Thursday, 4 November 2010

JURNAL MASYARAKAT INDONESIA DAN PERKEMBANGAN ILMU-ILMU SOSIAL

JURNAL MASYARAKAT INDONESIA DAN PERKEMBANGAN ILMU-ILMU SOSIAL

Ignas Kleden



I. ENAM ISU YANG AKAN DIBAHAS

1. Masyarakat Indonesia adalah sebuah Jurnal Penelitian sosial (termasuk ekonomi, politik dan budaya).
2. Hubungan Jurnal dengan penelitian sosial
3. Hubungan Penelitian dengan Perkembangan Ilmu-Ilmu sosial
4. Penelitian, kebijakan dan advokasi
5. Produksi Pengetahuan dan Produksi Kekuasaan
6. Context of discovery dan context of justification

II. URAIAN

1. Masyarakat Indonesia adalah sebuah jurnal penelitian sosial.

Sifat ini sudah memberi tiga batasan untuk pemilihan dan penerimaan tulisan yaitu
a) Tulisan haruslah bersifat research paper dan bukan policy paper atau esai bebas.
b) Tulisan haruslah membahas masalah-masalah masyarakat Indonesia dan bukan masalah di negeri lain.
c) Tulisan haruslah mencerminkan penerapan atau pengujian terhadap sebuah teori atau sebuah metode ilmu sosial

Sebagai jurnal penelitian sosial maka tema-tema tulisan mencakup bidang yang luas mencakup bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dilihat dengan cara itu maka jurnal ini dapat mengatur nomor-nomor penerbitan
• Berdasarkan disiplin ilmu-ilmu sosial (nomor ekonomi, sosial, politik, budaya), seperti

a) hubungan antara pertumbuhan ekonomi, pengembangan sektor riil dan penyerapan tenaga kerja dalam ekonomi,
b) atau hubungan antara pimpinan politik, lembaga politik, dan sistem politik dalam politik,
c) atau pembagian kerja seksual, patriarki dan partisipasi perempuan dalam kesempatan kerja untuk bidang sosial,
d) dan ada tidaknya pengaruh gaya hidup perkotaan terhadap persepsi anak-anak SD tentang nilai moral atau nilai estetik untuk bidang budaya.

• Berdasarkan sebuah isu yang dibahas seperti migrasi, kependudukan, korupsi, atau bencana alam, yang dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu sosial. Dengan demikian ada studi ekonomi tentang migrasi, studi sosiologi tentang migrasi, studi politik tentang migrasi dan studi budaya tentang migrasi. Hal yang sama dapat dilakukan terhadap isu-isu lain yang dipilih.

• Pada tingkat yang lebih tinggi dapat diterbitkan nomor yang berisikan peninjauan kembali terhadap metode dan teori-teori ilmu sosial yang banyak digunakan dalam penelitian.

a) Dalam setiap pemilihan umum lembaga-lembaga penelitian dan konsultasi politik melakukan berbagai survei. Pada titik ini dapat diterbitkan sebuah nomor jurnal untuk mereview praktek survei yang dijalankan dalam berbagai penelitian tersebut.


b) Atau koalisi menjadi isu yang hangat saat ini. Maka jurnal dapat terbit dengan suatu rangkaian karangan tentang teori ilmu politik mengenai koalisi dan praktek koalisi dalam politik Indonesia.
c) Karena isu etnisitas merupakan isu yang aktual karena adanya konflik antar-etnik, sebuah nomor dapat diterbitkan khusus tentang etnisitas baik berupa uraian yang berisi pandangan antropologi tentang teori etnisitas maupun uraian ilmu politik tentang bagaimana etnisitas dijadikan alat untuk perjuangan atau dominasi politik, dan uraian sosiologi tentang pembagian kerja dan pembagian sumber daya ekonomi berdasarkan etnisitas.

2. Hubungan jurnal dengan penelitian sosial

Sebuah jurnal dapat memainkan tiga fungsi dalam hubungan dengan penelitian sosial.
a) Dia dapat menjadi tempat penampungan hasil-hasil penelitian yang kemudian diumumkan ke publik
b) Dia dapat menjadi rujukan untuk penelitian lain
c) Dia dapat dan menjadi tempat pengembangan wacana dan diskusi tentang praktek penelitian.

Menurut pengamatan saya, jurnal Masyarakat Indonesia hingga saat ini berperanan baik dalam fungsi pertama, belum dapat dibuktikan perannya dalam fungsi kedua, tetapi belum dan sama sekali belum memainkan peranan dalam fungsi ketiga.
Ini artinya Masyarakat Indonesia berperan dengan baik mengumumkan hasil-hasil penelitian yang memenuhi kriteria penerbitan, mungkin di sana-sini dijadikannya rujukan dalam melakukan penelitian, tetapi belum mengembangkan dirinya menjadi tempat di mana suatu hasil penelitian didiskusikan, diperdebatkan atau difalsifikasi oleh data dan argumen peneliti lain.
Ini merupakan satu kekurangan yang sampai saat ini menyebabkan kurangnya daya tarik jurnal ini, karena hasil-hasil penelitian yang diterbitkan tidak diangkat menjadi bagian dari wacana dan diskusi akademis di antara sesama peneliti. Dengan adanya pengembangan wacana dalam jurnal, para pembaca yang bukan peneliti dapat dibantu untuk mengapresiasi hasil penelitian yang baik, yang kurang baik, dan yang gagal tetapi kebetulan terbit.
Dari pihak lain mutu sebuah jurnal penelitian sangat tergantung dari mutu penelitian sosial yang dijalankan. Karena itu sebuah jurnal yang berhasil dapat diperlakukan sebagai sebuah cermin bagi taraf peneltian yang dicapai dalam suatu komunitas penelitian. Sebuah jurnal penelitian yang bagus hanya mungkin didukung oleh praktek penelitian yang baik dan sebaliknya.
3. Hubungan penelitian sosial dan perkembangan ilmu-ilmu sosial

Hubungan di antara penelitian sosial dan perkembangan ilmu-ilmu sosial bersifat hubungan yang memutar dalam suatu lingkaran hermeneutik (hermeneutical circle).
a) Dari satu sisi keberhasilan suatu penelitian tergantung dari tingkat kecanggilan peralatan ilmu-ilmu sosial yang digunakan, baik peralatan teoretis maupun peralatan metodologis. Dengan lain perkataan penelitian adalah output dari ilmu-ilmu sosial pada tingkat perkembangan tertentu.

b) Dari sisi lainnya pengembangan teori dan metode ilmu-ilmu sosial hanya mungkin dilakukan dalam penelitian dan melalui penelitian. Karena itu penelitian adalah input terpenting untuk perkembangan ilmu-ilmu sosial. Tingkat kecanggihan dalam teori dan metode ilmu sosial tergantung secara harafiah dari tingkat kecanggihan suatu penelitian.


c) Perlu diberi catatan bahwa hubungan antara teori dan metode ilmu-ilmu sosial dengan penelitian sosial masih turut ditentukan oleh tingkat kecanggihan peneliti sendiri. Data penelitian adalah data yang bisu, yang hanya bisa berbicara kalau diajak bicara oleh seorang peneliti dalam suatu tanya jawab. Data itu akan memberi jawaban pintar kepada pertanyaan yang pintar, dan data yang sama akan memberi jawaban yang dungu kepada pertanyaan yang bodoh.

Selanjutnya hubungan ilmu-ilmu sosial dengan masyarakat Indonesia dapat dilihat dengan dua cara.
a) Hubungan antara sebuah teori ilmu sosial dengan perkembangan dan perubahan masyarakat
b) Hubungan antara sebuah teori ilmu sosial dengan kekuasaan yang mengatur masyarakat itu.

Dalam hubungan dengan relasi teori dengan perkembangan masyarakat, maka teori ilmu-ilmu sosial berfungsi
• menjelaskan dan memahami perkembangan dan perubahan sosial yang sedang terjadi (fungsi eksplanatoris dan fungsi hermeneutis teori)
• merencanakan suatu perubahan sosial dan menggerakkan masyarakat kearah perubahan yang diinginkan (fungsi engineering teori)
• Mengawasi dan mencegah perubahan sosial yang tak direncanakan atau tak diinginkan (fungsi kontrol teori)

Dalam kaitan antara teori dan kekuasaan maka suatu teori dapat berfungsi
• Membenarkan kekuasaan yang ada (teori sebagai legitimasi)
• Mempertanyakan kekuasaan yang ada (teori sebagai kritik)
• Memperbaiki praktek kekuasaan (teori sebagai koreksi)

Dalam hubungan dengan kedua proposisi di atas maka menurut pengamatan saya jurnal Masyarakat Indonesia baru sampai pada taraf menjelaskan dan memahami perkembangan dan perubahan sosial yang sedang berlangsung dan belum banyak menyumbang kepada perencanaan perubahan sosial yang diinginkan atau kepada pengawasan dan pencegahan perubahan-perubahan sosial yang tak dikehendaki.
Demikian pun terhadap kekuasaan jurnal ini berusaha untuk tidak sekedar membenarkan kekuasaan, berusaha melakukan koreksi terhadap praktek kekuasaan, tetapi belum memberi cukup perhatian kepada kritik terhadap kekuasaan.
4. Penelitian, Kebijakan dan Advokasi

Selalu ada hubungan di antara penelitian, kebijakan atau suatu advokasi yang hendak dijalankan. Khususnya di negara-negara yang hendak melaksanakan apa yang dinamakan knowledge-based policy penelitian memainkan peranan yang amat menentukan.
Namun demikian dalam praktek perlu dibedakan dengan jelas tiga jenis pertanyaan yang amat berbeda yaitu
i) Research question
ii) Policy question
iii) Advocacy question

Pertanyaan tentang kebijakan akan menghasilkan usul kebijakan atau policy brief. Pertanyaan tentang advokasi menghasilkan suatu aksi terorganisasi dengan sasaran tertentu. Sedangkan pertanyaan penelitian menghasilkan tambahan pengetahuan tentang suatu keadaan masyarakat.
Hasil sebuah penelitian dapat dijadikan dasar bagi usul kebijakan atau pegangan dalam melakukan advokasi. Akan tetapi penelitian harus dan hanya mungkin dijalankan berdasarkan pertanyaan penelitian.
Perbedaan pokok di antara ketiga pertanyaan tersebut adalah bahwa pertanyaan penelitian bersifat teoretis untuk menjelaskan atau memahami keadaan, sedangkan pertanyaan tentang kebijakan dan advokasi bersifat praktis karena berhubungan dengan keputusan politik yang diambil atau aksi sosial yang dijalankan.
Pertanyaan seperti “bagaimana meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik Indonesia ” adalah pertanyaan mengenai kebijakan atau advokasi yang harus dijalankan, bukan pertanyaan penelitian. Seorang peneliti yang berpengalaman akan mengubah pertanyaan praktis tersebut menjadi pertanyaan teoretis untuk penelitian seperti misalnya “ada-tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan laki-laki dan kecenderungan patriarkis mereka”. Pertanyaan praktis ada untuk dijalankan, sedangkan hasil penelitian ada untuk diuji atau divalidasi.
Dalam kaitan dengan jurnal MI saya mengusulkan bahwa sekali pun hubungan di antara penelitian dan kebijakan selalu ada (antara lain karena penelitian disorder oleh mereka yang menentukan kebijakan) akan tetapi harus dibedakan dengan jelas sampai di mana sebuah tulisan masih mengembangkan deskripsi dan analisanya berdasarkan penelitian, dan pada titik mana dia mulai beralih kepada rekomendasi untuk kebijakan.
5. Produksi Pengetahuan dan Produksi Kekuasaan

Sebuah jurnal penelitian seperti Masyarakat Indonesia selalu tergantung kepada praktek penelitian yang dilakukan, sedangkan praktek penelitian akan sangat tergantung pada peneliti menyangkut dua hal yaitu
a) Kemampuannya secara teknis untuk menjalankan suatu penelitian


b) Minat, motivasi, dan preferensi seorang peneliti secara professional.
c) Integritasnya secara moral

Kemampuan teknis seorang peneliti tak perlu banyak diuraikan di sini karena berhubung dengan penguasaan atas teori dan metode yang sudah berulang kali dikemukakan.
Sejauh menyangkut minat, motivasi dan preferensi peneliti ada baiknya di sini diuraikan secara singkat suatu pembagian kerja intelektual.
• Tugas seorang peneliti adalah memproduksi pengetahuan ilmiah
• Tugas seorang ilmuwan adalah menjaga agar pengetahuan yang dihasilkan dalam penelitian dan akan digunakan oleh umum adalah pengetahuan yang valid dan bukan pengetahuan yang keliru atau pengetahuan yang salah karena didistorsikan.
• Tugas seorang teknikus adalah memberi nilai pakai (use value) kepada pengetahuan yang dihasilkan dalam penelitian agar memberi manfaat kepada orang banyak dalam penerapannya.
• Tugas seorang professional adalah memberi nilai tukar (exchange value) dari pengetahuan yang dihasilkan dalam penelitian agar dapat memberi profit dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan.
• Tugas seorang intelektual adalah mengubah atau menerjemahkan pengetahuan yang dihasilkan menjadi nilai=nilai moral yang dapat menjadi pegangan umum.

Di pihak lain kita bisa berbicara juga tentang pembagian kerja politis antara tugas politisi dan tugas seorang teknokrat.

• Tugas seorang politikus adalah memproduksi kekuasaan melalui dukungan politik yang dapat dikerahkannya. Legitimasinya ditentukan oleh luasnya konstituensi dia
• Tugas seorang teknokrat adalah memproduksi kekuasaan bukan melalui dukungan politik tetapi dengan menerjemahkan keahlian dan pengetahuannya menjadi kekuasaan. Legitimasinya ditentukan oleh kesesuaian antara tingkat keahlian yang dia miliki dan kepentingan politik yang memerlukan keahlian tersebut.

Dalam soal legitimasi sebaiknya ditekankan di sini bahwa politisi memerlukan legitimacy by the people berupa dukungan orang banyak, sedangkan seorang peneliti dan ilmuwan memiliki legitimacy by peers yaitu pengakuan yang diberikan oleh komunitas peneliti dan komunitas ilmiah.
Dalam praktek ini artinya, popularitas bukanlah bukti keberhasilan seorang peneliti atau seorang ilmuwan karena itu hanya berhubungan dengan recognition by the people, yang bisa amat penting bagi seorang politikus atau seorang artis tetapi tidak ada artinya bagi seorang peneliti atau seorang ilmuwan.
Yang dibutuhkan oleh peneliti dan ilmuwan bukanlah popularitas tetapi reputasi yaitu recognition by peers berupa pengakuan anggota komunitas peneliti dan komunitas ilmiah.
Sebagai formula umum bisa dikatakan bahwa semakin seorang peneliti tergoda oleh popularitas maka semakin dia terjebak ke dalam godaan memproduksi kekuasaan tetapi bukan memproduksi pengetahuan yang menjadi tugasnya.
Kesalah-pahaman umum bahwa kualifikasi seorang peneliti ditentukan oleh tingkat popularitas harus diterobos dengan berani oleh para peneliti sendiri.

6. Context of Discovery & Context of Justification

Ilmu pengetahuan berkembang karena adanya penemuan berupa pengetahuan baru, teori baru dan metode baru. Pada titik itu ilmu berkembang kalau ada imajinasi dan kreativitas para ilmuwan dan para peneliti.
Di lain pihak pengetahuan yang dihasilkan untuk menjadi pengetahuan ilmiah harus divalidasikan, yaitu harus diuji berdasarkan metode pengujian untuk menetapkan apakah pengetahuan tersebut adalah pengetahuan yang valid, yang bisa ditawarkan kepada publik untuk digunakan.
Dalam epistemologi modern kedua segi pengembangan ilmu tersebut dibedakan dalam istilah heuristika sebagai bidang ilmu yang menggarap kreativitas ilmiah, dan metodologi yang menjaga validitas ilmiah.
Dalam hubungan dengan jurnal Masyarakat Indonesia saya ingin menghimbau agar jurnal ini memberi tempat yang seimbang kepada kedua segi pengembangan ilmu tersebut yaitu kreativitas ilmiah dan validitas ilmiah.
Hubungan di antara kedua kepentingan itu seringkali bertolak belakang. Karena heuristika memperlakukan ilmu sebagai suatu seni atau art yang menuntut kebebasan dan keleluasaan sebesar-besarnya untuk seorang ilmuwan atau peneliti.
Sebaliknya dalam metodologi ilmu diperlakukan sebagai sebuah disiplin dengan peraturan-peraturan yang ketat yang harus ditaati oleh setiap peneliti yang bertanggungjawab.
Kedua bidang itu harus didorong secara bersamaan karena penemuan teori dan metode baru dalam ilmu sosial memerlukan kemampuan heuristik yang tinggi, yang pada gilirannya harus diuji kembali validitasnya berdasarkan metode pengujian yang ditetapkan dalam metodologi. (IK)

No comments: