Saturday 4 December 2010

Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin kabupaten Blora Jawa

Masyarakat Samin adalah masyarakat yang memiliki ciri-ciri khusus yang menjadi identitas mereka dalam penampilan sehari-hari yang berbeda dengan masyarakat lain di sekitarnya. Identitas itu menunjukkan karakter dan perlengkapan mereka sesuai dengan ajaran saminisme yang mereka pertahankan dari waktu ke waktu terutama di kalangan generasi tua. Mereka merasakan kebenaran dan keyakinan yang kuat terhadap ajaran-ajaran peninggalan Samin Surontiko sebagai suatu pandangan hidup yang sangat berguna. Sikap perbuatan warga Samin selalu diikuti bukti-bukti nyata dan konsekuen sesuai dengan ajaran yang diterima. Simbol identitas masyarakat Samin antara lain terlihat pada pakaian yang dipakai dan juga bahasa. Mereka tidak mengenal tingkataan bahasa Jawa, jadi bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa ngoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan. Pakaian orang Samin biasanya terdiri baju lengan panjang tidak memakai krah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki.

Ajaran saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Perlawanan orang Samin yang dipelopori Samin Surontiko (nama aslinya Raden Kohar) tidak dilaksanakan secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri. Misalnya perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin.

Pokok ajaran Samin Surontiko adalah

1. Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.
2. Jangan menggangu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan suka mengambil milik orang.
3. Bersikap sabar dan jangan sombong
4. Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup=roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya. Roh orang yang meninggal tidaklah meninggal hanya menanggalkan pakaiannya
5. Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.

Orang-orang Samin sebenarnya kurang suka dengan sebutan “Wong Samin” sebab sebutan tersebut mengandung arti tidak terpuji yaitu dianggap sekelompok orang yang tidak mau membayar pajak, sering membantah dan menyangkal aturan yang telah ditetapkan sering keluar masuk penjara, sering memcuri kayu jati dan perkawinannya tidak dilaksanakan menurut hukum Islam. Para pengikut saminisme lebih suka disebut “Wong Sikep”, artinya orang yang bertanggung jawab sebutan untuk orang yang berkonotasi baik dan jujur.

Ajaran saminisme tersebar antara lain di daerah Blora, Kudus, Pati, Rembang dan Bojonegara. Penelitian yang ditulis dalam buku ini mengambil masyarakat Samin di desa Sumber, kecamatan Kradenan, kabupaten Blora, Jawa Tengah. Berdasarkan sikap dan perbuatan ada dua aliran Samin yaitu Samin Lugu dan Samin Sangkak. Samin Lugu adalah Samin “murni” bersikap sabar tidak pernah gentar sedikitpun, tidak pernah mendendam dan membalas dendam, segala sesuatu mereka hadapi dengan tenang. Mereka mempercayai hukum karma setiap orang akan menerima akibat perbuatannya. Samin Lugu juga disebut Jomblo-Ito artinya lahirnya bodoh dan tidak mengerti tetapi batin hatinya suci dan murni laksana emas. Samin Sangkak adalah Samin pemberani, bila mendapat lawan akan menangkis untuk melindungi diri sendiri. Mereka mudah menaruh curiga terhadap orang yang belum dikenal, suka membantah dengan alasan yang kurang masuk akal. Tetapi keduanya mempunyai perasaan dan budi yang halus. Menghadapi mereka yang penting adalah kejujuran.

Dalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah kakek atau nenek.

Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.

Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu. Di daerah penelitian jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yng cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar di samping rumah.

Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, kitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana. Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masayarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Saminmemiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.

Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan tradisi tidak urung pengaruh kemajuan jaman juga mempengruhi mereka. Misalnya pemakaian traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat-alat rumah tangga dari plastik, aluminium dan lain-lain. Yang perlu dijaga agar tidak hilang adalah nilai-nilai positif atau kearifan lokal pada masyarakat Samin tersebut misal kejujuran dan kearifannya dalam memakai alam, semangat gotong royong dan saling menolong yang masih tinggi.


http://www.tembi.org/perpus/2004_12_perpus01.htm

No comments: