facilities that involve less risk without diminishing the prospects for profits. We are instituting reforms in taxation and customs. The corporate tax will be reduced from the present 30 percent to 27 percent in 2007, and keep on reducing it to 25 percent in 2010. Income tax will be reduced from today’s 35 percent to 30 percent by 2010. We will continue to expand the tax base and simplify tax and customs procedures, including those for restitution purposes. We will provide special tax incentives for small enterprises. We will reduce non-tariff barriers to trade. We are modernizing our labour regulations to bring about a more fruitful partnership between management and labour. We are enhancing coordination between the central and regional governments. By amending the law on regional taxation, we will put a clear limit to taxes and fees imposed by regional governments. We are streamlining regulations issued by both central government and regional governments to prevent overlap and contradiction. We have already cancelled 400 such regulations. More will follow. I am not saying that all our problems will be solved tomorrow and then everything will be bright for Indonesia. There is the reality of skyrocketing oil prices, the momentary weakening of the Rupiah and the rigours that these economic debacles are wreaking on the vulnerable segments of our society. What I can tell you is that we have taken strong measures to specifically address the current oil crunch and other distortions of the economy. First, we are definitely going to take the pressure off the national budget by reducing subsidies for domestic fuel prices. This will be complemented by fiscal measures to discipline the national budget. We will continue to reduce the deficit. Our drive to speed up and increase the volume of investment as well as to promote exports should help bolster our economy against financial adversities. And, of course, we will continue stimulating the real sector to create more job opportunities. We are removing state monopoly on the downstream part of the oil and gas sector. We are liberalizing this sector to attract new investments and to increase production. To shore up the Rupiah, we will judiciously raise interest rates, as needed. We will continue to foster development in the countryside and in the agricultural sector to alleviate poverty. At the same time, we are putting in place a social safety net to ensure that the poor are not crushed by any further destitution. Within weeks that social safety net will be in operation. At bottom, our economic strategy has not changed. It remains “pro-growth,” “pro-job creation” and
“pro-poor.” With this strategy, I am absolutely confident that Indonesia today is not in any danger of a repeat of the crisis of 1997-1998. Today we do not have a large volume of dollar debts as we did at the time of the crisis. We have considerable foreign exchange reserves in dollars. And our banking and financial sector has undergone extensive reform. In 1998, the lifting of subsidies led to riots. Indonesia was then in the grip of authoritarian rule. A social safety net was put together only after the damage was done. Today, before we remove the subsidies, we will see to it that social safety nets are in place so that society will not suffer any turbulence as a result of this resort to strong medicine. The main difference is that today we have a working democracy—in which the people’s right to protection from economic storms is well recognized and respected. Ensuring the social protection of the most vulnerable segments of society, we also ensure that there are no social upheavals as we take the blows of any economic crisis. That is the beauty of democracy. A democracy also provides all the political incentives for a government to become an institutional partner of the market. That is why in Indonesia today we have a government that listens to the market, responds to the market and works with the market. And, of course, we still have our fundamental assets: abundant natural resources, a huge market that has the enthusiasm to exercise its considerable purchasing power, a labour force that has considerable skills and a hunger for more skills, and a basic infrastructure that is the legacy of decades of phenomenal growth. Above all, we have a vision to share with friends and partners like you—of an Indonesia where human development has triumphed as a result of inflows of venture capital. An Indonesia where big, medium and small businesses work and prosper together. An Indonesia that has defeated poverty as a basic problem of the human condition. You have the capital and the entrepreneurial spirit. We have the potential and the vision, the policies and the political will. Put these together and the ultimate result can only be a tremendous harvest of profits for you and benefits for our people. Thank you.




Source: Web site of the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia
Sumber: http://www.indonesian-embassy.de/en/news/150905-keynoteaddress-NY.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006

KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH DI DEPAN SIDANG PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 23 Agustus 2005

KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH DI DEPAN SIDANG PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 23 Agustus 2005



Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Lembaga-lembaga Negara,
Yang Mulia para Duta Besar dan Pimpinan Perwakilan Badan-badan dan Organisasi Internasional,
Hadirin yang terhormat,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena pada hari yang membahagiakan ini, kita dapat menghadiri Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Saya ingin menggunakan kesempatan yang membahagiakan ini, untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dewan, yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan Keterangan Pemerintah tentang Kebijakan Pembangunan Daerah, yang mencakup kemajuan dan arah ke depan, serta penjelasan singkat mengenai alokasi APBN untuk kepentingan pembangunan daerah. Sebagaimana telah dimaklumi, pada tanggal 16 Agustus 2005 yang lalu, saya telah menyampaikan Pidato Kenegaraan dan Keterangan Pemerintah tentang RUU APBN 2006 disertai Nota Keuangannya di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas bersama, dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, pertimbangan tersebut disampaikan DPD kepada DPR. Oleh sebab itu, saya sungguh-sungguh berharap, DPD akan dapat memberikan pertimbangan secermat mungkin dalam pembahasan RAPBN. Dengan demikian, aspirasi daerah, akan benar-benar tercermin dalam keputusan yang diambil dalam menetapkan APBN Tahun 2006 nanti.
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk berdasar hasil amandemen UUD 1945, saya sungguh-sungguh berharap DPD dapat memainkan peranan yang aktif dan konstruktif, sesuai tugas dan kewenangannya, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang yang berlaku. Saya percaya, para anggota DPD yang terhormat, yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum yang demokratis pada tahun 2004 yang lalu adalah putra-putra terbaik bangsa, yang dipercaya oleh rakyat di daerah untuk membawa dan menyuarakan aspirasi daerah. Karena itu, saya yakin dan percaya, Saudara-saudara akan mampu melaksanakan amanah yang telah dibebankan, sebagaimana beban yang juga telah diamanahkan kepada saya dan Saudara Wakil Presiden. Selama sepuluh bulan menjalankan pemerintahan, saya merasa hubungan kemitraan antara Pemerintah dan DPD telah terbina sesuai dengan harapan kita bersama. Atas kerjasama yang baik itu, izinkanlah saya, menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya Mudah-mudahan, di masa depan, kerjasama yang baik itu akan dapat kita tingkatkan menjadi lebih baik lagi.
2Keberadaan DPD tidaklah terlepas dari keinginan seluruh rakyat, agar pemerintahan kita tidak bersifat sentralistik. Sejak pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 1999, urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Kewenangan selebihnya diserahkan kepada daerah-daerah, kecuali diatur tersendiri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan dirinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. DPD dibentuk sebagai kelanjutan penerapan kebijakan otonomi daerah yang kita laksanakan dengan sungguh-sungguh sejak tahun 1999 yang
3
lalu. Berbeda dengan DPR yang komposisi keanggotaannya mewakili perimbangan jumlah penduduk di setiap provinsi, jumlah anggota DPD adalah sama setiap provinsi. Dengan demikian, kepentingan daerah akan terwakili secara seimbang ke dalam DPD. Tentu, saya menyadari, tidaklah mudah untuk menyalurkan aspirasi daerah-daerah kita yang amat beragam, baik kemajemukan masyarakatnya, maupun tingkat kemajuan pembangunan yang telah dicapai. Namun, dengan ketekunan, kehati-hatian serta sikap yang arif dan bijaksana, saya yakin, kita akan mampu mewujudkan aspirasi daerah-daerah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan yang dinamis antara kepentingan nasional dan aspirasi daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Memang pelaksanaan otonomi daerah belum sepenuhnya dapat berjalan dengan lancar. Kita masih menghadapi berbagai hambatan, baik politis maupun administratif. Namun saya percaya, setahap demi setahap kita akan dapat melaksanakannya sesuai dengan harapan kita bersama. Menerapkan sesuatu yang kita anggap ideal, tentu akan dihadapkan kepada berbagai kendala. Namun saya percaya, di samping menjunjung tinggi idealisme, kita harus pula bersikap realistik dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang kita hadapi. Kita semua berniat baik, untuk memajukan kehidupan bangsa dan negara. Mudah-mudahan, niat yang baik dan tulus itu akan memudahkan kita mencapai tujuan pembentukan negara kita, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ke arah inilah kita bergerak. Karena itu, saya mengajak seluruh daerah untuk sama-sama bahu-membahu berjuang membangun bangsa dan mengisi kemerdekaan, dengan tetap menjaga dan memelihara persatuan bangsa. Kepentingan daerah-daerah yang beragam, haruslah kita salurkan dengan arif dan bijaksana, agar jangan sampai mengganggu tegaknya kesatuan dan persatuan bangsa.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Dengan pengantar serta harapan tadi, selanjutnya izinkanlah saya untuk menyampaikan Keterangan Pemerintah tentang Kebijakan Pembangunan Daerah, kemajuan, serta arah ke depan yang ingin kita capai. Kebijakan ini tentu tidak lepas dari konteks pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005, dan Rencana Kerja Pemerintah yang setiap tahunnya dituangkan ke dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sebagian besar kewenangan dan urusan pemerintahan serta sumber-sumber pembiayaannya telah diserahkan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Proses desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan beberapa tahun itu, pada awalnya diliputi oleh keraguan dan kekhawatiran akan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Kekhawatiran itu memang beralasan, karena desentralisasi dilakukan secara progresif, cepat, dan bahkan tanpa melalui masa transisi. Sementara, awal era Reformasi di tahun 1998, kita tengah diliputi oleh krisis ekonomi yang berdampak pada krisis kepercayaan kepada Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Ketika itu, kita juga menghadapi situasi rawan di daerah, dengan terjadinya konflik horizontal yang telah menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Kita pun tengah menghadapi derasnya arus globalisasi ekonomi. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga sama-sama menghadapi krisis moneter, yang menimbulkan kecemasan yang cukup tinggi di kawasan ini. Dalam situasi seperti itu, pelaksanaan kebijakan desentralisasi dihadapkan pada sejumlah tantangan yang berat.
4Pelaksanaan proses desentralisasi dan otonomi daerah dewasa ini masih difokuskan pada upaya untuk merumuskan dan menyempurnakan berbagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam kurun waktu sepuluh bulan menjalankan pemerintahan, saya telah menyelesaikan 16 Peraturan Pelaksanaan kedua undang-undang tadi, yang mencakup pembagian kewenangan antar tingkatan pemerintahan, kelembagaan pemerintah daerah, tata tertib organisasi DPRD, mekanisme pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, pedoman penyusunan dan penerapan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam beberapa tahun terakhir ini, merupakan pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua, untuk membangun kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih baik di tahun-tahun mendatang. Kita menyadari bahwa jalan panjang masih terbentang di hadapan kita, dalam menuju suasana yang lebih baik, yang memenuhi harapan kita bersama. Kita berkeinginan agar bangsa kita yang majemuk, benar-benar merasakan manfaat dari kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga tidak satupun dari daerah-daerah itu yang merasa dirinya tertinggal dan terbelakang. Untuk itu, diperlukan perbaikan yang mendasar dalam pelayanan masyarakat di semua daerah, melalui pola pengelolaan pemerintahan yang lebih demokratis, bertanggungjawab, profesional dan responsif, serta terdesentralisasi. Pada hakikatnya desentralisasi dan otonomi adalah untuk makin mendekatkan pemerintah kepada rakyatnya. Dengan demikian, Pemerintah akan dapat memberikan pelayanan dan melaksanakan keinginan seluruh rakyat secara lebih baik, lebih cepat dan lebih tepat.
Tantangan yang kita hadapi memang tidak mudah. Di samping sejumlah persoalan berat kenegaraan yang muncul silih berganti, pada saat yang sama kita juga harus mampu mengubah pola berpikir pemerintahan sentralistik, yang telah berlangsung lebih dari satu generasi. Sementara itu, kapasitas kemampuan daerah dalam menjalankan fungsi dan peranan yang lebih besar, sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, belumlah sepenuhnya berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Keadaan ini seringkali menimbulkan dilema bagi kita dalam mengambil keputusan dan menerapkan suatu kebijakan. Akibatnya, keinginan kita agar keputusan dapat segera diambil, dan kebijakan segera dilaksanakan, seringkali mengalami hambatan.
Kita juga masih dihadapkan kepada kelemahan sumberdaya manusia, di berbagai daerah. Mentalitas aparatur pemerintahan belum sepenuhnya berubah, meskipun reformasi telah berjalan selama lebih dari tujuh tahun. Kecenderungan untuk dilayani masih terasa di berbagai lembaga dan instansi pemerintah. Padahal, tugas aparatur negara adalah untuk melayani rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme juga masih terjadi. Dengan diserahkannya pengelolaan keuangan ke daerah-daerah, maka kecenderungan meningkatnya penyimpangan dan
penyelewengan di daerah-daerah juga makin membesar. Pemerintah kini berupaya mengatasi hal itu, bukan saja dengan menindak tegas praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, tetapi juga memperketat pengawasan keuangan negara dan menyempurnakan sistem akuntasi keuangan negara, agar tidak mudah terjadi penyelewengan.
Negeri kita yang sangat luas dan terdiri atas ribuan pulau-pulau, juga merupakan faktor yang menyebabkan pengelolaan pemerintahan di daerah menjadi tidak mudah dan sederhana. Provinsi kita kini berjumlah 33, sedangkan kabupaten dan kota berjumlah 440. Penyelenggaraan pemilihan umum di negeri kita, baik untuk badan-badan perwakilan, Presiden dan Wakil Presiden serta kepala daerah, merupakan salah satu pelaksanaan pemilihan umum yang paling rumit di dunia. Namun, berkat tekad dan keinginan yang kuat untuk membangun bangsa yang berdaulat, bersatu, adil dan demokratis, Alhamdulillah, semua hambatan itu dapat kita atasi. Tentu kita ingin menyempurnakan segala kekurangan, agar semua harapan dan keinginan dapat kita wujudkan menjadi kenyataan. Kita akan terus berjuang mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan yang ada. Untuk itu, saya mengharapkan adanya kerjasama yang erat antar lembaga-lembaga negara, khususnya Dewan Perwakilan Daerah.
5Upaya ke depan yang harus segera dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP),
untuk menjamin kualitas pelayanan publik, dan sejumlah pengaturan untuk memfasilitasi peningkatan kapasitas daerah, terutama dalam aspek kelembagaan, aparatur, dan keuangannya.
Untuk mewujudkan desentralisasi dan otonomi daerah yang benar-benar berorientasi pada perbaikan pelayanan masyarakat, perlu diwujudkan keseimbangan antara kemampuan pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan kepada daerah, dengan kemampuan pembiayaan kegiatannya. Keseluruhan ini perlu kita tata kembali secara sistematis, terencana dan penuh kematangan. Penanganan masalah ini akan melibatkan berbagai unsur sektoral di pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Koordinasi, komunikasi dan sinergi antara berbagai tingkat pemerintahan menjadi sangat penting. Tanpa itu semua, sangat sulit untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang telah disepakati bersama.
Dalam mewujudkan desentralisasi dan otonomi daerah secara konsisten dan efektif, berbagai peraturan perundangan sektoral yang telah dilaksanakan bertahun-tahun perlu disesuaikan dan disinkronisasikan dengan ketentuan-ketentuan yang baru. Kejelasan pengaturan kewenangan antar tingkatan pemerintah menjadi keharusan yang mendesak. Dengan demikian, akan tercipta adanya kepastian hukum, yang merupakan prasyarat penting untuk melaksanakan ketertiban penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kejelasan dan kepastian hukum itu, maka para pejabat dari setiap tingkatan
pemerintahan, akan mengetahui secara pasti apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya. Hal ini sangat mutlak untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan desentralisasi yang lebih bertanggung jawab, saya telah menyelesaikan sejumlah peraturan pelaksanaan untuk pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005. Peraturan ini kemudian disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005. Peraturan ini, menjadi dasar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat di berbagai daerah di seluruh tanah air. Untuk mengatasi kekurangan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang belum mengatur kemungkinan penundaan pelaksanaan Pilkada disebabkan oleh bencana alam dan kerusuhan, maka saya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005. Saya juga telah menyelesaikan penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. Pada saat yang hampir bersamaan, saya juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2005 tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang beranggotakan menteri-menteri.
Dalam hubungan otonomi khusus di Papua, saya ingin menegaskan bahwa Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat yang dulunya kita namakan dengan Irian Barat, telah sejak lama menjadi bagian yang integral dan bagian yang sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Alasan-alasan tentang hal ini, telah saya kemukakan dalam Pidato Kenegaraan di hadapan DPR tanggal 16 Agustus yang lalu. Pemberlakuan kebijakan otonomi khusus di Papua dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta memberikan kesempatan terutama kepada penduduk asli Papua untuk membangun daerahnya, sesuai aspirasi masyarakat, dan Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, pemerintahan daerah harus pandai-pandai menggunakan kesempatan ini, dan bekerja lebih serius dan lebih keras untuk memajukan daerahnya dengan penuh rasa tanggung jawab.
6
adalah membentuk kelembagaan MRP sebagai lembaga yang berperan memberikan pertimbangan dan persetujuan, dalam perumusan kebijakan daerah dan dalam rangka mengupayakan kesetaraan dan keragaman kehidupan masyarakat Papua. Pemerintah ingin menegaskan bahwa keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat adalah sah dilihat dari sudut hukum negara kita. Pengujian materiil oleh Mahkamah Konstitusi, yang telah membatalkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tidaklah menyebabkan provinsi itu kehilangan landasan hukum pembentukannya, karena putusan Mahkamah Konstitusi tidak berlaku surut. Pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Irian Jaya Barat kini didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sama seperti provinsi yang lain. Karena itu, saya mengajak semua pihak untuk sama-sama mentaati hukum dan mentaati putusan Mahkamah Konstitusi itu dengan penuh rasa tanggung jawab.
Namun demikian, dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua ini, saya memahami bahwa di sana-sini masih ditemukan berbagai permasalahan. Pelaksanaan otonomi khusus Papua masih belum menimbulkan dampak langsung bagi kemajuan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua. Oleh karena itu, saya mengajak Pemerintahan Daerah dan masyarakat di Papua dan Irian Jaya Barat untuk segera mengakhiri segala perbedaan, dan mulai memfokuskan perhatiannya untuk membangun daerah dan mengejar ketertinggalannya dari daerah-daerah yang lain. Pemerintah Pusat telah menyerahkan dana otonomi khusus, sesuai undang-
undang, kepada Pemerintah Provinsi Papua. Sebab itu, manfaatkanlah dana yang tersedia itu agar rakyat di Papua dan di Irian Jaya Barat, segera dapat merasakan manfaat otonomi khusus di daerah itu.
Sehubungan dengan telah ditandatanganinya Memorandum Kesepahaman antara Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tanggal 15 Agustus yang lalu, Pemerintah kini mulai melangkah untuk memenuhi kesepakatan itu. Saya telah meminta pertimbangan kepada DPR untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada semua orang yang terlibat ke dalam kegiatan GAM. Sejumlah agenda lain, akan segera dilaksanakan, termasuk penyusunan Rancangan Undang-Undang yang baru tentang otonomi khusus Aceh. Pelaksanaan isi kesepahaman yang lain, termasuk penyerahan dan pemusnahan senjata anggota GAM dan penarikan pasukan TNI dan anggota POLRI non organik, akan segera dilaksanakan. Program dan proses reintegrasi para anggota GAM ke dalam masyarakat kita sudah dan sedang dipersiapkan dengan lebih rinci, dengan dukungan sepenuhnya kementerian yang terkait, Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, dan bantuan donasi dari luar negeri. Hal-hal lain, yang berkaitan dengan Aceh dan juga Papua, dalam konteks kebijakan Pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan konflik, baik horizontal maupun vertikal, akan kami jelaskan dalam uraian-uraian selanjutnya dalam Keterangan Pemerintah ini. Dalam kesempatan ini, saya ingin menegaskan kembali, bahwa dalam melakukan pembicaraan informal dengan tokoh-tokoh GAM di Helsinki sampai dengan ditandatanganinya Memorandum Kesepahaman, Pemerintah berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, yakni: tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah dari Sabang sampai Merauke; Bendera Merah Putih tetap berkibar; dan Otonomi Khusus di Aceh dijalankan. Dalam melakukan pembicaraan informal itu Pemerintah juga tetap memegang teguh ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undang lainnya.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota DPD yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Di tengah segala kekurangan, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kini telah memberikan beberapa hasil yang menggembirakan. Transfer ke daerah terhadap peningkatan pendapatan domestik Pemerintah telah meningkat dari 14,9 persen pada tahun 1999, menjadi 32,7 persen pada tahun 2003. Proporsi tersebut relatif stabil sampai tahun 2005. Transfer ke daerah yang bersifat blok (block grant) terhadap penerimaan domestik pemerintah melonjak pesat dari 12,9 persen pada tahun 1999 menjadi minimal 25 persen sejak pertama kali dijalankan pada tahun 2001. Peningkatan ini berarti potensi dana untuk kebutuhan pembangunan di setiap daerah menjadi semakin besar. Daerah makin memiliki
7
kesempatan dan kemampuan untuk merancang sendiri penggunaan dana yang sesuai dengan kepentingan spesifik daerahnya.
Sementara itu semangat daerah dalam upaya menyediakan pelayanan yang semakin baik kepada masyarakat, di bidang pendidikan, kesehatan dan prasarana dasar cukup menggembirakan. Meskipun kita juga mengamati, beberapa kasus menunjukkan perhatian Pemerintah Daerah yang
masih lemah terhadap bidang-bidang itu. Di beberapa daerah, kita juga menyaksikan pembangunan berbagai sarana yang sebenarnya kurang menyentuh kepentingan rakyat secara langsung. Tidak jarang kegiatan itu mendistorsi aktivitas perekonomian daerah. Namun secara umum, perhatian Pemerintah Daerah kepada pembangunan sumberdaya manusia mulai menunjukkan peningkatan. Hal ini sesuai dengan prioritas kebijakan nasional yang memberikan perhatian sangat tinggi pada perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Hasil positif dari upaya ini adalah meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di seluruh provinsi, kecuali Maluku. Hal ini disebabkan oleh terjadinya konflik komunal di daerah itu, yang membawa pengaruh ke bidang pendidikan. Peningkatan IPM hampir di seluruh provinsi, menjadikan IPM rata-rata nasional meningkat dari 64,3 pada tahun 1999 menjadi 65,8 pada tahun 2002.
Memang di dalam pelaksanaan, kinerja pengelolaannya masih belum menunjukkan perbedaan yang nyata antara sebelum dan setelah desentralisasi diselenggarakan. Hal tersebut sesungguhnya lebih merupakan akibat dari belum tuntasnya pembagian kewenangan dan pembiayaan antar tingkat pemerintahan sampai saat ini. Namun demikian, beberapa daerah telah menerapkan berbagai inovasi yang berhasil meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakatnya. Keberhasilan tersebut umumnya disebabkan oleh kejelasan visi, kuatnya semangat kepemimpinan kepala daerah dan komitmennya yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dilaksanakannya prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, dan dilibatkannya masyarakat dan dunia usaha dalam peranserta aktif pengambilan keputusan pembangunan.
Saya bersama Kabinet Indonesia Bersatu memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap menjalankan, sekaligus mengamankan dan menyempurnakan proses desentralisasi dan otonomi daerah ini. Komitmen tersebut tertuang dari jabaran Visi dan Misi kami di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 yang menempatkan desentralisasi dan otonomi daerah, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, serta yang sejahtera. Memperhatikan berbagai persoalan yang masih dihadapi, dan hasil pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah selama ini, revitalisasi dan rencana aksi yang jelas ke depan sangat diperlukan. Untuk itu di dalam RPJMN, telah ditetapkan enam arah kebijakan yang mencakup penjelasan pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan; dorongan kerjasama antardaerah dalam rangka peningkatan pelayanan publik; penataan kelembagaan pemerintah daerah agar lebih proporsional dan profesional sesuai kebutuhan nyata daerah; penyiapan aparatur pemerintah daerah yang berkualitas berdasarkan standar kompetensi; peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah; dan menata daerah otonom baru, termasuk mengkaji pelaksanaan kebijakan pembentukan daerah otonom baru di waktu mendatang.
Arah kebijakan itu, secara konsisten akan dijabarkan dalam berbagai kebijakan dan kegiatan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), serta APBN di waktu-waktu mendatang. Untuk memberikan arah yang jelas pelaksanaan otonomi, saat ini Pemerintah sedang menyusun rancangan besar (Grand Design) strategi dan rencana aksi untuk menata kembali pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Rancangan besar itu meliputi tujuh elemen dasar yang membangun entitas pemerintahan daerah, yaitu urusan
8Upaya untuk memperkuat basis ekonomi dan produksi di luar Jawa juga sangat penting untuk
pemerintahan, kelembagaan, personil, keuangan daerah, perwakilan, pelayanan publik, dan pengawasan.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Pembangunan daerah, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, di samping berkepentingan terhadap penyelenggaraan aktivitas pembangunan sektoral di daerah, juga berkepentingan terhadap aktivitas pembangunan dalam dimensi kewilayahan. Bila kepentingan
pertama berkenaan dengan tujuan pencapaian sasaran-sasaran sektoral nasional di daerah, maka kepentingan yang kedua, berkenaan dengan tujuan pengurangan ketimpangan antarwilayah, sekaligus pengintegrasian pembangunan antarsektor di dalam satu wilayah.
Dalam kaitan itu, izinkan saya untuk mengutarakan kemajuan pelaksanaan dan arah ke depan kebijakan pembangunan daerah yang berkenaan dengan dimensi kewilayahan. Luasnya bentang geografi dan keragaman karakteristik wilayah Indonesia membutuhkan strategi nasional yang berdimensi kewilayahan, terutama untuk menangani isu-isu kewilayahan yang merupakan kepentingan nasional. Dalam RPJM Nasional 2004 – 2009, strategi nasional tadi tertuang di dalam pembahasan isu-isu pembangunan untuk kawasan tertinggal, termasuk di dalamnya kawasan perbatasan, kawasan yang strategis dan cepat tumbuh, daerah-daerah konflik, dan wilayah perkotaan.
Hingga saat ini, akibat percepatan pembangunan yang berbeda-beda, wilayah Indonesia masih dihadapkan pada ketimpangan antarwilayah. Melalui berbagai langkah pemerataan yang dilakukan oleh pemerintah sejak masa Orde Baru, besaran ketimpangan antarwilayah memang berkurang, bila dibandingkan dengan keadaannya 25 tahun yang lalu. Namun kecepatan turunnya ketimpangan itu sangat lambat. Sampai sekarang masih dapat disaksikan perbedaan hasil-hasil pembangunan yang mencolok antara provinsi-provinsi di Jawa dan provinsi-provinsi di luar Jawa. Demikian pula antara provinsi-provinsi di Wilayah Barat Indonesia dengan provinsi-provinsi di Wilayah Timur Indonesia, dan antara wilayah-wilayah yang masih tertinggal dengan wilayah-wilayah yang sudah maju.
Kemajuan pembangunan berbagai sektor yang telah dicapai oleh Pulau Jawa memang merupakan daya tarik besar bagi penduduk daerah lain untuk bermigrasi ke pulau ini. Konsentrasi penduduk kita sekitar 60 persen ada di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,7 persen dari wilayah Indonesia. Akibatnya, di wilayah ini terjadi berbagai benturan kepentingan dan konflik penggunaan ruang, yang dapat menghambat kelangsungan dan kemajuan ekonomi dan produksi, serta kesejahteraan rakyat. Konversi lahan di Pulau Jawa ---dari lahan produktif ke lahan industri dan perumahan--- mencapai 50.000 ha per tahun. Keadaan ini telah berlangsung hampir tiga puluh tahun terakhir. Dengan bertambahnya kepadatan penduduk dan menyempitnya lahan, maka kemampuan menyangga kehidupan di Pulau Jawa terus terancam. Pulau Jawa telah mengalami krisis air, baik air bersih untuk keperluan rumah tangga maupun untuk pengairan. Jika tidak dilakukan upaya sungguh-sungguh untuk mengatasinya, di tahun-tahun yang akan datang krisis air ini akan bertambah parah.
Kemajuan pembangunan daerah selama ini memang tidak selalu terjadi di Pulau Jawa. Beberapa wilayah di luar Jawa, juga memiliki wilayah-wilayah ekonomi unggulan yang berkembang pesat, seperti Medan, Makassar, dan Kawasan Berikat Batam serta Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan minyak dan gas bumi. Namun, Wilayah-wilayah yang relatif maju tersebut belum cukup terkait dan mampu mendorong perkembangan wilayah-wilayah sekitarnya yang masih relatif tertinggal. Orientasi dan keterkaitan kegiatan ekonomi wilayah-wilayah itu masih mengarah ke Pulau Jawa.Sudah seharusnya strategi pembangunan industri dan kegiatan ekonomi di kawasan itu diarahkan pada keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah sekitarnya.
9Arah ke depan pengembangan kawasan-kawasan tertinggal, adalah pemberdayaan masyarakat secara komprehensif dan parsitipatif yang mencakup penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Kehidupan sosial ekonomi dikembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya
memperkuat daya saing dan daya tahan perekonomian nasional kita. Besarnya ruang dan beragamnya kekayaan alam yang menjadi anugerah kepada bangsa kita, masih memiliki kesempatan yang besar
untuk dimanfaatkan guna mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Upaya serius untuk menciptakan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru, sesuai dengan potensi wilayah membutuhkan dukungan pembangunan prasarana yang memadai. Di Pulau Jawa pembangunan sejumlah prasarana dapat dilakukan dengan mengikutsertakan swasta karena perhitungan keekonomiannya memungkinkan. Sementara, pembangunan prasarana di luar Pulau Jawa masih banyak yang perlu dilaksanakan sendiri oleh pemerintah, yang harus direncanakan melalui intervensi yang tepat, dan strategis.
Untuk mendukung pemanfaatan besarnya ruang nasional secara efektif, terintegrasinya antarsektor dan antarwilayah secara berkelanjutan, kita membutuhkan rencana tata ruang pada berbagai tingkatan. Pada tingkat nasional, kita telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997. Pada saat ini, RTRWN tersebut sedang dalam proses revisi dengan memperhatikan berbagai tantangan, antara lain globalisasi, desentralisasi dan otonomi daerah, keseimbangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia (KBI-KTI), dan penanganan yang lebih baik terhadap kawasan-kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Perumusan RTRWN tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Sebagai penjabaran dari RTRWN tersebut, saat ini kita telah memiliki Rancangan Perpres tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau, yang meliputi RTR Pulau Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Terjadinya ketimpangan antarwilayah hingga dewasa ini menyebabkan kita masih mempunyai sejumlah kawasan yang tertinggal. Masyarakat yang berada di daerah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program-program pembangunan, sehingga akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 Pemerintah telah mengidentifikasi 199 kabupaten dari 440 kabupaten/kota di Indonesia, yang merupakan daerah tertinggal. Dua puluh diantaranya merupakan kawasan-kawasan perbatasan.
Ketertinggalan suatu daerah bukanlah semata-mata terjadi karena tidak terdapat potensi yang layak untuk dikembangkan secara ekonomis. Letak geografis yang sulit dijangkau juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya upaya penyediaan prasarana. Kekurangan prasarana, akhirnya menyebabkan rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia di daerah itu. Di kawasan perbatasan, ketertinggalan menjadi faktor yang mendorong kecenderungan untuk melakukan kegiatan ilegal yang dapat memancing kerawanan sosial dan politik. Saat ini, Pemerintah menaruh kepentingan yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan-kawasan tertinggal, yang kini dikoordinasi secara khusus oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Departemen Kelautan dan Perikanan untuk pulau-pulau terluar,
serta Departemen Sosial untuk Komunitas Adat Terpencil. Upaya itu akan terus ditingkatkan di masa mendatang. Khusus untuk kawasan-kawasan perbatasan, dewasa ini sedang disusun naskah akademik RUU tentang Batas Wilayah RI dan konsep kebijakan strategi pengelolaan kawasan perbatasan. Saya sangat bersimpati kepada masyarakat yang tinggal di wilayah paling depan perbatasan negara kita. Rasa kecintaan mereka yang besar terhadap tanah air tercinta, perlu terus dijaga dengan kehadiran aktivitas pembangunan yang nyata di wilayah itu.
10
alam dan aspirasi lokal. Khusus untuk kawasan-kawasan perbatasan darat dengan negara tetangga, akan dikembangkan pola pembangunan yang secara terpadu dengan mengintegrasikan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan keamanan (security approach). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, di kawasan yang memiliki potensi ekonomi, dilakukan secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kepentingan strategis nasional.
Dalam merumuskan strategi pengembangan wilayah, pada umumya ditetapkan suatu kawasan yang nantinya berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Kawasan-kawasan itu ditetapkan berdasarkan kriteria potensi pengembangan yang dimilikinya, lokasinya yang strategis, dan pengaruhnya yang kuat di dalam mendorong kemajuan ekonomi bagi wilayah-wilayah di sekitarnya. Tujuan ke depan penetapan kawasan yang disebut sebagai kawasan strategis dan cepat tumbuh ini, pada intinya adalah untuk percepatan pembangunan wilayah, sekaligus pemerataan antarwilayah. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), wilayah-wilayah ini didefinisikan sebagai Kawasan Andalan Nasional. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRWN tersebut ditetapkan 111 Kawasan Andalan Nasional untuk seluruh Indonesia.
Dewasa ini, banyak wilayah strategis dan cepat berkembang yang belum dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Hal ini disebabkan, oleh keterbatasan sarana dan prasarana serta informasi pasar dan teknologi, untuk mengembangkan produk-produk unggulan. Selain itu, masih terdapat kelemahan koordinasi di antara pelaku-pelaku pengembangan wilayah untuk meningkatkan daya saing produk unggulan. Karenanya, diperlukan kerjasama yang erat dan terpadu antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat dalam mengembangkan produk-produk unggulan di wilayah strategis dan cepat berkembang.
Selaras dengan kepentingan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi terutama di luar Jawa, upaya percepatan pembangunan kawasan-kawasan ini perlu diselenggarakan secara komprehensif, dalam pola pendekatan yang dewasa ini dikenal dengan klaster industri. Pengelompokan sejumlah aktivitas terkait akan mempermudah sekaligus meningkatkan efektivitas penyediaan prasarana fisik, dan teknologi yang diperlukan. Bagi dunia usaha, pengelompokan yang sama akan bermanfaat bagi interaksi konstruktif yang merupakan prinsip dasar terwujudnya daya saing kawasan, dan aktivitas produksi yang berkelanjutan. Dalam perumusan kebijakan industri nasional 2005-2025, pola pendekatan ini menjadi pilar utamanya.
Untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional di era globalisasi dewasa ini, pemerintah telah memberikan status wilayah pembangunan strategis sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free port and trade zones) seperti Pulau Sabang, ataupun kawasan berikat khusus seperti untuk Pulau Batam. Namun demikian, langkah ini perlu kajian seksama agar dapat menimbulkan manfaat yang saling menguntungkan, baik antar kawasan sejenis, maupun antara kawasan-kawasan sejenis dengan wilayah-wilayah lainnya. Oleh karena itu, guna menghindarkan terjadinya perkembangan yang bersifat ‘enclave’ di kawasan-kawasan tadi, Pemerintah mendorong terciptanya keterkaitan ekonomi yang saling menguntungkan, antara kawasan-kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, ataupun antara kawasan berikat khusus dengan daerah-daerah penyangga, melalui pengembangan produk bahan baku.
Dalam beberapa wilayah perbatasan, upaya untuk mengefektifkan dan memperluas kerjasama pembangunan ekonomi regional yang saling menguntungkan dengan negara-negara tetangga terus ditingkatkan. Upaya itu termasuk peningkatan kerjasama ekonomi sub-regional yang selama ini sudah dirintis, seperti Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT), dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philipine-East Asia Growth Area (BIMP-EAGA), serta Australia-Indonesia Development Area (AIDA). Saya minta Pemerintah Daerah dapat mengambil peran secara lebih aktif untuk melaksanakan kesepakatan kerjasama ini.
1
1Demikianlah uraian saya mengenai kebijakan penangangan wilayah konflik. Sekarang saya ingin memaparkan bagian akhir dari dimensi kewilayahan, yakni mengenai wilayah perkotaan. Dalam beberapa dekade terakhir, wilayah perkotaan tumbuh sangat pesat. Dalam sepuluh tahun terakhir, proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dari 35,9 persen di tahun 1995, menjadi 48,3 persen di
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Hal lain yang menjadi fokus utama pemerintah di dalam pembangunan daerah adalah penanganan daerah-daerah konflik. Krisis nasional dan Reformasi berskala besar dan berlangsung cepat telah menyebabkan konflik-konflik sosial dan kekerasaan yang terjadi di beberapa daerah, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Berbagai dampak konflik adalah menurunnya standar hidup masyarakat, terganggunya kegiatan ekonomi, terjadinya segregasi masyarakat berdasarkan berbagai kategori, terjadinya trauma psikologis khususnya pada anak-anak dan perempuan, kerusakan prasarana publik, melemahnya fungsi kelembagaan pemerintahan, serta menurunnya pelayanan kepada masyarakat. Konflik-konflik tersebut juga sangat mempengaruhi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, mengganggu proses transisi dan konsolidasi demokrasi, memudarkan semangat desentralisasi pembangunan, serta memperburuk persepsi masyarakat internasional mengenai kondisi keamanan Indonesia sebagai tujuan investasi dan bisnis.
Dalam kaitannya dengan penanganan konflik yang bersifat horizontal, perhatian kita selama ini telah dicurahkan kepada daerah-daerah yang mengalami konflik horizontal berdarah di Maluku Utara, Maluku, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tengah. Secara umum dapat dipahami bahwa kepentingan utama bagi kebijakan pembangunan daerah dalam penanganan daerah-daerah konflik, tekait dengan upaya untuk mewujudkan ketertiban umum dan perdamaian yang berkelanjutan, sesuai dengan kearifan lokal dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah-daerah tersebut.
Konflik vertikal, khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua, pada hakikatnya terjadi karena adanya persepsi ketidakadilan pembangunan yang dirasakan masyarakat. Faktor ini, kemudian memicu aspirasi radikal gerakan pemisahan diri, seperti dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Undang-Undang Otonomi Khusus, telah memberikan keleluasaan yang lebih kepada kedua daerah itu, untuk mengelola pemerintahannya secara khusus sesuai dengan aspirasi dan budaya lokal.
Pemerintah selalu berupaya untuk mengedepankan pembicaraan damai dengan pihak GAM. Alhamdullilah, dengan ditandatanganinya Memorandum Kesepahaman tanggal 15 Agustus 2005 lalu, konflik yang telah berlangsung selama 29 tahun itu, Insya Allah dapat diakhiri secara damai, adil dan bermartabat. Saya mengajak segenap lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelangsungan perdamaian yang permanen di Aceh. Kita tidak boleh mengabaikan antusiasme rakyat kita di Aceh dalam menyambut penandatanganan Memorandum Kesepahaman dengan GAM di Helsinki tanggal 15 Agustus yang lalu, yang telah memberikan harapan besar pulihnya perdamaian di daerah itu.
Belajar dari pengalaman di dalam penanganan konflik vertikal, ke depan, upaya pembangunan bagi daerah-daerah konflik perlu memperhatikan tiga hal pokok. Pertama, penyelesaian konflik memerlukan berbagai pendekatan dari yang sifatnya mikro sampai pada makro dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat. Kedua, penyelesaian konflik membutuhkan pemahaman situasi pra, saat terjadinya konflik, dan paska konflik untuk efektivitas pemberdayaan masyarakat. Ketiga, penyelesaian konflik memerlukan peranserta aktif masyarakat yang terlibat untuk mempercepat menemukan sumber masalah, mempercepat pemulihan, dan kelangsungan pemeliharaan perdamaian.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
12Aspek lain dalam pembangunan daerah adalah terkait pengembangan energi daerah yang belum banyak dimanfaatkan. Terutama, energi yang terbarukan seperti bioenergi, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin, dan energi samudera. Prioritas dan perhatian untuk menggarap potensi ini menjadi semakin relevan dan strategis dengan kecenderungan harga BBM yang makin tinggi, dan kebutuhan energi kita yang melonjak pesat. Hambatan utama pemanfaatan energi baru ini, adalah karena energi itu belum kompetitif dibandingkan dengan energi konvensional. Hal ini disebabkan juga oleh belum dikuasainya teknologi yang tepat untuk pengembangannya dan belum adanya kebijakan harga yang mendorong pemanfaatannya. Untuk mewujudkan sistem penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan, dapat ditempuh dengan memadukan konsep optimasi pemanfaatan energi terbarukan yang tersedia cukup banyak diberbagai daerah, penggunaan teknologi energi yang efisien dan membudayakan pola hidup hemat energi. Saya mengajak kepada seluruh pimpinan daerah untuk memperhatikan
tahun 2005. Saat ini, jumlah penduduk perkotaan sudah hampir sama dengan jumlah penduduk perdesaan. Meskipun di satu sisi peningkatan urbanisasi, disatu sisi merupakan cermin dari adanya kemajuan ekonomi, namun di sisi lain membawa permasalahan yang rumit, karena proses urbanisasi lebih banyak didorong oleh terbatasnya lapangan kerja di daerah perdesaan. Urbanisasi yang berlangsung juga tidak merata, sehingga terjadi pemusatan di kota-kota metropolitan dan di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa, seiring dengan tumbuhnya industri manufaktur. Terkonsentrasinya penduduk pada kegiatan industri manufaktur, telah menimbulkan konsekuensi berbagai permasalahan sosial. Kota-kota metropolitan dan kota-kota besar mengalami tekanan penyediaan perumahan dan prasarana permukiman, untuk menampung masyarakat yang berpendapatan rendah. Kondisi ini ikut memicu berkembangnya kawasan kumuh yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya.
Perkembangan fisik kota yang terus meluas hingga mengintegrasi kota-kota yang lebih kecil di sekitarnya, juga menimbulkan masalah transportasi. Sementara itu, dampak yang ditimbulkan oleh terkonsentrasinya pertumbuhan pada kota-kota besar dan metropolitan adalah melemahnya keterkaitan kegiatan antarwilayah, meningkatnya kesenjangan antarwilayah, berkurangnya keterkaitan kegiatan antara perkotaan dan perdesaan. Perluasan kota juga menimbulkan peningkatan konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan dan industri.
Ke depan, Pemerintah akan merumuskan tujuh kebijakan pengembangan wilayah perkotaan sebagai berikut. Pertama, mendorong percepatan pembangunan kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga dapat menjalankan perannya sebagai motor penggerak pembangunan di wilayah-wilayah pengaruhnya. Kedua, mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan secara sinergis. Ketiga, meningkatkan keterkaitan pembangunan antarkota. Keempat, mengelola pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dengan memperhatikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Kelima, mengelola laju migrasi dari desa ke kota dengan mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi non pertanian di perdesaan. Keenam, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota dalam hal pelayanan publik, pengelolaan lingkungan perkotaan, pengembangan kemitraan dengan swasta, dan terutama peningkatan kapasitas fiskal. Ketujuh, peningkatan kerja sama antar pemerintah kabupaten/kota, khususnya dalam pembangunan prasarana dan sarana. Semua ini memerlukan
adanya keterpaduan dan skala ekonomi tertentu untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Terkait erat dengan upaya pembangunan daerah adalah aspek pertanahan. Terwujudnya suatu sistem pertanahan yang adil, dan mampu memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat, sangat penting dalam mewujudkan prioritas pembangunan nasional di masing-masing daerah. Sesuai dengan visi dan misi saya dalam kerangka pembangunan daerah, aspek pertanahan sangat relevan di dalam mendukung prioritas revitalisasi pertanian dan perdesaan, pembangunan perumahan rakyat, dan pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi.
13
masalah ini, dan sekaligus memanfaatkan potensi yang ada, dalam mengatasi masalah energi di negeri kita.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Kini izinkanlah saya untuk menyampaikan berbagai kebijakan terkait dengan dana perimbangan di tahun 2006, dan strategi ke depan untuk meningkatkan kapasitas keuangan daerah.
Pertama, kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) dalam tahun anggaran 2006 ditujukan untuk mempercepat penetapan alokasi DBH melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data. Penetapan alokasi DBH mengacu kepada Undang-undang tentang Desentralisasi Fiskal dan Undang-undang tentang Keuangan Negara. Sementara itu, dalam rangka Otonomi khusus, DBH pertambangan minyak
bumi dan gas alam untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberikan sampai dengan tahun ke-8. Untuk Provinsi Papua sampai dengan tahun ke-25 sebesar 70 persen, sejak diberlakukannya kedua undang-undang itu.
Dalam penyempurnaan proses dan mekanisme penyaluran Dana Bagi Hasil ke Daerah, Pemerintah melakukan langkah-langkah aktif dengan meningkatkan koordinasi antar departemen dan instansi terkait, untuk mempercepat penetapan dan penyaluran dana bagi hasil kepada daerah, agar dapat dilakukan tepat waktu. Dengan naiknya harga minyak dunia, maka realisasi alokasi Dana Bagi Hasil untuk beberapa daerah penghasil migas meningkat secara signifikan. Untuk itu, saya mengharapkan agar daerah-daerah penghasil migas dapat bersama-sama berbagi beban di dalam menanggung kenaikan belanja subsidi bagi daerah-daerah bukan penghasil minyak. Kita perlu bersama-sama mencari formula yang tidak melanggar asas keadilan, keseimbangan, serta kebersatuan sebagai negara dalam penyempurnaan alokasi Dana Bagi Hasil.
Kedua, Kebijakan pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) adalah untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang penggunaannya ditetapkan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah. Rasio dana perimbangan untuk DAU dalam RAPBN 2006 sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri bersih, meningkat dari APBN 2005 yang sebesar 25,5 persen. Alokasi DAU tahun anggaran 2006 untuk masing-masing daerah ditetapkan tidak lebih kecil dari tahun anggaran 2005. Apabila pada tahun 2006 ada provinsi yang menerima DAU lebih kecil dari tahun 2005, maka akan diberikan dana penyesuaian yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Kebijakan ini dilakukan hanya dalam masa transisi. Dalam tahun 2008, DAU akan dipergunakan sebagai instrumen perimbangan fiskal antar daerah. Daerah yang sudah dapat menggali potensi keuangan daerahnya serta memperoleh bagian dari bagi hasil sumber daya alam dan perpajakan, akan memperoleh alokasi DAU lebih kecil. Sementara itu, daerah-daerah yang sedikit memiliki sumber daya alam akan mendapat alokasi DAU lebih besar. Dengan demikian jumlah alokasi DAU bisa meningkat atau menurun, serta berbanding terbalik dengan kemampuan fiskal daerahnya dan kebutuhan fiskal masing-masing daerah. Saya berharap Dewan yang terhormat dapat memahami dan sekaligus bersama Pemerintah mensosialisasikannya ke daerah perwakilan masing-masing.
Ketiga, Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dimaksudkan untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangannya di bawah rata-rata nasional, untuk membiayai penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah menjadi urusan daerah. Termasuk dalam kebijakan ini adalah untuk menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta untuk daerah ketahanan pangan. Untuk tahun 2006 Pemerintah akan memulai pengalihan sebagian dari Dana Dekonsentrasi yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan lokal yang sesungguhnya telah didesentralisasikan, melalui alokasi DAK.
14
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota DPD yang saya hormati,
Hadirin yang saya muliakan,
Pemerintah menyadari bahwa untuk mendukung pembangunan di daerahnya, Pemerintah Daerah sebaiknya tidak hanya mengandalkan pada dana perimbangan yang berasal dari APBN. Potensi PAD yang belum tergali relatif masih banyak. Pemerintah akan melakukan perluasan basis
pajak dan retribusi daerah, namun daerah tidak lagi dimungkinkan untuk mengajukan usulan di luar ketentuan yang telah ditetapkan dengan undang-undang. Evaluasi terhadap peraturan daerah yang bermasalah menyangkut pajak dan retribusi daerah, menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan disempurnakan, jika dilihat dari sudut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada pula beberapa peraturan daerah yang berpotensi menghambat kemajuan dunia usaha dan berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat. Pemerintah juga masih menemukan adanya peraturan daerah yang belum disahkan oleh DPRD tetapi sudah diberlakukan. Kepada para Anggota DPD saya mengharap kerjasamanya untuk memberikan pemahaman kepada daerah bahwa pungutan-pungutan di luar ketentuan undang-undang, justru akan memberi beban tambahan, yang pada gilirannya akan menghambat perkembangan ekonomi daerah.
Dalam rangka pembiayaan pembangunan daerah, Pemerintah juga sedang mempersiapkan peraturan mengenai pinjaman daerah. Perlu saya tegaskan bahwa demi kehati-hatian dan stabilisasi
ekonomi makro, untuk sementara ini daerah belum diperbolehkan untuk meminjam langsung ke luar negeri, sampai selesainya peraturan-peraturan yang diperlukan mengenai hal itu. Pemerintah memiliki mekanisme penerusan pinjaman dan hibah kepada daerah yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Namun Pemerintah memberi kesempatan kepada daerah untuk melakukan hubungan saling menguntungkan dengan daerah lain, dan dengan negara tetangga untuk meningkatkan ekonominya. Sedangkan pinjaman dalam negeri, baik kepada daerah lain, perbankan ataupun penerbitan obligasi sedang dipersiapkan aturannya.
Dalam bulan-bulan mendatang, Pemerintah akan mengumumkan secara kumulatif alokasi pinjaman yang diperbolehkan oleh daerah. Kita harus tetap mengedepankan unsur kehati-hatian dalam menetapkan jumlah pinjaman, mengingat beban utang pemerintah yang sudah cukup tinggi. Kepada daerah yang akan memanfaatkan pinjaman, saya minta untuk mengikuti aturan yang berlaku, dan hanya melakukannya kalau benar-benar perlu, serta memilliki kemampuan untuk mengembalikannya. Pemanfaatan pinjaman hendaknya hanya untuk kegiatan yang produktif dan mempunyai risiko yang relatif rendah.
Saudara-saudara Pimpinan, Anggota DPD, dan hadirin yang saya hormati,
Demikianlah keterangan saya tentang kemajuan dan arah ke depan berbagai Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Daerah. Kiranya kita semua sependapat bahwa demi keberhasilan pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, diperlukan semangat pengabdian dan profesionalisme yang tinggi dari kita semua, dalam melaksanakan tugas-tugas pengabdiannya di bidang masing-masing.
Akhirnya seraya memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, marilah kita memohon petunjuk dan bimbingan-Nya, agar kita senantiasa diberi kemampuan dan kekuatan lahir batin, dalam mengemban amanat rakyat, untuk melaksanakan tugas dan pengabdian kepada bangsa dan negara.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Jakarta 23 Agustus 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO




Sumber: http://www.lin.go.id
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006