Showing posts with label Abdurrahman Wahid. Show all posts
Showing posts with label Abdurrahman Wahid. Show all posts

Sunday 5 December 2010

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TERPILIH MASA JABATAN 1999 - 2004 K.H. ABDURRAHMAN WAHID PADA UPACARA SUMPAH JABATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DI HADAPAN SIDANG UMUM MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PADA TANGGAL 20 OKTOBER 1999



Assalamu'alaikum wa-Rahmatullahi wa-Barakatuh;
Bismillahirrahmannirrahim, Alhamdulillahirobbil alamin, wabihi nasta'inu 'ala umuriddunya waddin, washolatu wassalamu 'ala asrofill ambiyai walmursalin, sayidina wahabibina, wasafiina, wamaulana Muhammad SAW, wa'ala alihi washobihi ajma'in;
Saudara Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dan para Wakil Ketua, para undangan terutama mantan Presiden B.J. Habibie dan Ibu, para Duta Besar dan Kepala Perwakilan negara-negara sahabat;
Sidang Majelis yang saya muliakan;
Alhamdulillah pada malam ini telah berlangsung pengambilan sumpah jabatan saya selaku Presiden RI untuk masa jabatan 1999 hingga 2004. Ini adalah kehormatan yang diberikan kepada saya oleh Majelis. Dan beban yang sangat berat hanya mungkin terlaksana karena adanya bantuan isteri saya sekeluarga serta didahului oleh langkah-langkah yang diambil oleh Bapak mantan Presiden B.J. Habibie dan keluarga.
Yang terbentang di hadapan kita adalah tugas maha berat dari sidang yang berbahagia. Majelis dituntut melalui Presiden di bawah bimbingan pimpinannya untuk menunjukkan
kepada masyarakat bangsa kita bahwa kita sanggup melakukan kerja berat untuk memasuki kehidupan sebagai bangsa dan sebagai negara ke alam modern di ribuan tahun yang akan datang. Karena itu, memang bukan merupakan hal yang mudah, apalagi kita berada di tengah-tengah arus persaingan begitu ketat dengan negara-negara lain. Kita telah berketetapan untuk tetap berada dalam lingkup perdagangan internasional yang bebas, kita telah berketetapan hati pula untuk tetap menggunakan prinsip-prinsip pencarian keuntungan dan peningkatan efisiensi serta penggunaan akal dan budidaya yang kita miliki untuk mematangkan kehidupan kita bersama dan menaikkan tingkat pendapatan dari rakyat. Ini adalah tugas yang maha berat, bukan tugas yang ringan. Karena di dalamnya ada implikasi bahwa kita semua, Sidang Majelis yang berbahagia, memberikan tugas kepada saya di bawah bimbingan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang baru, untuk menegakkan keadilan dan untuk mendatangkan kemakmuran bagi sebanyak mungkin warga masyarakat.
Dalam situasi persaingan yang demikian keras, dalam suasana yang demikian berat kita juga harus tetap mempertahankan keutuhan wilayah bangsa kita. Kita harus tetap mempertahankan keutuhan negara kita di hadapan negara-negara lain yang terkadang menganggap ringan perasaan dan harga diri kita. Demikian pula, kita tetap mempercayai bahwa hubungan internasional yang baik di antara semua negara haruslah didasarkan pada prinsip saling menghormati dan saling menghargai. Karena itu, kita tetap tidak bisa menerima adanya campur tangan dari negara lain atau bangsa lain kepada bangsa dan negara kita. Apa pun akan kita lakukan untuk mempertahankan keutuhan wilayah kita, untuk mempertahankan harga diri kita sebagai bangsa yang berdaulat. Kita akan melakukan upaya sebanyak-banyaknya untuk dapat menunjukkan kebaikan dan kemajuan kehidupan kita sebagai bangsa di negara yang terletak di daerah khatulistiwa ini. Karena itu, saya tidak lain hanya berharap, mudah-mudahan Majelis yang berbahagia membimbing saya selaku Presiden Republik Indonesia beserta pembantu-pembantu saya di segala bidang agar dapat memelihara harga diri dan kedaulatan kita sebagai bangsa.
Demikian pula kita harus meletakkan sendi-sendi kehidupan yang sentosa bagi bangsa kita di masa-masa yang akan datang. Ini bukanlah tugas yang ringan, ini tugas yang berat. Apalagi karena pada saat ini kita tengah didera oleh perbedaan faham yang sangat besar oleh longgarnya ikatan-ikatan kita sebagai bangsa. Apa yang oleh Bung Karno diajarkan melalui ucapan Ernest Renan, kita mempunyai raison d'etre alasan untuk menjadi satu bangsa, kini harus tetap kita junjung tinggi. Karena itu saya mengucapkan terima kasih sekali kepada Saudari saya, Megawati Soekarnoputri yang telah menunjukkan pengertiannya yang mendalam terhadap keadaan kita semua, di samping juga sanggup melaksanakan kehidupan berdemokrasi bersama-sama dengan saya sebagaimana terbukti dalam jalannya pemilihan umum Presiden kali ini.
Demokrasi hanya dapat dipelihara dan dikembangkan oleh orang-orang yang mengerti tentang hakikat demokrasi. Karena itu, saya berharap bahwa kita semua sebagai warga dari bangsa Indonesia sanggup memahami hal ini dan akan tetap menjunjung demokrasi sebagai sendi kehidupan kita menuju masa yang akan datang. Hanya dengan cara seperti itu, kita dapat menegakkan kedaulatan hukum, kebebasan berbicara, persamaan hak bagi
semua orang tanpa memandang perbedaan keturunan, perbedaan bahasa, perbedaan budaya dan perbedaan agama.
Demikian pula kita juga harus memahami bahwa pemerintah pada dasarnya harus memberikan pertanggungjawaban yang jujur kepada rakyat bukannya membohongi mereka. Di samping itu pula, harus tetap diingat bahwa kita berada di tengah-tengah kompetisi berat, yang dapat membuat kita kelelahan, kecapaian. Tetapi hasilnya insya Allah akan kita rasakan bersama yaitu adanya bangsa yang kuat, bangsa yang beradab, bangsa yang berbudi luhur, bangsa yang berteknologi maju dan bangsa yang berpengetahuan di masa-masa yang akan datang.
Demikianlah Saudara Pimpinan Majelis yang terhormat saya tidak akan berpanjang-panjang mengucapkan apa yang saya kemukakan pada kali ini, karena semakin panjang yang saya kemukakan akan semakin banyak hal-hal yang harus kita pertanggungjawabkan kelak di kemudian hari. Karena itu, Saudara Ketua, melalui forum ini saya sampaikan kesanggupan untuk melaksanakan tugas. Tetapi harus tetap diingat sabda dari Rasulullah SAW, yaitu Al insanu mahalul khotoi wa nisyan, manusia adalah tempatnya keluputan dan kelupaan. Karena itu bimbinglah saya dan pembantu-pembantu saya di dalam melaksanakan tugas dalam masa lima tahun yang akan datang.
Wassalamu'alaikum wa-Rahmatullahi wa-Barakatuh.



Sumber: http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/20okt99.htm

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DI DEPAN SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 7 AGUSTUS 2000

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DI DEPAN SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 7 AGUSTUS 2000



Yang saya muliakan, Saudara Ketua, Para Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,
Yang saya cintai, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air di manapun berada,
Hadirin dan hadirat yang berbahagia,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Pertama-tama, pada hari yang bersejarah dan Insya Allah penuh berkah ini, marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia, berkat dan rahmat-Nya, kita dapat berkumpul bersama, mengikuti Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hari ini. Sidang Tahunan ini merupakan sidang yang pertama kali kita selenggarakan dalam tatanan dan tradisi baru kenegaraan kita, yang sesungguhnya amat dijiwai dan dinafasi oleh semangat reformasi. Sebuah komitmen dan kesadaran besar bangsa untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam segala sendi kehidupan bangsa, menuju hari esok yang lebih baik.
Sebagai tatanan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan, kita semua tentu berharap agar peristiwa politik penting ini dapat merupakan wahana yang konstruktif, yang mampu mendorong peningkatan embanan tugas setiap penyelenggara negara, dan yang pada gilirannya mampu menciptakan ketenteraman, kesejahteraan dan kemajuan bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia yang kita cintai bersama, yang saya yakin akan mengikuti dengan seksama apa yang kita lakukan bersama selama sebelas hari persidangan ini, sungguh berharap kiranya Sidang Tahunan MPR ini benar-benar menghasilkan sesuatu yang konstruktif dan berguna bagi mereka semua. Mereka semua, yang tidak putus dalam doa, siang dan malam, yang lebih dari dua tahun mengalami penderitaan, kecemasan dan berbagai kesulitan hidup akibat krisis nasional yang kita alami, sungguh mendambakan terwujudnya Indonesia Baru yang dapat
menghadirkan sosok masyarakat yang rukun, toleran dan harmonis, yang lebih mendapatkan keadilan, hak-hak asasi dan kebebasannya, yang dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, serta yang dapat hidup secara aman, tenang dan penuh ketertiban.
Kondisi dan sosok masyarakat Indonesia seperti itulah yang hendak kita bangun dan kita tuju. Kepada mereka semualah saudara-saudara, dan bukan untuk kepentingan kita semua yang ada dalam ruangan ini semata, semua komitmen moral, pikiran cerdas, dan langkah bersama untuk memperbaiki keadaan negeri kita di masa depan, kita arahkan.
Pimpinan dan segenap anggota MPR yang saya hormati,
Ketika saya melakukan berbagai kunjungan kenegaraan ke luar negeri, dengan agenda utama untuk menyampaikan komitmen Indonesia bagi terwujudnya Indonesia Baru yang lebih stabil, sejahtera dan demokratis, serta untuk mendapatkan dukungan dan bantuan yang tepat bagi langkah-langkah pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis, saya sering merasa prihatin melihat keadaan kita, ketika menyaksikan kehidupan bangsa lain yang telah demikian maju, stabil, demokratis dan sejahtera, yang sesungguhnya kondisi demikianlah yang hendak sama-sama kita tuju. Saya juga merasa makin tertantang untuk bersama saudara-saudara sekalian dan seluruh rakyat Indonesia, dapat segera mengatasi permasalahan nasional yang kita hadapi dewasa ini, ketika saya menyaksikan betapa negara-negara yang juga pernah mengalami krisis 2-3 tahun yang lalu, kini telah pulih bahkan mulai bangkit dan tumbuh kembali. Tentu saja saya tidak bermaksud untuk terlalu membandingkan dengan bangsa dan negara lain karena memang karakter, akar permasalahan dan kondisinya berbeda, namun setidaknya saya ingin mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk kembali bersatu dalam cita-cita, komitmen dan langkah bersama, untuk segera dapat mengatasi krisis yang masih terasa ada, menuju masa depan Indonesia yang lebih baik.
Hari ini, dalam forum terhormat ini, selaku Presiden yang mendapatkan mandat dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan yang menerima amanah dari seluruh rakyat Indonesia, saya akan melaporkan apa yang telah, tengah dan akan pemerintah lakukan sejak sepuluh bulan yang lalu, berikut berbagai permasalahan fundamental dan isu-isu kritis yang dihadapi, serta sejumlah raihan yang dapat dicapai. Sudah barang tentu, dikaitkan dengan amanah GBHN untuk periode 1999-2004, dikaitkan dengan tingginya harapan dan tuntutan masyarakat, serta dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang hendak dicapai oleh pemerintah sendiri, apa yang telah kami capai dalam sepuluh bulan ini benar-benar merupakan langkah awal dan capaian pertama, dari sebuah pekerjaan besar pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun sebagaimana yang diamanahkan dalam GBHN.
Pimpinan dan segenap anggota Majelis yang saya hormati,
Ibarat perjalanan sebuah kapal besar yang mengarungi samudera yang luas, di samping kita harus mengetahui di mana kita berada dan ke mana kita akan berlayar dan berlabuh,
kitapun harus memahami kondisi kapal kita serta memahami rintangan dan tantangan alam, agar perjalanan kapal kita bukan hanya selamat ke pantai tujuan tetapi juga lancar, cepat dan tepat. Demikian pula perjalanan bangsa Indonesia yang besar ini, dalam upaya membangun sosoknya yang lebih stabil, demokratis dan sejahtera di masa depan.
Dewasa ini negeri kita berada dalam masa transisi. Sebuah transisi menuju terwujudnya Indonesia Baru yang lebih stabil, demokratis, dan sejahtera, tanpa meninggalkan sistem nilai, cita-cita dan jati diri kebangsaannya. Belajar dari pengalaman banyak negara yang mengalami masa transisi, masa seperti ini memang penuh dengan kerawanan dan persoalan kritis, yang tidak jarang dapat mengakibatkan mundur dan terjatuhnya kehidupan sebuah bangsa. Para pelaku politik dan bahkan masyarakat luas cenderung dan sering merasa tidak perlu patuh pada perangkat, tatanan dan mekanisme yang ada, karena justru hal-hal itulah yang hendak dirombak, sementara perangkat, tatanan dan mekanisme baru belum terbentuk. Di sinilah terjadinya ketidak pastian, ketidak tertiban dan instabilitas sosial. Periode ini menjadi makin berbahaya jika pihak yang merasa lebih kuat, lebih populer dan superior, memaksakan kehendak, pikiran, hukum dan tatanannya sendiri.
Sementara bangsa kita memang tengah berada dalam masa transisi dengan kerawanan yang melekat seperti itu, permasalahan yang muncul dan hadir pada pasca krisis ini memang sungguh beragam, komplek dan serba muka. Baik itu permasalahan kritis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keamanan, dan hukum, maupun yang berkaitan dengan pudarnya rasa kepercayaan di antara kita semua. Di samping masalah-masalah yang fundamental sifatnya, tidak sedikit pula yang bersifat situasional, yang saling kait-mengait satu sama lain.
Sidang Majelis yang saya hormati,
Kita pahami bersama, bahwa keberadaan Orde Baru ditandai oleh kuatnya pengaruh eksekutif terhadap legislatif dan yudikatif, oleh dominasi Pemerintah Pusat terhadap Daerah, serta oleh patronasi pemerintah terhadap masyarakat. Akibatnya, terjadilah proses akumulasi ketidakpuasan dalam masyarakat, sehingga ketika pemerintahan Orde Baru berakhir, yang muncul adalah luapan-luapan emosional dan ketidakberaturan. Suasana psikologis inilah yang menjadi awal perjalanan pemerintahan hasil reformasi.
Permasalahan utama yang kita hadapi pada saat berlangsungnya peralihan kekuasaan adalah timbulnya gejala disintegrasi bangsa akibat konflik sosial yang bernuansa primordial, lahirnya gerakan separatisme di beberapa daerah, serta maraknya tindakan-tindakan anarki dan kriminalitas di kalangan masyarakat yang diiringi dengan tindak kekerasan.
Kesemuanya ini telah menimbulkan keresahan dan menurunkan rasa aman. Gairah untuk investasi menurun, pengangguran meningkat, dan kesejahteraan sosial merosot tajam, terutama di daerah yang dilanda kerusuhan.
Gejala dan arus disintegrasi bangsa yang membahayakan ini menguat karena, di satu sisi, merupakan protes dari daerah terhadap pusat yang selama ini dinilai kurang memperhatikan serta kurang memberikan keadilan dan keseimbangan dalam pembangunan bagi daerah. Namun, di sisi lain juga diakibatkan oleh robeknya kohesi dan integrasi sosial, akibat belum kokoh dan melembaganya kerukunan, toleransi dan harmoni masyarakat yang berlangsung selama ini. Kita baru sadar, dan barangkali sungguh terlambat, bahwa bangsa kita yang amat majemuk dan kaya dengan akar konflik ini belum memiliki lembaga, perangkat hukum dan etika untuk sebuah resolusi konflik yang efektif.
Arus disintegrasi yang benar-benar mengancam eksistensi negara kesatuan dan keutuhan nasional kita dewasa ini, nampaknya makin diperkeruh lagi dengan tingginya konflik dan "power struggle" antar elit dan kekuatan politik, sehingga terus terang situasi politik memang masih terasa panas. Suhu politik seperti ini kita rasakan juga mengalir dan berdampak pada masih terasanya intensitas pertentangan dan konflik fisik di sebagian masyarakat kita.
Dalam suasana dan kondisi seperti inilah saudara-saudara, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang kritis dan fundamental warisan masa lalu dan pasca krisis, dihadapkan pada tingginya tuntutan dan harapan masyarakat, serta dikaitkan dengan kemampuan dan batas kemampuan pemerintah, pemerintah terus berupaya, bekerja, dan berjuang untuk melaksanakan tugas-tugas besar, yaitu: mengatasi krisis, melanjutkan reformasi, menjaga keutuhan bangsa, dan melanjutkan pembangunan nasional, sesuai amanah GBHN.
Pimpinan dan Anggota Majelis yang saya hormati,
Tugas-tugas besar ini sesungguhnya adalah misi yang harus diemban oleh seluruh komponen bangsa dan seluruh rakyat Indonesia. Tentu saja pemerintah memiliki peran yang amat sentral dalam mengajak dan menggerakkan unsur masyarakat untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara positif.
Mengalir dari visi yang tertuang dalam GBHN 1999-2004, yang pada intinya pembangunan nasional yang kita lakukan adalah menuju "terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia", pemerintah telah menyusun lima agenda pokok pembangunan. Kelima agenda tersebut adalah: (1) membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan kesatuan dan persatuan; (2) mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih; (3) mempercepat pemulihan ekonomi serta membangun landasan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan; (4) meningkatkan pembangunan kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya; serta (5) meningkatkan pembangunan daerah.
Berangkat dari kelima agenda pokok pembangunan ini pemerintah menjabarkan dan mengaplikasikannya dalam berbagai kebijakan dan program aksi berikut prioritas-
prioritasnya. Di samping tetap merujuk kepada GBHN dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) sebagai acuan, pemerintah tentu akan bersifat fleksibel, proaktif dan responsif. Gerak pembangunan bangsa bukanlah gerakan yang linier dan simetris, tetapi sarat dengan diskontinyuitas dan perubahan.
Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,
Di bidang politik dan keamanan, kita mewarisi keadaan yang sarat dengan pertentangan kepentingan, yang di sana-sini disertai dengan berbagai pelanggaran hukum. Walaupun pemerintahan yang lahir dari hasil pemilihan umum 1999 ini telah memiliki legitimasi dan merefleksikan kehendak rakyat, kehadirannya tidak serta merta dapat meredam seluruh suasana konflik, yang akar-akarnya tertanam jauh ke dalam bumi politik, ekonomi dan sosial kita.
Disharmoni sosial yang terjadi dalam hubungan antar suku, antar penganut agama, dan antar kelompok rasial, seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini, telah menyulitkan pemerintah dalam menetapkan prioritas kebijakan. Semua permasalahan yang dihadapi sama pentingnya, sehingga tidak ada jalan lain kecuali menanganinya secara simultan.
Sebenarnya, keseluruhan agenda reformasi ini dapat saja kita laksanakan secara sistematis dengan hasil yang lebih baik, seandainya saja masyarakat secara keseluruhan mau bersikap sabar dan sepakat menciptakan suasana yang kondusif, dengan menghindari terjadinya berbagai konflik sosial dan tindak kekerasan. Tetapi ini tidak terjadi. Sehingga, sebagian dari tenaga dan waktu yang semestinya dapat kita gunakan untuk mempercepat pelaksanaan reformasi itu, terpaksa digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah tambahan tadi.
Reformasi politik yang kita lakukan baru sampai pada taraf peletakan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai landasan bekerjanya proses demokrasi; pengembangan kelembagaan baru pada taraf refungsionalisasi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif; dan proses rekrutmen pada berbagai jabatan di ketiga cabang kekuasaan itu pun baru pada taraf awal, sehingga belum seluruhnya merefleksikan semangat reformasi itu sendiri.
Sementara itu, pada saat yang sama semangat untuk berdemokrasi telah bergerak cukup jauh, dan sebagian dari rakyat kita tidak sabar menunggu proses pelembagaan demokrasi yang sedang kita tata ulang itu. Akibatnya, terjadilah berbagai penyimpangan yang sifatnya sangat substansial. Makna demokrasi telah diperdangkal sekedar sebagai demonstrasi, supremasi hukum disimpangkan sebagai pengadilan rakyat, serta otonomi daerah didistorsi melalui berbagai tuntutan dan aksi untuk menguasai seluruh sumber-sumber pendapatan negara yang ada di daerah. Tindakan tegas aparat dalam menghadapi aksi-aksi kekerasan, sering menjadi obyek hujatan. Perlu kita pahami bersama, bahwa kebebasan tanpa keteraturan, dan tanpa ketaatan pada konstitusi, hukum dan etika, sesungguhnya bukanlah demokrasi, melainkan anarki.
Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,
Masih dalam bidang politik dan keamanan, kini kita juga berhadapan dan ditantang untuk menyelesaikan masalah gerakan separatisme yang bergerak di Aceh dan di Irian Jaya. Di dua wilayah itu, harus diakui sudah berlangsung kampanye anti Negara Kesatuan Republik Indonesia yang cukup intensif. Pada saat yang sama, kita pun berhadapan dengan suasana yang semakin buruk di Maluku, yang menyebabkan pemerintah sampai pada keputusan untuk menerapkan pendekatan darurat sipil di daerah itu. Disharmoni sosial yang melibatkan agama di Maluku tersebut jelas mengandung potensi disintegrasi bangsa yang sangat serius, yang kalau tidak segera dihentikan, bisa saja meluas ke daerah-daerah lain di Indonesia. Gejala perluasan itu dapat kita amati melalui kasus Poso, dan upaya serupa pernah dicobakan namun gagal di Jakarta dan Medan.
Dengan kata lain, secara politik, negara dan bangsa kita kini sedang berhadapan dengan ancaman disintegrasi teritorial melalui gerakan separatisme, dan ancaman disintegrasi kebangsaan melalui konflik antar pemeluk agama dan antar suku. Oleh karena itu, sekali lagi tiada pilihan lain bagi kita semua kecuali harus menyatukan langkah dan mengerahkan seluruh tenaga yang kita miliki untuk menyelesaikan masalah-masalah fundamental tersebut.
Dunia yang semakin transparan dewasa ini sesungguhnya ikut prihatin melihat perkembangan di Indonesia. Beberapa di antara negara-negara sahabat secara tulus telah menyatakan dukungan penuh mereka untuk membantu kita ke luar dari kemelut itu. Kalau kemudian kita sendiri tidak menyadari betapa perlunya membangun kembali solidaritas kebangsaan, mengkonsentrasikan diri pada upaya untuk menyelesaikan masalah ini, dan apalagi kalau yang mereka saksikan sehari-hari hanyalah gerakan protes, ekspresi ketidak-puasan, kerusuhan, proses saling menuding dan menyalahkan, maka bukan tidak mungkin mereka menilai bahwa kita tidak mampu mengatasi persoalan domestik kita.
Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,
Sesuai dengan amanah GBHN 1999, pemerintah secara konsisten telah menerapkan kebijakan politik demokratisasi secara sistematis dan terlembagakan. Salah satu wujud dari kebijakan ini adalah pemisahan antara TNI dan Polri. Proses pemisahan itu tentu tidak dapat selesai dalam waktu singkat, mengingat penataan kembali akan menyentuh seluruh piranti, mulai dari aspek struktur, kultur, doktrin hingga payung peraturan perundang-undangan yang diperlukan. Salah satu aspek terpenting yang diperlukan agar TNI dan Polri dapat melakukan fungsi masing-masing secara efektif adalah ketegasan tentang peran, tugas, dan kewenangan TNI dan Polri yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penguatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat di daerah, dilakukan melalui pelaksanaan Undang Undang No. 22 Tahun 1999. Pemilihan Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten, dan
Kota seluruhnya berlangsung sesuai dengan dinamika yang ada di daerah. Intervensi pemerintah terhadap proses itu sama sekali tidak ada. Ini merupakan suatu perubahan yang luar biasa dibandingkan dengan proses serupa pada pemerintahan Orde Baru. Bahkan untuk jabatan Gubernur yang menurut Undang Undang No. 22 Tahun 1999 masih sekaligus merupakan Wakil Pemerintah, dan karena itu pencalonannya harus dengan terlebih dulu berkonsultasi dengan Presiden, dalam praktek pemilihannya sama sekali tidak pernah terganggu oleh sikap dan penilaian subyektif Presiden.
Pada saat yang sama, terbukanya kran kebebasan pers yang telah berlangsung tetap kita teruskan. Memang di sana-sini ada ekses yang ditimbulkan oleh kebebasan itu, karena masih juga ada segelintir media yang belum sepenuhnya memahami dan menerapkan etika jurnalistik secara konsekuen. Namun, saya percaya bahwa hal semacam itu akan terkoreksi dengan sendirinya oleh masyarakat madani yang semakin hari pun semakin mengalami proses penguatan.
Logika di balik kebebasan pers itu adalah dengan tersedianya berbagai alternatif sumber berita, kemampuan masyarakat untuk menyeleksi berita akan terbentuk secara wajar. Kelak, jika masyarakat madani seperti itu sudah terbentuk, maka media komunikasi yang terbiasa memanipulasi berita, menyembunyikan sebagian fakta dan mendramatisasi sebagian yang lain, apalagi yang melakukan fabrikasi berita tanpa fakta, akan tersingkir dan tidak mampu bertahan dengan sendirinya.
Karena itu, pembangunan politik kita ke depan adalah suatu upaya sadar dari pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesepakatan maksimal dalam memberi makna pada sistem demokrasi. Dimensi demokratis dari pemerintahan kita akan terlihat dari semakin terbangunnya tingkat keseimbangan relatif dan saling cek dalam hubungan-hubungan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sementara itu, dimensi demokratis dari masyarakat kita adalah semakin terbangunnya sejumlah kesepakatan nilai untuk kesetaraan di depan hukum dan pemerintahan, kesetaraan dalam kompetisi dan kontestasi politik, kemandirian, dan kemampuan menyelesaikan berbagai konflik dengan cara-cara damai.
Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, perubahan Departemen Pertahanan-Keamanan menjadi Departemen Pertahanan dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pertahanan dari fungsi keamanan, sehingga memberi penegasan tentang perumusan kebijakan yang diperankan oleh Menteri Pertahanan dan operasionalisasinya yang diperankan oleh Panglima TNI. Pemisahan Polri dari TNI, dan penempatan Polri langsung di bawah Presiden adalah konsekuensi dari terlepasnya fungsi keamanan dari fungsi pertahanan.
Reformasi internal dalam tubuh TNI dan Polri terus bergerak maju. Esensi reformasi TNI adalah pengunduran dirinya dari fungsi sosial politik untuk memusatkan perhatian pada tugas pokok pertahanan negara dalam menghadapi ancaman dari luar negeri, seraya menyerahkan tanggungjawab keamanan dalam negeri kepada Polri. Reformasi internal TNI juga mengakhiri doktrin kekaryaan, sehingga tidak lagi kita temukan prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil. Proses reformasi TNI dan Polri ini akan terus berlanjut dalam rangka pembangunan kekuatan pertahanan yang profesional dan
fungsional, serta Polri yang mandiri. Semua ini dilakukan untuk memperkuat landasan bagi bekerjanya agenda demokratisasi, yang kita sadari tidak akan berjalan tanpa suasana yang tertib dan teratur.
Dalam hubungan ini, saya perlu mengingatkan seluruh kekuatan bangsa kita bahwa sistem demokrasi yang ingin kita bangun dalam era reformasi ini adalah kombinasi dari kehadiran pemerintah yang memiliki kemampuan resistensi terhadap otoritarianisme, dan kehadiran suatu masyarakat yang memiliki kemampuan resistensi terhadap anarkisme. Otoritarianisme dan anarkisme adalah dua penyakit yang selalu mengintip perjalanan sistem demokrasi yang baru. Keduanya adalah musuh demokrasi yang harus kita lawan dengan segala cara.
Sejalan dengan komitmen demokratisasi itu, pemerintah dengan dukungan lembaga-lembaga legislatif dan yudikatif pun sudah mengambil langkah-langkah pembenahan di bidang hukum demi segera terwujudnya supremasi hukum di negeri ini. Penyelesaian berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk yang sifatnya memperkuat independensi badan-badan peradilan dan badan-badan penyidik telah dilakukan. Walaupun harus diakui bahwa penegakan hukum belum mencapai suatu prestasi yang sangat membanggakan, mengingat masa transisi yang kita lalui saat ini berhadapan dengan banyak kendala, namun sangat jelas bahwa langkah-langkah yang ditempuh sudah berada di jalur yang benar. Pemerintah akan tetap konsisten dalam penegakan supremasi hukum dan pemberantasan KKN.
Proses hukum, di negara manapun memerlukan waktu, agar keadilan yang menjadi ukuran dari supremasi hukum itu sendiri tidak dikorbankan. Dalam sistem hukum yang benar, kita tidak bisa berlaku sewenang-wenang, atau secara emosional menyelesaikan suatu perkara, hanya untuk memuaskan rasa dendam masyarakat atau kebencian orang seorang. Dunia sedang menyorot kita, apakah kita bisa melaksanakan proses demokratisasi, penjagaan kelestarian lingkungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia secara benar, terhormat, dan karena itu beradab. Sebagai bangsa yang besar, kita sedapat mungkin mampu memainkan peran keteladanan tentang bagaimana suatu proses transisi dari otoritarianisme ke demokrasi, dari sistem yang bersifat "personal rule" ke supremasi hukum, berlangsung dengan aman dan sukses.
Pimpinan dan Anggota MPR yang saya muliakan,
Penanganan masalah Aceh kita lakukan dengan meng-kombinasikan pendekatan kemanusiaan dengan penegakan hukum. Walaupun jeda kemanusiaan yang sedang berlangsung saat ini belum sepenuhnya menghentikan tindak kekerasan, mengingat masih saja ada unsur-unsur ekstremis yang bergerak di luar kendali TNI/Polri dan GAM, paling tidak telah membentuk suasana psikologis dalam masyarakat tentang adanya keinginan masing-masing pihak untuk mencari solusi atas konflik yang sudah memakan banyak korban tersebut. Pemerintah bertekad untuk terus melakukan upaya rekonsiliasi di Aceh. Kelak, apabila kondisi keamanan telah pulih kembali, pemerintah tentu akan dapat melakukan rehabilitasi secara lebih efektif atas infrastruktur yang hancur selama terjadi
pertikaian. Saat ini pun pemerintah sedang mempersiapkan RUU tentang Otonomi Khusus di Aceh, sebagai pelaksanaan dari amanah SU-MPR tahun 1999. Rancangan yang datang dari pemerintah daerah dan DPRD Aceh tentang hal ini sedang dikaji secara intensif, dan di sana-sini disesuaikan dengan semangat konstitusi negara kita. Insya Allah, Otonomi khusus Aceh tersebut akan terwujud dalam tahun 2000 ini juga. Dengan otonomi khusus itu diharapkan akan lahir pemerintah daerah yang lebih efektif dalam membawa masyarakat Aceh mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Penerapan otonomi khusus juga akan diberlakukan di Irian Jaya, tanah Papua, kurang lebih bersamaan dengan diberlakukannya sistem yang sama di Aceh. Ini dimaksudkan untuk memberi peluang yang lebih besar bagi pengembangan wilayah Irian Jaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. Naskah dari DPRD Irian Jaya tentang otonomi khusus tersebut juga sedang dikaji dan segera diselesaikan dalam tahun ini.
Adanya niat baik dari DPRD-DPRD di Aceh dan Irian Jaya untuk secara mandiri merumuskan aspirasi masyarakatnya dalam tatanan otonomi khusus, merupakan bukti masih kuatnya komitmen dari mayoritas masyarakat kedua daerah itu untuk tetap mem-pertahankan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan separatisme yang muncul di dua daerah itu bukanlah representasi dari sikap masyarakatnya secara keseluruhan. Namun harus diakui, bahwa gerakan itu bukanlah sesuatu yang lahir tanpa sebab. Hal itu sekurang-kurangnya dipicu oleh bertemunya tiga faktor. Pertama, kelalaian pemerintah selama ini dalam memberi respon yang optimal terhadap tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, justru pada saat yang sama berlangsung eksploitasi yang intensif atas sumber daya alam yang ada di kedua daerah itu. Kedua, kurang terakomodasinya kepentingan lokal dalam proses politik di daerah, akibat dominasi pemerintah yang berlebihan. Khusus untuk Irian Jaya, hal ini sangat dirasakan dalam proses rekrutmen di lingkungan birokrasi pada berbagai bidang dan tingkatan. Ketiga, memang ada anasir-anasir separatis yang fanatik dan secara sistematis memanfaatkan kekecewaan masyarakat demi agenda politik anti-Indonesia.
Karena itu, pemerintah akan terus mengkombinasikan pendekatan kesejahteraan, pendekatan persuasif dan akomodatif dalam proses politik serta rekrutmen birokrasi, dan pendekatan keamanan yang berintikan penegakan hukum, di dalam menyelesaikan masalah Aceh dan Irian Jaya.
Khusus untuk kasus Maluku, pemerintah melihat konflik horizontal yang sudah berlangsung hampir dua tahun itu sebagai ancaman yang sangat serius terhadap nilai persaudaraan kita sebagai bangsa. Karena itu, upaya-upaya rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang saling bertikai akan terus dilakukan. Pada saat yang sama, penindakan terhadap mereka yang melanggar hukum pun akan dilakukan lebih tegas lagi.
Menghadapi semua ini, pemerintah menegaskan sikapnya untuk tidak membuka jalur kompromi, apalagi memberi toleransi terhadap semua gerakan separatisme di negeri ini. Sikap yang sama juga perlu saya tegaskan dalam menghadapi semua bentuk tindak kekerasan dan pemaksaan kehendak oleh siapa pun, dan di mana pun. Bangsa ini sudah
memberikan pengorbanan sia-sia dalam jumlah yang sangat banyak, akibat berbagai tindakan kekerasan dalam dua tahun terakhir ini.
Jika kita, yang sekarang sedang mengemban amanah memimpin bangsa ini gagal mempertahankan nasionalisme, tidak mampu menegakkan kedaulatan rakyat, lambat dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, membiarkan terjadinya kemerosotan peradaban, dan gagal menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia, sejarah akan mencatat betapa kita telah menodai cita-cita luhur para pendiri bangsa dan negara ini. Sejarah akan mencatat betapa kegagalan itu akan mengakibatkan hancurnya cita-cita kemerdekaan, yang fondasinya ditegakkan dengan susah payah oleh para pendahulu kita. Oleh karena itu, hal ini tidak boleh terjadi. Kita harus bersatu-padu untuk mampu mengemban misi besar tersebut.
Dalam perkembangan dunia yang kian mengglobal dan transparan ini, kesetiaan dan solidaritas nasional merupakan prasyarat dan landasan bagi kita dalam memposisikan diri dan tampil terhormat dalam percaturan dunia. Kita juga harus mampu membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa Indonesia tetap dapat mengatasi persoalannya, dan terus berkembang menjadi bangsa yang semakin maju dan sejahtera. Karena, betapapun intensifnya manuver diplomasi yang telah kita lakukan, keberhasilannya justru sangat ditentukan oleh apa yang telah kita lakukan di dalam negeri. Kehormatan suatu bangsa dalam pandangan dunia sangat ditentukan oleh prestasi-prestasi yang dapat dicapai oleh bangsa itu di berbagai bidang. Dan, prestasi di bidang apa pun hanya mungkin dicapai jika bangsa itu bisa memelihara suasana politik dan keamanan dalam negeri yang kondusif.
Perlu saya sampaikan bahwa dalam berbagai forum global dan penyelesaian persoalan regional, Indonesia sering diminta untuk tampil dan memberikan kontribusinya. Ini menunjukkan bahwa negeri kita masih sangat diperhitungkan dalam percaturan global yang terus berlangsung secara dinamis. Hal ini di satu sisi merupakan kehormatan, tetapi di sisi lain tentu merupakan tantangan.
Upaya pemulihan ekonomi nasional terus kita lakukan dengan mengundang masuknya investasi dari luar negeri ke Indonesia. Sesungguhnya, minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang besar amat tinggi. Tetapi ini hanya dapat dicapai kalau kita sukses memperbaiki citra Indonesia, sehingga kepercayaan internasional terhadap Indonesia pulih kembali. Sehubungan dengan itu, Pemerintah telah mancanangkan "diplomasi ekonomi" dalam hubungan luar negeri. Rangkaian lawatan saya beserta beberapa Menteri dan kalangan pengusaha nasional ke beberapa negara sahabat, tiada lain dimaksudkan untuk semaksimal mungkin mengupayakan pemulihan perekonomian nasional kita. Hasil kunjungan pun segera terasa dari adanya dukungan kuat masyarakat internasional terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi dampak krisis dan menjaga integritas wilayahnya. Dari pembicaraan saya dengan para pemimpin dunia itu, saya tahu bahwa mereka semua memberi tanggapan positif dan bersedia mendukung upaya pemulihan ekonomi dan langkah-langkah demokratisasi di Indonesia.
Pelaksanaan hubungan ekonomi luar negeri semaksimal mungkin kita arahkan untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada negara-negara yang memiliki kemampuan keuangan, manajemen, teknologi dan jaringan (networking). Negara-negara tersebut mencakup Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, serta negara-negara lain seperti negara-negara ASEAN, Asia Timur dan Pasifik serta Timur Tengah.
Pimpinan MPR dan Anggota Majelis yang saya muliakan,
Krisis ekonomi yang melanda negara kita telah menyebabkan mundurnya kegiatan perekonomian, menurunnya kesejahteraan rakyat dan rusaknya institusi-institusi ekonomi penting. Arah kebijakan ekonomi pemerintah saat ini adalah memulihkan dan memelihara stabilitas makro, termasuk pertumbuhan ekonomi, menata dan membangun kembali institusi-institusi ekonomi, memperbaiki struktur ekonomi agar menjadi sehat-adil dan kompetitif, melindungi kelompok ekonomi lemah dan miskin serta meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, jelas tidak sekedar mendorong pertumbuhan ekonomi. Jauh lebih penting dari itu adalah melakukan tindakan korektif terhadap kesalahan-kesalahan masa lalu. Upaya menumbuhkan semangat dan nilai baru dalam penyelenggaraan kegiatan ekonomi yang berdasarkan asas kejujuran, profesionalitas, dan keseimbangan antara tanggung-jawab individual dan sosial, perlu terus dilakukan. Keberhasilan pemulihan ekonomi harus diukur melalui terciptanya rasa keadilan, rasa ikut memiliki dan berpartisipasinya rakyat dalam proses pembangunan.
Stabilitas perekonomian pada saat pergantian pemerintahan, memang cukup baik setelah mengalami gejolak yang sangat dahsyat sepanjang tahun 1998. Realitas tersebut harus kita akui sebagai keberhasilan pemerintah sebelumnya yang menjadi pondasi awal bagi kinerja pemerintahan baru, meskipun belum cukup kuat bagi sebuah kebangkitan kembali perekonomian nasional. Kondisi obyektif dari seluruh tatanan perekonomian nasional yang diwariskan kepada pemerintah baru, sungguh sangat berat. Ini ditandai oleh tingkat output riil yang lebih rendah, sistem perbankan yang masih rapuh, dan kredit macet yang sangat tinggi. Pada saat yang sama, tingkat kesejahteraan masyarakat pun mengalami kemerosotan yang ditunjukkan oleh menurunnya pendapatan per kapita dan meningkatnya jumlah penduduk miskin. Tingkat upah rata-rata yang lebih rendah dan terus berlangsungnya pemutusan hubungan kerja, telah menambah jumlah penganggur, sehingga beban sosial yang kita pikul semakin berat.
Semua itu jelas sangat menyulitkan kondisi keuangan negara. Jumlah hutang pemerintah melonjak sepanjang krisis, dan telah melewati ambang batas aman; terutama yang berasal dari hutang dalam negeri akibat pelaksanaan program restrukturisasi perbankan. Pemerintah juga masih harus menghadapi beban persoalan struktural; seperti lemahnya sistem peradilan dan sistem penegakan hukum, korupsi yang meluas, dan buruknya cara pengelolaan (governance) berbagai institusi publik dan sektor swasta. Akibatnya, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan kepada institusi publik lainnya menurun.
Wibawa dan kredibilitas institusi publik berada pada titik yang paling rendah, sehingga pelaksanaan upaya pemulihan ekonomi tidak mungkin dilakukan secara cepat.
Sementara itu, program penanganan krisis dan pemulihan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah sebelumnya, dengan mengundang badan keuangan internasional (International Monetary Fund), telah membawa konsekuensi perubahan yang mendasar dalam proses kebijakan publik. Keikutsertaan IMF yang didukung pendanaan yang besar dalam program pemulihan ekonomi Indonesia, mengharuskan adanya disiplin dan komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk menepati kerangka kebijakan yang telah disepakati. Hal ini sering dipersepsikan sebagai intervensi terhadap kedaulatan pemerintah. Namun, pemerintah memandang bahwa komitmen internasional itu harus tetap dijaga, dan program pemulihan ekonomi sudah seharusnya menjadi hak milik kita sendiri. Perlu saya tegaskan, bahwa dalam konteks kerjasama kita dengan IMF, tidak berarti kita tidak memiliki prakarsa dan ruang gerak yang cukup, termasuk perlunya mempertimbangkan aspek non-ekonomi dalam berbagai kebijakan ekonomi kita. Dengan kesadaran, disiplin dan sikap kemandirian, rasa tanggungjawab yang besar, pemerintah akan terus melaksanakan kebijakan-kebijakan yang memang secara obyektif akan membawa dampak baik bagi pengelolaan ekonomi kita.
Pimpinan MPR dan Anggota Majelis yang saya muliakan,
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa negara-negara yang mengalami krisis ekonomi yang berat, apalagi yang disertai persoalan multidimensi, membutuhkan waktu cukup panjang untuk mencapai kemajuan yang berarti. Namun, dalam waktu yang terbatas ini, beberapa kemajuan obyektif di bidang ekonomi dan keuangan telah kita capai.
Hingga saat ini kita tetap dapat memelihara dan mempertahankan disiplin kebijakan makro ekonomi yang merupakan kunci penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi suatu upaya pemulihan. Di bidang kebijakan fiskal, pemerintah telah berhasil menyusun anggaran periode transisi selama 9 bulan (April-Desember 2000) sehingga sesuai tahun kalender. Di samping itu, pemerintah juga menerapkan struktur penyajian data anggaran sesuai format internasional yang lebih transparan dan jujur.
Keberhasilan pemerintah dalam meletakkan kebijakan fiskal (APBN) yang hati-hati, sangat patut digaris bawahi, melihat begitu singkatnya waktu yang tersedia. Pemerintah juga berhasil mendapatkan dukungan pembiayaan dari luar negeri yang tergabung dalam Counsultative Group on Indonesia (CGI) untuk menutup defisit secara aman serta penjadwalan hutang. Pencapaian tersebut jelas sangat membantu kemampuan pemerintah untuk melakukan stimulasi fiskal yang memadai, mempersiapkan pelaksanaan misi desentralisasi fiskal, serta melakukan perlindungan kepada kelompok miskin tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian. Pada saat yang sama, tekanan populis dalam bentuk permintaan kenaikan gaji pegawai negeri yang sangat tinggi dan keinginan mempertahankan subsidi, bukanlah masalah yang mudah untuk diatasi dan dipenuhi secara memuaskan.
Kemajuan yang dicapai di sektor perbankan yang sempat rontok akibat krisis, cukup banyak untuk ukuran waktu sembilan bulan. Saat ini hampir seluruh proses rekapitalisasi perbankan telah diselesaikan. Rekapitalisasi juga didukung oleh penunjukkan manajemen baru yang lebih padu (solid), disertai penerapan kontrak manajemen dan kontrak kinerja untuk menjaga kondisi kesehatan bank tersebut. Pemerintah bersama Bank Indonesia terus meningkatkan pengawasan terhadap bank-bank pemerintah yang telah direkapitalisasi. Langkah ini dilakukan untuk mencegah tumbuhnya kembali praktik-praktik perbankan yang buruk di masa lalu, yang menyebabkan keterpurukan ekonomi kita.
Sejalan dengan upaya penyehatan perbankan, program restrukturisasi hutang perusahaan yang sudah lama tidak mencapai kemajuan berarti, telah pula ditata dan diefektifkan kembali. Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) telah menetapkan kebijakan-kebijakan dasar bagi restrukturisasi hutang perusahaan, baik yang berada di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) maupun yang akan ditangani oleh Satuan Tugas Prakarsa Jakarta. Pada saat yang sama, pemerintah juga akan menerapkan mekanisme ancaman hukum yang berwibawa dan dipercaya agar percepatan restrukturisasi dapat tercapai. Pembentukan tim ekonomi bersama kejaksaan dan kepolisian untuk menangani debitur tidak kooperatif, penunjukkan hakim ad-hoc, serta pembentukan tim untuk mengawasi korupsi di pengadilan, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki kinerja aspek hukum dalam rangka pemulihan ekonomi. Semua kemajuan ini adalah hasil kerja keras yang telah dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya, termasuk lembaga legislatif, yudikatif serta partisipasi masyarakat termasuk media massa.
Perlu saya tegaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen yang tinggi bagi perbaikan ekonomi kecil, menengah dan koperasi yang melibatkan sebagian besar rakyat kita. Pola pendekatan yang diterapkan bersifat holistik, yaitu perpaduan berbagai kebijakan, mulai dari pemberdayaan sumber daya manusia dan manajemen, penghapusan distorsi pasar, termasuk koreksi terhadap praktek persaingan yang tidak adil dan tidak sehat, hingga perluasan akses pemasaran, modal dan informasi. Kebijakan pemihakan berupa penyediaan kredit program yang bersubsidi dan modal ventura yang bersifat konstruktif, juga diterapkan. Untuk itu, evaluasi dan tindakan korektif terhadap penyalahgunaan kredit program sedang dipersiapkan.
Dalam proses pemulihan ini, pemerintah juga terus melakukan tindakan korektif terhadap berbagai kesalahan akibat praktik KKN masa lalu, terutama yang berhubungan dengan kontrak-kontrak dan ijin produksi, investasi dan perdagangan yang merugikan rakyat, menyalahi prinsip keadilan dan mengabaikan kelestarian serta perlindungan lingkungan hidup, meskipun kita harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi perjanjian internasional. Permasalahan ini terdapat di hampir semua sektor, termasuk sektor sarana dan prasarana seperti listrik, telekomunikasi, pelabuhan, industri manufaktur, dan sektor primer seperti pertanian, kehutanan dan perkebunan, juga sektor pertambangan dan energi.
Tindakan korektif juga akan terus dilakukan terhadap kebijakan subsidi yang tidak tepat sasaran dan membebani anggaran. Perubahan terhadap subsidi pangan melalui Operasi Pasar Khusus serta subsidi BBM dan listrik akan dilakukan demi mengurangi beban anggaran. Penyesuaian kebijakan ini dilakukan dengan tetap melindungi kepentingan kelompok miskin.
Pimpinan MPR dan Anggota Majelis yang saya muliakan,
Dengan dilaksanakannya program-program pemulihan itu, perekonomian kita telah bergerak ke luar lingkaran krisis, meskipun masih dalam taraf yang sangat dini dan belum kokoh. Pencapaian selama sembilan bulan ini, meskipun secara obyektif sudah cukup banyak, masih terlalu sedikit bila dibanding harapan pemerintah sendiri serta penugasan sesuai amanat GBHN untuk memenuhi harapan rakyat.
Kedepan, pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, akan bersandar kepada empat pilar program yaitu: penjagaan atas stabilitas makro ekonomi; perkuatan institusi ekonomi; perbaikan kebijaksanaan struktural; serta perlindungan dan pemberdayaan kelompok tertinggal, tidak mampu, dan miskin. Untuk menjaga stabilitas makro yang kondusif bagi pemulihan ekonomi, pemerintah akan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian yang selaras dengan dinamika pemulihan itu sendiri.
Pemerintah menyadari bahwa kondisi APBN ke depan akan semakin diperberat oleh besarnya tekanan-tekanan populis yang bisa melanggar rambu-rambu kehati-hatian, serta hutang pemerintah yang harus dikelola. Karena itu, pemerintah akan mengupayakan terpupuknya surplus fiskal primer yang cukup signifikan, dan mengurangi risiko fiskal yang berasal dari kewajiban kontinjensi. Pemerintah juga sedang membangun infrastruktur pasar obligasi dan kelengkapan kelembagaan, peraturan, serta pengelolaan risiko dan pengembangan instrumen yang tepat untuk manajemen hutangnya.
Kebijakan fiskal juga mencakup konsolidasi atas berbagai rekening pemerintah dan militer berikut yayasan-yayasan yang selama ini dicatat di luar neraca, serta konsolidasi atas anggaran pemerintah daerah. Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah dari aspek perimbangan keuangan pusat dan daerah mulai Januari 2001, pasti tidak akan langsung memuaskan semua pihak. Meskipun demikian, komitmen pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal tidak akan berubah.
Di bidang moneter, Bank Indonesia akan terus melaksanakan kebijakan moneter sesuai target dan kebutuhan ekonomi yang ditetapkan. Pemerintah akan terus menghormati independensi Bank Indonesia dalam menentukan kebijakan moneter. Dalam rangka menjaga stabilitas makro, pemerintah akan terus bekerjasama secara konstruktif dengan Bank Indonesia untuk memperkuat fundamental ekonomi kita sehingga tercermin secara realistis dalam nilai tukar rupiah.
Pilar kedua dalam rangka pemulihan ekonomi adalah memperbaiki dan memperkuat institusi ekonomi. Pemulihan sektor riil menjadi perhatian penting pemerintah saat ini.
Dalam jangka pendek, pemulihan sektor riil akan membuka lapangan kerja baru untuk menyerap pengangguran dengan menggunakan kapasitas industri yang lebih besar. Dalam jangka panjang, restrukturisasi perekonomian harus mendorong peningkatan daya saing nasional, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, dan pencapaian produk yang bermutu dan efisien.
Retrukturisasi baru dikatakan berhasil bila juga disertai penerapan prinsip pengelolaan yang baik (good governance). Salah satu amanat GBHN yang harus dilaksanakan oleh pemerintahan ini adalah pemberantasan KKN. Good governance tidak hanya mengubah peraturan, tetapi juga menerima dan menerapkan nilai-nilai baru sebagai suatu cara hidup baru. Hal ini sangat penting mengingat masalah korupsi sudah sangat struktural dan membudaya.
Dalam rangka perbaikan institusi, berdasarkan hasil audit, berbagai kegiatan korektif akan dilakukan pada institusi-institusi penting seperti Bulog, Pertamina, PLN dan berbagai lembaga strategis lainnya. Bank Indonesia juga harus melakukan tindakan korektif internal dalam rangka menciptakan kewibawaan dan kepercayaan publik terhadap fungsi dan keberadaan Bank Sentral.
BPPN dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki misi yang sama dari sisi anggaran yaitu menghasilkan penerimaan dari penjualan aset dan privatisasi. Meskipun demikian, penjualan aset dan privatisasi bukan ditujukan hanya untuk menaikkan pendapatan negara, namun yang lebih penting dari itu adalah untuk mencegah pemburukan kualitas aset dan meningkatkan efisiensi. Pengalaman internasional menunjukkan, pemburukan kualitas aset akan menyebabkan tingkat pengembalian yang hanya sekitar 30-40% dari nilai asalnya. Untuk menghindari itu, BPPN akan mempercepat penjualan aset swasta yang dikelolanya.
BUMN dimasa lalu justru menjadi sumber inefisiensi dan obyek korupsi pejabat pemerintah. Sebuah rencana menyeluruh untuk pelaksanaan program privatisasi BUMN dalam bentuk perbaikan efisiensi, transparansi, akuntabilitas publik, serta profitabilitas BUMN telah disiapkan.
Pemerintah juga akan meletakkan kembali dasar-dasar pembangunan sektor ekonomi yang sehat, kompetitif dan produktif, adil dan berkelanjutan. Titik perhatian pemerintah adalah pembangunan sektor pertanian termasuk kehutanan, perkebunan, perikanan, maritim untuk ketahanan dan diversifikasi pangan, sekaligus perbaikan kesejahteraan pelaku ekonomi. Industri manufaktur dibangun kembali untuk menciptakan struktur dan keterkaitan industri yang kuat dan kompetitif. Sektor sarana dan prasarana harus mencapai efisiensi dan keandalan, serta keamanan yang terjaga. Sektor jasa yang bermutu, efisien, kompetitif dan terjangkau juga harus diwujudkan.
Pertumbuhan ekspor yang menggembirakan, serta restrukturi-sasi industri, perhubungan, pertambangan dan energi yang memiliki kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara terus didorong dan dilaksanakan. Dalam kaitan ini aspek lingkungan hidup dan
pengembangan masyarakat (community development) merupakan prasyarat dan tidak boleh diabaikan dalam keseluruhan pengembangan ekonomi dan industri nasional.
Pilar ketiga adalah meneruskan kebijakan struktural dengan meletakkan kelengkapan aturan-aturan yang diperlukan agar mekanisme pasar dapat berjalan secara efisien dan adil. Sebagian peraturan-peraturan tersebut telah ditetapkan, seperti Undang Undang Persaingan Usaha, Undang Undang Perlindungan Konsumen, Undang Undang Lingkungan Hidup, dan Undang Undang Kepailitan.
Pilar keempat adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, termasuk memberantas kemiskinan dan melindungi kelompok yang rawan dan rapuh. Untuk itu, pemerintah perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang memihak pada pemberantasan kemiskinan, peningkatan akses fasilitas dasar (kesehatan, pendidikan dan informasi), serta memperbaiki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memfasilitasikan mobilitas sumber daya ekonomi, faktor produksi, serta barang dan jasa.
Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,
Krisis multidimensional yang telah melanda kita sejak tahun 1997 menyebabkan terjadinya dua tahap kemunduran (set back) dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk, akibat kurangnya kesempatan kerja dan menurunnya daya beli mereka. Selain itu, merebak pula berbagai penyakit sosial seperti penyalahgunaan narkoba, prostitusi, kekerasan, dan pendangkalan nilai-nilai moral. Berbagai bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan kebakaran, telah pula mempercepat proses keterpurukan tersebut.
Di berbagai kantong-kantong kemiskinan seperti kawasan kumuh perkotaan dan daerah tertinggal, tercatat masih tingginya angka kematian ibu serta masih rendahnya partisipasi pendidikan dari anak-anak usia sekolah. Semakin seringnya terjadi dan meluasnya kerusuhan sosial juga mengakibatkan penurunan derajat kesehatan dan gizi masyarakat secara drastis. Pada saat yang sama peningkatan penyakit menular seperti TBC, malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS terus terjadi.
Semua ini memberi beban yang berat pada pembangunan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan. Karena itu pemerintah secara sungguh-sungguh akan terus mendorong peran masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Pemberdayaan masyarakat, terutama kelompok penduduk miskin, terus dilakukan dengan koordinasi lintas sektoral. Dunia usaha juga diajak serta dalam menangani masalah kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Pada saat yang sama, masyarakat juga disiapkan untuk menghadapi kemungkinan bencana alam dan kerusuhan sosial. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam penanganan masalah lanjut usia, penyandang cacat, dan tuna sosial yang bersifat umum, serta penanganan korban narkoba dan anak jalanan yang memiliki karakteristik sendiri, juga terus dilakukan.
Dalam kurun waktu sepuluh bulan pertama ini, di bidang kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan pemerintah telah melaksanakan berbagai program aksi berikut prioritas-prioritasnya, mulai dari bidang pendidikan, kesehatan, pembinaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan perempuan, pembangunan kepemudaan, hingga program-program penanggulangan masalah pengangguran. Semua diarahkan agar masyarakat kita segera dapat ke luar dari segala penderitaan dan kesulitan hidup akibat krisis yang melanda tanah air kita sejak tahun 1997 yang lalu.
Dalam penanggulangan dampak kerusuhan sosial dan bencana alam, pemerintah daerah dengan dukungan penuh instansi-instansi pusat telah melakukan koordinasi sejak dari fase tanggap darurat dengan aneka bantuan kemanusiaan, hingga upaya rekonsiliasi untuk kerusuhan sosial dan penanggulangan trauma untuk kasus bencana alam. Kerjasama dengan lembaga swadaya dan organisasi masyarakat juga terus digalang dalam kerja gotong royong, baik untuk rehabilitasi lingkungan fisik maupun pemulihan ekonomi masyarakat. Suatu gejala menggembirakan adalah tingginya solidaritas sosial masyarakat, terbukti dengan mengalirnya berbagai bantuan spontan dari semua pihak kepada penduduk yang terkena bencana atau menjadi korban kerusuhan sosial.
Kerjasama dalam penanggulangan kemiskinan serta ketertinggalan pembangunan di beberapa propinsi, dilakukan melalui keterpaduan program masing-masing instansi, serta percepatan pelaksanaannya. Koordinasi juga dilakukan dalam penggalangan dana, terutama bantuan luar negeri melalui negara-negara donor secara bilateral dan multilateral.
Di Aceh misalnya, telah dilakukan aksi bersama untuk rehabilitasi kerusakan berbagai sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, fasilitas umum, dan permukiman penduduk. Sebelumnya, berbagai kegiatan untuk memperbaiki keadaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, kelompok wanita dan mahasiswa, serta pengusaha lokal. Termasuk di dalamnya upaya pengembalian Sabang sebagai pelabuhan bebas dengan pembangunan infrastruktur dan fasilitasi dukungan investasi dari negara-negara sahabat. Kita bersyukur usaha-usaha ini mulai mendapat respon positif dari masyarakat setempat.
Di Irian Jaya suatu tindak percepatan (crash program) telah dirancang bersama antar berbagai instansi untuk mendukung pemerintah daerah dalam percepatan pembangunan di propinsi itu. Setiap instansi telah melakukan realokasi dan merevisi program-programnya untuk maksud itu. Berbagai proses birokrasi yang menghambat, diupayakan untuk dihilangkan. Prioritas pembangunan diarahkan pada fasilitas kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Pembangunan infrastruktur perhubungan dan irigasi pun menjadi perhatian kita.
Di Maluku dan Maluku Utara berbagai upaya terpadu telah pula dilakukan. Rehabilitasi sosial, mental spiritual, fisik dan ekonomi masyarakat dilakukan bersama-sama antar instansi serta dengan LSM, dan para pengusaha. Prakarsa rekonsiliasi oleh berbagai organisasi keagamaan dan kelompok masyarakat telah sempat membawa hasil berupa
kesepakatan-kesepakatan untuk memulihkan keadaan. Ribuan rumah, sarana ibadah, sekolah dan infrastruktur lainnya telah sempat terbangun.
Namun, sangat disayangkan bahwa kemudian terjadi lagi provokasi menuju konflik-konflik baru yang membuyarkan semua hasil yang telah dicapai. Tetapi, sejalan dengan upaya-upaya untuk memulihkan keamanan di daerah-daerah paling rawan, pembangunan kembali di pulau-pulau yang lebih aman, baik di Maluku Tenggara maupun Maluku Utara tetap dilakukan oleh masyarakat lokal bersama instansi-instansi pusat. Bantuan kemanusiaan terus diupayakan melalui berbagai cara dan jalan masuk yang memungkinkan.
Penanggulangan akibat bencana alam di Banggai, Belu, Bengkulu dan Sukabumi telah dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisir. Kegiatannya mencakup bantuan tanggap darurat, penilaian atas kerusakan, rehabilitasi serta penelitian atas kemungkinan terjadinya bencana susulan.
Harus diakui bahwa sumber daya yang tersedia pada pemerintah belum pernah cukup untuk mengatasi semua permasalahan secara tuntas. Harapan masyarakat yang tertimpa bencana seringkali jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk memenuhinya. Kepanikan-kepanikan terutama di awal bencana, menyebabkan sering tidak efektifnya penyaluran bantuan. Karenanya, direncanakan untuk membuat suatu unit kerjasama lintas sektoral guna meningkatkan kesiapan dan kapasitas daerah-daerah rawan bencana untuk menghadapi bencana alam.
Pimpinan dan anggota Majelis yang saya hormati,
Perlu pula saya sampaikan bahwa penanganan dampak kerusuhan sosial di Kalimantan Barat saat ini telah mencapai titik terang, dengan telah siapnya para pengungsi lokal sebanyak 2000 KK untuk dimukimkan sebagai transmigran lokal atau mengikuti program pemukiman sisipan. Mereka akan langsung mempunyai penghidupan baru dalam sistem perkebunan rakyat yang didukung oleh pengusaha setempat.
Namun harus saya akui, bahwa belum semua dampak kerusuhan sosial berhasil ditangani. Rehabilitasi fisik dan ekonomi bagi masyarakat korban kerusuhan sosial di Sulawesi Tengah, Lombok, atau Tegal belum bisa dilakukan sepenuhnya. Pemerintah memiliki keterbatasan. Ini juga yang menyebabkan penanganan pengungsi eks Timor Timur masih dihadapkan pada berbagai kesulitan. Pengorganisasian para pengungsi yang berada di wilayah NTT juga mengalami hambatan. Upaya badan internasional untuk memulangkan sebagian pengungsi ke Timor Timur belum tuntas. Meskipun demikian, semua upaya akan terus dilakukan untuk mengatasi permasalahan kemasyarakatan ini.
Pimpinan dan para anggota Majelis yang saya hormati,
Seraya memahami betapa berat tugas yang harus kita emban ke depan, pemerintah tetap kokoh dalam tekadnya untuk mengambil segala langkah yang layak untuk segera membawa negara dan bangsa ini keluar dari krisis multi dimensi yang hingga saat ini masih kita rasakan.
Kebijakan dan langkah pemerintah untuk secara konsisten dan konsekuen mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, akan terus dikembangkan. Hal ini akan dilaksanakan terutama dengan melakukan tindakan hukum yang tegas untuk mengikis praktik KKN di lingkungan instansi/lembaga pemerintah, meningkatkan independensi lembaga peradilan disertai dengan peningkatan profesionalitas dan integritas moralnya, serta peningkatan transparansi informasi dan pengambilan keputusan.
Agenda demokratisasi di lingkungan pemerintahan dan lembaga-lembaga kenegaraan akan terus dilaksanakan. Karena itu, pembahasan panitia ad-hoc MPR atas perubahan UUD 1945 terus kami ikuti dengan cermat. Semoga hasil penyempurnaan itu dapat memberi landasan yang lebih kuat bagi bekerjanya mekanisme demokrasi dalam sistem kenegaraan dan kebangsaan kita. Semua penyelenggara negara, apapun fungsi dan tingkatannya, mestilah terikat dan harus patuh pada sistem, etika, dan aturan main yang dibangun atas logika dan norma demokrasi, serta nilai-nilai konstitusionalisme.
Penyiapan berbagai peraturan perundang-undangan dibidang politik dan pelaksanaan otonomi daerah juga terus dilakukan. Khusus untuk otonomi propinsi Irian Jaya dan Aceh Insya Allah, sudah dapat dibahas dengan DPRD masing-masing daerah pada bulan ini juga, sebelum dilanjutkan ke DPR RI. Pembahasan pendahuluan ini diperlukan untuk mencari titik temu antara aspirasi daerah dengan kewajiban pemerintah nasional menjaga kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan demokratisasi politik itu, pemerintah juga akan terus mendorong terwujudnya demokrasi ekonomi yang akan membuka ruang lebih luas bagi partisipasi masyarakat dalam berbagai interaksi ekonomi dan bisnis. Dalam konteks demokratisasi ekonomi ini tercakup pula upaya penguatan posisi masyarakat di dalam berhadapan dengan lembaga-lembaga pengambil keputusan di bidang Ekuin, publik atau private.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengatasi kemiskinan, pemerintah akan terus melakukan koordinasi agar program-programnya lebih tajam mencapai sasaran. Koordinasi ini terutama akan diselaraskan dengan komitmen semua instansi untuk melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah secara konsekuen.
Khusus tentang perbaikan kesejahteraan pegawai negeri, pemerintah akan melakukannya secara bertahap, disertai dengan peningkatan kesejahteraan pekerja, nelayan, petani, dan masyarakat berpenghasilan rendah lainnya. Pemberdayaan masyarakat melalui berbagai program kredit mikro, jaminan kesejahteraan sosial, akses pendidikan dan pelayanan kesehatan, akses prasarana yang layak, kecukupan pangan, dan perluasan kesempatan kerja sangat penting dilakukan dalam penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan dan meningkatkan kualitas hidup perempuan, penegakan HAM bagi perempuan, dan
pendayagunaan perempuan akan terus ditingkatkan untuk menanggulangi berbagai masalah kekerasan dan ketidakadilan.
Pimpinan dan Anggota Majelis yang saya hormati,
Tahun ini adalah tahun yang amat menentukan bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pertalian komitmen, tanggung jawab dan prakarsa bersama kita juga amat menentukan bagi nasib dan masa depan bangsa kita. Melalui perhelatan akbar ini kita tengah diuji apakah kita semua, terutama para pemimpin dan elit politik, dapat membangun semangat persatuan dan kebersamaan baru, yang sesungguhnya merupakan jiwa dan nilai fundamental yang diwariskan oleh para pendahulu dan pejuang republik, untuk bersama-sama mengatasi semua permasalahan nasional, demi rakyat Indonesia yang kita cintai bersama.
Dunia tengah melihat kita semua, dan kitapun tengah mengukir sejarah Indonesia Baru di awal Milenium Baru. Dua ratus juta lebih rakyat Indonesia akan merasa amat bersyukur dan berbahagia jika dengan kearifan, kecerdasan dan jiwa besar, kita dapat menghasilkan sesuatu yang benar-benar menjadikan solusi nasional dalam nuansa yang demokratis dan tertib, serta penuh dengan etika dan tata krama politik, untuk masa kini dan masa depan, dan bukan sebaliknya gagal untuk membangun konsensus dan menemukan solusi yang tepat.
Selaku Kepala Pemerintahan yang memikul tugas dan tanggung jawab yang amat berat, sesuai dengan amanah GBHN dan harapan seluruh rakyat Indonesia, saya sungguh ingin bekerja dan berupaya sekuat tenaga, agar kinerja pemerintahan terus semakin meningkat, dengan kebijakan dan strategi yang tepat, serta dengan agenda dan prioritas yang makin tajam. Saya akan belajar banyak dari kekurangan dan kelemahan dalam sepuluh bulan pertama ini, agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. Sebaliknya, apa yang telah berhasil diraih oleh pemerintah tentu akan kami jadikan landasan dan batu pijakan untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar lagi.
Yang jelas, tekad dan determinasi pemerintah untuk terus mengatasi krisis, menjaga keutuhan negara dan melaksanakan reformasi tidak akan pernah surut, seberat apapun tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Demikian pula, pemerintah akan tetap memiliki komitmen yang tinggi untuk terus mengembangkan kehidupan demokrasi, hak-hak asasi manusia, keadilan, supremasi hukum, kesejahteraan rakyat, otonomi daerah, stabilitas dan ketertiban masyarakat.
Dengan jiwa besar dan perasaan tulus, saya harus mengatakan bahwa untuk mengemban tugas-tugas yang amat berat namun mulia itu, pemerintah memerlukan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, karena tanpa itu pemerintah tidak akan mampu melaksanakannya dengan baik. Kritik, komentar dan pandangan dari segenap anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terhormat sungguh saya perlukan, demi meningkatkan efektifitas dan kinerja pemerintah yang saya pimpin dewasa ini.
Kepada seluruh rakyat Indonesia saya memohon maaf jika dalam waktu sepuluh bulan ini pemerintah belum sepenuhnya dapat menyelesaikan seluruh persoalan. Tetapi percayalah bahwa kami akan berupaya, bekerja keras, dan terus berjuang untuk dapat berbuat lebih banyak lagi.
Akhirnya, dengan memohon restu Majelis yang mulia ini, ijinkanlah saya mengakhiri pidato ini dengan ucapan terima kasih yang tulus atas kesabaran dan perhatian Saudara-saudara, disertai permohonan maaf jika ada sesuatu yang kurang berkenan di hati para anggota Majelis yang terhormat.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi niat dan cita-cita baik kita, dan semoga kita semua senantiasa mendapatkan bimbingan, petunjuk dan lindungan-Nya.
Sekian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KH. ABDURRAHMAN WAHID



Sumber: http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/07agustus00.htm

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA K.H. ABDURRAHMAN WAHID DI DEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 16 AGUSTUS 2000

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA K.H. ABDURRAHMAN WAHID
DI DEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 16 AGUSTUS 2000




Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat, para hadirin yang saya muliakan, dan seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai, di manapun saudara-saudara berada,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Alhamdulillah, hari ini kita kembali menyongsong Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang akan kita peringati besok tanggal 17 Agustus 2000. Konvensi ketatanegaraan yang kita pelihara selama ini, dengan Presiden menyampaikan pidato di hadapan sidang pleno DPR-RI yang terhormat pada setiap tanggal 16 Agustus, adalah sesuatu yang baik. Kesempatan ini bisa kita gunakan bersama untuk melakukan refleksi atas perjalanan kita sebagai bangsa. Besok, usia kemerdekaan kita akan mencapai 55 tahun, tetapi usia kebangsaan Indonesia jauh lebih tua dari itu.
Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan sosial dan intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan sejarah tertentu.
Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari ikatan kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan cita-cita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional dan moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai bangsa.
Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.
Proklamasi itu sendiri kita maknai sebagai puncak dari kesepakatan bangsa Indonesia untuk mewadahi kehidupan bersamanya melalui pembentukan sebuah negara kebangsaan yang merdeka, berdaulat dan demokratis. Para pendiri negara ini sejak awal telah bersepakat bahwa negara kebangsaan Indonesia yang demokratis itu bukanlah milik dari sekelompok orang, tidak terkecuali kelompok mayoritas, baik dalam artian suku, agama, maupun kelas dan kasta. Negara Republik ini adalah milik bangsa Indonesia seluruhnya.
Saudara Ketua, para wakil ketua, anggota DPR-RI yang terhormat, dan hadirin yang saya muliakan,
Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi, karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.
Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan.
Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil society".
Tetapi, seperti yang telah saya katakan tadi, sebagaimana halnya dengan kebangsaan, demokrasi pun bukanlah sesuatu yang lahir secara alamiah. Kecanggihan kita dalam membangun demokrasi akan menentukan bukan saja kualitas demokrasi itu sendiri, tetapi juga kelangsungan hidupnya. Kalau atas nama demokrasi, kita secara sadar atau tidak,
membenarkan atau membiarkan terjadinya tindak kekerasan dalam masyarakat, menjadikan sikap benci dan dendam sebagai instrumen untuk menyingkirkan lawan politik, atau mengeksploitasi kelalaian dan kesalahan pemerintah di masa lalu untuk memberi pembenaran pada gerakan separatisme, bisa dipastikan bahwa makna demokrasi sebagai proses rasional untuk menyelesaikan berbagai konflik akan sulit kita wujudkan. Semua ini bisa terjadi, kalau praktik demokrasi tidak dibingkai oleh semangat kebangsaan yang merupakan kesepakatan nilai untuk secara moral dan emosional bersatu dan merasa satu.
Karena itu, upaya redefinisi, reorientasi dan reproduksi atas nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi tersebut sangat kita perlukan. Kepeloporan para pemimpin politik dalam membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat atas nilai demokrasi dan kebangsaan itu sangat diperlukan, agar makna kemerdekaan sebagai pembebasan lahir batin dari segala praktik kezaliman dapat lebih mewarnai kehidupan kita sehari-hari, baik di bidang politik, maupun sosial, ekonomi dan budaya.
Hadirin yang berbahagia,
Adalah sesuatu yang ironis kalau dalam suasana memperingati hari kemerdekaan kali ini, masih cukup banyak warga bangsa kita yang terpuruk dalam keprihatinan akibat belum merdeka dari rasa takut akan keselamatan diri dan keluarganya. Para pengungsi dari daerah-daerah konflik dan kerusuhan, mengalami hal ini dari hari ke hari. Kaum miskin di perkotaan pun belum sepenuhnya merdeka dari rasa takut tergusur dan terusir dari tempat tinggalnya, yang secara legal dan sosial mungkin memang tidak layak dipertahankan. Merdeka dari penderitaan berkepanjangan, masih belum pula dikecap oleh saudara-saudara kita yang berada dalam kondisi kemiskinan struktural.
Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di tengah-tengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara holistik, dan membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang layak dan terjangkau.
Tantangan yang kita hadapi dalam menangani masalah kesejahteraan rakyat memang berat. Upaya memberdayakan masyarakat miskin itu harus dilakukan agar mereka lebih mampu mengatasi sendiri masalah-masalahnya. Untuk itu, kepada mereka perlu dibuka akses informasi, kebebasan berorganisasi dan kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri.
Transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian ini yang perlu kita usahakan bersama. Pengalaman dalam menghadapi krisis ekonomi selama tiga tahun terakhir,
menyadarkan kita betapa ketergantungan masyarakat yang demikian kuat kepada pemerintah telah melumpuhkan potensi kreativitas masyarakat untuk bangkit mengatasi krisis.
Karena itu, pemerintah mempunyai komitmen tinggi untuk mengurangi dominasi perannya. Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri tidak perlu lagi dilakukan oleh pemerintah, dan semua aparat pemerintah perlu meningkatkan kemampuannya untuk berfungsi sebagai fasilitator. Kita semua perlu menyadari betapa pentingnya membangun sebuah masyarakat yang bertumpu pada kemampuannya sendiri, bergantung pada inisiatifnya sendiri, dan percaya pada dirinya sendiri.
Di berbagai lingkar kebudayaan dan kehidupan rakyat sehari-hari masyarakat kita, sesungguhnya masih terdapat banyak kearifan, ketetapan hati, serta semangat pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan. Di tengah rakyat, kita masih bisa menemukan tenaga hidup yang sesungguhnya, yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara yang kita cintai ini. Karena itu, memang memprihatinkan bahwa setelah lebih dari 50 tahun merdeka, kita belum cukup sukses dalam menata hubungan antar kelompok, suku, ras dan pemeluk agama. Patut disayangkan, bahwa darah masih mengalir, rasa dendam dan benci masih tertanam dalam hati sejumlah tertentu generasi penerus kemerdekaan, justru di saat rasa kebangsaan kita sedang teruji berat di tengah terpaan globalisasi.
Maka, tugas kita ke depan adalah menata kembali hubungan antar kelompok dalam format yang lebih kreatif dan manusiawi. Kita perlu merumuskan sebuah agenda nasional untuk rekonsiliasi, dialog dan komunikasi, demi memulihkan hubungan antar warga masyarakat di berbagai daerah. Kita juga perlu membangkitkan respon kultural terhadap macetnya komunikasi politik masyarakat kita di beberapa tempat.
Walaupun disharmoni sosial masih terus berlangsung, terutama di wilayah Maluku dan Maluku Utara, tidak seyogianya kita berputus asa. Nilai-nilai budaya kita yang banyak mengandung kearifan untuk menghargai orang atau kelompok lain, belum punah. Perbedaan suku, agama, ras, ataupun golongan selama ini telah biasa kita lihat sebagai bagian azasi dari kemajemukan. Banyak di antara kita yang menyadari bahwa konflik yang terjadi itu bukanlah sesuatu yang asli. Ia merupakan produk dari tangan-tangan kotor yang dengan licik memanfaatkan kelengahan masyarakat terhadap nilai-nilai budayanya sendiri, akibat terjadinya pergesekan kepentingan yang akut dalam hubungan-hubungan sosial, politik dan ekonomi masyarakat setempat. Maka, kalau sikap dan relasi baru yang berlandaskan semangat persaudaraan sebagai bangsa dapat dibangun kembali, dimana setiap golongan dan orang per orang memperoleh penghargaan akan hak dan martabatnya, ada harapan konflik itu akan bisa diselesaikan.
Pada saat yang sama, kita juga memerlukan keberanian untuk melakukan koreksi menyeluruh terhadap kesalahan-kesalahan bersama di masa lampau. Hanya dengan itu, kita bisa mengayunkan langkah dan mulai membangun masa depan baru secara bersama sebagai warga bangsa. Saya yakin bahwa moralitas budaya semacam inilah yang akan bisa menyelamatkan kita dari bahaya disintegrasi bangsa.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, Anggota DPR-RI yang terhormat, dan Hadirin yang saya hormati,
Sejalan dengan semangat untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan memperbaharui kembali kesepakatan-kesepakatan kita, di bidang ekonomi pun kita ditantang untuk membangun kembali tatanan perekonomian nasional. Krisis yang melanda telah merusak banyak sendi penting dari perekonomian nasional kita. Akibatnya, banyak bagian dari masyarakat kita yang belum pernah menikmati hasil pembangunan selama ini, bahkan makin menderita akibat krisis ekonomi. Untuk menata dan membangun kembali perekonomian setelah krisis itu, kita akan secara konsisten melandaskannya pada prinsip demokrasi ekonomi, yakni jalan menuju kemakmuran bagi semua orang. Upaya pemulihan ekonomi, dengan demikian, tidak hanya sekedar mengembalikan kinerja ekonomi dalam bentuk tercapainya pertumbuhan yang tinggi, namun yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan kebersamaan dan partisipasi rakyat secara nyata dalam proses pembangunan. Dengan cara itu, kita akan mewujudkan keadilan dan membuka kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk menikmati kemakmuran.
Pembangunan kembali perekonomian kita ditujukan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan keadilan, efisiensi dan pemberdayaan, efektifitas dan kualitas kehidupan. Pada saat yang sama, krisis yang telah menginjak tahun ketiga mengharuskan kita untuk melakukan berbagai kebijakan pemulihan yang sering menimbulkan dampak yang berat bagi kehidupan ekonomi dan sosial, serta peka secara politik. Empat pilar program pemulihan yang telah saya sampaikan dalam pidato di depan Sidang Tahunan MPR minggu yang lalu akan kita laksanakan, yakni: satu, menjaga stabilitas makro; dua, memperkuat dan membangun kembali institusi ekonomi; tiga, meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan empat, melindungi kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah.
Landasan demokrasi ekonomi yang diartikan sebagai kemakmuran bagi semua, memiliki dua elemen penting, yakni kemakmuran dan kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk menikmatinya. Kemakmuran yang dicapai semata-mata melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pasti tidak akan terjaga kelangsungannya. Ini terlihat dari pengalaman kita sendiri sepanjang krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang menjadi landasan penciptaan kemakmuran, ternyata runtuh bersama faktor-faktor pendukungnya akibat goyahnya stabilitas makro, rapuhnya institusi akibat pengelolaan yang buruk (bad governance), distorsi kebijakan struktural, dan lemahnya kualitas sumber daya manusia akibat kemiskinan dan tidak adanya akses terhadap pendidikan, teknologi, informasi dan kesehatan.
Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu prasyarat. Meskipun demikian, pertumbuhan yang akan kita pulihkan itu haruslah berlandaskan pada fondasi baru yakni kondisi institusi publik yang bersih dan kredibel, institusi ekonomi seperti perbankan dan badan usaha yang sehat dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan penegakan hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang
efektif dan berkeadilan. Untuk itu, upaya kita dalam pemulihan dan restrukturisasi ekonomi yang telah dilakukan dalam sepuluh bulan ini akan terus kita jalankan secara konsisten dan dengan disiplin yang tinggi.
Elemen kedua dalam demokrasi ekonomi adalah kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat untuk ikut menciptakan dan menikmati kemakmuran. Ini terkait erat dengan konsep keadilan ekonomi. Keikutsertaan masyarakat dalam proses penciptaan kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan di masa lalu memang sangat terbatas, akibat pola pengambilan keputusan dan penguasaan yang sangat sentralistik, disertai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Koreksi terhadap praktik buruk tersebut perlu dilakukan, dan pelaksanaan desentralisasi kekuasaan, akan menjawab permasalahan keadilan, yaitu terciptanya kesempatan ekonomi yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia dari lapisan, golongan dan daerah mana saja.
Berbagai instrumen untuk melaksanakan tujuan keadilan ekonomi akan terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada masyarakat miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus ditingkatkan. Pemihakan itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk perbaikan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan, latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan, termasuk perbaikan lingkungan hidup serta program jaring pengaman sosial. Sama pentingnya dengan upaya itu, pemerintah akan terus melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur agar mobilisasi faktor produksi dapat berjalan semakin baik, aman dan lancar.
Instrumen lain yang dapat digunakan adalah kebijakan penyaluran kredit dan kebijakan penanaman modal. Perbankan yang telah direkapitalisasi agar mengutamakan penyaluran kreditnya pada kelompok ekonomi lemah. Kedua instrumen tersebut akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu kehati-hatian, baik pada anggaran negara maupun dalam aturan perbankan. Pada akhirnya, upaya pemberdayaan dan pemihakan hanya akan berhasil apabila kesempatan partisipasi masyarakat memang dirancang untuk selalu dibuka seluas-luasnya dan seadil-adilnya dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.
Landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan, agar rancangan kebijakan yang ideal dapat terwujud. Unsur terpenting dalam menciptakan kepastian hukum adalah penegakan hukum yang dirasakan masih belum memadai dan harus menjadi bagian penting dalam program mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Kita bersama-sama perlu memulai dan menyelesaikan tugas berat tersebut, baik dalam menyempurnakan perundang- undangan, membenahi sistim dan lembaga peradilan maupun dalam upaya memberantas kejahatan dan penyelewengan-penyelewengan hukum lainnya.
Aspirasi masyarakat agar lebih banyak tugas dan fungsi pemerintahan dilimpahkan ke daerah, disertai implikasi keuangannya, akan menjadi tema penting dalam pengelolaan kenegaraan mulai saat ini. Desentralisasi kewenangan dan keuangan ke daerah akan semakin mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang harus dilayaninya. Proses itu memerlukan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas publik, dan akan menumbuhkan semangat ikut memiliki dan bertanggungjawab dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Untuk mencegah kemungkinan penyalah-
gunaan wewenang, kita sedang dan akan menciptakan rambu-rambu obyektif yang diperlukan. Ini penting, agar kepentingan masyarakat terlindungi dan pertanggungjawaban publik dapat tercapai.
Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai cita-cita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good governance), penerapan dan perlindungan hak azasi manusia, serta perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Karena itu, pengelolaan perekonomian harus berdasar pada aturan yang lebih adil, tegas, dan pasti, demi melindungi kepentingan pekerja, konsumen, dan lingkungan hidup. Kepentingan-kepentingan itu sama bobotnya dan sejalan dengan kepentingan pemerintah sendiri. Pada saat yang sama, ia pun harus seimbang dengan kepentingan investor dan pelaku usaha.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Dewan yang terhormat, hadirin yang saya muliakan,
Beban yang dipikul oleh pemerintah ke depan, sangatlah berat. Di atas pundak setiap pemimpin pemerintahan Indonesia saat ini, baik pada tingkat nasional maupun daerah dan desa, terpikul beban untuk mencegah terjadinya atau berlanjutnya proses disintegrasi bangsa, akibat gerakan separatisme dan konflik sosial yang berlarut-larut.
Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya, mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Selain dari beban politik untuk mencegah disintegrasi itu, pemerintah juga sangat sadar akan tanggungjawabnya untuk segera membawa bangsa dan negara ini keluar dari krisis ekonomi dan keuangan yang sudah berlangsung cukup lama. Pemerintah pun tidak lupa akan perannya yang semakin dibutuhkan untuk membawa bangsa ini masuk ke lingkungan pergaulan global secara terhormat, yang juga berarti menyiapkan masyarakat bangsa kita agar mampu mengambil manfaat dari globalisasi itu. Ini berarti bahwa perhatian pada pengembangan sumber daya manusia, baik melalui pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun melalui perbaikan kondisi kesehatan, harus diperbesar.
Dalam rangka itu semua, saya telah merancang kebijakan restrukturisasi pemerintahan untuk lebih mempertajam fokus dan prioritas kebijakan nasional di berbagai bidang. Di samping untuk mewujudkan implementasi otonomi daerah yang akan sepenuhnya efektif pada bulan Januari 2001, restrukturisasi ini juga merupakan langkah yang saya pandang
tepat untuk lebih memudahkan pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan. Beberapa sektor pemerintahan yang di masa lalu terpisah, walaupun fungsi dan wewenangnya berhimpitan, akan ditempatkan di bawah atap yang sama. Restrukturisasi ini juga diharapkan mengakhiri praktik duplikasi kebijakan yang selama ini sulit dihindari akibat adanya dua atau lebih departemen dan instansi yang menggarap bidang yang sama. Inti dari restrukturisasi itu adalah efisiensi administrasi, profesionalisme dalam perumusan berbagai kebijakan dan efektifitas tindakan operasional dalam mengatasi berbagai masalah.
Pemerintah pada dasarnya menyadari bahwa dengan implementasi otonomi daerah, bukan saja kewenangan pemerintah nasional mengalami pengurangan, tetapi juga alokasi dana yang akan diterimanya akan lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kenyataan ini mengharuskan dilakukannya perampingan organisasi dan birokrasi, serta penyesuaian alokasi anggaran dan prioritas penggunaannya. Proses restrukturisasi dan perampingan ini akan dilakukan secermat mungkin guna mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru yang tidak perlu. Realisasi dari rencana di atas mempersyaratkan menteri dan pejabat yang berkualitas tinggi dan pembagian tugas kepemimpinan pemerintahan yang lebih proporsional dan efektif. Insya Allah dalam waktu dekat, pemerintah hasil restrukturisasi itu akan hadir bersama saudara-saudara.
Walaupun tekad membangun pemerintahan yang baik melandasi kehadiran kabinet baru tersebut, saya percaya bahwa kiprah dan kualitas pengabdian mereka juga sangat tergantung dari kuatnya dukungan wakil-wakil rakyat di DPR sebagai mitra kerja pemerintah, serta luasnya penerimaan masyarakat terhadap setiap langkah yang akan diambil oleh pemerintah.
Pemerintahan yang baru itu akan saya bebani tanggungjawab untuk menyelesaikan masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial yang secara garis besar telah saya kemukakan tadi. Dari setiap pribadi menteri, pemerintah membutuhkan semacam komitmen moral untuk memberi pengabdian terbaiknya demi menyelamatkan kehidupan bangsa di berbagai bidang dan memberi makna pada kemerdekaan yang kita capai dengan susah payah serta pengorbanan yang besar ini.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, anggota Dewan yang terhormat dan hadirin yang berbahagia,
Itulah hal-hal yang saya pandang penting untuk saya sampaikan dihadapan sidang yang mulia ini. Mudah-mudahan dengan semangat kebangsaan, kemerdekaan dan demokrasi yang menyelimuti kehadiran kita di gedung ini, kita bisa menciptakan kesepakatan-kesepakatan baru dalam mengoptimalkan pengabdian kita bersama kepada bangsa dan negara RI yang kita cintai bersama. Dirgahayu Republik Indonesia. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa bersama kita, amin.
Terima Kasih.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KH. ABDURRAHMAN WAHID


Sumber: http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/16agustus00.htm

KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 2000 PADA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN 2000 PADA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT



Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Saudara sebangsa dan se-Tanah Air,
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Hari ini, dengan rasa bahagia yang dalam, saya akan melaksanakan salah satu kewajiban konstitusional Presiden, yaitu menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2000 kepada Dewan yang terhormat. Oleh karena itu, saya mengajak Pimpinan Dewan dan anggota Dewan yang terhormat untuk memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terselenggaranya Sidang Paripurna Dewan hari ini. Selanjutnya sebelum saya masuk ke materi APBN, terlebih dahulu saya menyampaikan Selamat Natal dan Selamat Tahun Baru 2000, Selamat Hari Raya Galungan serta Selamat Idul Fitri 1420 Hijriyah. Pemerintah mengharapkan suasana Natal, bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri serta Hari Raya Galungan akan membawa kedamaian dan hubungan yang baik antarsesama kita.
RAPBN Tahun 2000 ini merupakan rencana anggaran tahun pertama yang disusun berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004.
Sesuai dengan arahan dalam GBHN tersebut, RAPBN Tahun 2000 merupakan masa transisi tahun fiskal yang berlaku dari 1 April hingga 31 Maret menjadi tahun kalender. Walaupun RAPBN Tahun 2000 merupakan transisi, Pemerintah tidak meninggalkan mekanisme yang baik dalam penyusunan RAPBN bersama DPR.
Ketentuan peralihan ini sungguh amat penting dan memang ada kebutuhan obyektif untuk itu. Baik Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat sendiri harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk bekerja dalam tatanan baru kehidupan
berbangsa dan bernegara yang diatur dalam berbagai ketetapan Majelis dalam Sidang Umum yang lalu. Dalam tatanan baru ini, titik berat kewenangan legislatif telah dialihkan dari Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga-lembaga Negara Tinggi lainnya bukan saja berkewajiban untuk melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara, tetapi juga harus menyampaikan laporan pelaksanaannya dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pengalaman menunjukkan bahwa Undang-Undang Dasar yang dirancang dalam rangka mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia 55 tahun yang lalu itu bukan saja mengandung hal-hal positif yang harus kita pelihara baik-baik, tetapi juga memerlukan perbaikan-perbaikan. Seperti telah disepakati dalam Sidang Umum Majelis yang lalu, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tetap harus kita pelihara. Namun tatanan pemerintahan yang mengatur hubungan antara berbagai lembaga penyelenggara negara, perlu kita tata kembali. Langkah itu kita lakukan untuk mencegah terjadinya kembali konsentrasi dan sentralisasi kekuasaan, serta untuk memberi peluang yang sebesar-besarnya kepada seluruh potensi yang dimiliki oleh bangsa kita.
Seluruhnya itu masih berlangsung dalam suasana krisis pada berbagai bidang, yang masih belum sepenuhnya dapat kita atasi. Kita menghadapi pilihan-pilihan yang tidak mudah, yang perlu dipikirkan baik-baik sebelum diambil keputusan yang mengikat. Akumulasi masalah yang telah bertumpuk demikian lama jelas tidak bisa kita selesaikan secara serentak. Adalah jelas bahwa terlebih dahulu kita harus mengambil langkah-langkah penyelamatan berjangka pendek, bukan sekadar untuk mengatasi rangkaian krisis, tetapi juga sebagai tumpuan untuk dapat bergerak ke tahap lebih lanjut.
Di tengah suasana keresahan dan kegelisahan dalam menghadapi demikian banyak masalah nasional dewasa ini, kita patut bersyukur bahwa terdapat indikasi awal yang meyakinkan bahwa sebagai bangsa kita masih mempunyai daya tahan dan potensi untuk bangkit kembali. Daya tahan dan potensi ini jelas merupakan efek sinergi yang tumbuh dari kombinasi keseluruhan kekuatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang majemuk ini. Kita juga patut bersyukur bahwa negara-negara sahabat memahami beratnya masalah yang harus kita atasi, dan menyambut baik kebijakan nasional yang kita sepakati untuk menghadapi masa depan.
Pemerintah menyadari sungguh-sungguh, bahwa masalah sosial politik dan keamanan juga merupakan prioritas nasional yang harus kita tangani, sebagai prakondisi yang diperlukan untuk memulihkan kembali kehidupan perekonomian kita. Berbagai kebijakan mendasar serta tindakan nyata berjangka pendek telah, sedang, dan akan diambil untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Kebijakan mendasar serta tindakan nyata tersebut masih perlu dikembangkan dengan bekerja sama seerat-eratnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun dalam kesempatan menyampaikan keterangan tentang RAPBN Tahun 2000 ini, yang hanya akan berlaku selama sembilan bulan saja, yaitu dari tanggal 1 April sampai dengan 31 Desember 2000, izinkanlah Pemerintah memusatkan perhatian pada penanganan masalah ekonomi. Keterangan berikut ini secara berturut-turut mencakup
pokok-pokok keterangan mengenai kondisi umum perekonomian kita, visi Pemerintah tentang kerangka ekonomi jangka menengah, prakondisi yang diperlukan untuk pembangunan kembali ekonomi nasional, serta pokok-pokok kebijakan penyusunan RAPBN Tahun 2000 sebagai kerangka ekonomi jangka pendek.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Sebagai titik tolak dalam penyusunan RAPBN tahun ini, dapat dicatat bahwa perekonomian dunia dalam tahun 1999 diperkirakan tumbuh lebih baik daripada tahun sebelumnya. Bila pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi dunia adalah sebesar 2,5 persen, dalam tahun 1999 diperkirakan tumbuh sebesar 3,0 persen. Dalam tahun 2000 perekonomian dunia diperkirakan bahkan tumbuh semakin baik menjadi 3,5 persen. Dalam pada itu, negara-negara Asia yang mengalami krisis ekonomi paling berat seperti Korea Selatan, Thailand, Indonesia, dan Malaysia, secara berangsur-angsur telah pulih kembali dan mulai mengalami pertumbuhan yang positif dalam tahun 1999.
Perkembangan yang cukup baik dalam perekonomian nasional ditunjukkan dengan ekspansi sebesar 3,1 persen pada triwulan kedua tahun 1999, yang kemudian disusul dengan peningkatan 0,54 persen dalam triwulan ketiga. Dengan demikian dalam Tahun Anggaran 1999/2000, perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan antara 1 sampai 2 persen. Dalam Tahun Anggaran 2000, pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan akan lebih cepat, yaitu mencapai sekitar 3 sampai 4 persen.
Sebagai hasil dari berbagai kebijakan Pemerintah, di antaranya pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati, cukup tersedianya pasokan kebutuhan pokok, lancarnya distribusi barang dan jasa, dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah, pertumbuhan indeks harga konsumen (IHK) di 43 kota (di luar kota Dili) selama sembilan bulan pertama Tahun Anggaran 1999/2000 cukup terkendali. Selama periode tersebut, terjadi inflasi sebesar minus 2,61 persen, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun anggaran sebelumnya yaitu sebesar 40,70 persen.
Kebijakan moneter yang berhati-hati telah memperkuat nilai tukar rupiah dalam Tahun Anggaran 1999/2000 (sampai dengan November 1999) jika dibandingkan dengan akhir tahun anggaran sebelumnya. Nilai tukar rupiah tersebut dalam Tahun Anggaran 2000 (April-Desember 2000) diperkirakan sebesar Rp7.000,00 per US$ 1.
Sejalan dengan mulai menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju inflasi, suku bunga perbankan juga mulai bergerak turun. Hal tersebut telah menyebabkan negative spread berangsur-angsur turun pula.
Perkembangan pasar modal selama Tahun Anggaran 1999/2000 (sampai dengan Desember 1999) juga menunjukkan indikasi yang semakin meningkat, seiring dengan adanya tanda-tanda ke arah perbaikan dalam kegiatan perekonomian. Semakin
kondusifnya situasi sosial politik sebagai hasil pelaksanaan Pemilihan Umum dan Sidang Umum MPR yang berjalan lancar dan aman, telah memicu pelaku pasar untuk aktif berinvestasi di pasar modal. Jumlah perusahaan emiten di pasar modal bertambah 15 perusahaan, yaitu 9 perusahaan emiten saham dan 6 perusahaan emiten obligasi. Selain itu, kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) juga mencerminkan pulihnya kegiatan pasar modal. Nilai kapitalisasi pasar meningkat dari Rp167,3 triliun menjadi Rp451,8 triliun atau meningkat sebesar 170,05 persen.
Dalam Tahun Anggaran 1999/2000, nilai ekspor yang mencakup ekspor migas dan ekspor nonmigas diperkirakan mencapai US$ 54.151 juta atau meningkat 12,0 persen dibandingkan nilai ekspor dalam tahun anggaran sebelumnya, yang hanya sebesar US$ 48.354 juta. Dalam Tahun Anggaran 2000 yang hanya 9 bulan itu, nilai ekspor diperkirakan akan mencapai US$ 41.552 juta, yang terdiri dari ekspor migas sebesar US$ 8.003 juta dan ekspor nonmigas US$ 33.549 juta.
Sementara itu, nilai impor dalam Tahun Anggaran 1999/2000, yang terdiri dari impor migas dan impor nonmigas diperkirakan mencapai US$ 32.934 juta. Angka tersebut menunjukkan peningkatan 7,3 persen dibandingkan dengan nilai impor dalam Tahun Anggaran 1998/1999 yang besarnya US$ 30.707 juta. Dalam Tahun Anggaran 2000 nilai impor diperkirakan mencapai US$ 27.284 juta yang terdiri dari impor migas sebesar US$ 3.233 juta dan impor nonmigas US$ 24.051 juta.
Dengan perkembangan ekspor dan impor yang membaik tersebut, neraca perdagangan dalam Tahun Anggaran 1999/2000, diperkirakan surplus US$ 21.217 juta atau lebih tinggi 20,2 persen dibandingkan surplus dalam tahun anggaran sebelumnya yang hanya sebesar US$ 17.674 juta. Dalam Tahun Anggaran 2000 neraca perdagangan ini diperkirakan akan mengalami surplus sebesar US$ 14.268 juta.
Walaupun telah terdapat gejala perbaikan, kita tetap menghadapi masalah yang berat. Dalam Tahun Anggaran 1999/2000 lalu lintas modal, yang mencakup lalu lintas modal Pemerintah dan lalu lintas modal swasta, diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US$ 3.476 juta. Dalam tahun anggaran tersebut, lalu lintas modal Pemerintah mengalami surplus US$ 5.446 juta, sedangkan lalu lintas modal swasta mengalami defisit US$ 8.922 juta. Dalam Tahun Anggaran 2000 lalu lintas modal diperkirakan mengalami surplus US$ 214 juta.
Adanya perbaikan dalam perdagangan luar negeri tersebut juga akan terlihat pada penurunan debt service ratio (DSR) nasional dalam Tahun Anggaran 1999/2000 yang diperkirakan sebesar 54,0 persen, bila dibandingkan dengan Tahun Anggaran 1998/1999 yang besarnya 57,4 persen. Dalam Tahun Anggaran 2000, DSR nasional diperkirakan sebesar 47,2 persen yang terdiri dari DSR Pemerintah sebesar 12,8 persen dan DSR swasta sebesar 34,4 persen.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Baik dalam penyusunan RAPBN Tahun 2000 ini maupun dalam mempertimbangkan PROPENAS dan REPETA, Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi umum yang diuraikan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 tentang latar belakang dan akar masalah dari berbagai krisis yang kita hadapi dalam tiga tahun belakangan ini. Seiring dengan itu Pemerintah menelaah dengan teliti visi, misi, dan arah kebijakan yang telah ditetapkan Majelis, yang meliputi bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, sosial dan budaya, pembangunan daerah, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Tetapi dalam mengantarkan RAPBN Tahun 2000, perkenankan Pemerintah menitikberatkan bidang ekonomi, dan menyampaikan visi tentang kerangka ekonomi jangka menengah yang diperlukan dalam menetapkan kebijakan dan langkah-langkah selanjutnya. Sebagai sikap dasar dan titik tolak, kita perlu mengembangkan kekuatan ekonomi kerakyatan sebagai tulang punggung pembangunan ekonomi nasional. Perlu diupayakan agar tercipta peluang yang lebih adil dan merata bagi seluruh rakyat, dan sekaligus menciptakan perekonomian yang lebih efisien dan tahan goncangan. Dalam kaitan itu peran aktif masyarakat secara luas ditingkatkan, terutama dari anggota masyarakat yang sebagian besar masih tertinggal, melalui penciptaan peluang untuk maju dan berdaya. Kemajuannya dan keberdayaannya bukan saja bermanfaat bagi yang bersangkutan, melainkan juga akan lebih mampu menyumbang untuk pembangunan bangsa secara keseluruhan. Dalam pembangunan nasional di masa depan, rakyat adalah pelaku utama pembangunan. Oleh karenanya akan dikembangkan rangkaian kebijakan yang dapat mendukung partisipasi masyarakat secara luas, seperti kebijakan ketenagakerjaan, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pelaksanaan otonomi daerah.
Dalam kebijakan ketenagakerjaan ada tiga agenda pokok yang akan diberi perhatian:
Pertama, mengurangi pengangguran dan memulihkan kegiatan dunia usaha. Upaya mendorong kegiatan dunia usaha terutama diarahkan pada aktivitas yang potensial bagi pemulihan ekonomi seperti peningkatan ekspor dan perdagangan. Khusus bagi usaha kecil dan menengah (UKM), yang banyak menyerap tenaga kerja, upaya yang akan ditempuh terutama dengan menghapuskan seluruh hambatan yang masih ada, serta dengan memberikan dukungan langsung jika hal itu benar-benar dibutuhkan dan dapat dilakukan secara efektif. Selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan pelaksanaan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) padat karya dan pengatasan kemiskinan yang diarahkan untuk menyerap tenaga kerja setempat, termasuk mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis.
Kedua, mendorong mobilitas tenaga kerja lintas kegiatan ekonomi, dengan pelatihan yang sistematis dan terarah. Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah-sekolah kejuruan dan balai-balai latihan kerja selama ini, program pelatihan sebaiknya dirancang dan dilakukan oleh sektor swasta. Peranan Pemerintah dalam hal ini adalah sebagai katalisator bagi tercapainya realokasi sumber daya manusia.
Ketiga, pasar tenaga kerja diharapkan akan semakin luwes. Untuk mendukungnya, diperlukan pembenahan kembali berbagai peraturan ketenagakerjaan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) antara lain dilakukan melalui pembangunan kesehatan dan pendidikan. Prioritas pembangunan kesehatan perlu dipertajam agar sasaran utamanya, yaitu kelompok masyarakat kurang mampu, mendapat porsi dana yang memadai. Dalam jangka menengah peranan dana kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan. Seiring dengan proses desentralisasi, kewenangan dalam menggunakan dana yang tersedia diserahkan kepada kabupaten/kotamadya sehingga kegiatan-kegiatan yang dikembangkan akan lebih mencerminkan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Nantinya, sejalan dengan meningkatnya pembangunan dan tersedianya dana yang memadai bagi program pembangunan kesehatan masyarakat, tarif bagi golongan masyarakat yang benar-benar tidak mampu perlu diturunkan. Rumah-rumah sakit perlu didorong untuk dapat membiayai kegiatannya sehingga dana yang terbatas dapat dialokasikan untuk meningkatkan program kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit menular. Peranan sektor swasta dalam pembangunan kesehatan juga perlu diperluas antara lain dalam pengembangan asuransi dan industri farmasi nasional.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah akan diusahakan penyempurnaan sistem pengembangan karir bagi guru dan peningkatan efektivitas penggunaan dana yang ada. Penyelesaian tumpang tindih kewenangan antara Departemen Pendidikan Nasional dengan Departemen Dalam Negeri, dan penyederhanaan peningkatan karir guru dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan, akan diberi perhatian. Dengan penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah dalam rangka desentralisasi, masalah yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pembinaan karir guru perlu diselesaikan. Selanjutnya keterkaitan antara program di dalam sektor pendidikan dan keluwesan dalam penggunaan dana juga perlu ditingkatkan.
Dengan keterbatasan keuangan negara saat ini, sasaran dan jadwal program wajib belajar 9 tahun akan disesuaikan. Di samping itu perlu dilakukan pembenahan kurikulum pada pendidikan SD dan sekolah lanjutan. Masalah lain yang perlu dituntaskan adalah kaitan antara pembangunan pendidikan dan kebutuhan tenaga kerja. Sasaran yang ingin kita capai adalah agar pendidikan dapat menghasilkan tenaga kerja yang terlatih dan profesional. Dalam rangka peningkatan keterampilan, peran lembaga pendidikan keterampilan oleh swasta perlu ditingkatkan.
Peran swasta dalam pembangunan pendidikan tinggi perlu terus diperbesar. Otonomi pendidikan tinggi negeri perlu diperluas untuk menggali sumber dana pendidikan dan mengembangkan kurikulum, termasuk dengan membuka peluang untuk menyelenggarakan kerja sama dengan sekolah terkemuka di luar negeri. Demikian pula sistem insentif bagi tenaga pengajar di perguruan tinggi perlu disempurnakan, antara lain dalam pengangkatan guru besar dan penghargaan terhadap penelitian. Untuk memelihara kualitas perguruan tinggi serta untuk mencegah berkembangnya pemberian gelar-gelar akademik oleh lembaga-lembaga yang tidak jelas asal usulnya, pengawasan kualitas melalui Badan Akreditasi Nasional perlu diperkuat. Langkah-langkah ini akan
mendorong peningkatan mutu pendidikan tinggi yang saat ini dihadapkan pada keterbatasan dana dan rendahnya mutu tenaga pengajar.
Kita sadar bahwa kemajuan ekonomi suatu negara tidak saja ditentukan oleh ketersediaan faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja, tetapi lebih ditentukan oleh peningkatan produktivitas dalam perekonomian. Unsur yang sangat penting dalam mendorong produktivitas ini adalah penguasaan dan penerapan teknologi.
Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kapasitas penguasaan dan penerapan teknologi ini karena mekanisme pasar cenderung tidak menyediakan teknologi secara luas. Kerja sama antara lembaga riset dengan kalangan dunia usaha mutlak perlu ditingkatkan agar terjalin sinergi yang saling menguntungkan. Kerja sama dimaksud paling tidak mencakup pertukaran informasi mengenai teknologi yang dikembangkan oleh lembaga riset dan kebutuhan teknologi yang diperlukan oleh dunia usaha. Melalui penyebaran informasi ini, maka akses pada peningkatan dan penerapan teknologi di sektor usaha dapat ditingkatkan.
Selain langkah-langkah untuk memperluas partisipasi rakyat dalam pembangunan seperti diuraikan di atas, ke depan juga perlu diupayakan untuk menarik investor lebih banyak lagi ke daerah-daerah. Hal ini tentunya akan sangat tergantung kepada iklim investasi di daerah dan ketersediaan prasarana ekonomi yang saat ini memang dirasakan masih belum mendukung. Konsentrasi kegiatan, terutama industri, sebagian besar masih berlokasi di dekat kota-kota besar di Jawa. Namun sejalan dengan semangat desentralisasi, perlu terus diupayakan agar daerah-daerah di luar Jawa dapat lebih berkembang dengan dukungan pemerintahan setempat yang andal. Langkah untuk itu sudah dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang bertujuan untuk mewujudkan desentralisasi secara nyata.
Makna yang paling hakiki dari kebijakan desentralisasi pemerintahan yang akan memberi otonomi yang luas kepada daerah terletak pada kewenangan-kewenangan untuk mengambil keputusan dan memberi pelayanan. Dengan kewenangan itu, setiap Pemerintah Daerah diharapkan mengembangkan kreativitasnya, melahirkan berbagai kebijakan, memperbaiki kualitas pelayanan, menciptakan iklim yang kondusif bagi pemberdayaan masyarakat di berbagai lapangan kehidupan, serta membangun prasarana dan sarana sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Dalam konteks ini, perlu dipahami bahwa pembicaraan tentang otonomi daerah tidak seyogyanya terfokus hanya pada tema pembagian pendapatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pilihan tema yang terfokus pada masalah perimbangan keuangan saja bisa menggiring kita pada suasana kesenjangan secara terus menerus. Di satu pihak hal itu akan menciptakan ketidakpuasan pada daerah yang memiliki potensi pendapatan yang besar, karena tuntutan maksimal yang mereka ajukan akan sangat sulit dipenuhi oleh Pemerintah Pusat. Padahal pada saat yang sama Pemerintah Pusat bertanggung jawab mengelola administrasi pemerintahan negara serta melakukan kebijakan subsidi silang ke daerah-daerah yang berpendapatan kecil. Di lain pihak, tema itu juga akan menciptakan
kekhawatiran yang luas di daerah-daerah yang berpenghasilan kecil, yang dalam kenyataan merupakan bagian terbesar dari negeri kita. Harapan mereka untuk memperoleh subsidi dari Pemerintah Pusat bisa punah jika porsi pendapatan yang harus diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah yang kaya meningkat secara drastis.
Berdasarkan pertimbangan itu, maka seraya melaksanakan kebijakan perimbangan keuangan pusat-daerah secara bertahap, Pemerintah mengharapkan agar Pemerintah Daerah dan masyarakat di daerah-daerah, khususnya yang tidak memperoleh pendapatan dari sumber daya alam, dapat mengoptimalkan upaya kreatifnya dalam melaksanakan dan memanfaatkan kewenangan-kewenangan yang akan diberikan oleh Pemerintah Pusat.
Kewenangan di berbagai sektor pemerintahan itu bisa dikelola sedemikian rupa antara lain untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi, memudahkan proses perizinan usaha, pembukaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, dan pelestarian lingkungan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan kebutuhan pengeluarannya secara realistis, sesuai dengan tugas-tugas fungsional dan kewenangan antara pusat dan daerah yang disepakati dan sumber-sumber penerimaan yang ada. Dalam hal ini perlu dijaga keseimbangan antara penyerahan hak penerimaan dari Pemerintah Pusat dengan tanggung jawab pengeluaran dari Pemerintah Daerah.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang terhormat,
Dampak negatif globalisasi terutama di sektor keuangan telah menjadi pemicu krisis ekonomi. Namun, harus berani diakui bahwa parahnya krisis ekonomi yang dialami juga disebabkan karena lemahnya institusi-institusi yang ada. Apabila institusi-institusi yang ada cukup kuat dan bebas dari benih-benih korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta bekerja sesuai dengan standar manajemen modern, maka krisis tersebut sudah barang tentu tidak akan selama, seluas, dan sedalam seperti yang terjadi.
Oleh karena itu, pembenahan institusi secara menyeluruh merupakan langkah utama dalam mengatasi krisis serta kunci dalam melanjutkan pembangunan yang berkesinambungan. Langkah ini sekaligus mencegah terjadinya krisis di masa datang. Kita harus selalu bersiap diri, karena sebagai konsekuensi globalisasi ancaman gejolak dari luar akan lebih sering ditemui. Dengan institusi-institusi yang berfungsi baik, ketahanan nasional akan meningkat. Bahkan kemajuan dan pembangunan akan lebih mudah diupayakan.
Dalam jangka pendek upaya mendesak yang harus dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi adalah mempertahankan stabilitas ekonomi dan membenahi dunia perbankan dan dunia usaha yang dianggap menjadi akar penyebab krisis.
Selama dua tahun terakhir, 1998 dan 1999, untuk menstabilkan nilai rupiah dan menghindari hiperinflasi, telah ditempuh kebijakan moneter yang ketat dengan sangat membatasi pertumbuhan jumlah uang beredar. Sementara itu posisi penerimaan dan pengeluaran negara juga dirancang untuk memberikan stimulus fiskal agar perekonomian tidak merosot lebih jauh. Untuk itu dilakukan defisit anggaran negara. Namun, agar kebijakan fiskal tetap selaras dengan kebijakan moneter, pembiayaan defisit tidak dilakukan dengan menambah jumlah uang beredar tetapi dengan meminjam dari luar negeri.
Seiring dengan tanda-tanda perbaikan ekonomi, untuk satu atau dua tahun ke depan stimulus fiskal tetap diperlukan, tetapi secara bertahap diturunkan. Sedangkan kebijakan moneter mulai dilonggarkan untuk mendongkrak aktivitas perekonomian. Dalam tahun-tahun berikutnya diharapkan kegiatan ekonomi masyarakat sudah pulih kembali sehingga tidak diperlukan lagi stimulus fiskal tersebut dan secara bertahap defisit anggaran negara dapat dihapuskan untuk mencapai keadaan fiskal yang kurang lebih seimbang sehingga dapat berkelanjutan.
Dengan tercapainya kestabilan ekonomi makro secara umum, diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus berlangsung. Khususnya perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor diharapkan dapat memanfaatkan momentum pemulihan yang mulai terasa. Bangkitnya kembali perekonomian nasional akan meningkatkan permintaan domestik dan daya beli masyarakat. Rasa percaya diri kita akan ikut pulih.
Sama pentingnya dengan upaya untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, maka dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi, upaya mendesak yang harus dilakukan adalah mengatasi akar penyebab krisis, yaitu menuntaskan pembenahan kelembagaan ekonomi melalui upaya pemulihan dunia perbankan dan dunia usaha.
Keduanya merupakan program dengan sasaran pemulihan ekonomi sekaligus sasaran meletakkan landasan pembangunan berkelanjutan. Upaya pemulihan dunia usaha dan perbankan ini terkait erat satu dengan lainnya dan harus dilaksanakan bersama-sama. Besarnya jumlah kredit macet dari perusahaan hampir menghapuskan ruang gerak perbankan. Tanpa aliran dana dari perbankan, perusahaan sulit bergerak kembali dan memenuhi kewajibannya kepada perbankan. Untuk memecahkan kebuntuan, dilakukan restrukturisasi perbankan dan perusahaan sekaligus.
Banyak pihak mempertanyakan besarnya biaya yang harus ditanggung negara. Pilihan tersebut memang harus ditempuh mengingat alternatif pilihan kebijakannya tidak banyak dan tidak lebih baik. Perlu ditegaskan bahwa program restrukturisasi perbankan dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip menekan biaya sekecil-kecilnya dan sekaligus untuk tetap melindungi para penabung yang jumlahnya jutaan orang. Para pemilik bank menduduki urutan pertama yang harus menanggung biaya ini. Selain itu sedapat mungkin harus diupayakan untuk mendapatkan kembali aset-aset perbankan. Para pemilik bank dan pengelola bank serta debitur-debitur bank yang tidak kooperatif dan terbukti melakukan kecurangan-kecurangan akan diajukan ke pengadilan.
Secara keseluruhan dana rekapitalisasi saat ini sudah mencapai lebih dari Rp 500 triliun yang sebagian besar ditanggung oleh Pemerintah. Ini berarti beban anggaran Pemerintah di tahun-tahun mendatang akan sangat berat. Karena itu kita semua harus bersungguh-sungguh melaksanakan program yang sangat penting ini. Dalam kaitan ini, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah diberi kewenangan sepenuhnya untuk melakukan restrukturisasi perbankan. Karena itu BPPN harus bersikap tegas dan mampu bekerja dalam kecepatan yang tinggi dan dengan hasil yang memadai. Pemerintah bertekad akan terus melakukan pembenahan untuk mewujudkan sistem perbankan nasional yang kuat dan sehat serta mampu beroperasi dengan standar internasional.
Upaya pembenahan dunia usaha melalui restrukturisasi utang swasta dan sektor riil diarahkan untuk membangkitkan kembali dan sekaligus memperkokoh kemampuan dunia usaha nasional. Hingga kini secara keseluruhan baru sebagian kecil utang swasta yang telah berhasil direstrukturisasi melalui mekanisme Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) dan Prakarsa Jakarta. Penyelesaian utang swasta ini perlu dipercepat untuk mengembalikan citra dan kepercayaan luar negeri terhadap kredibilitas usaha nasional. Sampai saat ini, restrukturisasi perbankan dirasakan lamban penanganannya yang antara lain disebabkan oleh rumitnya program restrukturisasi utang perusahaan. Program restrukturisasi utang perusahaan ini melibatkan ribuan perusahaan dalam negeri dan kreditur di banyak negara.
Prinsip Pemerintah dalam penyelesaian masalah utang perusahaan adalah tidak mengambil alih beban perusahaan. Untuk itu Pemerintah secara terus-menerus berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tercapainya kesepakatan yang menguntungkan baik bagi pihak debitur maupun kreditur. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan memastikan proses kepailitan agar berjalan dengan baik yaitu dengan meningkatkan fungsi peradilan niaga, mempermudah prosedur investasi, menyelesaikan kewajiban-kewajiban pajak yang berhubungan dengan penyitaan dan penggabungan usaha (merger) dan mengembangkan kebijakan nasional dalam pengelolaan perusahaan swasta (corporate governance).
Untuk memacu proses penyelesaian utang perusahaan yang berarti pula mendukung proses restrukturisasi perbankan, bagi debitur yang kooperatif akan diberikan pemotongan utang. Langkah ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati. Debitur yang berhak adalah hanya yang tidak melakukan penyimpangan seperti mark up dan penyalahgunaan kredit. Di samping itu, yang dipotong hanya bunga atau denda dan bukan utang pokok. Dengan demikian, ada insentif untuk menyelesaikan restrukturisasi perbankan, tetapi dengan tetap menekan sekecil mungkin biayanya.
Seperti disebutkan tadi, langkah-langkah reformasi dan pemulihan ekonomi memerlukan waktu. Sementara itu, dampak krisis sudah merupakan beban berat bagi sebagian besar rakyat. Dalam keadaan sektor swasta yang lemah, campur tangan Pemerintah diperlukan. Instrumennya adalah kebijakan fiskal dengan program utamanya adalah JPS. Karena itu dalam waktu satu atau dua tahun ke depan program JPS ini akan diteruskan. Segala kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan JPS di masa lalu diupayakan untuk terus
dihilangkan, berdasarkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk masukan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat pers.
Dari uraian tersebut di atas, jelas terlihat bahwa kebijakan fiskal memang dirancang untuk meringankan beban rakyat, dan secara makro menahan merosotnya perekonomian. Dilema yang kita hadapi adalah kebutuhan yang meningkat ini justru dihadapkan pada sumber penerimaan yang terbatas. Karena itu pinjaman luar negeri masih diperlukan. Karena itu pula untuk tahun-tahun mendatang perlu dilakukan pergeseran titik berat kebijakan secara bertahap, yaitu dari kebijakan stimulus fiskal menuju kemampuan fiskal yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan melalui upaya-upaya peningkatan mobilisasi sumber daya dalam negeri serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana anggaran. Dengan demikian diharapkan akan ada pengurangan pinjaman terutama pinjaman luar negeri. Langkah-langkah tersebut telah dimulai. Berbagai peraturan perpajakan termasuk insentif perpajakan dikaji secara menyeluruh untuk memperkuat dan meningkatkan penerimaan pajak.
Untuk memperingan beban anggaran dan sekaligus menjaga likuiditas neraca pembayaran perlu ditempuh berbagai upaya dalam pengelolaan utang luar negeri. Pembiayaan luar negeri bersih, yang merupakan selisih antara pencairan pinjaman baru dan pembayaran pokok utang, tidak mungkin terus dipertahankan pada tingkat sekarang ini. Cara pembiayaan yang meningkatkan stok utang seperti ini harus dihindari dengan mengupayakan pengeluaran anggaran yang disesuaikan dengan penerimaannya. Sejalan dengan peningkatan penerimaan dalam negeri, tingkat pinjaman luar negeri diupayakan menurun setiap tahunnya. Jika hal ini dapat terlaksana, pada tahun 2004 pembayaran kembali utang luar negeri diperkirakan akan lebih besar dibandingkan pinjaman baru, sehingga stok utang luar negeri berangsur turun. Dalam hal negosiasi pinjaman luar negeri yang baru, perlu diupayakan persyaratan pinjaman (terms and conditions) yang memperingan beban pembayarannya. Sementara itu produk domestik bruto (PDB) terus meningkat sehingga rasio utang luar negeri terhadap PDB menurun.
Dalam kaitan pemanfaatannya, pengeluaran anggaran, utamanya bagi proyek-proyek yang dibiayai dari utang luar negeri, perlu dikaji secara menyeluruh dan prioritasnya perlu dipertajam. Jika proyek-proyek yang sudah disetujui didanai menunjukkan hambatan dalam persiapan pelaksanaannya ataupun kinerja pelaksanaannya sangat buruk, maka proyek-proyek tersebut dibatalkan. Selanjutnya, pinjaman baru, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran untuk membayar kembali dan penggunaannya untuk kegiatan ekonomi produktif dan dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien. Dalam kaitan itu pengelolaan pinjaman luar negeri dilakukan secara transparan dan selalu dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Upaya lain untuk membantu program pemulihan ekonomi adalah dengan melakukan program restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Program ini bertujuan mendayagunakan BUMN-BUMN yang kinerjanya lemah dengan meningkatkan efisiensi, profitabilitas, dan mutu pelayanannya agar tercipta landasan untuk pertumbuhannya. Tujuan lainnya adalah
akan memperkuat keuangan negara, memperluas kepemilikannya, serta memperkuat sektor riil.
Agenda pembangunan lainnya adalah reformasi ekonomi. Agar tercipta peluang yang lebih adil dan merata bagi seluruh rakyat, dan sekaligus menciptakan perekonomian yang lebih efisien dan tahan goncangan, maka secara sungguh-sungguh upaya untuk menghapuskan berbagai distorsi ekonomi harus ditingkatkan. Untuk itu, berbagai aturan-main diperbaiki. Dalam waktu dekat akan segera diterbitkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain itu juga akan dihapuskan berbagai tataniaga dan perlakuan khusus, serta berbagai peraturan yang membatasi perdagangan antarpropinsi dan antarpulau. Praktik-praktik dan peraturan-peraturan seperti itu, selain menghambat arus barang dan sumber daya ekonomi yang harus diperbolehkan untuk bergerak cepat untuk memulihkan kegiatan ekonomi, juga menjadi sumber KKN. Keberhasilan upaya-upaya ini menjadi kunci untuk peningkatan kualitas dan daya saing produk nasional, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional.
Pelaksanaan program pemulihan dan reformasi ekonomi akan meletakkan landasan yang kuat bagi bekerjanya mekanisme pasar yang sehat, adil, dan beretika. Jika kesemuanya itu dapat terwujud, maka seluruh lapisan masyarakat akan mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengembangkan usahanya. Reformasi di berbagai bidang, meskipun di sana-sini masih ada kekurangan, telah menghasilkan sinergi dalam mengatasi krisis. Momentum ini harus dipertahankan di masa datang. Caranya hanya satu, yaitu meneruskan reformasi yang sudah dimulai.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Visi tersebut di atas hanya dapat terwujud secara berkelanjutan jika kita mampu menciptakan prakondisi yang diperlukan untuk itu. Langkah utama dalam jangka menengah adalah mengembangkan dan memperkuat kelembagaan, khususnya dua pilar utama untuk tercapainya good governance, yaitu pengelolaan pemerintahan serta sistem hukum dan peradilan yang baik.
Perubahan yang menjadi tuntutan masyarakat mencakup berbagai dimensi dan sisi, terutama mengenai sikap dan tanggung jawab dalam pengelolaan pemerintahan. Dalam era reformasi, keterbukaan (transparancy) dan kebertanggungjawaban (accountability) akan diwujudkan dan terus dikembangkan. Keterbukaan memungkinkan proses pengambilan keputusan dan kebijakan selalu dapat diawasi dan dimintakan pertanggungjawabannya.
Kebijakan-kebijakan publik dituntut untuk transparan dan dapat dipertanggungjawabkan untuk selalu menguntungkan rakyat banyak. Karena itu kebijakan publik yang berdampak luas pada rakyat akan terus dibahas secara terbuka sebelum ditetapkan. Pembahasan terbuka ini akan meningkatkan kualitas kebijakan, menghilangkan KKN, dan menjamin
dipenuhinya harapan masyarakat meskipun pada awalnya kadangkala mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang berat bagi rakyat. Keterbukaan yang lebih luas dimaksudkan untuk mendorong sikap aparatur negara agar lebih memihak dan melayani masyarakat.
Di samping itu, langkah pembenahan mendasar akan diterapkan pada aparatur pemerintah karena sistem pemerintahan yang efektif sangat tergantung pada kinerja aparatur pemerintah. Rendahnya kinerja aparatur pemerintah terutama disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, sistem pengawasan yang lemah. Kedua, sistem penggajian yang kurang memadai. Ketiga, jumlah aparatur pemerintah yang berkelebihan. Ketiga faktor ini dapat menjadi pendorong bagi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Sistem penilaian dan pengawasan merupakan hal yang sangat penting bagi peningkatan kinerja lembaga. Dewasa ini proses penilaian prestasi aparatur pemerintah sangat lemah, tingkat subyektivitas yang sangat tinggi, dan sangat kurangnya tindakan tegas yang diambil bagi mereka yang mempunyai kinerja buruk dan menyalahgunakan wewenang. Jika ini terjadi pada tingkat pimpinan, akibatnya adalah menurunnya semangat aparat di tingkat yang lebih bawah, yang pada gilirannya akan menurunkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sistem penggajian yang ada secara tidak langsung mendorong aparatur pemerintah untuk tidak mengindahkan peraturan yang ada. Sistem penggajian tersebut mengakibatkan kurangnya insentif untuk meningkatkan prestasi dan karir, mengakibatkan ketergantungan Pemerintah pada hubungan paternal dan loyalitas pada individu, serta mendorong penyalahgunaan wewenang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dengan sistem pengawasan yang lemah, sering didapati perbedaan taraf kesejahteraan yang mencolok bahkan diantara aparatur pemerintah pada jenjang kepangkatan yang sama.
Hambatan utama untuk meningkatkan gaji aparatur pemerintah adalah besarnya dana yang harus disediakan. Dalam jangka panjang, salah satu jalan keluarnya adalah mengurangi jumlah pegawai negeri yang berkelebihan. Namun, adalah jelas bahwa jalan keluar ini tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek karena dapat menimbulkan masalah sosial politik dan sosial ekonomi baru yang tidak kalah beratnya.
Dalam jangka pendek, langkah yang dapat dilakukan meliputi empat hal. Pertama, memperbaiki sistem penggajian yang mengarah pada peningkatan produktivitas pegawai negeri dan pelayanan kepada masyarakat secara luas. Kedua, meningkatkan efektivitas pengawasan, termasuk dari masyarakat, terhadap tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Upaya tersebut disertai dengan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran. Ketiga, mempersiapkan penyaluran pegawai negeri sipil dari pusat ke daerah termasuk penyusunan insentif yang dibutuhkan. Keempat, menyusun sistem rekrutmen bagi calon pegawai baru berdasarkan kebutuhan nyata dan dengan seleksi yang terbuka dan ketat.
Dalam jangka menengah, langkah yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan meliputi tiga hal. Pertama, mendorong pengurangan jumlah aparatur pemerintah secara bertahap dengan kompensasi yang memadai bagi yang mengundurkan diri secara sukarela atau memberikan pelatihan bagi yang ingin disalurkan ke sektor swasta. Kedua, secara berangsur-angsur mengurangi jumlah pegawai yang tugas dan fungsinya telah dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat; kepada mereka tetap diberikan gaji pokok sampai pensiun. Ketiga, menerapkan sistem kepegawaian yang baru untuk seluruh aparatur pemerintah yang didasarkan pada kinerja dan kebutuhan nyata, termasuk perlunya dipertimbangkan penerapan sistem kontrak kerja.
Seperti disebutkan di atas, dua pilar utama untuk menciptakan good governance adalah mengembangkan dan memperkuat pengelolaan pemerintah termasuk reformasi aparatur pemerintah seperti yang baru saja diuraikan, serta mengembangkan dan memperkuat sistem hukum dan perundang-undangan. Reformasi di bidang hukum dan perundang-undangan merupakan keharusan bagi pemulihan ekonomi dan kelangsungan pembangunan. Kepastian hukum akan menegakkan keadilan dan mengurangi risiko dalam berusaha, yang dewasa ini masih dirasakan belum memenuhi harapan. Untuk itu perlu dilaksanakan paling tidak tiga langkah perbaikan secara bersamaan.
Pertama, menyempurnakan dan menjabarkan undang-undang yang ada. Sebagai contoh adalah Undang-Undang tentang Kepailitan dan Undang-Undang tentang Peradilan Niaga untuk memutuskan kasus-kasus perusahaan yang pailit. Di samping itu juga sedang dikembangkan sistem pencatatan aset dan undang-undang yang menjamin keberadaan agunan. Sistem pencatatan dan undang-undang ini akan mengurangi risiko yang dihadapi kreditur karena penggunaan jaminan yang sama untuk mendapatkan kredit yang berbeda, seperti yang dilakukan sebagian debitur di masa lalu yang mengakibatkan membengkaknya kredit macet. Kedua, melakukan reformasi pada sistem peradilan. Peradilan yang mandiri dan profesional merupakan prioritas utama di bidang ini. Ketiga, reformasi hukum administrasi pemerintahan yang diarahkan untuk menghindarkan tumpang-tindih antara peraturan yang diterbitkan suatu lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah lainnya.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Setelah memaparkan kondisi perekonomian nasional kita dewasa ini, yang diikuti oleh visi Pemerintah tentang kerangka ekonomi jangka menengah serta prakondisi yang diperlukan untuk keberhasilan kembali ekonomi nasional, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan tentang dasar-dasar penyusunan RAPBN Tahun 2000 sebagai kerangka ekonomi jangka pendek.
RAPBN Tahun 2000 ini disusun secara realistis agar dapat memberikan gambaran secara tepat, jelas, dan transparan kepada DPR, para pelaku pasar di dalam dan di luar negeri, dan masyarakat luas, mengenai arah, sasaran, dan strategi kebijakan fiskal di dalam mendukung program pembaharuan struktural menuju pemulihan ekonomi nasional.
Dalam upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik, mulai Tahun Anggaran 2000 akan dilakukan perubahan terhadap struktur dan format APBN, mendekati standar statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistics) yang berlaku secara internasional. Berdasarkan format baru tersebut, APBN yang sebelumnya disusun berdasarkan prinsip anggaran berimbang dan dinamis, diubah menjadi anggaran defisit yang dibiayai dengan sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan luar negeri. Dilakukannya perubahan struktur dan format RAPBN Tahun 2000 antara lain dimaksudkan untuk:
a. Meningkatkan transparansi, mengingat dalam struktur baru tersebut secara jelas dapat tergambar besarnya defisit anggaran, kemampuan sumber pembiayaan dari dalam negeri, serta ketergantungan anggaran negara terhadap pembiayaan luar negeri.
b. Mempermudah pelaksanaan analisis terhadap strategi kebijakan fiskal yang diterapkan beserta cara pembiayaannya, serta analisis perbandingan antara perkembangan operasi fiskal Indonesia dengan berbagai negara lainnya. Selain itu, dengan format baru APBN tersebut juga akan mempermudah pemantauan dan pengendalian dalam pelaksanaan serta pengawasan APBN.
c. Mengantisipasi pelaksanaan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Format baru APBN dimaksud akan mempermudah perhitungan dana perimbangan, baik dana bagi hasil penerimaan sumber daya alam maupun dana alokasi umum.
Secara garis besar, pengelompokan kembali pos-pos pendapatan dan belanja negara dalam format RAPBN Tahun 2000, adalah sebagai berikut:
a. Pada sisi pendapatan, komponen pajak yang terdapat pada penerimaan migas direalokasikan kepada fungsi dan sifat dasarnya, yaitu pada penerimaan PPh sektor migas. Demikian pula, penerimaan yang merupakan komponen penerimaaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti pertambangan migas atau bagian Pemerintah atas pengusahaan (eksplorasi dan eksploitasi) pertambangan migas dikembalikan kepada pos PNBP.
b. Pada sisi belanja, berbagai jenis pengeluaran yang selama ini masih menimbulkan kerancuan, seperti subsidi bunga kredit program, yang dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya
dikelompokkan pada belanja pembangunan, dalam RAPBN Tahun 2000 dialokasikan kembali ke belanja rutin. Demikian pula, pembayaran bunga obligasi bagi program penyehatan perbankan nasional yang selama ini dicatat pada pos belanja pembangunan, dalam RAPBN Tahun 2000 dibebankan ke dalam belanja rutin. Sebaliknya pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang selama ini dicatat pada pos belanja rutin, dalam RAPBN Tahun 2000 dialihkan menjadi komponen pengurang dalam bagian pembiayaan.
c. Untuk lebih menjamin transparansi dalam penyusunan serta sekaligus mempermudah pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan dan perhitungan anggaran negara, juga dilakukan pemisahan secara tegas terhadap beberapa komponen pembiayaan anggaran yang dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya dimasukkan ke dalam pos-pos pendapatan dan belanja negara.
Berdasarkan perkembangan terakhir dan proyeksi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 1999/2000, serta memperhitungkan potensi dan keterkaitan dengan pendapatan beban anggaran belanja negara dalam tahun mendatang, keadaan ekonomi Indonesia pada tahun anggaran mendatang diperkirakan akan lebih baik, dan mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan yang makin kuat.
Beberapa indikator ekonomi makro yang menjadi asumsi di dalam penyusunan RAPBN Tahun 2000 antara lain sebagai berikut:
a. Laju pertumbuhan ekonomi 3,8 persen; b. Tingkat inflasi 4,8 persen; c. Harga ekspor minyak mentah Indonesia US$ 18 per barel; d. Nilai tukar (kurs) rupiah Rp 7.000,- untuk setiap dolar Amerika.
Secara umum struktur RAPBN Tahun 2000 terdiri dari penerimaan negara dan hibah, pengeluaran negara, surplus/defisit anggaran, dan pembiayaan dari surplus/defisit. Penerimaan negara adalah yang betul-betul dapat digalang dari dalam negeri dan bersifat berkesinambungan. Hibah adalah pemberian dari pemerintah lain atau lembaga internasional dan tidak menimbulkan kewajiban (misalnya, dalam bentuk pengembalian dana atau pembayaran bunga). Pengeluaran negara adalah seluruh belanja yang dilakukan oleh negara baik untuk kepentingan kegiatan rutin maupun untuk pembangunan. Jika pengeluaran melebihi penerimaannya maka terjadi defisit anggaran. Defisit ini harus ditutup dan dicarikan sumber pembiayaannya. Sebaliknya, kalau terjadi surplus anggaran berarti ada kelebihan dana yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembayaran pinjaman pokok Pemerintah atau menambah cadangan dana Pemerintah.
Berdasarkan jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah yang diharapkan dapat dihimpun, serta seluruh beban anggaran belanja negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, maka dalam RAPBN Tahun 2000 diperkirakan terjadi defisit anggaran Rp 45,373 triliun atau sekitar 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Terjadinya defisit tersebut berkaitan dengan lebih rendahnya jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah yang direncanakan Rp 137,695 triliun (15,1 persen terhadap PDB), dibandingkan dengan jumlah anggaran belanja negara Rp 183,069 triliun (20,1 persen dari PDB). Jika dibandingkan dengan rasio defisit anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 1999/2000 mencapai 6,8 persen terhadap PDB, maka rasio defisit anggaran terhadap PDB pada RAPBN Tahun 2000 tersebut terjadi penurunan sebesar 1,8 persen.
Dari jumlah anggaran belanja negara yang direncanakan Rp 183,069 triliun, sebagian besar yaitu Rp 143,682 triliun (78,5 persen) dialokasikan ke belanja rutin untuk mendukung kegiatan operasional pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, termasuk untuk biaya pemeliharaan kekayaan negara, pembayaran bunga utang, baik dalam negeri maupun luar negeri, serta penyediaan anggaran subsidi bagi beberapa jenis komoditi yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat. Selebihnya, yaitu Rp 39,386 triliun atau 4,3 persen dari PDB akan dialokasikan untuk belanja pembangunan, masing-masing terdiri dari pembiayaan pembangunan rutin Rp 23,356 triliun atau 2,6 persen dari PDB, dan pembiayaan proyek Rp 16,030 triliun atau 1,7 persen dari PDB.
Pada anggaran belanja rutin, terdapat tiga jenis pengeluaran yang menyerap beban anggaran yang cukup besar, yaitu: (a) pembayaran bunga utang yang diperkirakan mencapai Rp 58,989 triliun atau 6,5 persen dari PDB, (b) belanja pegawai pusat dan daerah yang diperkirakan mencapai Rp 45,709 triliun atau 5,0 persen dari PDB yang terdiri atas belanja pegawai pusat Rp 29,355 triliun atau 3,2 persen dari PDB dan belanja pegawai daerah sebesar Rp 16,354 triliun atau 1,8 persen dari PDB, serta (c) subsidi yang pada Tahun Anggaran 2000 direncanakan Rp 26,666 triliun atau 2,9 persen dari PDB untuk BBM dan non-BBM. Beban subsidi tersebut diusahakan akan dikurangi secara bertahap.
Pada anggaran belanja pembangunan, dari anggaran pembangunan rupiah yang direncanakan sebesar Rp 23,356 triliun, yang akan dikelola oleh instansi Pemerintah Pusat berjumlah Rp 8,217 triliun atau 35,2 persen, sedangkan anggaran yang dikelola daerah mencapai Rp 15,139 triliun atau 64,8 persen. Sementara itu, pembiayaan proyek yang sumber dananya berasal dari pinjaman luar negeri (project loan) mencapai Rp 16,030 triliun atau 1,7 persen dari PDB.
Dalam rangka implementasi awal dari pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka dalam RAPBN Tahun 2000 porsi alokasi anggaran pembangunan yang dikelola oleh daerah akan meningkat dari 50,8 persen terhadap total pembiayaan rupiah pada Tahun Anggaran 1999/2000 menjadi 64,8 persen pada RAPBN Tahun 2000, atau meningkat dari 1,3 persen menjadi 1,7 persen dari PDB.
Defisit anggaran pada RAPBN Tahun 2000 diharapkan dapat dibiayai dengan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 22,189 triliun atau 2,5 persen dari PDB. Jumlah tersebut diharapkan berasal dari sektor nonperbankan, berupa hasil divestasi saham Pemerintah pada BUMN (privatisasi) sebesar Rp 5,939 triliun atau 0,7 persen dari PDB, dan penjualan (pemilikan) aset perbankan dalam program restrukturisasi (penyehatan) oleh BPPN yang berupa assets recovery sebesar Rp 16,250 triliun atau 1,8 persen dari PDB. Selebihnya, yaitu Rp 23,184 triliun atau 2,5 persen dari PDB diharapkan dapat ditutup dengan sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
Sudah barang tentu dalam suasana perekonomian yang masih sulit sekarang ini kita harus bekerja keras sebelum dapat mengharapkan membaiknya keadaan.
Upaya menggalang penerimaan negara menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Sekitar 71 persen dari penerimaan negara adalah dari penerimaan pajak. Dari jumlah tersebut, pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai mencapai sekitar 81 persen. Basis kedua jenis pajak ini relatif menyempit dibanding dengan keadaan sebelum krisis. Pajak penghasilan menurun seiring dengan menurunnya pendapatan perorangan dan perusahaan. Sementara itu, kegiatan ekonomi yang masih dalam tahap awal pemulihan dan sebagian belum terjangkau administrasi pajak, menyebabkan basis pajak pertambahan nilai juga terbatas.
Upaya meningkatkan penerimaan pajak, dimulai dengan pembenahan administrasi pajak. Untuk itu dilakukan pengelompokan wajib pajak perorangan dan perusahaan agar penetapan sasaran pemungutan pajak terutama untuk wajib pajak yang besar dan audit pajak dapat dilakukan dengan lebih baik. Di samping itu, peraturan mengenai yayasan akan ditata kembali agar benar-benar mencapai tujuan sosial yang ingin dicapai dan bukan sebagai alat untuk menghindarkan diri dari kewajiban pajak.
Basis pajak juga diperluas. Berbagai ketentuan mengenai keringanan termasuk pengecualian terhadap kewajiban pajak akan dikaji kembali. Namun hal ini tidak berarti semua insentif pajak untuk merangsang investasi dihapuskan. Misalnya, untuk investasi masih disediakan tax allowances untuk menggantikan tax holidays. Langkah ini juga sesuai dengan kesepakatan antara negara-negara ASEAN. Upaya lain adalah dengan menyederhanakan proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Dengan berbagai langkah seperti diuraikan di atas, penerimaan pajak diharapkan dapat mencapai sekitar 10,7 persen dari PDB, sementara penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 137,7 triliun atau 15,1 persen dari PDB. Tingginya penerimaan ini juga tidak terlepas dari perkiraan harga ekspor minyak bumi yang cukup menggembirakan. Dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 1999/2000 yang lalu, harga tersebut masih diperkirakan sekitar US$ 10,5 per barel. Namun dalam kenyataannya, harga terus meningkat dan mencapai harga rata-rata tertinggi pada bulan November 1999, yaitu US$
23,6 per barel. Secara historis, fluktuasi harga ekspor minyak bumi sangat tajam. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, ditetapkan asumsi harga komoditi tersebut sebesar US$ 18 per barel yang akan menghasilkan penerimaan pajak dan bukan pajak dari pos migas sebesar Rp 37,5 triliun.
Sumber penerimaan dalam negeri yang lain adalah penerimaan dari jasa pelayanan pemerintah, dividen BUMN, royalti, dan pendapatan lain seperti pengembalian pinjaman yang diberikan pemerintah. Sumber-sumber penerimaan ini disebut sebagai penerimaan bukan pajak. Untuk Tahun Anggaran 2000 pendapatan hasil privatisasi, yang dalam APBN Tahun Anggaran 1999/2000 merupakan 50 persen dari penerimaan negara bukan pajak, tidak lagi dikelompokkan ke dalam jenis penerimaan tersebut.
Pengeluaran negara terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, yang masing-masing direncanakan sebesar Rp 143,7 triliun. Dalam RAPBN tahun ini, ada beberapa perubahan pokok dalam penyajiannya, terutama di pos pengeluaran rutin. Pembayaran pokok utang tidak lagi di pos ini, tetapi merupakan bagian dari pembiayaan yang bersifat mengurangi jumlah pinjaman yang diterima. Dengan demikian, jika nilai penerimaan pinjaman melebihi pembayaran pokok utang, maka secara keseluruhan masih dibutuhkan pembiayaan dari luar negeri yang berarti pula jumlah stok utang luar negeri masih meningkat. Setidaknya, pembiayaan luar negeri bersih yang relatif menunjukkan stok utang yang menurun. Di samping itu, pembayaran bunga obligasi untuk restrukturisasi perbankan seperti halnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri, sesuai dengan sifatnya, dicantumkan dalam pengeluaran rutin.
Penerbitan obligasi tersebut tidak dapat dihindari karena proses pemulihan ekonomi mensyaratkan penuntasan restrukturisasi perbankan. Yang perlu dilakukan adalah mempercepat proses tersebut agar biayanya dapat ditekan serendah mungkin dan sistem perbankan dapat segera pulih kembali. Langkah-langkah restrukturisasi perbankan ini dirancang secara menyeluruh, rinci, dan terbuka sehingga dapat dipantau secara cermat tidak saja oleh Pemerintah tetapi oleh seluruh rakyat. Langkah pembenahan operasional termasuk manajemen serta penguatan modal dilaksanakan untuk 4 bank pemerintah, yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN serta sejumlah 10 bank beku operasi (BBO), 38 bank beku kegiatan usaha (BBKU), dan 13 bank swasta yang diambil alih (bank taken over/BTO) yang empat di antaranya telah direkapitalisasi. Di samping itu, dilakukan pula penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan upaya tersebut yang akan diikuti dengan penegakannya secara sungguh-sungguh. Ketentuan-ketentuan tersebut tidak hanya terbatas pada dunia perbankan, tetapi juga yang menyangkut perusahaan secara umum terutama yang terkait dengan penyelesaian utang swasta.
Biaya penerbitan obligasi cukup besar. Jumlah obligasi Pemerintah pada awal Tahun Anggaran 2000, termasuk obligasi yang akan diterbitkan dalam bulan Maret, diperkirakan mencapai Rp 625 triliun, dengan biaya bunga pada tahun tersebut mencapai Rp 42,4 triliun atau sekitar 4,7 persen dari PDB. Untuk mengurangi beban ini, secara maksimal dilakukan upaya pengembalian pinjaman dengan penjualan aset perbankan yang menjadi hak negara. Dengan langkah ini, untuk Tahun Anggaran 2000 penjualan
aset diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan dari defisit anggaran, yaitu sebesar Rp 16,3 triliun.
Agar biaya yang demikian besar itu membuahkan hasil yang diharapkan, maka berbagai upaya pembenahan terus dilakukan antara lain dengan penyempurnaan organisasi BPPN, penuntasan kasus Bank Bali, dan tindakan tegas kepada debitur yang tidak kooperatif. Selain itu telah dilakukan pula audit atas Bank Indonesia oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Langkah-langkah jangka menengah untuk membenahi kelembagaan negara dan memberantas praktik KKN tidak dapat dipisahkan dari upaya memperbaiki insentif aparatur negara. Dalam APBN Tahun Anggaran 1999/2000 pengeluaran untuk itu sudah mencakup sekitar 39,0 persen dari keseluruhan pengeluaran rutin. Namun disadari bahwa penghasilan pegawai negeri masih belum memadai. Dalam masa krisis, dengan tingkat inflasi yang sebesar 36,8 persen dan 45,4 persen masing-masing untuk Tahun Anggaran 1997/1998 dan Tahun Anggaran 1998/1999, pendapatan pegawai negeri hanya dinaikkan masing-masing dengan 15 persen. Dari angka-angka tersebut jelas masih dibutuhkan perbaikan kesejahteraan pegawai negeri, terlebih dalam tingkat insentif yang sejak awal sebelum krisis, untuk tataran yang sama, rata-rata masih di bawah yang diberikan oleh swasta. Oleh karena itu, perlu dicari keseimbangan antara perbaikan insentif aparatur negara dengan upaya mengangkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Dengan menimbang kemampuan keuangan negara dan perlunya perbaikan kesejahteraan pegawai negeri untuk menciptakan aparatur yang bersih dan meningkatkan kinerja di satu sisi, dan di sisi lain perlunya menciptakan insentif yang tidak kontraproduktif terhadap upaya efisiensi birokrasi, disediakan anggaran untuk belanja pegawai pusat dan daerah sejumlah Rp 45,7 triliun. Meskipun ada kenaikan kesejahteraan aparatur negara, peranannya dalam pengeluaran rutin menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 28,4 persen.
Untuk meringankan beban hidup rakyat, masih disediakan berbagai bentuk subsidi meliputi subsidi bahan bakar minyak (BBM), pangan, listrik, bunga kredit program, dan lainnya. Dalam penyediaan subsidi ini, yang terpenting adalah penetapan sasarannya agar yang dibantu adalah benar-benar yang membutuhkan. Dana yang dihemat dari pos ini dapat dipergunakan untuk memperkuat anggaran pembangunan, yang terutama diarahkan untuk mendukung proses desentralisasi dan pengatasan kemiskinan. Dengan demikian, jumlah dana yang terbatas tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar.
Namun disadari pula bahwa masih ada inefisiensi dalam penyediaan energi yang menyebabkan menggelembungnya biaya subsidi. Untuk itu, akan dilaksanakan restrukturisasi di tubuh Pertamina dan upaya menekan biaya operasional di tubuh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menindaklanjuti hasil audit terhadap Pertamina, pada bulan Maret tahun ini perusahaan tersebut diharapkan sudah dapat menyelesaikan program restrukturisasi untuk menekan biaya operasi, termasuk langkah-langkah untuk memperbaiki pos-pos yang berdasarkan hasil audit menunjukkan inefisiensi, dan sekaligus mempersiapkan Pertamina menjadi perusahaan yang kompetitif di dunia internasional. Upaya ini akan didukung dengan pembenahan pada peraturan perundang-
undangannya. Untuk PLN, diupayakan untuk melakukan renegosiasi kontrak yang adil dan transparan.
Meskipun berbagai langkah tersebut ditempuh, biaya untuk subsidi BBM dan listrik masih akan tinggi. Hal ini tidak terlepas pula dari membaiknya harga minyak bumi di pasar internasional yang akan meningkatkan subsidi BBM karena masih dibutuhkannya impor minyak mentah untuk diolah dalam kilang dan keterbatasan produksi dalam negeri sehingga diperlukan impor BBM. Untuk itu, dengan amat prihatin Pemerintah terpaksa melakukan kenaikan harga BBM. Namun kenaikan ini direncanakan berbeda untuk tiap jenis BBM, dengan mempertimbangkan tingkat pendapatan konsumen. Di samping itu, bagi masyarakat miskin disediakan skema subsidi khusus. Langkah perlindungan terhadap penduduk miskin juga dilakukan dalam penyediaan listrik dengan tidak menaikkan tarif bagi rumah tangga yang memiliki sambungan listrik 450 watt. Melalui langkah-langkah tersebut, jumlah biaya untuk subsidi BBM dan listrik masih akan cukup besar, yaitu masing-masing sebesar Rp 18,3 triliun dan Rp 3,9 triliun.
Selain itu, disediakan pula subsidi pangan sebesar Rp 2,2 triliun, terutama untuk mendukung penyediaan beras dengan harga murah dalam program Operasi Khusus Pangan (OKP). Adapun untuk subsidi bunga kredit program disediakan dana sebesar Rp 1,9 triliun yang terutama digunakan untuk program Kredit Usaha Tani (KUT).
Di samping berbagai program subsidi yang terutama untuk meringankan beban rakyat miskin, melalui anggaran pembangunan disediakan pula dana JPS dan pengatasan kemiskinan sejumlah Rp 2,8 triliun. Anggaran tersebut merupakan bagian dari anggaran yang pengelolaannya diserahkan pada daerah, atau anggaran desentralisasi. Secara keseluruhan, anggaran desentralisasi ini direncanakan mencakup 64,8 persen dari anggaran rupiah murni yang jumlahnya Rp 23,4 triliun. Jika dibandingkan dengan Tahun Anggaran 1999/2000 (untuk masa 9 bulan agar setara dengan masa anggaran tahun 2000), jumlah keseluruhan mengalami kenaikan Rp 3 triliun, sedangkan anggaran yang dikelola pusat mengalami penurunan Rp 3,5 triliun. Langkah ini merupakan langkah awal dari proses desentralisasi yang akan terus dimantapkan mekanismenya di masa datang.
Dalam jumlah anggaran desentralisasi, bagian terbesar adalah dana pembangunan kabupaten/perkotaan, yaitu sebesar Rp 5,9 triliun. Hal ini sesuai dengan semangat desentralisasi untuk menjadikan Daerah Tingkat II sebagai ujung tombak pembangunan. Daerah Tingkat II diharapkan dapat lebih menangkap aspirasi rakyat, sehingga alokasi dana dapat benar-benar sesuai dengan keinginan rakyat setempat. Alokasi dana pembangunan provinsi direncanakan berjumlah Rp 3,1 triliun dan dana pembangunan desa sejumlah Rp 670,3 miliar. Di samping dana pembangunan daerah yang terdiri dari dana pembangunan desa, dana pembangunan kabupaten/kotamadya, dana pembangunan provinsi, serta dana JPS dan pengatasan kemiskinan seperti diuraikan di atas, dalam anggaran desentralisasi masih ada dana hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sejumlah Rp 2,6 triliun. Dana ini, setelah dikurangi biaya untuk memungut sebesar 10 persen, seluruhnya dikelola daerah yang dibagi atas Pemerintah Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.
Sejumlah Rp 8,2 triliun pengeluaran pembangunan akan dikelola oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai proyek-proyek sektoral, termasuk dana pendamping untuk proyek-proyek pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Jumlah pinjaman proyek pada tahun 2000 sangat dibatasi pada yang benar-benar dibutuhkan dan menunjukkan kemajuan seperti yang diharapkan. Dengan pembatasan ini, sejumlah 43 proyek senilai US$ 556 juta atau, dengan kurs Rp 7000/US$, sekitar Rp 3,9 triliun, telah dihentikan dan tidak dilanjutkan lagi. Adapun nilai pinjaman proyek yang direncanakan diserap untuk tahun 2000 ini juga sangat dibatasi, yaitu hanya Rp 16,0 triliun, jauh berkurang dari Tahun Anggaran 1999/2000 (juga dalam 9 bulan) yang senilai Rp 22,5 triliun.
Secara bertahap, jika berbagai program penyesuaian struktural yang sudah disusun dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka perekonomian dapat kembali tumbuh pada tingkat 6 persen sampai 7 persen dalam lima tahun mendatang. Pertumbuhan perekonomian tersebut akan didukung oleh basis yang lebih kuat karena partisipasi masyarakat yang lebih luas dan tidak hanya bertumpu pada kelompok pengusaha seperti di masa lalu. Perbaikan ekonomi itu juga akan semakin merata di daerah-daerah. Sementara dengan nilai tukar yang stabil pada tingkat sekitar Rp 7000/US$, inflasi dapat dikendalikan pada tingkat 3-5 persen.
Membaiknya perekonomian memperkokoh pula posisi anggaran negara di masa datang. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, maka basis penerimaan negara meningkat pula. Melalui upaya pembenahan administrasi perpajakan, pengurangan pengecualian pajak, dan penghapusan dana off-budget, maka posisi penerimaan negara akan menguat dan memungkinkan untuk memenuhi kewajiban pengembalian pinjaman dan sekaligus mendukung momentum pemulihan ekonomi. Defisit anggaran diperkirakan akan terus menurun dari 5 persen dari PDB pada tahun 2000, menjadi berimbang pada tahun 2004. Dalam kurun waktu yang sama, posisi utang Pemerintah secara keseluruhan yang mencakup utang luar dan dalam negeri diperkirakan juga menurun.
Demikianlah gambaran pokok-pokok RAPBN Tahun 2000 yang diajukan kepada DPR, sebagai langkah awal dari program-program ekonomi yang akan disusun sesuai dengan mandat MPR. Mengakhiri keterangan Pemerintah ini, perlu disampaikan beberapa hal yang kiranya dapat menjadi bahan renungan baik dalam pembahasan rancangan ini antara Pemerintah dengan DPR maupun dalam pelaksanaannya nanti.
Pelaksanaan APBN diharapkan mencerminkan kehendak GBHN untuk transparan dan demokratis. Pesan ini ditangkap agar kita harus lebih memperhatikan proses dan tidak hanya sekadar mementingkan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan. Keterlibatan masyarakat sejak proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi harus benar-benar terjadi.
Oleh karena itu, Pemerintah akan tetap terbuka dan mendorong dialog yang konstruktif dengan Dewan, baik untuk mengamankan pembangunan dalam jangka panjang, maupun agar kita tidak terjebak dalam kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan dalam sesaat. Kebijakan makro untuk mendukung pembangunan berkesinambungan yang
menuntun perekonomian nasional agar lebih adil dan merata dan disertai stabilitas ekonomi yang benar-benar kokoh harus menjadi pertimbangan utama.
Dialog antara Pemerintah dengan Dewan menghadapi keterbatasan waktu. Dengan demikian, meskipun proses pembahasan mengacu pada keterbukaan dan prinsip demokrasi, adalah sangat penting untuk tetap dapat diselesaikan sesuai jadwal, sehingga APBN Tahun 2000 dapat dilaksanakan pada tanggal 1 April 2000. Pelaksanaan APBN Tahun 2000 yang tepat waktu sangat diperlukan untuk menghindari risiko persepsi yang kurang menguntungkan dari pasar. Dengan demikian, tahapan-tahapan seperti yang disusun dalam agenda ekonomi dapat berjalan sesuai dengan rencana. Insya Allah, pemulihan ekonomi dan cita-cita pembangunan secara keseluruhan akan dapat diwujudkan.
Akhirnya, kepada Tuhan Yang Maha Esa kita panjatkan do’a, semoga kita diberi kekuatan iman dan ketabahan untuk mengantarkan kehidupan bangsa pada tatanan baru yang kita cita-citakan bersama dalam gerak reformasi bangsa menuju masyarakat madani. Amiin yaa Rabbal ‘alamiin.
Terima kasih atas perhatian dan kesabaran para Anggota Dewan yang terhormat serta hadirin sekalian.
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Jakarta, 20 Januari 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ABDURRAHMAN WAHID



Sumber: http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/20jan00.htm