Sunday 5 December 2010

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 1 Agustus 2003

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 1 Agustus 2003



Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Lembaga Tinggi Negara,
Yang Mulia para Duta Besar dan pimpinan badan-badan dan Organisasi Internasional,
Hadirin dan hadirat yang saya hormati,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabakaratuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Sebelum saya mulai menyampaikan keterangan tentang pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan kepada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terhormat ini, marilah dengan hati yang tulus dan dengan nurani yang bersih, kita semua panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat bertemu dalam persidangan yang mulia ini.
Memang banyak yang harus kita syukuri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Walaupun masih banyak masalah yang harus kita tangani, dan sebagian di antaranya merupakan masalah yang sungguh sangat berat, namun secara perlahan-lahan kitapun dapat merasakan, betapa dalam tahun-tahun terakhir kehidupan kebangsaan kita bukan saja mulai menjadi stabil, tetapi di sana-sini juga sudah mulai membaik. Lebih dari itu, dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang masih harus kita tangani bersama, kita tetap eksis sebagai satu bangsa yang hidup dalam satu negara kesatuan. Besar atau kecilnya, kondisi tersebut memberi indikasi bahwa kita sudah berada di jalan yang tepat dan benar, jalan yang di-ridho’i.
Sudah banyak yang kita lakukan bersama sejak awal gerakan reformasi nasional tahun 1998 yang lalu. Apa yang kita cita-citakan untuk membangun satu Indonesia yang baru, telah kita rumuskan melalui rangkaian amandemen batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Kita memang membatasi perubahan pada pasal-pasalnya saja, dan tidak menjamah Pembukaan
1
Undang-Undang Dasar 1945, karena kita sadar sesadar-sadarnya, dalam bagian tersebut bukan saja terkandung kearifan nasional yang luhur, tetapi juga merupakan kontrak politik kita sebagai bangsa, yang sekaligus menjadi roh serta semangatnya Republik Indonesia ini.
Perubahan-perubahan mendasar telah banyak berlangsung pada berbagai aspek kehidupan nasional, sebagai hasil dari rangkaian amandemen tadi. Begitu intensif dan ekstensifnya perubahan tersebut, sampai-sampai kita sendiri malah sering terkejut ketika hasil yang ditampilkan, bagai suatu tatanan kenegaraan dan pemerintahan yang baru. Di tingkat nasional, penataan berlangsung terutama pada aspek kedudukan, kewenangan, keanggotaan lembaga-lembaga tinggi negara, dan tata hubungan penyelenggaraan kewenangan mereka, khususnya antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kewenangan legislasi yang sebelum ini praktis berada pada Presiden, telah digeser ke Dewan Perwakilan Rakyat. Disamping itu dikembangkan pula prinsip-prinsip untuk sejauh mungkin membatasi kekuasaan Presiden yang sejak lama dinilai berlebihan, dan membangun pola perimbangan kekuasaan yang lebih baik. Tetapi patut pula dicatat, bahwa berdampingan dengan kewenangan Dewan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan dalam penentuan anggaran belanja negara, hasil reformasi memang seringkali juga menampakkan ekses berupa tampilnya bayang-bayang praktek penyelenggaraan pemerintahan negara yang terkesan berbeda dari prinsip-prinsip sistem presidensiil, yang sesungguhnya menjadi salah satu pokok pikiran yang mendasari Undang-Undang Dasar 1945.
Bersamaan dengan itu telah pula disepakati untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, bahwa dalam pemilihan umum tahun depan, Presiden Republik Indonesia tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, melainkan secara langsung oleh rakyat. Selain itu, penataan aspek kelembagaan tersebut menghadirkan kelengkapan piranti dasar yang sangat penting, seperti di bidang HAM dan hadirnya sebuah lembaga negara yang baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, dan berbagai Komisi Negara yang pembentukannya dilakukan dengan undang-undang.
Dengan semakin mencuatnya ciri demokrasi tersebut, terkandung dalam keseluruhan tatanan kenegaraan pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah kebutuhan adanya sistem partai politik nasional yang benar-benar andal dalam menunaikan tiga tugas pokoknya, khususnya dalam mengagregasikan pandangan politik rakyat, mengartikulasikannya, serta menyeleksi calon-calon pemimpin nasional secara tertib dan teratur.
Perubahan Undang-Undang Dasar juga meniadakan satu lembaga tinggi negara, yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Khusus mengenai keputusan pembubaran lembaga tinggi negara ini, saya menyimak dan memahaminya dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan sumpah jabatan yang saya ucapkan dihadapan Majelis yang terhormat ini, sudah barang tentu saya akan melaksanakannya. Melalui kesempatan ini, saya melaporkan bahwa dengan mengingat keputusan seperti itu merupakan yang pertama kali dalam sejarah konstitusi kita, saya memilih sikap untuk menempuh cara yang sejauh mungkin dapat menghindarkan timbulnya persoalan baru yang tidak perlu. Karena itu pula, dan dengan tetap menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Dewan Pertimbangan Agung sebagai lembaga tinggi negara, dan dengan penghargaan yang setinggi-tingginya serta terimakasih yang mendalam, baru akhir-akhir ini saja, saya memutuskan pemberhentian para anggota Dewan seiring dengan
2
berakhirnya masa bhakti yang dahulu ditetapkan sesuai dengan undang-undang yang melandasinya.
Penataan ulang kedudukan Mahkamah Agung juga telah menghasilkan bentuk yang lebih jelas, dan menempatkannya sebagai puncak sistem peradilan kita yang bebas dan mandiri. Sekalipun demikian, pengalaman kita dari waktu ke waktu juga menuntun kita untuk secepatnya mengambil langkah konstruktif bagi pengamanan kebebasan itu sendiri. Kita sungguh perlu sesegera mungkin melengkapi sistem ini dengan instrumen yang tepat, termasuk Komisi Yudisial, yang sangat diperlukan dalam rangka pengawasan kekuasaan yang penting itu.
Dalam tatanan kenegaraan dan pemerintahan yang baru tersebut, kewenangan otonomi yang besar juga diberikan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan keunikan latar belakang sejarahnya, serta untuk memberi peluang yang layak kepada aspirasi masyarakat setempat dalam wadah Negara Kesatuan, otonomi khusus telah diberikan kepada dua provinsi, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepada Provinsi Papua. Pemerintah pusat yang berada di bawah pimpinan Presiden tinggal memiliki kewenangan dalam bidang pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan serta bidang-bidang tertentu lainnya. Rasanya belum pernah dalam sejarah nasional kita, kita mendesentralisasikan fungsi-fungsi pemerintahan seluas dan semendasar seperti sekarang ini, yang sering terkesan bagaikan pembagian kekuasaan seperti lazimnya dalam suatu negara federal.
Dengan tatanan baru seperti itu, secara tidak langsung kita memang akan menyandarkan kualitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di masa depan pada kualitas pemerintahan di tingkat daerah, baik pada kualitas lembaga-lembaga legislatifnya maupun pada kualitas gubernur, bupati dan walikota, yang nantinya dipilih langsung oleh rakyat. Artinya, pada taraf terakhir kualitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita di masa depan akan benar-benar ditentukan oleh kesadaran politik setiap warganegara.
Namun demikian, bersamaan dengan kemajuan yang menggembirakan dalam prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam rangka otonomi, juga nampak hal-hal yang memerlukan pembenahan dan koreksi besar kecil, untuk meluruskan kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi. Sebagian memang berlangsung disekitar hal-hal yang berkaitan dengan wawasan kenegaraan dan wawasan kebangsaan kita, dan sebagian lagi pada kualitas persiapan dan kesiapan masyarakat kita dalam menyelenggarakan otonomi yang sangat luas itu, yang masih memerlukan penyempurnaan dan peningkatan secara terus menerus.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Majelis yang saya hormati,
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Saya percaya, seperti tahun-tahun yang lalu, Saudara-saudara sekalian menghendaki paparan strategis yang bersifat makro, yang memuat visi dan persepsi saya mengenai keseluruhan tugas-tugas kenegaraan dan kepemerintahan yang diamanahkan Majelis kepada Presiden Republik Indonesia. Insya Allah saya akan melakukannya. Tetapi karena batasan waktu yang diberikan, saya akan menampilkannya dalam wujud yang bersifat pokok-pokok
3
saja. Sedangkan uraian yang lebih menyeluruh dan bersifat teknis pelaksanaan, saya sampaikan sebagai lampiran pidato ini.
Laporan tahunan ini saya susun dengan memperhatikan berbagai Ketetapan Majelis, utamanya Ketetapan Nomor II dan Nomor VI Tahun 2002, yang secara kebetulan, pengelompokannya berjalan seiring dengan pelaksanaan enam program Kabinet Gotong Royong yang saya pimpin. Sekedar penyegar ingatan, enam program kabinet tersebut pokok-pokoknya adalah: 1) Persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka keutuhan Negara Kesatuan; 2) Reformasi, demokratisasi, dan penghormatan hak asasi manusia; 3) Normalisasi kehidupan ekonomi rakyat; 4) Penegakan hukum, rasa aman, tentram dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme; 5) Politik luar negeri yang bebas aktif, pemulihan martabat bangsa dan negara serta kepercayaan asing; dan 6) Persiapan Pemilihan Umum 2004. Sesuai dengan waktu yang tersedia, izinkanlah saya merangkumnya dalam tiga bidang, yaitu bidang politik dan keamanan, bidang ekonomi keuangan, dan bidang kesejahteraan rakyat.
Di bidang Politik dan Keamanan, sebagai tindak lanjut berbagai pasal Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyelesaikan tiga buah undang-undang bidang politik yang penting, yaitu Undang-undang tentang Pemilihan Umum, Undang-undang tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam satu tahun terakhir, perkembangan masalah politik dan keamanan yang paling mengemuka adalah pernyataan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 yang merujuk pada Undang-undang No. 23 Prp. Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Berdasar pernyataan keadaan darurat militer ini telah dibentuk Penguasa Darurat Militer, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang selama enam bulan bertugas menormalisasikan keadaan melalui operasi terpadu. Sampai saat ini operasi terpadu tersebut sudah berjalan selama 76 hari, dan meskipun sejumlah sasaran telah dicapai dengan baik, pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan efektifitasnya.
Sesuai dengan namanya, keadaan darurat militer bukanlah keadaan normal. Dalam beberapa hal terpaksa diadakan pembatasan terhadap hal-hal yang lazim kita lakukan dalam keadaan biasa. Oleh karena itu, semakin cepat kita menormalkan kembali keadaan akan makin baik. Seperti Saudara-saudara ketahui, pernyataan keadaan darurat militer ini dilakukan dengan amat berat hati, bukan hanya dari visi nasional, tetapi juga dari kepentingan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam sendiri.
Sebelum ini, dalam waktu yang cukup panjang, dan dengan cara yang persuasif dan akomodatif, yang kadangkala malah terasa tidak sesuai dengan norma yang wajar dalam perlakuan negara terhadap pelaku insurjensi bersenjata, pemerintah telah mengadakan perundingan di luar negeri dengan wakil-wakil gerakan separatis bersenjata Gerakan Aceh Merdeka. Sesuai pula dengan amanah Majelis, pemerintah menawarkan penyelesaian dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi khusus, dan dilakukannya pengumpulan senjata oleh gerakan separatis tersebut. Kita bahkan menandatangani perjanjian penghentian permusuhan di Jenewa. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah telah
4
banyak mengakomodasikan persyaratan dan tuntutan yang diajukan oleh gerakan separatis ini, sehingga tidak jarang pemerintah mendapat kritik pedas dari mereka yang memandang pemerintah telah bersikap terlalu lunak. Pemerintah menerima dengan ikhlas seluruh kritik pedas tersebut, karena kita sungguh ingin dapat menyelesaikan konflik bersenjata ini dengan cara damai.
Kita akhirnya mengetahui, semua itu ditolak oleh gerakan separatis tersebut. Sikap akomodatif pemerintah juga telah disalah-artikan dan secara curang telah digunakan bukan saja untuk mengkonsolidasi diri dan menambah persenjataan, tetapi juga untuk meningkatkan serangan-serangan yang meluas dan sistematis, baik terhadap pos militer dan polisi serta kantor-kantor pemerintahan, pembakaran gedung-gedung sekolah dan sarana transportasi umum, penculikan dan pembunuhan, pengrusakan sarana-sarana publik, serta pengusiran warga masyarakat dari suku-suku tertentu. Akhir-akhir ini terdapat indikasi bahwa serangan yang menjurus teror tersebut bahkan meluas ke daerah lain. Dengan serangan dan tindakan seperti itu, sesungguhnya telah terpenuhi kemungkinan untuk menyatakan bahwa gerakan separatis bersenjata GAM telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang berat.
Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyatakan bahwa adalah tugas pemerintah untuk melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 juga dengan tegas mengamanatkan tidak ada lagi perubahan terhadap bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu pula, dengan memperhatikan seluruh amanah Majelis ataupun berbagai pandangan yang dikemukakan keluarga besar bangsa ini, termasuk setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, maka setelah menilai bahwa tidak ada manfaatnya lagi untuk melanjutkan perundingan dengan gerakan separatis bersenjata GAM tersebut, pemerintah memutuskan untuk melancarkan operasi terpadu.
Walaupun di sana-sini telah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam operasi terpadu tersebut, yang telah diambil tindakan hukum dengan cepat terhadap para pelakunya, melalui forum ini izinkanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak, utamanya masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah membantu terlaksananya operasi terpadu dengan baik.
Saya juga menyampaikan terimakasih kepada Pemerintah Kerajaan Swedia yang telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dan komitmen untuk mengambil tindakan hukum atas keterlibatan beberapa orang warganegaranya asal Aceh yang merupakan pemimpin dan penggerak makar yang berbahaya ini. Terimakasih yang sama juga saya tujukan kepada negara-negara sahabat yang tetap menghormati integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saya juga memberikan penghargaan kepada masyarakat Aceh, yang bukan saja terus memberikan dukungan kepada Pemerintah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga telah secara aktif menggunakan haknya untuk membela diri dan kehormatan pribadi, dengan melancarkan perlawanan terhadap anggota gerakan separatis ini. Pada peringatan Hari Ulang Tahun Kepolisian Negara Republik Indonesia awal Juli yang lalu, saya telah meminta kepada seluruh jajaran kepolisian agar memberikan bantuan untuk terwujudnya hak asasi warganegara ini, dalam konteks sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang kita anut.
5
Dengan segala keterbatasan yang ada, tugas tersebut telah dilaksanakan secara baik oleh para prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menangani operasi militer dan operasi penegakan hukum, dan oleh aparat pemerintahan sipil yang menangani operasi pemulihan pemerintahan dan operasi kemanusiaan. Daerah-daerah yang selama ini dikuasai oleh gerakan separatis bersenjata GAM, secara berangsur-angsur telah dipulihkan dan ditempatkan kembali di bawah kendali pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibantu oleh Penguasa Darurat Militer setempat. Untuk itu, atas nama bangsa dan negara, saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terimakasih kepada semua prajurit TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta seluruh jajaran pemerintahan di pusat ataupun daerah, atas pengabdian dan pengorbanan yang mereka berikan kepada bangsa dan negara.
Pemerintah tidak berkeinginan untuk memperlakukan keadaan darurat tersebut secara berkepanjangan. Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh, menghargai, dan menyambut baik himbauan berbagai kalangan, baik di dalam maupun di luar negeri, agar konflik bersenjata dihentikan dan perundingan dibuka kembali.
Namun terlaksana atau tidaknya himbauan tersebut jelas tidak bergantung kepada pemerintah sendiri. Pepatah kita mengatakan bahwa bertepuk tidak bisa dengan sebelah tangan. Dari sisi pemerintah, telah berulang kali disampaikan ajakan dan himbauan kepada seluruh pimpinan dan personil gerakan separatis bersenjata tersebut di manapun mereka berada, untuk meletakkan senjata dan kembali ke kehidupan yang normal.
Bersamaan dengan mulai berangsur baiknya keadaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dapat saya laporkan dicapainya pula kemajuan dalam bidang keamanan di daerah-daerah lain yang pernah mengalami gangguan keamanan, seperti di sebagian wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua. Kemajuan dalam bidang keamanan tersebut telah ditindaklanjuti dengan normalisasi pemerintahan dan penegakan hukum, agar seluruh masyarakat dapat secepatnya melakukan kegiatannya sehari-hari dalam keadaan yang normal, bebas dari rasa takut.
Masalah khusus keamanan yang memerlukan perhatian kita adalah penyelesaian aksi teror kasus peledakan bom di kawasan Kuta, Bali, yang terjadi tahun lalu. Saya percaya bahwa Saudara-saudara sekalian telah mengikuti dengan cermat, bukan saja peristiwanya, tetapi juga penyidikan dan pengungkapannya oleh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, penuntutannya oleh Kejaksaan, serta peradilannya oleh Pengadilan. Saudara-saudara juga sudah mengikuti materi dan argumen pembelaan para terdakwa dan pengacara yang bersangkutan. Sekali lagi saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada seluruh jajaran aparat penegak hukum atas kerja keras dan pengabdian mereka.
Sekarang suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, dari keseluruhan pengungkapan aksi teror tersebut kita mengerti bahwa negeri kita ternyata bukan saja telah menjadi sasaran aksi terorisme internasional, tetapi juga merupakan asal sebagian aktor perencana, pelaku, serta pendukungnya. Jumlah mereka yang terlibat dalam aksi teror ini tidaklah banyak, tetapi kefanatikan mereka secara membuta kepada dogma yang bersifat ekstrim, yang tidak menghargai nyawa serta hak milik orang lain, dan tidak membeda-bedakan sasarannya, dan kemampuan untuk mengunakan bahan peledak, serta meletakkannya dengan sengaja di tempat-tempat umum, benar-benar telah menyebabkan cabang domestik dari gerakan terorisme internasional ini merupakan ancaman yang mengerikan. Untuk
6
kepentingan orang banyak adalah layak, bahkan harus diambil tindakan untuk membongkar jaringan teroris ini sampai ke akar-akarnya.
Walaupun seluruh aktor yang terlibat ini mengaitkan dirinya dengan ajaran agama Islam, namun jelas bahwa baik agama Islam maupun umat Islam tidak ada kaitannya dengan aksi teror mereka. Baik jajaran pemerintah, maupun para penegak hukum serta umat Islam sendiri membedakan dua hal tersebut dengan tegas.
Mungkin itulah sebabnya mengapa langkah-langkah mendasar yang diambil Pemerintah untuk menanggulangi ancaman teror ini bukan saja memperoleh pengertian yang luas, tetapi juga memperoleh persetujuan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002. Dengan demikian, pemerintah telah dibekali dengan dasar hukum yang kuat untuk mencegah serta menanggulangi aksi terorisme ini.
Berhasil tidaknya keseluruhan program dalam bidang keamanan ini juga akan banyak tergantung pada keberhasilan kita dalam membangun dan mereposisikan TNI dan Kepolisian berdasar arahan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000. Program tersebut sudah dilaksanakan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada saat ini sedang disiapkan Rancangan Undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia.
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Dalam kesempatan ini saya perlu laporkan kepada Majelis yang mulia, bahwa Mahkamah Internasional di Den Haag telah memutuskan bahwa berdasar asas penguasaan efektif, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan di lepas pantai Kalimantan Timur dinyatakan sebagai milik Malaysia. Sebagai bangsa beradab kita mematuhi putusan Mahkamah Internasional tersebut.
Namun kasus ini memberi kita pelajaran yang berharga, bahwa penguasaan de facto terhadap suatu daerah dapat menjadi alasan untuk pengakuan de jure. Sudah cukup lama wilayah darat, laut dan udara kita dilanggar oleh pihak-pihak asing. Sumber daya nasional kita, yang berpotensi memberikan kesejahteraan dan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, telah secara besar-besaran dikuras oleh berbagai kalangan, yang umumnya mempunyai dukungan keuangan yang kuat serta peralatan yang canggih. Kita perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pengalaman ini mengingat wilayah nasional kita demikian luas, dan sebagian besar tidak terjaga, terutama oleh karena kelemahan administrasi pemerintahan serta sangat terbatasnya kekuatan kita di darat, di laut dan di udara.
Keadaan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Bagaimanapun, demi terlindunginya kedaulatan negara terhadap seluruh wilayah, kita perlu memberikan perhatian besar, bukan saja terhadap kerapian pengelolaan dan penguasaan kewilayahan, tetapi juga perlindungannya secara efektif. Tanpa pengelolaan, pengawasan, serta perlindungan yang efektif, peristiwa yang serupa selalu dapat terjadi di masa datang.
7
Pengalaman telah memberi pelajaran yang baik. Pengawasan dan pertahanan wilayah nasional, sudah saatnya kita beri prioritas. Tidak seorangpun diantara kita yang tidak tahu, bahwa kemampuan kita memang terbatas. Tetapi dengan pelajaran seperti itu, dan kebutuhan riil untuk berbuat yang lebih baik lagi bagi pengelolaan, pengawasan, dan perlindungan seluruh wilayah baik darat, laut maupun udara, termasuk pulau-pulau besar kecil yang tersebar di Nusantara ini dengan segala kekayaan yang ada didalamnya, sudah saatnya kita bersikap jelas dan tegas dalam mencukupi sarana dan prasarana yang diperlukan. Bersikap jelas dan tegas dalam membangun kekuatan minimal angkatan perang di darat, di laut, dan di udara.
Hukum internasional jelas harus kita patuhi, meskipun akhirnya hanya dapat dijadikan sandaran kalau semua negara menjadi pihak didalamnya, dan yang lebih penting lagi: mematuhinya. Diluar itu, kita hanya akan menyaksikan betapa sebuah ketaatan yang sepihak saja, seperti ketika kita memberikan alur bagi pelayaran damai dalam wilayah perairan dalam, akhirnya menjadi bahan olok-olok ketika ada pihak lain yang dengan enteng melecehkannya, hanya karena merasa mampu untuk berbuat apapun sekehendaknya. Betapapun pahit dan seberapa besarpun amarah yang kita rasakan, hukum alam pula yang akhirnya berlaku. Yang lemah, apalagi bila tidak memiliki sarana atau peralatan yang memadai untuk melindungi wilayah, terpaksa harus menerima kenyataan itu. Penyampaian protes, keprihatinan, atau apapun istilahnya, akhirnya hanya menjadi upaya maksimal, walau itupun tetap saja tidak memberi jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi lagi.
Saya menyadari, tidak mudah di jaman sekarang ini kita dapat memperoleh sumber peralatan tersebut. Persyaratan yang kadangkala tidak masuk akal, atas dasar apapun dan bagaimanapun kita menilainya, semakin lazim dilekatkan pada pembelian dan penggunaan peralatan yang dibeli. Kita juga kaya dengan pengalaman yang sangat tidak nyaman, tidak hanya dengan sikap dan kebijakan pemerintah negara yang menjual, tetapi juga dengan sangat minimnya manfaat yang dapat kita petik dari peralatan yang kita beli itu sendiri. Sementara itu, kalaupun kita dapat menemukan sumber lain yang bersedia memasok kebutuhan tersebut, kita tetap harus menakar kemampuan untuk membayarnya.
Sesungguhnya, ditengah kondisi seperti itu pula, setelah menilai keseluruhan pengalaman dimasa lalu dan ditengah kenyataan tidak banyaknya pilihan atau opsi yang dapat diambil, khususnya dalam segi modalitas, saya memutuskan untuk mengedepankan imbal beli sebagai salah satu terobosan dalam cara belanja luar negeri kita. Saya memahami bahwa memenuhi dua hal secara bersamaan, yaitu antara membeli untuk memenuhi kebutuhan yang nyata, dan mendorong ekspor yang nilainya sekaligus dapat dijadikan pengimbal bagi devisa guna membayar belanja pembelian dari luar negeri, adalah sesuatu yang baru dalam praktek perekonomian nasional kita.
Khusus dalam kaitannya dengan masalah pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikopter tempur yang baru-baru ini saya lakukan sewaktu berkunjung ke Rusia, perlu saya jelaskan bahwa selain bermakna terobosan, langkah tersebut juga memiliki kaitan erat dengan upaya untuk membuka cakrawala baru dalam rangka penyeimbangan hubungan luar negeri kita. Terbatasnya jumlah yang dapat kita peroleh, bukan saja terkait dengan aspek kemampuan kita yang senyatanya, ataupun sasaran untuk mewujudkan keseimbangan tadi,
8
tetapi karena memang produk itulah yang jumlah dan nilainya ditawarkan, untuk kita beli sebagai imbalan produk-produk yang kita tawarkan.
Saya juga sepenuhnya mengetahui, bahwa dalam praktek, segi-segi teknis mengenai imbal beli sebenarnya belumlah banyak dipahami. Itulah sebabnya, dalam proses yang saya inginkan berlangsung cepat ---bukan hanya dalam arti mendesaknya kebutuhan, tetapi dan terutama agar momentum imbal beli tersebut sesegera mungkin dapat memperoleh bentuk dan hasil yang kongkrit---, saya hanya menugasi pejabat-pejabat yang terkait guna melaksanakannya. Saya juga mengetahui, bahwa secara pokok, mekanisme imbal beli bukan saja belum secukupnya terakomodasi dalam sistem dan mekanisme anggaran yang kita miliki selama ini, tetapi pada dasarnya juga menuntut bahwa siapapun yang bertindak sebagai penjual, praktis harus bertindak sebagai pembeli, atau sebaliknya. Karena itu pula, untuk dapat menyelesaikan kewajiban imbal beli tersebut dengan sebaik-baiknya, awal bulan Mei yang lalu saya telah memerintahkan Menteri Keuangan untuk mengajukan permintaan pembiayaannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Inti persoalan imbal beli yang kemudian ramai menimbulkan silang pendapat dan kesalahpahaman, sesungguhnya tidak berkisar jauh dari hal-hal yang tadi saya jelaskan. Isu tentang permainan harga atau komisi atau lain-lainnya seperti yang kemudian menjadi spekulasi, sejauh yang saya lihat sebenarnya juga tidak ada. Namun begitu, memang demikianlah duduk persoalan yang sesungguhnya mengenai pembelian beberapa pesawat dan helikopter tempur tersebut, dan kaitannya dengan pelaksanaan imbal beli antara Indonesia dan Rusia.
Perkembangan lain yang perlu saya laporkan adalah telah diangkatnya anggota baru Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang diseleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain melanjutkan rintisan serta meneruskan tugas-tugas Komnas HAM yang lama, Komisi Nasional yang baru ini telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan serta menyempurnakan kinerja kelembagaannya secara mandiri, termasuk untuk mengadakan konsolidasi ke dalam serta membangun jaringan kerjasama ke luar. Secara bertahap, Komisi Nasional ini telah mulai membentuk perwakilan-perwakilan di provinsi-provinsi yang dipandang perlu.
Saya juga menyambut baik kebijaksanaan jajaran Komnas HAM untuk kembali membuka komunikasi dengan jajaran pemerintahan, termasuk dengan aparat keamanan, dengan tetap memelihara independensinya dari pemerintah. Saya percaya, langkah seperti itu akan mampu mengurangi kesalahpahaman selama ini, seakan-akan Komnas HAM adalah suatu lembaga swasta yang tidak ada kaitannya dengan negara serta pemerintahan.
Sudah barang tentu tidak semua masalah pelanggaran hak asasi manusia dapat dan perlu dilimpahkan kepada Komnas HAM. Sejarah nasional kita yang penuh dengan gejolak telah menimbulkan banyak kenangan pahit yang perlu diselesaikan secara khusus. Untuk menangani masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia yang merupakan warisan masa lampau ini, pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah berharap agar rancangan undang-undang ini dapat dibahas dan disetujui dalam waktu yang tidak terlalu lama.
9
Dalam bidang politik luar negeri, pemerintah tetap melaksanakan prinsip bebas dan aktif dengan konsekuen, baik dalam hubungan dengan negara-negara tetangga maupun dengan negara-negara lainnya. Hubungan baik dengan negara-negara ASEAN tetap merupakan tumpuan utama politik luar negeri kita. Tahun ini, selain menjabat sebagai Ketua Panitia Tetap hingga Juli 2004 nanti, sesuai dengan kelaziman yang dipelihara selama ini, Indonesia juga akan bertindak sebagai tuan rumah bagi KTT ASEAN yang ke-9. Kita akan menyelenggarakan kewajiban itu di Bali, dan persiapan untuk itu telah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu.
Mengambil manfaat dari kesempatan itu, Indonesia akan berusaha mengambil peran kepemimpinan dan mengupayakan keseimbangan antara kemajuan kerjasama ekonomi dengan perkuatan infrastruktrur yang diperlukan untuk mendukungnya. Untuk itu, satu pilar baru akan diperjuangkan di bidang kelembagaan dan prosedur, yang intinya akan mengatur mekanisme resolusi permasalahan yang timbul di bidang politik dan keamanan. Sasaran strategis yang ingin diwujudkan adalah lebih memperkokoh dua pilar terdahulu, yaitu “Bali Concord” dan “Treaty of Amity and Cooperation” yang dideklarasikan dalam KTT ASEAN di Bali tahun 1976. Konsepsi tentang pilar baru tersebut, saat ini sedang dimatangkan, baik di dalam maupun di kalangan negara-negara ASEAN.
Disamping ASEAN, politik luar negeri juga kita arahkan untuk terus memantapkan lingkungan kawasan yang kondusif, melalui interaksi yang lebih efektif dengan negara-negara tetangga khususnya Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Dalam ruang yang lebih besar, politik luar negeri juga terus diarahkan untuk mendorong terwujudnya kerjasama antar kawasan, baik di Asia-Pasifik maupun Eropa. Kita juga sedang membangun jembatan strategis yang memungkinkan terwujudnya kerjasama yang lebih substantif dan kongkrit antara Asia dan Afrika. Untuk itu, seiring dengan rencana peringatan 50 Tahun Konferensi Asia-Afrika bulan April 2005 nanti, dan sekaligus mengaktualisasi semangat Asia-Afrika, Indonesia bersama Afrika Selatan telah memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Organisasi-organisasi Sub Regional di Asia-Afrika (AASROC) akhir bulan Juli kemarin. Konferensi kedua akan diselenggarakan tahun 2004 di Afrika Selatan.
Disamping upaya-upaya di bidang politik, pemerintah juga terus berusaha memelihara dan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara industri maju, terutama untuk tetap membuka peluang pasar bagi produk industri dan pertanian kita. Baik sendiri maupun bersama-sama negara-negara sedang berkembang lainnya, kita ikut mendesak negara-negara industri maju untuk lebih adil dalam kebijakan impor dan ekspornya, yang pada satu sisi mendesak kita untuk membuka pasar dalam negeri, tetapi pada sisi yang lain menggunakan berbagai cara untuk menghambat produk negara-negara yang sedang berkembang untuk memasuki pasar dalam negeri mereka.
Hadirin yang saya muliakan,
Di bidang ekonomi dan keuangan dapat saya laporkan, bahwa walaupun sektor riil ekonomi masih belum sepenuhnya pulih, dan tingkat pengangguran tenaga kerja kita masih tetap tinggi, namun dari sejumlah indikator ekonomi makro tampak bahwa keadaan sudah menunjukkan tanda-tanda membaik. Pertumbuhan ekonomi nasional yang pernah terpuruk
10
demikian hebat lima tahun yang lalu, tahun ini diperkirakan mencapai pertumbuhan sebesar 3,66%. Walaupun angka ini berada di bawah sasaran 4%, namun angka ini lebih tinggi dari angka pertumbuhan tahun 2001 sebesar 3,44%. Seiring dengan itu, pendapatan per kapita juga sudah mulai meningkat. Dalam tahun 2002, pendapatan per kapita rakyat kita tercatat Rp. 7,6 juta, lebih tinggi dari pendapatan per kapita dalam tahun 2001 sebesar Rp. 6,9 juta. Apabila dinyatakan dalam dollar Amerika, angka ini berturut-turut adalah sebesar US$ 673 dalam tahun 2001 dan meningkat menjadi US$ 811 dalam tahun 2002. Selain merupakan indikasi dari membaiknya keadaan ekonomi nasional, peningkatan pendapatan per kapita dalam dollar ini juga dibantu oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Kebijakan pemerintah untuk meringankan beban ekonomi rakyat, walaupun tidak berjalan cepat, juga mulai membuahkan hasil. Jumlah penduduk miskin terus berkurang. Pada tahun 2000, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang mencatat secara rinci pengeluaran konsumsi rumah tangga di seluruh Indonesia, tercatat sebesar 19,1 % atau 38,7 juta penduduk yang masih miskin. Survei yang sama kembali dilakukan pada tahun 2003, kecuali di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku, Maluku Utara dan Papua yang karena pertimbangan keamanan belum dapat diselenggarakan, hasil sementara dari 26 provinsi plus 4 wilayah kota yang menjadi cakupan SUSENAS ini tercatat 17,4 % atau sekitar 37,2 juta penduduk yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Jelas diperlukan tambahan lapangan kerja baru yang banyak untuk dapat menyelesaikan masalah itu. Untuk lebih mempercepat gerak roda perekonomian nasional, dalam satu tahun terakhir ini pemerintah telah meresmikan dimulainya proyek-proyek baru dan menyelesaikan perundingan ulang bagi kelanjutan berbagai proyek lama di sektor pertambangan dan energi yang nilainya lebih dari US $ 20 milyar. Termasuk didalamnya adalah proyek pembangunan pipa transmisi gas dari Sumatera Selatan hingga Singapura, yang akan menjadi bagian dari jaringan pipa transmisi gas ASEAN. Upaya yang sama juga berlangsung pada proyek-proyek di bidang industri dan pembangunan infrastruktur seperti antara lain jalan tol.
Sementara itu dengan mengingat perannya yang begitu besar dalam perekonomian nasional, pemerintah menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pengusaha kecil dan menengah kita, yang masih mampu tetap mempertahankan dan malah ---walaupun kecil--, memperluas kesempatan kerja. Untuk itu, bersama-sama Bank Indonesia, pemerintah mendorong sektor perbankan nasional untuk menyediakan alokasi kredit dalam jumlah yang lebih besar, dan dalam berbagai bentuk dukungan lainnya bagi kelancaran usaha kecil dan menengah ini. Dari total kredit perbankan yang disalurkan dalam tahun 2002, sekitar 41,1% atau Rp. 32,7 triliun merupakan kredit untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Angka ini naik dari 37,3 % pada tahun 2001. Sampai bulan Maret 2003, posisi outstanding credit untuk sektor UKM adalah sebesar Rp. 63,5 triliun, naik 4,21% dibandingkan dengan tahun 2002.
Untuk lebih memperbesar akses bagi permodalan, pemerintah telah memfasilitasi pembiayaan bagi pengusaha kecil melalui program dana bergulir sebesar Rp. 50 juta untuk masing-masing Lembaga Keuangan Mikro, dan sebesar Rp.100 juta untuk masing-masing Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam yang tersebar di 30 provinsi, serta sebesar Rp. 4 juta per pengusaha.
11
Kita telah belajar banyak dari krisis ekonomi yang melanda negara kita sejak tahun 1997. Salah satu yang terpenting dan mungkin juga terpahit adalah bahwa kita jangan terlalu mudah percaya kepada nasehat pihak lain. Jangan kita lupakan, bahwa tanggungjawab terakhir terhadap masa depan bangsa dan negara tetap terletak ditangan kita sendiri. Kitalah yang harus menetapkan kebijakan dan strategi ekonomi yang akan kita anut dan kita laksanakan.
Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh demikian banyak pandangan, pikiran, dan wacana yang berkembang dalam masyarakat mengenai manfaat, rekomendasi-rekomendasi, untung-rugi, ataupun prospek hubungan kita dengan IMF. Karenanya pula, setelah mempelajari baik-baik seluruh masukan tersebut, termasuk rekomendasi Majelis, pemerintah mempertimbangkan berbagai alternatif penyelesaian program IMF, dan memilih alternatif yang paling menguntungkan dan atau yang paling sedikit kerugiannya. Insya Allah, dalam mengantar RAPBN 2004 tanggal 15 Agustus nanti, saya dapat melaporkan secara resmi keputusan mengenai masalah ini.
Pelajaran penting lainnya yang dapat kita tarik dari krisis ekonomi 1997 tersebut adalah betapa berbahayanya korupsi, kolusi, serta nepotisme atau KKN bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sampai taraf tertentu, lonjakan hutang luar negeri serta hutang dalam negeri serta keruntuhan sistem perbankan nasional kita selama ini, terkait erat dengan praktek KKN yang telah berkembang luas dalam dasawarsa-dasawarsa sebelum krisis ekonomi tersebut.
Dalam lima tahun ini kita telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah, menangkal, menindak serta menanggulangi KKN yang terjadi, baik yang dilakukan oleh jajaran pemerintahan maupun yang dilakukan oleh kalangan swasta. Kita telah bertekad meningkatkan pemberantasan kejahatan yang berbahaya itu, walau pengalaman kita sekarang inipun juga menunjukkan bahwa hal itu memang bukan pekerjaan yang gampang. Saya tahu, banyak di antara kita yang belum puas dengan penanganan kasus-kasus KKN selama ini. Meskipun sekarang kita telah memiliki perangkat baru, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kita mencatat bahwa pemberantasan korupsi ternyata bukan semata-mata masalah teknis hukum, tetapi menyangkut aspek sosial, ekonomi dan budaya yang lebih luas lagi. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah diundangkan dan telah berlaku pula. Seiring dengan itu, pemerintah juga meningkatkan kegiatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal, termasuk untuk audit bagi badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Tetapi praktik KKN masih saja ada. Adalah merupakan ironi, bahwa ketika berbagai upaya hukum dilakukan terhadap para koruptor di kalangan eksekutif dan swasta, sekarang berlangsung pula praktek KKN yang dilakukan secara kolektif oleh sementara kalangan politisi, khususnya yang duduk dalam badan-badan legislatif di daerah.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Majelis yang saya hormati,
Sidang yang saya muliakan,
12
Di bidang kesejahteraan rakyat, persentase penduduk yang masih buta huruf terus mengalami penurunan, dari 10,1% pada tahun 2000 menjadi 8,8% pada tahun 2003. Angka Partisipasi Sekolah (APS) baik untuk penduduk usia SD maupun penduduk usia SLTP juga menunjukkan adanya kenaikan. Selama periode 2000-2003 APS penduduk usia SD meningkat dari 95,5 % menjadi 96,0% dan APS penduduk usia SLTP meningkat dari 79,6 % menjadi 81,5%.
Mengingat demikian pentingnya peranan pendidikan bagi tujuan pencerdasan bangsa, baru-baru ini saya telah mengesahkan Undang-undang Pendidikan Nasional yang baru. Harus diakui, proses pembahasan undang-undang tersebut diselimuti sikap pro dan kontra dalam masyarakat. Masalah ini jelas merupakan refleksi dari kemajemukan masyarakat kita, dan karena itu perlu ditangani secara arif dalam pelaksanaannya nanti.
Walaupun masih kecil, perbaikan juga mulai dapat dirasakan dalam penyediaan air bersih serta sumber penerangan listrik. Selama tahun 2000-2002 persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih meningkat dari 75,4% menjadi 75,9%, sedangkan persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik meningkat dari 86,3% menjadi 87,6 %.
Dalam keseluruhan dapat dikatakan, bahwa masalah umum yang menggelayuti masalah kesejahteraan rakyat pada umumnya adalah masih tingginya angka pengangguran. Dari jumlah angkatan kerja di pasar kerja yang besarnya mencapai 100,8 juta orang, 9,1 juta orang diantaranya atau sebesar 9,06% masih menganggur. Sementara itu, dari jumlah orang yang bekerja, karena berbagai sebab 33,7 juta orang diantaranya hanya bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Dalam hubungan ini pemerintah memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perbaikan nasib TKI dan TKW yang bekerja di luar negeri. Memang masih banyak yang harus kita lakukan agar Tenaga Kerja Indonesia, yang sebagian besar tidak termasuk dalam tenaga berkeahlian, bisa memperoleh haknya secara adil dan diperlakukan secara manusiawi. Untuk maksud itu, harus diperbaiki kondisi kerjasama yang lebih terpadu, sejak dari daerah pemberangkatan, di lokasi pelatihan dan transit, dalam perjalanan menuju negara tujuan, selama di daerah perantauan, serta dalam perjalanan kembali ke Tanah Air. Kerjasama terpadu ini meliputi pemerintah daerah, perusahaan pengerah tenaga kerja, departemen-departemen pemerintahan terkait, kedutaan besar serta Konsulat RI di luar negeri, serta organisasi tenaga kerja sendiri.
Perhatian yang semakin besar juga diberikan terhadap perlindungan hak serta pemberdayaan perempuan, bersamaan dengan perlindungan hak anak. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak, telah ditetapkan pemerintah sebagai acuan program-program yang dilaksanakan pemerintah ataupun bersama lembaga-lembaga swadaya masyarakat terkait.
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Demikianlah beberapa hal yang saya pandang penting untuk saya laporkan secara langsung kepada Majelis yang saya muliakan. Namun sebelum mengakhirinya, izinkan saya
13
mengemukakan beberapa hal yang saya pandang perlu untuk menjadi renungan kita bersama, sebagai sesama warga ataupun pemimpin bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Telah genap lima tahun kita melancarkan reformasi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Sesuai dengan pasang surutnya praktik penyelenggaraan pemerintahan negara khususnya pada tahun-tahun terakhir ini, yang berlangsung seiring dengan perubahan dalam sistem pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar 1945, saya selalu berusaha sebaik mungkin memenuhi kewajiban konstitusi saya untuk memberi laporan pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan mandat yang saya terima, saya menggunakan semua Ketetapan dan Putusan Majelis sebagai penjuru dan sekaligus pedoman dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab saya. Saya memegang teguh arahan-arahan tersebut, dan tidak ada keraguan sedikitpun di hati saya untuk memperhatikan dan mematuhinya. Namun demikian, dengan sejujurnya pula saya ingin menyampaikan setidaknya dua hal yang pokok.
Pertama, sesungguhnya segala jerih payah kita selama ini bukanlah tidak ada hasilnya. Walau jelas belum semua, tetapi banyak pula yang telah kita perbaiki. Pemulihan ekonomi setelah demikian berantakan akibat gejolak moneter yang menyeret sistem perbankan kita dalam krisis hebat, sebenarnya telah dapat kita selesaikan. Gejolak di banyak bagian dalam wilayah negara kita yang dipicu oleh pertikaian kelompok atau golongan, dan hampir mencabik-cabik tubuh kebangsaan dan kenegaraan kita, telah dapat kita redakan. Ancaman separatisme di daerah-daerah tertentu, yang menumpang dibalik semboyan demokrasi, keterbukaan, dan hak-hak asasi, juga telah dapat kita redam melalui pendekatan dialog dan pendekatan pembangunan yang komprehensif dan terpadu. Memang belum semuanya rampung, tetapi arah dan bentuk penyelesaian masalah tersebut secara prinsip telah dapat dilihat.
Itu semua adalah realitas bahwa kita memang bergerak maju, dan ada hasilnya. Kekurangan dan kekeliruan jelas masih ada, dan harus kita perbaiki. Itu semua harus kita akui, seperti halnya dengan keharusan kita untuk berani mengakui dan menyatakannya dengan jelas, meskipun harus jauh dari rasa angkuh. Adalah aneh bila demi kepentingan dan dengan alasan apapun, kita lebih senang berkisah tentang kegagalan atau kejelekan, dan apalagi menggunakannya sekedar alat untuk menjatuhkan atau mematikan atau memberi gambaran jelek pihak lain yang tidak disukai. Sikap seperti itu, pada saat yang sama, hanya mengedepankan gambaran bangsa yang sangat gemar mengolok-olok diri sendiri, dan menggunakan diri sendiri sebagai bahan tertawaan. Senang atau tidak senang, yang kita rasakan adalah berkembangnya sikap senang menghukum diri sendiri, menonjolkan kegagalan, kejelekan, serba kurang, pandir, dan lain-lain.
Sikap seperti itu sesungguhnya hanya menjadikan kita semua sebagai obyek cemoohan, olok-olok, dan bahan tertawaan pihak lain. Kita harus mengakhiri kebiasaan yang tidak baik dan tidak menguntungkan itu. Tidak ada satu pihakpun dalam keluarga bangsa yang besar ini yang diuntungkan dari sikap seperti itu. Sebaliknya, semua itu hanya membuat semangat kita kendor. Melalui forum ini, dan melalui seluruh pimpinan dan anggota Majelis yang terhormat ini, saya mengajak saudara-saudaraku bangsa Indonesia untuk bersama-sama mengubah sikap tersebut. Kalau ada yang kurang, atau salah, marilah bersama-sama kita perbaiki.
14
Kedua, dalam perjalanan selama ini, harus kita akui bahwa kegiatan atau hasil aplikasi dari rancang bangun kehidupan yang selama ini kita lakukan, baik yang menyangkut aspek kelembagaan ataupun prosedur di bidang-bidang politik, sosial-budaya, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan, dalam beberapa hal ternyata belum juga dapat memberikan gambaran tentang desain besar dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Dengan kata lain, rasanya kita perlu merenungkan ulang dengan hati yang dingin, dengan pikiran yang jernih, apakah desain besar yang kita rancang bagi kehidupan nasional ini sudah benar-benar memadai dan tepat, dan apalagi yang harus kita lakukan bila untuk itu kita harus memperbaiki atau menyempurnakannya.
Marilah sejenak kita cermati beberapa contoh berikut ini. Ketika kita meneguhkan pikiran untuk berpegang pada sistem presidensiil seperti digariskan dalam pokok-pokok pikiran yang melandasi sistem pemerintahan negara, praktik penyelenggaraan negara yang kita lakukan malah semakin berkembang dengan dasar pola pikir parlementer. Begitu pula ketika desain besar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan ini kita inginkan untuk kita tumpukan pada bingkai negara kesatuan, praktik pemerintahan yang kita kembangkan dan kita jalankan kian menebarkan bau dan semangat federalisme.
Adalah tidak mudah bagi kita untuk dapat mewujudkan bentuk akhir apapun yang kita cita-citakan, dalam keadaan seperti itu. Dalam hal yang terakhir tadi, saya kira kita dapat sependapat bahwa akan sangat mustahil kita dapat memperoleh hasil yang pas bila antara apa yang kita lakukan ternyata berbeda dari apa yang kita pikirkan.
Dengan ungkapan dan harapan tadi, sekarang saya akhiri laporan saya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selalu melimpahi kita dengan rahmat, kasih, hidayah, dan inayah-Nya. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 1 Agustus 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI



Sumber: http://www.google.co.id/search?q=pidato+presiden&hl=id&lr=&start=60&sa=N
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
15

No comments: