Sunday 5 December 2010

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 1 NOPEMBER 2001

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 1 NOPEMBER 2001



Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati,
Saudara-saudara Pimpinan dan para Anggota Lembaga-lembaga Tinggi Negara,
Yang Mulia para anggota Korps Diplomatik dari Negara-negara Sahabat,
Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan,
Rakyat Indonesia yang saya cintai, di manapun Saudara-saudara sekarang berada.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Sejahtera untuk kita semua,
Terlebih dahulu izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan sekarang ini.
Sesuai dengan posisi ketatanegaraan Presiden, substansi pidato ini akan berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara, khususnya dalam bidang eksekutif, selama satu tahun terakhir, yaitu setelah Sidang Tahunan Majelis tahun lalu.
Dalam menyampaikan pidato ini, secara sungguh-sungguh saya memperhatikan perubahan ketatanegaraan yang sudah ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat, khususnya berdasar dua kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dan dalam berbagai undang-undang yang telah disyahkan dalam rangka pelaksanaan strategi reformasi nasional yang mulai kita lancarkan sejak tahun 1998.
Secara khusus dalam kesempatan ini saya sekali lagi menyampaikan terima kasih kepada para anggota Majelis --dan sudah barang tentu juga kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan bagian besar dari anggota Majelis-- yang telah memberikan kepercayaan kepada saya tiga bulan yang lalu untuk mengemban tugas berat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-5.
Seperti Saudara-saudara ketahui, dengan penuh kehati-hatian --dan kadang-kadang terasa agak lamban-- saya telah menyusun kabinet yang saya namakan Kabinet Gotong Royong, yang saya harapkan dapat bertugas sampai akhir masa jabatan pemerintahan yang sekarang ini. Pengalaman telah mengajarkan kita bahwa stabilitas pemerintahan memang amat diperlukan untuk kemantapan penanganan masalah-masalah nasional, baik oleh jajaran penyelenggara negara sendiri, maupun oleh tokoh-tokoh masyarakat.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para anggota Dewan ataupun Majelis, yang bukan saja memahami benar-benar beratnya tugas yang harus saya pikul, tetapi juga telah memberikan kesempatan bekerja kepada Pemerintah yang baru seumur jagung ini. Pengertian, kepercayaan dan kesempatan tersebut amat saya perlukan, agar saya bersama kabinet dapat bekerja dengan pikiran dan perasaan yang agak tenang dalam menangani kompleksitas krisis nasional yang amat ruwet ini.
Sebagian krisis itu merupakan bagian dan kelanjutan dari krisis moneter, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan krisis keamanan yang telah melanda kita sejak tahun 1997, tetapi belum dapat kita selesaikan secara mendasar.
Sebagian lagi merupakan rangkaian krisis baru, baik yang berasal dari dinamika kehidupan nasional di dalam negeri, maupun imbas dari peristiwa-peristiwa global. Seluruhnya itu berakumulasi sampai dengan hari ini. Saya sadar, sejak tiga bulan terakhir tanggung jawab untuk menyelesaikan semua itu sekarang berada dipundak saya. Tetapi saya sadar, sesadar-sadarnya, tidak seorangpun, termasuk saya atau satu golongan atau satu kelompokpun dalam masyarakat kita, yang secara sendiri dapat menyelesaikan masalah yang sudah demikian kompleks dan rumit itu. Kita harus menanganinya bersama-sama.
Dengan amat prihatin, dengan rendah hati, dan dengan terus terang harus saya akui, bahwa belum banyak berita baik yang dapat saya laporkan kepada Saudara-saudara dalam kesempatan sekarang ini. Walaupun di sana sini telah terdapat perbaikan, namun secara menyeluruh memang belum banyak membaik. Dengan terjadinya tragedi 11 September 2001 yang menyulut ancaman resesi ekonomi dunia, upaya perbaikan tersebut bagaimanapun memang menjadi lebih sulit.
Ditengah kondisi seperti itu, mencari keseimbangan yang sebaik-baiknya antara penyelesaian masalah mendesak berjangka pendek, --yang kadang-kadang harus diselesaikan secara ad hoc, pahit, dan oleh karena itu bisa amat tidak populer--, dengan idealisme yang terkandung dalam cita-cita reformasi nasional, justru telah menghadirkan tantangan tersendiri yang tidak kalah peliknya.
Terlalu banyak energi yang harus kita curahkan untuk memberikan respons terhadap masalah-masalah situasional, yang muncul atau ditampilkan dalam masyarakat, dan didesakkan untuk diselesaikan segera oleh Pemerintah. Selama masa itu, rasanya tidak banyak lagi energi dan sumber daya yang tersedia untuk secara teratur menangani masalah-masalah lain yang lebih penting dan mendasar.
Badan-badan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah yang sesungguhnya harus melaksanakan demikian banyak tugas yang digariskan dalam berbagai ketetapan majelis, saat ini justru sedang menyelesaikan proses reformasi. Dapat dikatakan, badan-badan pemerintahan tersebut selain masih harus berkutat dan berbenah diri, pada saat yang sama harus menghadapi masalah yang jauh lebih berat dan jauh lebih kompleks.
Saya percaya kita semua akan bersepakat bahwa agar dapat menangani seluruh krisis tersebut dengan mantap, kita harus mempunyai prioritas dalam penanganan masalah, agar sumber daya nasional kita yang terbatas ini dapat didayagunakan secara efektif dan efisien untuk menangani masalah-masalah yang lebih bersifat mendasar.
Sudah barang tentu, prioritas itu harus tetap merujuk kepada wawasan ketatanegaraan baru berdasar visi reformasi nasional. Ini berarti bahwa perubahan ketatanegaraan yang telah, sedang, dan akan kita lakukan, harus selalu diresapi oleh semangat perbaikan dan penyempurnaan secara terencana, bertahap, dan hati-hati.
Menurut penglihatan saya, inilah perbedaan utama antara reformasi dan revolusi. Kita jelas tidak sedang melancarkan revolusi. Kita melakukan reformasi, dengan visi, misi, dan agenda yang jelas, yang telah digariskan oleh Majelis yang terhormat ini.
Saudara-saudara sekalian,
Mungkin bermanfaat kiranya jika saya memulai laporan ini dengan menyampaikan hal-hal yang positif yang sudah kita capai bersama, sebelum mengajak Saudara-saudara sekalian mendengarkan laporan saya tentang berbagai kesulitan yang sedang kita hadapi serta kebijakan yang telah, sedang, dan akan diambil untuk mengatasinya. Memberikan perhatian pada hal-hal positif ini bermanfaat untuk membesarkan semangat serta untuk mencegah pesimisme yang dapat merusak.
Satu hal yang patut kita tampilkan adalah bahwa suasana dan iklim demokratis yang kita rintis bersama selama ini, sudah berkembang semakin mantap di tengah masyarakat kita. Seluruh lapisan dan golongan telah dapat menikmati dan mempergunakan hak berkumpul dan bersidang, dan menyampaikan pendapat dengan lisan dan tulisan. Dewasa ini pers
nasional kita mungkin dapat dinilai sebagai pers yang paling bebas di Asia, baik dalam wujud media cetak maupun dalam bentuk media elektronik.
Seiring dengan upaya pemulihan demokrasi, sekarang kita dapat lebih mengetahui apa yang sungguh-sungguh merupakan aspirasi dan kepentingan rakyat, yang merupakan pemilik dari kedaulatan negara Republik Indonesia ini. Pemerintah tidak lagi membatasi, apalagi melarang, penyampaian pendapat masyarakat, khususnya yang disajikan dalam bentuk yang tidak melanggar hak orang lain. Insya Allah, hal itu akan tetap dihormati dengan konsekuen dalam dua setengah tahun mendatang, sampai berakhirnya mandat pemerintahan sekarang ini.
Seiring dengan membaiknya suasana kehidupan demokratis tersebut, Pemerintah juga terus berupaya untuk sekeras-kerasnya memajukan dan melindungi hak asasi manusia, baik hak sipil dan hak politik, serta hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya.
Sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat akan diteruskan, untuk selanjutnya diikuti dengan penuntutan di depan pengadilan. Untuk itu telah dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, guna mengadili pelanggaran berat HAM di Timor Timur Pra dan Pasca Jajak Pendapat tahun 1999 dan di Tanjung Priok tahun 1984.
Sudah barang tentu, kondisi hak asasi manusia tidak dengan sertamerta menjadi ideal setelah kita mengadakan penyesuaian itu. Masih banyak penataan yang harus kita lakukan, baik dalam membangun masa depan yang semakin sesuai dengan norma-norma baku hak asasi manusia maupun dalam menyelesaikan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa kita.
Dalam kesempatan peringatan Hari TNI ke 56 yang lalu, saya telah meminta agar jajaran TNI dengan semangat reformasi terus melakukan penataan dan pembenahan internal dengan menyempurnakan doktrin-doktrin sebagai pegangan bagi seluruh jajaran TNI. Langkah-langkah serupa itu, juga telah saya mintakan kepada Polri.
Bersamaan dengan itu, saya telah minta kepada seluruh jajaran TNI dan Polri, dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, agar dalam menjalankan tugasnya benar-benar mematuhi ketentuan hukum yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.
Konsepsi tentang hak asasi manusia memang merupakan fenomena baru dalam masyarakat kita. Saya memperoleh kesan, akhir-akhir ini berkembang gejala dalam masyarakat yang cenderung selalu mengatasnamakan hak asasi manusia untuk mewujudkan keinginannya, dan pada saat yang lain menggunakannya sebagai alat untuk menolak sesuatu yang bertentangan dengan kepentingannya.
Sementara itu, ada pula kecenderungan untuk memahami secara berlebihan, seolah-olah hak asasi adalah konsep yang tidak mengenal pembatasan. Sudah merupakan pengertian yang bersifat umum, bahwa hukum internasional justru menentukan batasan-batasan demi kepentingan keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, moralitas publik dan hak-hak orang lain.
Oleh karena itu adanya pemahaman yang benar terhadap hak asasi manusia tersebut penting dan harus disebarluaskan ke tengah masyarakat kita. Tujuannya bukan saja agar rakyat kita benar-benar memahami hak-haknya secara persis, tetapi juga agar dapat menghormati hak orang lain dan mengenal batas-batas haknya itu.
Saudara-saudara sekalian,
Tantangan yang harus kita jawab dalam situasi yang cukup rumit ini adalah menentukan prioritas-prioritas nasional secara tepat. Jelas adalah mustahil untuk menangani semua masalah sekaligus dan sekarang juga.
Pemerintah berketetapan bahwa tanpa harus mengabaikan pentingnya masalah-masalah lain yang sama mendesaknya, dewasa ini dan dalam jangka waktu pendek kita harus meletakkan prioritas pada tiga program utama, yakni pemulihan ekonomi, normalisasi kehidupan politik serta penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemulihan ekonomi harus didahulukan karena hal itu bukan saja merupakan masalah yang paling gawat, tetapi juga oleh karena pulihnya ekonomi akan mempunyai dampak positif bagi demikian banyak masalah yang terkait dengan bidang-bidang lain.
Data yang kita miliki menunjukkan bahwa dewasa ini kita sudah merosot menjadi bangsa dengan pendapatan per kapita yang rendah, jumlah penganggur yang amat besar, serta dengan potensi produksi yang praktis sebagian besar sudah tidak dapat lagi beroperasi secara penuh. Keadaan jelas akan menjadi lebih buruk bila semua itu diikuti dengan kerawanan pangan.
Kita harus mengakui keadaan tersebut secara jujur, dan menggalang seluruh potensi nasional yang kita miliki untuk mencegah kemerosotan lebih lanjut. Tidak ada jalan pintas untuk menyelesaikan kesulitan ini. Yang diperlukan adalah kesabaran, kerja keras dan keberanian dalam mengambil keputusan-keputusan yang sulit, sebagai biaya yang harus kita pikul untuk keluar dari krisis.
Dunia perbankan yang seyogyanya kita harapkan berperan dalam pemulihan ekonomi nasional, belum sepenuhnya pulih. Kita telah mengeluarkan dana yang besar untuk melakukan rekapitalisasi perbankan. Semua itu kita lakukan sambil melanjutkan proses hukum terhadap para bankir yang telah melakukan pelanggaran terhadap norma hukum perbankan.
Menyadari keadaan tersebut, pemerintahan yang saya pimpin mengambil beberapa langkah yang penting sebagai awal upaya pemulihan ekonomi. Selain mencairkan kebekuan kerjasama dengan IMF, Pemerintah juga mengusahakan pemecahan atas
kebuntuan dalam penyelesaian beberapa proyek penting di sektor energi dan petrokimia yang besar pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi dan kepercayaan lembaga-lembaga pembiayaan internasional serta para investor.
Dalam rangka pemulihan ekonomi ini, masalah yang mengkhawatirkan adalah praktis terhentinya penanaman modal baru, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal luar negeri. Kita harus memperbaiki citra bahwa negara kita bukanlah negara yang berisiko tinggi baik yang berkaitan dengan bidang politik, ekonomi dan keamanan. Dengan cara ini diharapkan para investor akan lebih berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dalam salah satu kesempatan bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di luar negeri saya menyampaikan bahwa Pemerintah harus mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap berbagai masalah yang dapat membahayakan stabilitas politik, demi menyelamatkan kepentingan nasional yang lebih besar.
Saya sadar bahwa saya menghadapi risiko akan disalah mengerti oleh sebagian masyarakat kita, misalnya dengan menilai tindakan ini represif seperti Orde Baru. Saya juga sadar bahwa dalam berbagai tindakan yang akan diambil untuk menyelamatkan kepentingan rakyat itu dapat saja terjadi kesalahan pelaksanaan.
Bagaimanapun, kelangsungan hidup demokrasi sangat bergantung pada kesediaan seluruh pihak untuk mematuhi hukum, untuk menghormati kepentingan orang banyak, dan sudah barang tentu untuk mengendalikan dirinya. Bila tidak demikian halnya, sungguh tidak mudah untuk membedakan mana yang demokrasi dan mana yang sudah merupakan anarki.
Saudara-saudara sekalian,
Banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya huru hara dan kekerasan massa di beberapa daerah. Sebagian di antaranya disebabkan oleh hal yang sepele, yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sebagian lagi murni merupakan kejahatan. Sisanya bermotif politik atau yang dilakukan atas nama agama.
Kerusuhan dan aksi kekerasan massa ini bukan saja bernuansa pelanggaran hukum dan merugikan upaya pemulihan ekonomi nasional yang sedang kita lakukan dengan susah payah ini, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia. Keadaan tersebut jelas tidak dapat kita biarkan. Bagaimanapun negara hukum harus terwujud dalam kenyataan.
Salah satu bidang yang menjadi korban langsung dari keadaan yang tidak aman ini adalah dunia pariwisata dan sektor riil ekonomi lainnya. Dunia pariwisata, yang selama ini merupakan salah satu penyumbang devisa yang berarti bagi pembiayaan pembangunan nasional, dewasa ini mengalami kemunduran serius, yang dengan sendirinya juga merugikan kehidupan rakyat di daerah-daerah wisata. Sektor riil juga praktis sulit berkembang.
Melalui forum ini saya mengajukan imbauan, kepada seluruh lapisan kepemimpinan masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk mengendalikan para pendukung dan pengikut masing-masing, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama suasana aman dapat tercipta di seluruh pelosok tanah air kita.
Disamping suasana aman, investor juga memerlukan kepastian aturan main. Inilah sebabnya saya mengarahkan para menteri di bidang ekonomi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan secara konsisten dan transparan, agar tidak membingungkan para pelaku ekonomi. Inilah pula sebabnya mengapa Pemerintah pusat mengingatkan kepada daerah agar tidak menetapkan aturan-aturan dan pungutan-pungutan yang memberatkan kegiatan perdagangan dan investasi. Sebab, dalam jangka panjang hal itu justru akan merugikan daerah itu sendiri.
Dengan investasi baru kita dapat menggerakkan kembali roda perekonomian, yang demikian kita perlukan untuk memberikan lapangan kerja bagi demikian banyak penganggur yang ada dalam masyarakat kita, yang jumlahnya selalu bertambah dari hari ke hari.
Adalah jelas bahwa hampir mustahil bagi kita untuk melakukan seluruh investasi dengan kekuatan kita sendiri. Jumlah yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi demikian besar, padahal kemampuan kita dewasa ini demikian kecil.
Hutang nasional kita, baik hutang luar negeri maupun hutang dalam negeri, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun swasta dalam 30 tahun terakhir ini, berjumlah amat besar. Banyak program pembangunan nasional kita selama ini kita biayai dari pinjaman luar negeri. Sekarang pun, kita masih belum dapat menghentikan peminjaman dari luar negeri, karena kemampuan ekonomi kita masih demikian lemah.
Sementara itu, kemampuan kita untuk membayar hutang-hutang tersebut sudah mendekati batas yang berbahaya. Sebagian besar belanja APBN harus kita alokasikan untuk membayar angsuran pokok hutang beserta bunganya. Bagaimanapun, semua itu harus kita lakukan. Kita harus menghormati perjanjian yang kita tandatangani sewaktu menerimanya dahulu. Sudah barang tentu kita akan berterima kasih dengan kebijakan negara-negara sahabat yang menawarkan keringanan pembayaran dalam situasi kita yang amat sulit ini, termasuk dengan memberikan kesempatan untuk melakukan penjadwalan kembali hutang-hutang kita, seperti yang pernah kita lakukan dalam tahun 1966-1967 dahulu.
Meletakkan prioritas nasional pada pemulihan ekonomi mempunyai implikasi dan konsekuensi, yang harus kita pikul secara konsekuen. Implikasi dan konsekuensi pertama adalah melakukan efisiensi yang ketat di segala bidang dan di segala tingkat. Tanpa ragu, kita harus bersedia menekan pengeluaran rutin sedemikian rupa sehingga sebagian besar sumber daya yang ada dapat didayagunakan untuk membiayai sasaran-sasaran yang lebih produktif, yang merupakan syarat mutlak untuk pulihnya kembali ekonomi. Kita harus mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak benar-benar diperlukan.
Saudara-saudara sekalian,
Secara keseluruhan, keadaan keuangan negara sungguh sulit. Tidak banyak alternatif yang lebih baik yang dapat kita pilih. Walaupun demikian, Pemerintah terus mencari berbagai alternatif lain yang lebih dapat diterima seluruh kalangan, demi kepentingan nasional pada saat-saat yang kritis ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kita susun dan kita laksanakan dengan defisit yang besar.
Tidaklah dapat dihindarkan, dengan amat terpaksa Pemerintah secara bertahap harus menaikkan tarif dan harga beberapa jenis barang dan jasa tertentu, seperti harga BBM dan tarif listrik. Secara bertahap kita juga harus mempertimbangkan langkah-langkah pahit lainnya, termasuk di bidang fiskal, sehingga pada suatu saat kita dapat mengurangi hutang-hutang yang selama ini sangat memberatkan bangsa dan negara kita. Dalam situasi yang semakin kurang menguntungkan, bukan tidak mungkin bahwa dengan sangat terpaksa kita harus mengurangi lagi pengeluaran negara.
Dilain pihak, sebagai salah satu upaya untuk menopang penerimaan dalam APBN, kita juga melakukan penjualan aset-aset yang dikuasai BPPN dan privatisasi BUMN. Harus diakui pula, hal itupun juga belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana.
Melakukan privatisasi terhadap BUMN yang sehat jelas tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan. Tetapi pengalaman juga menunjukkan betapa masalah privatisasi seringkali terkait dengan masalah-masalah lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dalam hubungan ini, kebijakan privatisasi BUMN akan dilaksanakan dengan hati-hati.
Kita harus melaksanakan seluruhnya itu dalam suasana global yang kurang menguntungkan. Kemampuan kita demikian terbatas, dan belum sepenuhnya pulih. Yang dapat kita lakukan hanyalah berupaya untuk mengambil manfaat dari peluang-peluang yang masih terbuka, dengan memelihara dan mendayagunakan potensi dan kekuatan ekonomi yang masih kita miliki.
Salah satu potensi ekonomi yang penting adalah usaha kecil dan menengah. Kita telah melihat bagaimana kelompok usaha yang menyangkut rakyat banyak ini tetap tegar selagi usaha-usaha besar berguguran dilanda krisis. Mereka sebenarnya tidak memerlukan dan tidak menuntut dukungan yang berlebihan. Dukungan yang berlebihan justru menciptakan ketergantungan kepada pemerintah dan mematikan ketegaran dan vitalitas yang sudah mereka miliki. Dukungan terbaik bagi mereka adalah menghilangkan hambatan-hambatan usaha, mengurangi beban pungutan resmi maupun tidak resmi, serta memberikan jaminan keamanan dan ketenangan usaha bagi mereka. Tentu, dukungan-dukungan lain dibidang pembiayaan, teknologi, pemasaran dan sebagainya, juga perlu diberikan namun harus dilakukan dalam batasan kaidah-kaidah ekonomi yang wajar dan sehat.
Saudara-saudara sekalian,
Dunia dewasa ini sedang dilanda gejala-gejala awal resesi ekonomi dan dicengkeram oleh ketakutan terhadap aksi-aksi terorisme, yang dapat datang secara mendadak dan dalam wujud yang tidak terduga, dan menimbulkan banyak korban di kalangan penduduk yang tidak berdosa.
Terorisme internasional, yang dilakukan oleh siapapun dan dengan alasan apapun jelas tidak dapat diterima oleh dunia yang beradab. Terorisme juga telah menimbulkan ketakutan yang meluas, yang selanjutnya telah memerosotkan kegiatan ekonomi dunia, yang merupakan tumpuan kesejahteraan umat manusia.
Oleh karena itu, mereka yang terlibat dengan aksi-aksi terorisme ini harus dihadapkan ke depan pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adalah kewajiban semua pihak untuk mencari dan menunjukkan bukti-bukti keterlibatan siapapun yang disangka dan dituduh melakukan aksi terorisme itu, yang dapat meyakinkan dunia, sebelum sesuatu tindakan nyata dilancarkan. Di penghujung tahun ini, umat Islam dan Nasrani akan merayakan hari-hari besar keagamaan mereka. Dalam hubungan ini, kita menyerukan agar serangan militer yang sedang dilancarkan pada saat ini untuk mencari tersangka aksi terorisme, yang telah mengakibatkan semakin banyak rakyat yang tidak berdosa menjadi korban, agar tidak berlanjut selama bulan suci Ramadhan dan hari besar Natal. Di samping itu, serangan militer yang berkepanjangan bukan hanya kontra produktif, tetapi juga dapat melemahkan koalisi global dalam upaya bersama memerangi terorisme. Untuk itu, kita menyerukan perlunya jeda kemanusiaan, guna memberi peluang bagi penanganan aspek kemanusiaan, seraya mencari jalan keluar melalui cara-cara politik dan diplomasi. Pemerintah terus mendorong agar PBB berperan sesuai mandatnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Memang tidaklah mudah melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam dunia yang sedang bergejolak pada saat ini. Kepentingan ekonomi global memerlukan dunia yang aman, damai, dan disemangati oleh kerjasama antar bangsa.
Untuk menciptakan lingkungan strategis yang kondusif bagi upaya pembenahan masalah-masalah di dalam negeri, akhir Agustus yang lalu saya berkunjung ke sembilan negara ASEAN. Selain meneguhkan kembali ASEAN sebagai tumpuan pijakan politik luar negeri, langkah tersebut juga saya maksudkan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara dalam kawasan ini. Saya juga mendorong percepatan penyelesaian batas wilayah dan ditingkatkannya kerjasama badan-badan intelijen dan aparat keamanan masing-masing negara dalam mengatasi tindakan pelanggaran hukum yang bersifat lintas batas, seperti pemberantasan penyelundupan, perdagangan barang-barang terlarang termasuk narkotika dan psikotropika, uang palsu, kayu curian, di samping kegiatan sindikasi pelacuran, dan kejahatan terorganisasi lainnya.
Begitu pula dengan negara-negara tetangga di Pasifik Barat daya. Sejak bulan Agustus, kita menjadi mitra dialog Forum negara-negara Pasifik. Kunjungan saya ke Amerika Serikat, PBB, Jepang, dan kehadiran saya dalam pertemuan para Pemimpin APEC di Shanghai baru-baru ini, saya maksudkan sebagai langkah untuk meningkatkan kerjasama demi kepentingan nasional kita.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Dalam upaya melaksanakan amanat Majelis untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, kita harus mewujudkannya secara konsisten dan tegas bersama seluruh komponen bangsa sehingga faktor utama yang menyebabkan keterpurukan kita sebagai bangsa dapat dipecahkan. Dalam Pidato Kenegaraan bulan Agustus yang lalu saya telah mengajak para anggota Dewan untuk berjanji kepada diri kita masing-masing untuk tidak terlibat dengan hal itu.
Kita telah bersepakat mewajibkan seluruh penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya kepada KPKPN. Dalam kesempatan ini izinkanlah saya menyampaikan penghargaan kepada seluruh kalangan, yang dengan jujur telah menyampaikan laporan harta kekayaannya, dan yang telah bersedia diumumkan secara terbuka asal muasal kekayaannya itu. Langkah tersebut akan merupakan sumbangan yang tidak kecil terhadap upaya kita bersama untuk memulihkan citra dan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Mereka telah meletakkan dasar-dasar yang baik bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih, dan karena itu akan lebih berwibawa. Agar tekad dan langkah ini dapat benar-benar terwujud, saya akan menindak lanjutinya dengan meminta Jaksa Agung dan Kapolri untuk memberikan laporan sekali setiap bulan perkembangan dan kemajuan proses penanganan kasus-kasus KKN.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Bersisian dengan masalah kesulitan ekonomi dan masalah resesi serta cengkeraman ketakutan dunia terhadap terorisme, perlu saya laporkan bahwa kecenderungan tindakan pemisahan diri --atau separatisme-- di beberapa daerah dari negara kesatuan Republik Indonesia masih memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Sebagian tindakan tersebut dilakukan melalui kekerasan senjata, sebagian lagi melalui cara-cara yang relatif damai.
Dalam upaya Pemerintah untuk menanggulangi dan mengatasi gangguan keamanan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan separatis bersenjata, tidak dapat dihindari risiko yang menimbulkan korban di kedua pihak, dan bahkan rakyat yang tidak berdosa yang berada didaerah konflik.
Izinkanlah dalam kesempatan ini saya menyampaikan kebijakan dasar yang dianut Pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang tidak kalah sulitnya ini.
Kebijakan dasar pertama adalah, sambil memberikan ruang gerak yang sebesar-besarnya bagi masyarakat daerah-daerah yang bergolak itu untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam format otonomi khusus, kita mengupayakan pemecahan ketidak-puasan masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan, keadilan, dan kehormatan. Seperti kita ketahui, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyusun, membahas, dan mengundangkan undang-undang yang diperlukan untuk mewujudkan kebijakan dasar pertama ini, untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Irian Jaya. Kita telah memberikan ruang gerak otonomi yang amat luas serta pengakuan
konstitusional yang kokoh terhadap identitas budaya kedua daerah itu, yang secara historis memang layak untuk kita lakukan.
Kebijakan dasar kedua adalah, berdasar Sumpah Jabatan yang saya ucapkan bulan Juli yang lalu untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar dan undang-undang lainnya, serta berdasar perjuangan kebangsaan yang kita mulai sejak awal abad ke-20 yang lalu. Dalam keadaan apapun, dengan alasan apapun dan bagaimanapun, Pemerintah tidak akan pernah --dan juga tidak boleh-- menyetujui pemisahan suatu daerah dari keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemisahan suatu wilayah negara merupakan tindakan penyimpangan terhadap prinsip kenegaraan yang sangat mendasar, dan jelas menjadi hak berdaulat negara manapun juga untuk mengatasinya. Piagam PBB dan hukum internasional juga tidak mengizinkan adanya separatisme, karena jika hal itu dibiarkan, seluruh tatanan dunia modern akan runtuh. Negara-negara nasional adalah batu-batanya bangunan dan tatanan dunia modern. Kita bersyukur, bahwa hampir semua negara anggota PBB memberikan dukungan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan negara kita.
Dalam kaitannya dengan permasalahan yang terjadi di daerah Aceh, Pemerintah telah mengembangkan kebijaksanaan komprehensif yang terdiri dari enam agenda di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban, pemulihan keamanan serta komunikasi dan informasi sebagaimana tertuang di dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2001, yang telah diperbaharui menjadi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2001.
Agenda bidang politik terdiri dari tiga butir, yakni diberlakukannya Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, memfasilitasi dialog dengan seluruh komponen masyarakat Aceh, serta mempercepat pemberdayaan instansi dan aparat pemerintahan sampai desa dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan umum masyarakat.
Agenda di bidang ekonomi ditujukan untuk percepatan pembangunan di sektor pertanian, pembangunan infrastruktur perekonomian serta perluasan lapangan kerja dengan melibatkan masyarakat.
Agenda di bidang sosial ditujukan untuk percepatan rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, percepatan rehabilitasi sosial serta menangani masalah pengungsi.
Agenda di bidang hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk penyelesaian masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia, serta upaya pemulihan keamanan di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan mengerahkan unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu unsur TNI dalam menghadapi gangguan keamanan oleh gerakan separatis bersenjata.
Agenda di bidang pemulihan keamanan dilaksanakan dengan tujuan untuk memulihkan keamanan di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui penanggulangan
gerakan separatis bersenjata dengan sasaran terpilih dan tetap memperhatikan dan mematuhi hukum, ketentuan dan prosedur yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.
Sedangkan agenda di bidang informasi dan komunikasi dilaksanakan untuk lebih mengintensifkan penyampaian informasi yang benar kepada masyarakat dalam rangka pembinaan opini masyarakat serta melaksanakan upaya untuk mengkounter pemberitaan negatif yang beredar di masyarakat.
Kebijakan serupa juga diterapkan terhadap Provinsi Irian Jaya, dimana Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua juga telah mendapatkan persetujuan DPR-RI pada tanggal 22 Oktober 2001 yang lalu. Demikianlah langkah-langkah yang secara pokok telah diambil Pemerintah dalam kaitannya dengan permasalahan yang menyangkut dua daerah tadi.
Upaya peningkatan kehidupan politik di dalam negeri juga terus dilakukan seiring dengan kebutuhan reformasi. Dalam bidang ini, struktur dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur politik telah makin berperan. Komunikasi diantara lembaga-lembaga politik telah dapat berlangsung disegala tataran kemasyarakatan dan pemerintahan di daerah. Sekalipun demikian harus diakui bahwa kemajuan di bidang ini ternyata masih berlangsung dalam budaya politik yang lebih mendahulukan kepentingan kedaerahan yang sempit dan berjangka pendek.
Saudara-saudara sekalian,
Beberapa masalah sosial besar --yang agak jarang mendapat perhatian publik namun harus benar-benar memperoleh perhatian kita sekalian-- adalah perlindungan tenaga kerja kita di luar negeri yang sebagian besar terdiri dari perempuan, perlindungan hak kaum perempuan itu sendiri, perlindungan hak anak sebagai generasi penerus kita semua di masa depan, serta penyelesaian masalah pengungsi, yang jumlahnya berubah dari waktu ke waktu. Izinkanlah saya mengajak kita sekalian untuk membahasnya secara ringkas satu demi satu.
Perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah lebih banyak mendapatkan perhatian dibandingkan dengan tahun-tahun yang lampau. Hal itu bukan saja disebabkan karena mereka merupakan pejuang yang berani menempuh risiko di negeri orang untuk menghidupi keluarganya, dan juga telah memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi devisa yang demikian dibutuhkan negara, tetapi juga oleh karena sebagian diantara mereka telah mengalami perlakuan buruk.
Sering terjadi, perlakuan buruk tersebut dialami sejak dalam masa pelatihan, dalam perjalanan ke negeri asing, selama bekerja di negeri asing, dalam perjalanan pulang, dan setelah kembali di tanah air sendiri. Kezaliman demikian tidak bisa dibiarkan berlarut-larut dan harus kita hentikan.
Perlindungan hak perempuan secara umum juga sudah banyak mengalami kemajuan dalam tahun-tahun terakhir ini, apalagi kita sudah meratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan dan telah membentuk sebuah Komisi Nasional khusus untuk itu. Namun masih banyak yang harus kita lakukan agar perempuan, yang lebih dari separo jumlah bangsa ini, dapat menempati posisinya yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai manusia, Tuhan menganugerahi perempuan dengan kemampuan yang sama dengan manusia lainnya. Kemampuan kemanusiaan perempuan ini dapat didayagunakan untuk ikut memikul tanggung jawab yang sama dengan kaum pria dalam menangani tugas-tugas berat.
Jangan dilupakan bahwa baik di Asia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, sudah banyak perempuan yang membuktikan kemampuannya, mulai dari Kepala Desa, Kepala Daerah, Menteri, Anggota DPR/MPR, bahkan Wakil Presiden dan Presiden. Oleh karena itu momentum kemanusiaan ini perlu kita pelihara dan kita lanjutkan.
Tugas besar nasional lainnya yang benar-benar meminta perhatian kita sekalian adalah perlindungan hak anak. Saya kira kita semua akan bersepakat bahwa mereka inilah yang akan meneruskan perjuangan kita sebagai bangsa. Untuk merekalah sesungguhnya kita bekerja keras hari ini. Dalam komposisi kependudukan kita, jumlah mereka ini bukan main besar. Krisis ekonomi yang berlanjut selama beberapa tahun terakhir telah menyebabkan sebagian generasi penerus ini tidak dapat meneruskan sekolahnya. Kita harus melakukan apa saja agar generasi penerus ini dapat kita selamatkan.
Dalam masalah pengungsi, yang sekarang ini jumlahnya lebih dari satu juta orang, penanganannya telah merupakan masalah berat yang harus kita tangani. Huru hara dan aksi kekerasan massa yang mengiringi konflik horizontal di beberapa daerah dalam dua tahun terakhir ini telah menyebabkan terjadinya gelombang demi gelombang pengungsian. Keadaan belum banyak membaik, untuk memungkinkan mereka kembali ke daerah kediamannya sebelum mengungsi.
Dengan bantuan PBB, secara bertahap kita sudah dapat menyelesaikan masalah pengungsi yang berasal dari Timor Timur. Seperti kita ketahui, wilayah tersebut sedang mempersiapkan diri untuk membentuk negaranya sendiri. Dalam masa transisi ini, masih banyak masalah yang harus kita selesaikan dengan wilayah tersebut. Beberapa di antaranya merupakan masalah yang amat peka, yang kita harapkan dapat ditangani dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun, kita adalah merupakan tetangga- tetangga dekat, dan pernah hidup dalam suatu negara, walaupun dalam kondisi yang kurang menguntungkan.
Secara umum, kebijakan penanganan pengungsi ini ditempuh dengan mengembalikannya ketempat asal setelah daerah asal mereka aman kembali. Bila hal itu tidak memungkinkan, diupayakan untuk mengintegrasikannya dengan masyarakat lokal atau dengan cara pemindahan, dalam rangka program pemukiman kembali ataupun transmigrasi. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat segera selesai dalam waktu yang tidak lama lagi.
Saudara-saudara sekalian,
Di beberapa daerah, dewasa ini kembali terjadi rangkaian bencana alam. Secara khusus saya menyebutkan "kembali terjadi", oleh karena sesungguhnya secara geografis kepulauan Indonesia ini terletak pada bagian muka bumi yang rentan dengan gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Hal ini sekaligus mengingatkan kita semua tentang pentingnya arti pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Selain berkaitan dengan pelestarian sumber daya hayati, juga mempunyai andil besar dalam pencegahan bencana alam. Karenanya, kuranglah tepat jika kita menangani masalah penanggulangan dampak bencana alam tersebut sebagai kasus-kasus insidentil. Kita harus selalu bersiap untuk menghadapi bencana alam yang dapat terjadi setiap waktu, bahkan sebagai salah satu fungsi pemerintahan.
Bencana alam juga menyebabkan terjadinya gelombang pengungsi yang terpaksa meninggalkan kediaman dan kampung halamannya. Oleh karena itulah kita membentuk dan mengoperasikan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanggulangan Pengungsi. Korban bencana alam ini sangat membutuhkan uluran tangan kita sekalian, baik yang berasal dari Pemerintah maupun yang berasal dari masyarakat sendiri. Saya mengucapkan terima kasih dan menghargai spontanitas warga masyarakat kita, yang secara terkoordinasi dan berlanjut telah menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membantu mereka yang ditimpa musibah ini.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Demikianlah beberapa pokok masalah yang perlu saya laporkan kepada Sidang Tahunan Majelis yang mulia ini. Untuk lebih melengkapinya saya sertakan bersama ini penjelasan secara kualitatif dan kuantitatif yang dapat diperiksa dalam lampiran laporan ini.
Atas perhatian Saudara-saudara sekalian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 1 November 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Sumber: http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/sidth-ind.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006

No comments: