Tuesday 25 January 2011

JAWA BANYUMAS

'Saudara, di salah satu wilayah Jawa Tengah, tepatnya di
ekskeresidenan Banyumas, kita jumpai kesenian rakyat tradisional
yang, antara lain, berbentuk gerak tari dan lagu. Agak berbeda
dengan kesenian tradisional Jawa Tengah pada umumnya, kesenian
masyarakat Banyumas ini memiliki corak irama yang dynamis dan
khas, mencerminkan keunikan budaya masyarakat Banyumas sehingga
lebih populer dengan kesebutan Kesenian Banyumasan. Seperti Tari
Selot yang kita saksikan tadi. Selot artinya kunci.'
Tari Selot menggambarkan kehidupan religius gadis-gadis Banyumas
yang menuntut ilmu di pesantren. Mereka membina kemampuan
spiritual dan fisik agar kelak tampil sebagai wanita utama yang
menguasai kunci-kunci kehidupan patuh pada Tuhan, berbakti pada
nusa dan bangsa, serta kasih pada keluarga dan sesama. Dan bagi
wanita kalangan tinggi Banyumasan, seikat kunci ini selalu
dibawa melengkapi busana tradisionalnya, selain sebagai simbol
kekayaan juga sebagai simbol keutamaannya selaku wanita.
Saudara, kesenian Banyumas tidak terpisahkan dari gamelan yang
mengiringinya, yaitu calung yang terbuat dari bambu. Calung
selalu digunakan sebagai pengiring berbagai bentuk seni
tradisional rakyat Banyumas, baik dalam bentuk lagu misalnya
Uyon-uyon, maupun lagu dan tari seperti Lengger Banyumasan. Kita
saksikan bersama bagaimana bambu-bambu dipersiapkan menjadi
calung.
Pekerjaan membuat calung mernerlukan persiapan lahir batin
sampai berbilang tahun lamanya. Dimulai dari memilih bambu
biasanya dipilihnya jenis bambu Tutul atau bambu Wulun yang
cokolat warnanya. Konon, untuk memperoleh hasil baik menebang
bambu pun bukan sembarang waktu. Harus memilih hari baik sesuai
kepercayaan tradisional yaitu Juma'at Kliwon atau Selasa Kliwon.
Dan si penebang bambupun harus berpuasa sebelumnya. Bambu
dipilih yang telah tua dan lurus. Setelah ditebang, dibiarkan di
tempat selamasatu sampai dua bulan supaya kering perlahan-lahan
dan daunnya rontok semua.
Kemudian ranting-ranting dipotong sampai bersih
Bambu-bambu kemudian dibawa pulang.
Bambu dijemur lagi selama dua sampai tiga bulan di halaman rumah
dalam posisi tegak supaya kering yang merata dan tetap lurus.
Alat-alat yang diperlukan dalam pembuatan calung adalah gergaji,
bor, penggaris, parang dan pisau. Semua mata pisau harus tajam
supaya pekerjaan berlangsung cepat dan hasilnya baik serta
halus. Mula-mula bambu dipotong sesuai ukuran calung: terpendek
23cm, dan terpanjang 90cm.
Setelah itu, bambu diasapi di atas langit-langit tunku dapur.
Diperiksa setiap bulan, dibalik supaya pengasapan merata. Hal
ini berlangsung sampai enam atau sembilan bulan lamanya. Setelah
waktu cukup pekerjaan selanjutnya adalah melakukan penglarasan
atau membentuk calung yang mempunyai bunyi nada tertentu.
Pekerjaan inipun harus dimulai pada hari baik dan si pelaku
berpuasa selama masa pembuatan calung. Bambu dikerat dengan
pisau tajam, sedikit demi sedikit sambil mencari nada.
Kemudian bambu diberi lobang agar bisa dirakit dalam satu
kesatuan sambil tetap diperiksa nada yang dihasilkannya. Patokan
nada diambil dari gamelan Jawa yang sudah jadi dan baik.
Untuk memperindah calung, digunakan amplas dan cat pernis.
Masing-masing komponen nada kemudian dirangkai dengan
menggunakan tali plastik, mejadi suatu kesatuan nada di dalam
wadah atau kerangka yang disebut krancak. Krancak calung
biasanya berbentuk kandaiwan yaitu seperti busur anakpana atau
kandaiwo. Terakhir diperiksa sekali lagi bunyi nada yang telah
terangkai dalam krancak, apakah sudah selaras ataukah masih
perlu penyempurnaan lagi.
Nah bambu-bambu tadi kini menjelma menjadi seperangkat gamelan
calung yang menawan terdiri dari dua set gambang. Satu set ketuk
kenong dan satu set selentung. Satu set gendang ketipung...dan
satu set gong punggung.
Saudara, perangkat yang ini siaplah sudah melantingkan gendinggending
cantik dan Lengger Banyumanan untuk anda.
Kesenian lengger lahir dari tengah-tengah masyarakat khususnya
masyarakat Banyumas. Maka tidaklah mustakhil bila kesenian ini
sudah mendarah daging di hati para penggemarnya. Sampai
sekarangpun kesenian Lengger masih sangat popular di kalangan
masyarakat Banyumas dengan nama Lengger Banyumasan. Konon
pertunjukan Lengger semula ditampilkan untuk menghibur para
prajurit yang menang perang. Namun selanjutnya, pertunjukkan
makin membudaya untuk menyambut tamu-tamu kerajaan ataupun
menyemarakan acara-acara pernikahan, bersih desa dan lainnya
yang masih berlaku hingga kini.
Pertunjukan Lengger Banyumasan diawali dengan tarian Lengger
Panceran. Pemeran utama adalah satu atau beberapa penari wanita
berparas cantik kemudian diikuti oleh beberapa tamu pria.
Sebelum menari dengan penari Lengger, para tamu pria ini harus
membayar terlebih dahulu yang dalam bahasa Banyumasnya disebut
bancer. Diiringi gamelan calung yang mendendangkan gendinggending
yang berlaras sindu.
Tarian Lengger Banceran memang semarak meski terkesan sedikit
erotis, kesenian Lengger Banyumas dalam bentuk aslinya tanpa
dialog namun dalam perkembangannya mulai disisipi adegan dialog
dengan logat khas Banyumasan berisi sindiran atau banyolan
maupun pesan-pesan lainnya sesuai tuntutan pembangunan di masa
sekarang. Pertunjukan ini bisa berlangsung semalam suntuk, baik
mengambil lokasi pendopo atau bahkan panggung terbuka.


In one area in Java, more precisely in the ex-residential area
of Banyumas, we can find traditional folk art in the form of
dances and songs, amongst others. Somewhat different to the folk
art of Central Java generally, the folk art of Banyumas has
dynamic and special rhythmic patterns that reflect the
uniqueness of the local culture so that it is more popular with
the name Kesenian Banyumasan. Just like Tari Selot which we
watched before Selot means key.
Tari Selot portrays the religious life of young girls from
Banyumas who are studying religion at a pesantren or Islamic
school. They are building their spiritual and physical capacity
so that in the future they will become strong women who hold the
keys to a life obedient to God, loyal to the nation and loving
to their families and themselves. Upper class ladies from
Banyumas always carry a bunch of keys to complete their
traditional costume, not only as a symbol of wealth, but also as
a symbol of the superiority of women.
Ladies and gentlemen, the art of Banyumas cannot be separated
from the gamelan that accompanies it. That is, Calung, which is
made of bamboo. Calung is always used as accompaniment of
various forms of Banyumas traditional arts, not only songs such
as 'Uyon-Uyon' but also songs and dances such as 'Lengger
Banyumasan'. We will see how the bamboo is prepared to
manufacture Calung.
The work of making Calung requires spiritual and mental
preparation over many years. The bamboo used to make Calung is
usually of the 'Tutul' or brown 'Wulun' types. However, to get
the best results when felling the bamboo, the right day must be
chosen. It should be a good day in accordance with traditional
beliefs. That is, it should be on a Kliwon Friday or a Kliwon
Tuesday. The bamboo cutter should fast beforehand. The chosen
bamboo should be mature and straight. After it is felled, it
should be left in place for one or two months to dry slowly and
allow all the leaves to falloff. All of the small branches are
cut off. The bamboo is then carried home.
The bamboo is dried for another two or three months in the house
yard. It is stood in an upright position So that 'it dries
evenly and stays straight.
The tools that are used to make Calung are: a saw, a brace and
bit, a ruler, a machete and a knife.All the tools must have keen
edges so that the work can progress quickly with quality
results. Initially1 the bamboo is cut to size. The shortest
piece is 23 cm and the longest is 90 cm. After that, the bamboo
is smoked in the ceiling of the kitchen. The bamboo has to be
inspected monthly and turned so that the smoking is even. This
process goes on for six or nine months. After sufficient time
the next job is to tune the Calung to the pitch required of each
piece.
This task has to be performed on an auspicious day and the
craftsperson has to fast for the duration of the task. The
bamboo is sliced little by little with a sharp knife while
testing for the right tone.
Next, the bamboo is drilled so that it can be racked together
while still checking the tone produced. The standard note is
taken from an existing Javanese-gamelan.
To make the Calung more attractive, it is sandpapered and
varnished.
Each of the components is attached with plastic to become a
tonal unit called a 'krancak'.
The Calung krancak is usually curved like a bow and arrow.
Finally the tones of the assembled instrument are checked again
to see if they are right or if they need to be further adjusted.
So, the bamboo has been transformed into a Calung gamelan
consisting of two sets of gambang, one set of ketuk kenong, and
one set of selentung, one set of gendang ketipung and one set of
gong punggung.
Ladies and gentlemen, this instrument is ready to begin playing
beautiful Gending-gending and Lengger Banyumasan for you.
Lengger comes from the people, particularly the people of
Banyumas. To this day, Lengger remains very popular with the
Banyumas population and is known as Lengger Banyumasan. Lengger
was originally performed for the entertainment of victorious
soldiers. The performance has since become more cultural and is
used to welcome guests to the court, to embellish wedding
ceremonies, village tidying or other ceremonies that continue to
this day.
The performance of Lengger Banyumasan begins with the Lengger
Panceran dance. This begins with several beautiIul female
dancers who are joined by several male guests.
Before they can dance with the Lengger dancers, the guests have
to pay. In the language of Banyumas this payment is called
Bancer. The accompaniment is from Calung playing gending-gending
using the sindu scales.
The Lengger Banyumasan dance is indeed splendid, although there
is an impression of eroticism. Originally Lengger Banyumasan did
not employ dialogue but as it developed, small dialogue parts
were inserted. These are in the Banyumas dialect and contain
allusions, humour or other messages about modern development.
The performance can go on all night, either in a pavilion or on
an open stage.

No comments: