Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Friday 12 November 2010

*Mengais Gulma Liberalisme dari Tradisi Islam**

*Mengais Gulma Liberalisme dari Tradisi Islam**



Bagi teman-teman yang suka diskusi tentang Islam, berikut saya posting tulisan dari Ahmad Rofiqi sebagai anti-thesis Islam liberal. Mari kita hargai pemikiran para cendekiawan Islam kita, dengan segala pemikirannya dan gaya berdiskusinya. Semoga kita dapat pencerahan dan semakin mendorong kita untuk memepelajari Islam.

Tulisan ini diambil dari:
http://www.mail-archive.com/syiar-islam@yahoogroups.com/msg01516.html


assalaamu 'alaikum,

ayyuhal ikhwah,

berikut ada tanggapan dari ust Rofiqi atas pendapat Ulil dalam wawancara
dengan Ade Armando dengan Ulil bulan Juli 2007.

salam,
satriyo


*Mengais Gulma Liberalisme dari Tradisi Islam**

*Ahmad Rofiqi, Lc.*

*Institut Dakwah Islam, Jurusan Studi Al-Qur'an, Tripoli, Libya*

*Mahasiswa Program Magister Pengkhususan Pendidikan dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Ibnu Khaldun*



*Assalamualaikum Wr. Wb.*

Ulil Abshar Abdalla mencatut nama Al-Razi, Al-Ghazali dan Imam Al-Haramain Al-Juwaini untuk menyokong sekulerisme dan pluralisme. Sudah sedalam apakah eksplorasi Ulil dengan kesimpulan ini? Bukannya dia mengaku masih baru membaca wacana klasik itu?

Sebagai ikon utama *jamaah* yang membawa bendera pluralisme-sekulerisme-liberalisme, Ulil terus mencari legitimasi. Kali ini dia menoleh kepada khazanah klasik Islam yang selama ini dituduh—oleh dia sendiri dan kelompoknya—sebagai penyebab kemunduran umat.

Sebelum kita meneliti sejauh mana hasil usahanya, ada baiknya kita lihat kembali apa yang diyakini Ulil dan kawan-kawannya. Keyakinan yang terus dia carikan dalil dan hujjahnya itu.

Ulil dkk meyakini semua agama sama-sama benar. Ini adalah *core* ide pluralisme-liberalisme. Keyakinan ini mau tidak mau harus berimplikasi pada struktur keyakinan berikutnya. Kalau semua agama sama, maka konsep tuhan, kitab suci, nabi, syariat, wahyu bahkan sejarah semua agama juga harus sama. Karena semua konsep ini harus sama, maka kebenaranpun harus direlatifkan. Biar tidak ada lagi monopoli keyakinan dari beragam agama yang telah ada itu.

Ketika ini diterapkan pada Islam, maka agama tersebut harus merelakan konsep-konsep pokoknya *dipreteli*. Konsep al-haq, dakwah, mukjizat, amar ma'ruf nahyi mungkar, murtad, makshiyat, kebatilan, surga, neraka dan lain-lain harus dide-konstruksi dibaca ulang dan dire-interpretasi. Setelah melewati proses re-konstruksi ini, nantinya akan didapati sebuah Islam yang jauh berbeda dari bayangan setiap muslim di dunia. Mungkin sebuah Islam yang tidak pernah dilihat dalam sejarah. Melalui epistemologi radikal tersebut Islampun disekulerkan. Agama tidak boleh mengatur hidup masyarakat dan negara. Sebagai gantinya diambillah filsafat atau *worldview* barat yang "lebih" humanis dan universal.

Memperhatikan sejak awal, Ulil *and friends* sangat teguh memegang prinsip-prinsipnya. Bahkan dibanding dengan pendahulunya mereka boleh dibilang jauh lebih ekstrim. Hukum Islam dibongkar, Al-Qur'an di desakralisasi-dihina-diperpornokan, kemaksuman para Nabi dikritik, hadits-hadits dihina, para ulama dibodohi hingga lafadz Allah pun diinjak-injak. Kalau dulu para mentor liberal hanya berwacana, kini
anak-anak muda itu melakukan gerakan (harakah) dalam bentuk jaringan yang sangat aktif, sistematis dan—tak lupa—dengan pendanaan yang kuat.

Dengan perangkat ide ekstra radikal itu, ditambah *track record* sedemikian rupa, pantaskah Ulil menemukan "rumah" dalam khazanah Islam klasik? Sebuah "uluran tangan" dari *Hujjatul Islam* Al Ghazali dan Imam Al-Haramain Al-Juwaini atau Fakhruddin Al Razi? Mari kita ukur.

Tiga tokoh ini datang dari tiga masa antara abad 5-7 H. Mereka adalah tokoh-tokoh Madzhab Asy'ariyah, sebuah genre ilmu kalam yang dikenal kontra dengan filsafat Yunani dan aliran kalam Mu'tazilah. Pendirinya bernama Abul Hasan Al-Asy'ari (w 324 H).

Al-Asy'ari memandang kedudukan akal bukan diatas wahyu melainkan sebaliknya. Dalam masalah agama, harus diimani adanya hal-hal *tauqifiyah*, yang tidak bisa diganggu gugat. Al-Asy'ari menetapkan Al-Qur'an sebagai kalamullah yang bersama hadits, menjadi sumber pokok agama (lihat Kitab *Fii Ilmi Al-Kalam*Jilid 2 hal 140-142). Saat ini madzhab Asy'ariyah adalah aliran aqidah yang paling banyak pengikutnya di dunia Islam.

Imam Al-Ghazali adalah tokoh Asy'ariyah yang paling berpengaruh. Sumbangan beliau dalam pemikiran Islam sangat mahal. Salah satunya adalah kritik terhadap filsafat Helenis melalui masterpiecenya *Tahafut Al Falasifah*(kerancuan kaum filsafat).

Dalam kitabnya *Ihya' Ulumuddin*, pada bagian *Qawaid Aqidah *, Al Ghazali menetapkan makna Islam adalah agama yang membuat pemeluknya masuk surga dan keluar dari neraka. Disebutkan disana, tingkat keenam dalam persoalan iman adalah orang yang mengucapkan syahadat tapi hatinya ingkar. Menurutnya pada level ini orang disebut kafir dan keluar dari agama. Al Ghazali memang membuat klasifikasi keimanan, tapi klasifikasi ini berkaitan dengan derajat keimanan itu sendiri mulai dari yang imannya sempurna, fasik hingga yang kafir. Artinya kalaupun ada orang tidak sampai kafir, setidaknya orang ini imannya tidak sempurna seperti imannya orang fasik. Tidak ada sedikitpun Al Ghazali menyebut-nyebut Mu'tazilah atau Syiah.

Ini berbeda dengan omongan Ulil. Menurutnya Al Ghazali membuat kerangka empat tingkat keimanan yang menjadikan sekte apapun (Asy'ariah, Mu'tazilah dan Syi'ah) tetap muslim sehingga timbul kesan semuanya sama-sama benar. Ini sungguh aneh. Pertama, tingkatan Al Ghazali ada enam, bukan empat. Pada level keenam adalah posisi orang kafir. Kedua, di bagian mana dia menyebut sekte-sekte itu? Disana tidak ada. Kemudian ketiga, kalau semuanya sama, mengapa Al Ghazali keras membela Asy'ariyah dan keras menyerang Mu'tazilah? Sulit rasanya tidak menganggap Ulil distorsif. Dalam kitab *Tahafut Al Falasifah*, Al Ghazali menyamakan sebagian pendapat filosof dengan kaum
mu'tazilah. Kelompok mu'tazilah ini, memang tidak dia anggap tegas kafir tapi tegas dia mengatakan mereka adalah ahli bid'ah yang sesat. (Lihat * khatimah* dari *Tahafut Al Falasifah*).

Ulil juga mengatakan Al Ghazali membuat empat kemungkinan penafsiran terhadap hari kebangkitan, yaitu fisikal, mental, spiritual dan imajinatif. Menurutnya, dengan empat penafsiran *a la *Al Ghazali ini, beliau menoleransi apapun bentuk iman pada hari kebangkitan. Ulil ingin mengesankan Al Ghazali adalah seorang pluralis.

Secara tegas saya katakan Ulil keliru. Empat penafsiran itu adalah pendapat ahli filsafat, bukan perkataan Al Ghazali (lihat bab ke 17 dalam *Tahafut Al Falasifah*). Ulil salah faham. Perhatikan, setelah mengurai empat jenis penafsiran atas kebangkitan tersebut, Al Ghazali berkata, *"Hadza madh-habuhum*" (ini adalah pendapat mereka), yaitu para filosof. Setelah itu Al Ghazali membantah pendapat mereka. Al Ghazali menegaskan kekufuran para filosof yang menganggap hari kebangkitan hanya menimpa ruh dan tidak dibangkitkannya jasad sehingga balasan di hari akhir—baik kenikmatan atau siksaan—hanya akan menimpa ruhnya saja.

Berdasarkan kenyataan ini, silahkan pembaca menilai sendiri pernyataan distorsif Ulil mengenai Imam Al Ghazali, *"Jadi saya mempelajari bagaimana Al Ghazali mendekati masalah pluralisme dengan cara ilmiah dan solid, dengan mendasarkan diri pada tradisi Islam".* Sungguh keterlaluan!

Ulil yang baru belajar ini mengesankan, senjata yang paling diandalkan Al Ghazali melawan filosof adalah filsafat itu sendiri. Termasuk menggunakan filsafat Aristotle. Nampaknya Ulil—sekali lagi yang baru belajar ini—tidak faham dengan metodologi ahli kalam. Kalau filsafat senjata satu-satunya, bagaimana cara Al Ghazali menyerang filsafat itu sendiri? Pasti mustahil. Ahli kalam seperti Al Ghazali memang menggunakan sebagian unsur filsafat, tapi unsur ini mengalami proses penyerapan dan modifikasi secara kritis sebelum digunakan.

Proses asimilasi metode filsafat kedalam ranah ilmu kalam ini tidak mungkin dilakukan tanpa dilandasi metode awal terlebih dulu. Maka para ulama ketika membaca filsafat tidak berangkat dari nol. Mereka sudah punya konsep secara mandiri. Soalnya, tugas ilmu kalam adalah menjelaskan dan membela aqidah Islam, maka metodologinya juga harus berasal dari Islam. Tidak bisa diambil dari luar mentah-mentah sebagaimana cara JIL meng *-carbon copy *pemikiran Barat.

Sebagai contoh, epistemologi filsafat tidak didasari pengakuan terhadap keberadaan wahyu, kenabian dan hari pembalasan. Pertanyaannya, dengan demikian, bagaimana menggunakan filsafat untuk mendukung kebenaran Al-Qur'an sebagai wahyu yang bersumber dari Allah, masalah kemaksuman nabi serta eksistensi surga dan neraka? Padahal ini adalah sebagian kecil dari diskusi intensif dalam ilmu kalam. Masih banyak persoalan yang lain.

Seluruh aliran kalam—termasuk Mu'tazilah—melakukan serangan hebat terhadap filsafat. Dan memang salah satu tujuan ilmu kalam adalah melakukan pembelaan terhadap aqidah Islam melawan ahli filsafat Kristen, agnostik dan lainnya (baca *Manahijul Bahts 'Inda Mufakkiril Islam*, Dr Sami Ali Nasyar). Maka para ulama membuat sendiri metode orisinil yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah yang kemudian dikembangkan secara kaya oleh aliran-aliran kalam yang ada. Konsep-konsep Qur'ani ini dijadikan dasar melahirkan metode seperti *As-Sabr wa Taqsim, Qiyas Ghaib 'Alaa Syahid, 'Adamu Ijtima' Naqidhain*, *Buthlanu Dalil Yadullu a la Buthlanil Madlul*. Ini semua tidak ada dalam filsafat. Bahkan berbekal metode seperti ini, para ulama kalam (mutakallimin) melakukan serangan terhadap metode deduksi ( *qiyas*) dan universalitas (* kulliyyat*) Aristotle. Termasuk Al Ghazali sendiri (Lihat *Manahijul Baths*). Bagaimana, *kok* tahu-tahu Al Ghazali dituduh menggunakan metode Aristotle? Benarkah? Kapan?

Beralih ke Imam Al Haramain Al Juwaini. Betulkah Imam kita ini "mengedepankan sekulerisme"? Mungkin risalah Imam Al Haramain yang dimaksud Ulil adalah " *Ghiyatsul Umam fii At Tayyats Al Dhulm*". Langsung kita kutipkan beberapa perkataan Imam Al Haramain dari bab kedelapan kitab ini.

Imam Al Haramain berkata disana, "*Kepemimpinan (imamah) adalah kekuasan utuh dan jabatan umum yang mengatur urusan pribadi dan masyarakat baik dalam perkara dunia maupun akhirat". *Maka Rasulullah Saw menurutnya adalah *"Penguasa dalam urusan dunia dan akhirat". *

Sebagai imam agama, penguasa harus melakukan* "…perlindungan keyakinan kepada orang-orang mukmin dengan sekuat tenaga dan memberantas kontroversi orang-orang sesat…" *kemudian* "mengajak para pembangkang dan orang-orang kafir untuk berpegang pada kebenaran". *

Ulil mengatakan Al Juwaini melakukan pemisahan otoritas agama dan dunia. Bandingkan dengan tulisan Al Juwaini sendiri, *"Setelah melakukan perincian ini, kita akan menyebutkan pandangan penguasa dalam urusan agama lalu pandangannya dalam urusan dunia."* Jadi pembagian ini didasari "pandangan penguasa pada urusan agama dan dunia". Maksudnya urusan dunia dan agama harus berdasarkan keputusan penguasa. Bukan klasifikasi dikhotomis.

Ketika menjelaskan tugas penguasa dalam perkara duniawi, Al-Juwaini
menekankan kewajiban penguasa memperluas peta Islam melalu jihad. Penguasa juga harus menciptakan stabilitas wilayah kekuasaannya dan pentingnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam perkara hukum, ekonomi dan sosial. Beliau memang mengakui penyelenggaraan negara ditangani oleh para hakim dan pejabat. Tapi itu bukan pemisahan otoritas. Itu hanya strategi manajerial karena Al Juwaini tetap menekankan pusat pelaksanaan Negara melalui penguasa ( *nadharuhu*) peranannya secara aktif (*qiyamuhu*) dimana semua urusan ini terkait dengan tugas penguasa itu sendiri (*yata'allaqu bil aimmah*).

Sekulerkah Al Juwaini dengan pendapat di atas? Apakah ini bisa disamakan dengan penolakan JIL terhadap formalisasi syariat Islam dan intervensi pemerintah dalam keyakinan masyarakat?

Mengenai Al Razi kita tulis singkat saja. Dia adalah ahli filsafat dan ilmu kalam. Pengarang tafsir dan buku-buku yang sangat banyak. Salah satu risalah beliau berjudul *'Ishmah Al Anbiyaa'*, "kemaksuman para nabi". Dia menjelaskan bukti-bukti keterjagaan para Nabi dari cacat dan cela. Mengenai kedudukan iman, mari kita lihat tafsir Al Razi. Ketika menafsirkan ayat *"Innad Diina 'Indallahi Al Islam*", "Agama disisi Allah adalah Islam" (Ali Imran 19) beliau berkata, *"Ayat ini menetapkan agama yang diterima disisi Allah hanyalah Islam*". Kemudian ketika menjelaskan ayat, " *Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima*" (Ali Imran 85) beliau mengatakan, *"Bahwa agama satu-satunya adalah Islam. Sedang semua agama selain Islam tidak diterima disisi Allah *". Yang sedikit ini sudah cukup membuktikan Ulil telah ditolak oleh Imam Al Razi. Bukti lebih banyak mudah saja, tapi ruangan tulisannya tidak cukup.

Kekeliruan Ulil berikutnya adalah tuduhan As Suyuthi mengakui kesahalan gramatikal dalam Al-Qur'an. As Suyuthi tidak menyatakan kesalahan gramatikal Al Qur'an. Beliau hanya menyatakan kesahihan riwayat Aisyah yang menyebutkan "dugaan kesalahan" dalam penulisan tiga ayat Al-Qur'an, padahal para ulama melemahkan riwayat itu. As Suyuthi sendiri menolak pendapat "kesalahan gramatikal ini". Malah beliau menjelaskan duduk persoalan dari riwayat Aisyah ini sekaligus mendudukkan anggapan kesalahan pada tiga ayat tersebut (periksa *Al Itqaan fii Ulumil Qur'an*, Pembahasan ke 14 tentang *I'rab (Al-Qur'an*).

Demikian pula Ulil menuduh As Suyuthi menganggap jumlah surah dalam Al-Qur'an tidak selalu sama. Alasannya karena "Qur'an" Ibnu Mas'ud hanya berisi 112 surah saja. Ulil mau mengelabui (lagi). As Suyuthi menjelaskan urutan dan jumlah surah dalam mushaf pribadi (bukan "Qur'an pribadi") memang berbeda-beda, tapi bukan karena ada perbedaan dalam Al-Qur'an. Menurutnya ini disebabkan oleh polemik mengenai susunan surah Al-Qur'an apakah harus berasal dari Allah ( *tauqifi*) atau terserah pada para shahabat. Dalam kasus inilah As Suyuthi menempatkan mushaf Ibnu Mas'ud sebagai contoh susunan surah yang bukan *tauqifi* itu tadi.

Polemik tentang susunan surah tidak berakibat apapun terhadap Al-Qur'an. Surah adalah satuan-satuan yang menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an. Antara surah tidak harus ada hubungannya, malah masing-masing surah cenderung berdiri sendiri, sehingga kalau surah-surah ini disusun dengan model apapun pengaruhnya tidak terlalu signifikan.

Menurut para ulama, mushaf pribadi (seperti Ibnu Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab) tidak bisa dijadikan standar karena penggunaannya terbatas sehingga tidak punya tanggung jawab publik. Hanya pemilik mushaf yang sanggup menggunakan mushafnya dengan benar. Kadang apa yang tertulis dalam mushaf itu tidak bisa difahami orang. Contohnya ada mushaf yang di campur dengan hadits dan tafsir. Bagi selain pemiliknya, mushaf ini menjadi masalah. Oleh karena itu, seperti mushaf Ibnu Mas'ud tidak bisa digunakan mengkritik Al-Qur'an.

Contoh lagi, ada riwayat mengatakan mushaf Ubay bin Ka'ab minus Al Fatihah. Padahal sejak dulu hingga sekarang semua orang yang shalat pasti membacanya. Ini bukan berarti Al Fatihah itu fiktif hanya karena tidak ditulis oleh Ubay bin Ka'ab. Bisa jadi Ubay tidak menulis Al Fastihah karena secara pribadi memandang tidak perlu. Bukan karena surah itu tidak ada. Sementara mushaf-mushaf lain mencantumkan Al-Fatihah.

Jadi, buat apa umat Islam masa itu meributkan kitab As Suyuthi *Al-Itqaan *yang sangat jenius itu. Apalagi masalah gramatikal Al-Qur'an itu sudah dibahas oleh orang jauh sebelum As Suyuthi atau sesudahnya. Lihat *Tafsir Ath Thabari 16 hal 180-181, Al Bahrul Muhiith 6: 255, Zaadul Masiir 5:298, At Tibyan fii I'raabil Qur'an 2:895, Syarah Kafiyah Syafiyah 1:188, Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 15 :252-253 *dan masih banyak lagi. Ini memang bukan kontroversi signifikan seperti yang dikesankan Ulil. Berbeda dengan buku Sumanto Al-Qurthubi atau Taufik Adnan Amal yang membabi buta tanpa dasar itu. Yang ini memang harus dikritik sampai tuntas.

Tapi Ulil seperti menyadari kelemahan kritiknya. Supaya tidak terjebak, dia mau "melarikan diri", melempar batu sembunyi tangan, " *Saya tidak ingin mengangkat kembali debat tentang berapa sebenarnya jumlah surat Alquran. Poin terpentingnya adalah studi tentang Quran di masa lalu dilakukan secara terbuka dan dihadapi dengan biasa saja". *

Ulil mengkritik sanad. Tapi tidak menjelaskan bagian mana kelemahan sanad itu. Mungkin Ulil menyadari ketakmampuannya. Bahkan profesor tempatnya menangguk ilmupun nampaknya tidak sanggup mengkritik sanad. Usaha-usaha kritik sanad dari tokoh-tokoh penting orientalisme sudah digagalkan sejak dulu. Kekecewaan Ulil itu lebih terdengar sebagai keputus-asaan dan ketakberdayaan di depan supremasi sanad, daripada sebuah kritik yang ilmiah.


Menurut Ulil studi filologi lebih dulu ada di Barat. Baru kemudian hari umat Islam mengikuti. Tidak jelas apa alasan Ulil. Di abad pertama Hijriyah para shahabat sudah melakukan penelitian naskah Al-Qur'an sebelum dikodifikasikan. Para ulama hadits menetapkan sistem hak cipta buku, catatan kehadiran siswa, tatacara penulisan teks, tatacara periwayatan, system perbandingan antar teks riwayat dan lain-lain. Itu semua mengharuskan para perawi dan pencatat hadits melakukan penelitian terhadap tulisan-tulisan yang mereka temukan. Hingga kini, studi ilmu hadits memiliki cabang tentang *"rusum at tahdits*" yang menganalisa sistem filologi ilmu hadits sejak abad pertama Hijriyah dan berikutnya (periksa tesis magister Dr. M. Luthfi Fathullah dari University of Jordan tentang filologi hadits). Mau kemana lagi Ulil?

Betulkah studi yang *"non faith based"* lebih unggul? Silahkan ukur sendiri kekayaan intelektual Islam lalu bandingkan. Adakah satu agama melahirkan peradaban lengkap dengan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi daripada Islam? Apakah kristen yang menjadi agama kaum " *non faith based*" orientalis itu memiliki sistem setingkat sanad, ilmu tafsir, ushul fiqih dan ilmu kalam? Apakah orientalisme yang telah berusia lebih dari 10 abad itu mampu menghasilkan karya-karya setingkat *Tafsir At-Thabari, Al-Mustashfa, Tarikh Al Umam wal Muluk, Mizaan Al I'tidal, Shahih Bukhari, Ar Risalah, Al Itqaan fii Ulumil Qur'an, Siyar A'laami Nubala', Al Muwafaqaat, Al Muhalla* dan *Ihya'
Ulumuddin *? Adakah sarjana lulusan barat "*non faith based*" melahirkan satu karya setingkat salah satu dari kitab klasik itu? Atau memiliki kualifikasi Ibnu Hazm dan As Syathibi? Adakah diantara mereka yang telah membuktikan keberhasilan sekulerisme dan liberalisme di dunia Islam? Bukannya justru studi pemikiran Barat berhutang pada Islam?

Kenyataannya Ulil yang salah kaprah tentang tradisi Islam. Inikah model studi *"non faith based"* yang dia banggakan itu? Jauh-jauh belajar S2 ke Boston *kok* tidak terpuji, manipulatif, membajak Al Ghazali, Imam Haramain dan yang lainnya dari tradisi Islam. Baru belajar membaca, langsung *'ujub*, mengkritik dan menuduh-nuduh kanan kiri,* kewanen lan* *dumeh*, lupa daratan.

Para ulama tidak ada yang mengatakan Al-Qur'an itu produk budaya, palsu, mengalami distorsi dan perlu direkonstruksi. Tidak ada yang percaya dengan hermeneutika. Tidak ada yang percaya dengan sekulerisme. Tidak ada yang mengatakan semua agama itu benar. Yang benar dan selamat hanya Islam. Tidak ada yang mengingkari kewajiban dakwah, jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar. Tidak ada yang mengatakan tuhan semua agama itu sama. Tidak ada yang mengingkari kemaksuman Nabi. Tidak ada yang mengingkari hadits-haditsnya. Tidak ada yang mengingkari syariat. Apalagi sampai mendukung feminisme, memusuhi jilbab, melarang poligami tapi mengizinkan pernikahaan antar agama,
zina, mut'ah, homoseksual dan lesbian.

Imam As Suyuthi tidak pernah mengatakan perlunya Qur'an Edisi Kritis seperti Taufik Adnan Amal. Imam Al-Ghazali tidak pernah mengajarkan pluralisme. Bahkan menurutnya dakwah dan amar ma'ruf nahyi mungkar itu bagian pokok agama ( *ushuluddin*). Imam Al-Haramain menulis wajibnya penguasa menghukum orang yang murtad dan merusak agama. Kalau mereka tidak mau bertaubat, mereka wajib dipancung (lihat lagi bab delapan *Ghiyatsul Umam*).

Para ulama dari semua madzhab Islam melakukan serangan hebat melawan filsafat Yunani, pemikiran, ideologi dan agama di luar Islam. Banyak diantara mereka yang ikut berjihad untuk membela dan menyebarkan Islam seperti Ibnul Mubarak dan Ibnu Taimiyah. Tapi JIL malah mati-matian membela filsafat, hermeneutika, postmodernisme dan apasaja yang datang dari luar.

Sudah banyak usaha orang liberal yang jauh lebih hebat dari Ulil mencari sandaran dari tradisi Islam. Mereka semua gagal. Ulil pun akan mengalami hal sama. Liberalisme-pluralisme adalah ideologi non Islam yang datang dari wilayah kafir. Dia akan selamanya di luar Islam. Tak akan ada akar Islam apapun untuk ideologi ini. Usaha ilmiah apapun tak akan menolong untuk menjajakan ideologi ini atas nama Islam. Kecuali kalau metode yang dipilihnya distorsif-manipulatif-pengelabuan-penipuan. Seperti yang dilakukan Ulil dalam wawancara ini.

*Wallahu Waliyyut Taufiq. Wassalamualaikum.*

Tengah Ramadan 1428H/Akhir September 2007

*) Tanggapan atas wawancara Ade Armando dengan Ulil Abshar Abdala pada Juli
2007 untuk contoh rubrikasi majalah Madina, dipasang di
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] oleh Ade
Armando <[EMAIL PROTECTED]>







On 9/17/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> .
>
> Rekan-rekan.
>
> Bulan Juli lalu, saya sempat mewawancarai Ulil Abshar untuk keperluan
> edisi contoh majalan Madina yang sedang saya garap bersama Ihsan Ali Fauzi
> dan Farid Gaban.
>
> Majalah edisi contoh itu sudah jadi dan digunakan untuk keperluan terutama
>
> mencari sponsor, iklan dan penyandang dana.
>
> Wawancara dengan Ulil itu niatnya juga akan dimuat dalam edisi perdana.
> Tapi daripada menunggu lama, saya rasa saya 'bocorkan' dulu saja hasil
> wawancara itu pada peserta milis, mengingat isinya menurut saya bagus
> untuk dishare.
> Kami ngobrol terutama soal kenapa harus jauh-jauh belajar Islam di AS.
> Pembicaraan tentu saja berkembang tentang pengamatan dia mengenai
> perkembangan studi Islam di AS.
>
> Berikut saya copykan hasil wawancara itu
>
> ade armando
>
> AA: Anda sekarang melanjutkan studi Islam di AS. Kabarnya Anda memfokuskan
> perhatian pada studi Islam klasik, mengapa?
>
> Ulil: Saya sebetulnya ke Boston University tidak untuk belajar khusus
> tentang pemikiran Islam klasik. Tapi di semester pertama, saya sengaja
> mengikuti sebuah matakuliah tentang Fakhruddin Al-Razi, seorang penafsir
> penting dalam tradisi teologi Asy'ariyah abad ke 13, dari Persia. Saya
> mengikuti kuliah itu karena suka saja, bukan karena diwajibkan. Tapi
> karenanya, saya menjadi harus membaca pemikiran-pemikiran dia.
> Ternyata Al-Razi itu menarik sekali. Dia seorang polemikus ulung yang
> secara terbuka berhadap-hadapan dengan kaum rasionalis, Mu'tazilah. Saya
> belajar tentang bagaimana Al-Razi memanfaatkan bahan-bahan dari filsafat
> Yunani dalam membela argumennya. Saya melihat ada begitu banyak hal dalam
> struktur pemikirannya yang dapat digunakan dalan diskusi modern.
> Karena itulah kemudian saya memutuskan untuk mempelajari lebih dalam Islam
> klasik. Di Boston saya hanya kuliah dua tahun. Ternyata waktu itu pendek
> sekali. Di Harvard nanti, untuk program doctoral saya, saya akan lebih
> jauh mendalami pemikiran-pemikiran Islam klasik ini.
>
> AA: Apa yang penting dari Islam klasik itu?
>
> Ulil: Banyak sekali. Saya belajar bagaimana tokoh-tokoh Islam pada
> zamannya telah menjalani perdebatan tentang banyak isu sceara cerdas yang
> sekarang kembali didiskusikan dengan cara yang kadang terlalu sengit dan
> justru menemui kebuntuan.
>
> Misalnya saja, isu tentang aspek-aspek mana saja dalam Alquran yang bisa
> diubah dan yang tidak. Atau apa kedudukan akal dalam agama, apakah sumber
> kebenaran itu akal atau wahyu? Itu semua adalah isu-isu yang tetap lazim
> dipertentangkan saat ini. Al-Razi sendiri merekam perdebatannya dalam
> sebuah diary perjalanan. Dan kita bisa membaca betapa kaya dan menarik
> perdebatan yang terjadi saat itu.
>
> Saya belajar bahwa bahwa sebenarnya pengkutuban antara kaum Mu'tazillah
> dan Asy'ariyah secara kaku, di mana yang pertama sangat rasional sementara
> yang kedua menolak akal sebagai sumber kebenaran adalah terlalu
> menyederhanakan. Para ahli Asy'ariyah berdebat dengan menggunakan
> argumen-argumen rasional! Al-Razi, misalnya, memiliki banyak formulasi
> menarik.
>
> Kalau saja perdebatan modern diperkaya oleh formulasi-formulasi klasik,
> diskusinya akan lebih hidup, tidak deadlock. Warisan pemikiran para
> sarjana dari abad-abad lalu itu bisa digunakan untuk memformulasikan
> isu-isu modern. Kalau kita tidak menengok ke belakang, kita akan stuck,
> karena tidak akan ada terobosan.
>
> Misalnya soal Al-Ghazali. Sering dianggap dia antifilsafat, membunuh
> filsafat dalam dunia Islam. Saya anggap itu tidak fair. Kalau kita
> pelajari secara mendalam, ada beberapa peninggalan dia yang menarik. Dia
> misalnya sudah membahas soal toleransi dan pluralisme, dengan cara cerdas.
> Dia tidak sekadar mengharamkan atau menutup diskusi. Dia justru
> membukanya. Dia membuat framework dulu. Mula-mula dia definisikan, apa itu
>
> Islam. Jadi dia bertanya: apakah kalau orang tidak mengikuti asy'ariyah,
> atau syiah atau mu'tazilah, maka orang itu menjadi tidak Islam? Kemudian
> dia membuat kerangka empat tingkat keimanan seorang muslim. Dan dia
> simpulkan, bahwa selama seseorang masuk dalam kategori empat tingkat
> tersebut, dia tetap adalah muslim, terlepas dari sekte mana dia berasal.
> Itu, menurut saya, luar biasa. Dia jauh lebih inklusif dari para
> pengagumnya sekarang ini.
>
> Begitu juga soal kebangkitan tubuh di hari akhir. Al Ghazali mengatakan,
> percaya tentang kebangkitan di hari akhir adalah bagian dari definisi
> tentang muslim atau tidak muslim. Tapi dia juga mengajukan empat
> kemungkinan penafsiran tentang kebangkitan -- spiritual, fisikal, mental
> atau imajinatif. Iman kepada kebangkitan di hari akhir dalam empat
> tingkatan itu tetap bisa ditoleransi.
>
> Jadi saya mempelajari bagaimana Al Ghazali mendekati masalah pluralisme
> dengan cara ilmiah dan solid, dengan mendasarkan diri pada tradisi Islam.
> Dia sangat toleran terhadap perbedaan, tidak kaku. Dan sumber-sumber
> argumennya ádalah filsafat. Dia tidak anti filsafat. Dia mengkritik
> filsafat, tapi dia menggunakan filsafat – termasuk Aristóteles – dalam
> seluruh karya pentingnya.
>
> AA: Mengapa terjadi salah penafsiran terhadap orang-orang seperti Al
> Ghazali?
>
> Ulil: Salah satu kendala adalah kita sendiri memblok pemahaman kita. Dulu
> saya juga begitu. Di semester awal, saya masih membawa sikap untuk
> memilih-milih. Kalau ada buku yang kira-kira tidak liberal, saya mau
> mempelajarinya. Misalnya saja, karena saya sudah begitu percaya bahwa Al
> Ghazali antifilasafat, saya jadi tidak mempelajarinya. Ada banyak buku
> yang semula saya nilai sudah pasti tidak mengajarkan apa-apa, ya tidak
> akan saya baca.
>
> Tapi kemudian saya bilang pada diri saya, saya tidak bisa terus begini
> kalau mau belajar secara benar. Saya harus singkirkan blok-blok itu. Baru
> kemudian saya bisa lebih santai membaca buku-buku klasik. Pada saat itulah
> saya menemukan bahwa ada banyak kemungkinan dalam membaca tradisi.
>
> Guru Al Ghazali, misalnya, Al-Haramain, memiliki sikap realistis mengenai
> pemisahaan kekuasaan antara otoritas politik dan agama. Dia sendiri hidup
> dalam sebuah masa di mana kekuasaan spiritual ada di tangan khalifah, yang
>
> misalnya diwujudkan dalam bentuk menjadi imam Shalat Jumat, tapi
> penyelenggaraan kekuasaan sehari-hari berada di tangan panglima perang.
> Al-Haramain menulis risalah berisikan teori politik tentang pemilahan
> tersebut. Saya semula skeptis mengenai dia. Tapi setelah membaca karyanya,
>
> saya melihat dia sangat realistis tentang isu pembagian kekuasaan ini.
> Jadi, bisa dikatakan gagasan tentang sekulerisme pun dikedepankan olehnya.
>
> AA: Kenapa warisan tradisi yang kaya ini tidak sampai ke kelompok muslim
> saat ini.
>
> Ulil: Karena mereka tidak baca. Kedua karena tidak punya kemampuan
> membaca. Untuk membaca karya-karya klasik ini, memang berat. Anda
> berhadapan dengan teks kuno yang mungkin nampak tidak nyambung dgn
> keadaan sekarang. Kalau orang tidak dibekali dengan alat untuk
> menganalisis, sulit sekali untuk memahami substansi teks tersebut. Perlu
> ketabahan sendiri untuk mempelajarinya.
>
> Kalau saya membacanya sebelum saya berangkat ke sana, mungkin teks-teks
> itu pun tidak akan berbunyi apa-apa. Tapi begitu kita membacanya dengan
> kerangka analisis tertentu, menarik sekali. Banyak peminat Islam di
> Indonesia ini tidak memiliki akses ke sumber-sumber klasik ini. Dan
> kalaupun punya, mereka tidak memiliki lensa yang dibutuhkan untuk membaca
> teks-teks tersebut sehingga memiliki makna.
>
> AA: Tapi kenapa ke AS, untuk studi tentang Islam.
>
> Ulil: Saya rasa studi Islam terbaik saat ini ada di Barat. Mereka memiliki
>
> kultur kesarjanaan yang tidak ada dalam dunia Islam. Studi Islam di Barat
> dilakukan tidak atas dasar iman, jadi tidak faith-based. Dan ini menjadi
> justru sumber keunggulan mereka. Karena dengan demikian, mereka bebas
> mengeksplorasi Islam sebagai subjek pengetahuan, tanpa ada beban bahwa
> kajian itu harus sampai pada kesimpulan yang mengkonfirmasi atau menolak
> kebenaran sebuah doktrin.
>
> Saya rasa itu sangat membebaskan banyak hal. Teks menjadi bisa berbunyi
> apa saja.
> Sementara di dunia Islam, yang terjadi sebaliknya. Penelitian dilakukan
> untuk mengkonfirmasi kebenaran sebuah doktrin, sebuah dogma.
>
> Akibatnya studi Islam di Barat tumbuh luar biasa. Para sarjana di sana
> bebas untuk melakukan berbagai eksperimen dengan sejumlah metode.
> Misalnya, dalam studi hadiss. Sejauh-jauhnya seorang sarjana Islam
> meneliti Hadis, dia tidak akan bisa melepaskan diri dari cara pandang yang
> yang bertumpu pada sanad, mata rantai hadis. Jadi seorang sarjana Islam
> akan bertanya: "Apakah mata rantai sumber hadis itu sudah benar? Apakah
> yang meriwayatkan hadis adalah orang baik dan bisa dipercaya?" Kalau
> jawabannya, semua baik, maka hadis tersebut akan dengan sendirinya
> dianggap benar. Akibat kepercayaan akan prinsip sanad tersebut, sarjana
> Islam enggan untuk mempertanyakan kebenaran hadis dari sisi isi-nya, dari
> sisi formulasi redaksionalnya.
>
> Itu yang tidak membebani sarjana Barat. Mereka tidak punya kendala untuk
> memverifikasi, menguji kebenaran hadis dari sisi isi. Sehingga dari
> sarajana-sarjana Baratlah ditemukan bahwa banyak dari hadis yang selama
> ini diterima sebagai benar oleh para ahli fiqih ternyata sebenarnya palsu,
> misalnya untuk mendukung posisi legal dalam perdebatan hukum yang tidak
> mungkin dikatakan Nabi. Kritik semacam ini tidak akan bisa datang dari
> skema sanad yang dipercaya sarjana Muslim.
>
> AA: Tapi yang justru dikuatirkan, tanpa paradigma yang faith-based ini,
> Islam akan dipandang sebagai tidak suci lagi dan akan menjadikan sarjana
> Islam menjauh kebenaran agamanya
>
> Ulil: Itu miskonsepsi. Dalam tradisi ilmiah, tidak ada keyakinan yang
> permanen. Setiap pernyataan ilmiah harus bisa dipertanyakan kembali,
> difalsifikasi. Kesimpulan akan mengalami koreksi terus menerus. Namun
> justru karena itu, kita melihat bahwa dari para sarjana yang melakukan
> studi Islam di Barat, tumbuh sikap yang semakin simpatik pada Islam. Ini
> terjadi karena kesimpulan-kesimpulan studi Islam di masa lalu tidak
> diterima sebagai kesimpulan yang abadi dan terbuka untuk dikritik. Itu
> berbeda dengan studi Islam di dunia Islam, yang kecenderungan umumnya
> adalah melahirkan bukan statement ilmiah tapi statement iman, sehingga
> tidak bisa dikoerksi.
>
> Di Barat, studi Islam memang diawali dengan skeptisisme terhadap Islam.
> Tapi studi itu terus berkembang, menjalani koreksi terus menerus,
> sehingga justru saat ini yang lahir justru sikap yang semakin simpatik
>
> AA:Ada kekhawatiran bahwa para sarjana Islam yang belajar ke Barat akan
> pulang dengan mempertanyakan Islam sendiri.
>
> Ulil: Kita memang harus membedakan antara Islam sebagai iman dan Islam
> sebagai bidang studi. Tapi saya harus katakan, bahkan sarjana klasik Islam
>
> jauh lebih menyadari itu.
> Iman tetap merupakan kerangka besar, tapi mereka tidak dihantui oleh itu.
>
> Misalnya tokoh Islam klasik, Al-Suyuthi. Dia menulis pada abad ke-16 bahwa
> dalam Alquran sebenarnya ada kesalahan gramatik. Ini persoalan besar
> karena bagi orang Islam, Quran adalah sebuah mukjizat literal. Kalau ada
> kesalahan gramatik, bagaimana bisa disebut keajaiban? Kalau ternyata ada
> kesalahan, bagaimana dia bisa disebut sempurna?
>
> Tapi Al-Suyuthi menuliskannya. Dan dalam bukunya, ia menunjukkan ada tiga
> ayat Quran yang mengandung kesalahan gramatik. Jadi ada isi Quran yang
> menyalahi kaidah bahasa Arab. Buku itu jelas menggangu sekali sarjana
> Quran. Tapi toh buku itu diizinkan terbit, tidak dilarang, tidak pernah
> diharamkan di masanya. Ini menunjukkan bahwa dalam khazanah klasik, Islam
> sebagai objek studi dipandang sebagai sesuatu yang relatif independen. Ia
> dilepaskan dari masalah iman atau tidak iman. Buat saya yang terpenting
> bahwa Al-Suyuthi memuat itu dalam bukunya. Yang ternyata sekarang tidak
> dimuat oleh pengkaji Islam modern.
>
> Contoh lain, umat Islam saat ini percaya bahwa jumlah surat Quran itu ada
> 114 dengan susunan yang sudah pasti. Al-Suyuthi menyatakan bahwa
> urut-urutan surat dalam Quran sebenarnya tidak selalu sama. Ada beberapa
> Quran yang dimiliki sahabat yang susunannya berbeda. Bahkan ada dua
> tambahan surat dalam Quran Ibn Mas'ud yang tidak dikenal dalam Quran yang
> kita kenal sekarang. Saya tidak ingin mengangkat kembali debat tentang
> berapa sebenarnya jumlah surat Alquran. Poin terpentingnya adalah studi
> tentang Quran di masa lalu dilakukan secara terbuka dan dihadapi dengan
> biasa saja.
>
> AA: Tapi kesimpulan itu tidak diterima sebagai kesimpulan mainstream
>
> Ulil: Ya para sarjana modern berusaha menghindari dari perdebatan itu
> dengan mengatakan bahwa apa yang dinyatakan Assuyuti tidak reliable, tidak
>
> lulus test. Jadi diskusi lebih lanjut dihentikan karena ditutup dengan
> kesimpulan bahwa buku itu tidak bisa diterima kebenarannya. Mereka
> melindungi orotodoksi agama dengan tidak membicarakannya. Seolah karya
> Al-Suyuthi ini tidak pantas ditelaah, tidak relevan. Padahal ia dikenal
> sebagai ahli hadis.
>
> AA: Bagaimana sikap Anda sendiri?
>
> Ulil Sebetulnya saya tahu sudah lama. Tapi setelah saya membacanya
> kembali, saya shock sekali.
>
> AA: Itu tidak mengurangi keyakinan Anda pada Islam?
>
> Ulil: Tidak mengurangi keyakinan saya pada Quran. Tapi tentu itu mengubah
> cara saya mendekati Quran. Pada akhirnya saya percaya Alquran adalah kitab
> suci. Tapi itu tidak berarti bahwa dia harus terbebas dari kritik atau
> terbebas dari kemungkinan dia bisa dibicarakan secara kritis. Saya
> berkesimpulan, Quran adalah teks yang diimani melalui sebuah proses yang
> memiliki sejarahnya sendiri. Quran bukan teks yang sekali jadi. Quran
> adalah teks yang terbuka,
>
> AA: Dan ada kemungkinan Al-Suyuthi salah...
>
> Ulil: Tentu saja selalu ada kemungkinan itu. Dan itulah baiknya kita
> mendekati objek studi tanpa basis keyakinan, yaitu ini pun bukan
> kesimpulan akhir. Dia memang bukan kesimpulan yang ngarang-ngarang,
> arbitrer, tapi dia juga bukan sesuatu yang mutlak benar sehingga selalu
> harus terbuka untuk kritik. Dia menggunakan data, dan data itu bisa juga
> dipersoalkan.
>
> AA: Jadi sebenarnya tidak ada masalah bahwa Anda berangkat ke Amerika
> dengan keyakinan tertentu, dan di sana Anda akan menemukan data baru yang
> mungkin berbeda dengan apa yang diyakini selama ini ....
>
> Ulil: Tidak ada masalah, dan yang sebaliknya pun terjadi. Mungkin Anda
> berangkat dengan sikap tidak percaya pada Tuhan, atau mungkin agnotistik,
> dan berujung pada simpati. Banyak sekali sarjana Barat yang mempelajari
> Islam dengan skpetistisme yang kadang radikal dan berujung pada simpati
> yang mendalam pada Islam. Salah satu contoh terbaik adalah Annemarie
> Schimmel. Dia tidak pernah menajdi muslim, dan dia memulai perkenalannya
> dengan Islam secara skeptis. Namun kemudian, setelah dia belajar soal
> Islam, dia menjadi sarjana yang sangat bersimpati pada Islam.
>
> Bagi orang Islam seperti saya, belajar Islam dengan cara seperti di Barat
> tidak membawa keruntuhan keyakinan melainkan membuka kita terhadap begitu
> banyak kemungkinan yang didasari studi ilmiah. Saya merasa tidak ada suatu
> ancaman besar terhadap keIslaman saya. Di sini sayapun membaca karya-karya
>
> sarjana yang sangat kasar dan sinis teradap Islam, seperti Why I am Not a
> Muslim dari Ibnu Warraq. Tapi saya merasa tidak terancam, karena saya
> menganggap itu hanyalah studi ilmiah yang dalam kenyataannya juga dibantah
>
> oleh para sarjana Barat lainnya. Itu hanyalah salah satu statement ilmiah
> tentang Islam, tapi bukan satu-satunya. Karena statement itu banyak, maka
> dia saling mengkoreksi.
>
> Karakter kesarjanaan itu yang tidak dipahami banyak orang Islam. Mereka
> memang skeptis, tetapi terus melakukan self-criticism, saling mengkoreksi.
> Mereka terbuka terhadap segala kemungkinan, termasuk mendengarkan suara
> orang Islam.
>
> AA: Tapi memang ada masa dimana studi Islam di Barat justru cenderung
> melihat Islam dalam konteks hubungan penjajah dan yang dijajah
>
> Ulil: Ya, tapi itu sudah hilang, sudah lewat masanya. Orientalisme yang
> sinis terhadap Islam, yang melecehkan Islam, seperti Ernest Renan di
> Prancis di abad 19, sudah tidak lagi.
>
> AA: Tapi bagaimana dengan tuduhan bahwa orientalisme dilatarbelakangi oleh
> hasrat kapitalisme, hasrat penjajahan
>
> Ulil: Salah satu kritik yang paling tajam kan datang dari Edward Said.
> Tapi kritik semacam itu menurut saya tidak fair, dalam banyak hal. Bagi
> para penulis kritis itu, orientalisme adalah alat kontrol yang dipakai
> Barat untuk menguasai Islam. Saya tidak setuju. Saya anggap, hasrat
> mengetahui adalah hasrat inheren dalam diri manusia. Memang hasrat
> mengetahui bisa digunakan untuk menguasai orang lain, tapi itu bukan
> kecenderungan yang intrinsik dalam manusia.
>
> Saya percaya bahwa hasrat mengetahui sebenarnya adalah impuls dasar
> manusia untuk mengetahui segala hal. Penyalahgunaan pengetahuan untuk
> menguasai datang kemudian.
> Bila Anda memandang orientalisme bukan sebagai abstrak, bukan sebagai
> sebuah kategori besar, dan Anda berhadapan orang per orang, Anda akan tiba
>
> pada kesimpulan berbeda. Tidak mungkin kita melihat Annemarie Schimmel
> sebagai orang yang berhasrat menguasai Islam. Mungkin saja ada sebuah
> institusi di luar sana yang memanfaatkan karya Schimmel untuk menguasai,
> tapi itu isu lain.
>
> AA: Tapi tidakkah Anda melihat bahwa tumbuhnya studi tentang Islam yang
> berlangsung di pusat-pusat penelitian, universitas-unversitas Barat ini
> turut dipengaruhi hasrat untuk memahami Islam demi kepentingan ekonomi dan
>
> politik.
>
> Ulil: Oh ya, itu pasti ada, karena bukankah penelitian-penelitian itu
> sebagian dananya datang dari negara? Tetapi hasrat kekuasaan yang datang
> dari luar masyarakat akademis ini tidak akan sepenuhnya dapat
> mengendalikan pengetahuan. Kalaupun pengetahuan hendak diarahkan untuk
> melayani kepentingan tertentu, akan ada pemberontakan. Dan itulah yang
> terjadi dalam studi Islam di Barat saat ini. Kritik-kritik terhadap
> kebijakan luar negeri Bush saat ini datang dari profesor-profesor yang
> mengajarkan Islam di universitas Barat.
>
> Daniel Pipes, seorang ilmuwan AS yang sangat sinis pada Islam, membuat
> sebuah website bernama Campus Watch, untuk antara lain memonitor
> profesor-profesor di AS yang anti Israel dan anti kebijakan AS. Ternyata
> sebagian besar profesor yang masuk kategori itu ada di Departremen of
> Islamic Studies. Dan itu profesor-profesor kulit putih, bukan orang timur
> tengah.
>
> Jadi pengetahuan bisa diselewengkan untuk kepentingan kekuasaan, tapi pada
> akhirnya disiplin ilmu pengetahuan memiliki otonominya sendiri. Dia bisa
> dipakai, tapi pada akhirnya kalau dia diperlakukan semacam itu, dia akan
> memberontak. Kekuasaan punya batas. Studi Islam punya otonomi yang
> non-faith based, yang terus mengkoreksi dirinya sendiri. Dan apa yang
> dihasilkan oleh masyarakat peneliti di sana bukan hanya bermanfaat bagi
> studi Islam tapi juga memberi masukan berharga bagi para policy makers
> dalam memandang dunia Islam.
>
> Saya percaya bahwa kalau ilmu pengetahuan dilepaskan dari beban
> non-ilmiah, termasuk di dalamnya beban iman, maka ia akan membawa
> kemaslahatan yang besar bagi seluruh masyarakat.
>
> AA: Anda berada di sana, Anda tidak melihat semacam konspirasi?
>
> Ulil: Kalau saya duduk di kelas, saya memandang seorang profesor, ... ya
> dia adalah seorang sarjana, ilmuwan yang bekerja dengan data, menggunakan
> teori, berusaha menjelaskan fakta dengan teori-teori tersebut, dan
> kemudian bisa dichallenge oleh siapa saja.
>
> Saat ini semakin banyak orang seperti Esposito, Karen Armstrong yang
> sangat bersimpati pada Islam. Sedemikian banyak, sehingga sekarang terjadi
>
> pendulum balik. Ada kekuatiran bahwa sekarang kok studi Islam maunya
> memuji-muji Islam saja. Kok tidak ada kritik? Ada semacam kerisauan bahwa
> ada sikap berlebihan untuk menjaga political corectness. Seolah-olah kalau
>
> ada mengkiritik Islam, Anda menjadi politically incorrect. Sekarang ini,
> kecenderungan itu dikritik kembali oleh sejumlah sarjana karena dianggap
> mulai tidak sehat. Tapi ya memang begitulah. Iklim pengetahuan di sana
> sangat dinamis -- lari ke kiri kekanan, tapi at the end of the day, dia
> terus mempebaiki dirinya sendiri.
>
> AA: Anda melihat studi di AS menjadi lebih baik daripada Eropa?
>
> Saat ini memang yang terbaik di AS. Banyak sekali sarjana terkemuka Eropa
> pindah ke AS. Baik karena dana riset di AS yang jauh lebih besar, maupun
> karena iklim akademik AS jauh lebih baik. Studi Islam di AS pelan-pelan
> melampaui Eropa. Walaupun masterpiecenya masih di Eropa, peninggalan dari
> masa lalu.
>
> Dan yang berkembang bukan cuma perguruan tinggi yang non-faith based,
> namun juga yang berbasis agama. Saat ini di beberapa tempat, lahir
> sekolah-sekolah tentang Islam yang berbasis agama. Tapi pendekatannya juga
>
> terbuka. Dan ini yang menurut saya juga merupakan pengaruh dari
> studi-studi Islam yang non-faith based tadi.
>
> Kesimpulan-kesimpulan ilmiah yang dilahirkan dan disebarkan lembaga
> pengetahuan akan mengkoreksi keyakinan-keyakinan umat bergama yang
> ternyata tidak memiliki dasar ilmiah.. Corak pemahaman keagamaan Islam di
> AS mau tidak mau memperhitungkan kesimpulan2 ilmiah yang masuk akal.
> Mereka menjadi lebih toleran, lebih terbuka lebih menggunakan akal ...
>
> AA: Interaksi itu turut mengubah corak keberagamaan kaum imigran?
>
> Ulil: Imigran generasi pertama tentu tidak. Tapi anak-anak mereka kan
> bersekolah?. Bahkan sebagian dari mereka mengikuti studi Islam di
> perguruan tinggi. Itu berpengaruh terjadap komunitas Islam. Karena itulah
> saya berharap banyak pada pertumbuhan Islam di Barat. Karena mereka tumbuh
> dalam peradaban yang mewarisi renaissance, maka Islam yang berkembang di
> Barat pasti akan bicara dalam semangat renaissance. Mereka harus
> menginkorporasikan buah pikiran Immanuel Kant, Rosseau; dan tidak bisa
> semata-mata bicara filsafat Al Ghazali, Ibnu Rusy, .. . Saya menunggu
> dengan berdebar2 corak Islam seperti apa yang akan lahir dari peradaban.
>
> AA: Anda sudah melihat lahirnya corak2 baru itu?
>
> Ulil: Ya, itu berlangsung. Sebagai contoh Irshad Mandji. Dia seorang
> wanita muda yang sangat aktif bicara soal Islam, keturunan India berasal
> dari Uganda, cantik, mendirikan sebuah projek bernama projek ijtihad. Dia
> mengaku muslimah tapi sekaligus lesbian. Ini tidak mungkin terjadi di luar
> Amerika. Dia menyuarakan pesan2 Islam, deeply comitted to Islam. Sangat
> konfrontatif. Dia mengkritik keras para ulama. Dia buat acara di televisi
> PBS, berjudul Faith Without fear. Dia membaca Quran dengan cara rasional
> tanpa mengabaikan aspek2 spiritual dalam Islam.
>
> Bahkan di sana sekarang ada komedi muslim. Ada standup comedian yang
> mengkomedikan Islam. Mengejek Islam, tapi juga mengejek cara orang AS
> memandang Islam. Semua disampaikan secara santai ....
>
> AA: Jadi Anda menunggu dengan berdebar-debar dan optimistis?
>
> Ulil: Saya opitmistis, karena infrastruktur yang ada memungkinkan
> lahirnya renaissance dalam Islam. AS berbeda dengan Eropa. Di Eropa kan
> kebanyakan imigran Islamnya adalah pekerja kasar, ekonomi rendah. Di AS,
> kebanyakan kan datang ke AS untuk sekolah. Sebagian memang imigran dari
> masa lalu yang meninggalkan tanah kelahirannya karena situasi politik atau
>
> perang, tapi sekarang kan sudah generasi kedua dan ketiga yang sudah
> sekolah di AS juga.
>
> AA: Anda bicara infrastruktur pendidikan juga,.. perpustakaan?
>
> Ulil: Perpustakaan memang penting. Tapi yang lebih penting adalah
> publikasi. Produksi buku tg Islam di sana luar biasa mengagumkan. Setiap
> bulan terbit buku baru tentang Islam. Ini dimungkinkan karena kultur
> akademik yang baik.
>
> Dalam hal studi Islam misalnya, mereka memiliki bahan-bahan yang dapat
> dieksplorasi secara berkelanjutan. Di Barat, perpustakaan bukan hanya
> menyimpan buku-buku tercetak, tapi juga manuskrip-manuskrip klasik asli
> dalam tulisan tangan yang berabad-abad usianya. Melalui
> manuskrip-manuskrip itulah, lahir berbagai studi verifikasi teks. Dengan
> ketersediaan teks yang berlimpah, para sarjana melakukan studi mengenai
> misalnya, apakah teks ini memang benar ditulis oleh Al Ghazalli; atau
> kalaulah benar, apakah ini ditulis oleh penyalin yang memang berusia dekat
>
> dengan usia Al Ghazalli, apakah penyalinan ditulis dengan lengkap dan utuh
> ..
>
> Dengan demikian, sebuah teks, sebuah manuskrip memiliki sejarahnyan
> sendiri. Teks bisa diuji dengan hukum2 yang objektif. Dan itu kemudian
> berlaku untuk semua teks, termasuk pada Alquran juga.
>
> Studi manuskrip menjadi salah keunggulan Barat. Yang baru belakangan
> dikuti oleh dunia Islam. Dalam hal jumlah manuskrip, perpustakaan besar
> seperti di Princeton University AS, mungkin kalah dari perpustakaan Islam
> di Turki atau Mesir, misalnya. Tapi orang yang bekerja mempelajari,
> memverifikasi manuskrip-manuskrip itu lebih banyak di AS.
>
> AA: Apakah Anda bisa membayangkan studi serupa berkembang di Indonesia.
>
> Ulil: Sebenarnya studi Islam di sini perlahan-lahan berkembang menjadi
> kesarjanaan non-faith based. Tapi tidak bisa sepenuhnya. Beban keimanan
> itu tidak akan bisa hilang. Karena itu saya rasa studi Islam di dunia
> Islam tetap membutuhkan studi Islam di dunia barat. Sebagaimana studi
> Hindu di India tidak bisa melepaskan diri dari komitmen kehinduan.
>
> AA: Anda sudah dua tahun di AS. Bagaimana Anda memandang perkembangan
> Indonesia dari jauh?
>
> Ulil: Satu hal yang saya lihat adalah bahwa sekulerisme itu akan sangat
> dirasakan manfaatnya ketika Anda menjadi minoritas. Ketika Anda mayoritas,
> Anda tidak benar-benar menyadari manfaatnya. Orang2 Islam di AS saya rasa
> pelan-pelan mengakui betapa enaknya hidup dalam sebuah negara yang
> menganut sekulerisme, daripada kalau AS pelan-pelan menjadi negara Kristen
> sebagaimana yang diagendakan kaum Evangelical.
>
> Saya rasa kaum Islam akan mengapresiasi renaissance, persis karena mereka
> di sana. Sekulerisme di AS kan bukan hostile secularism melainkan
> religion-friendly secularism. Karena itu terpaan sekulerisme pada kaum
> Islam sebagai minoritas itu penting sekali. Saat ini kosa-kosa kata yang
> digunakan aktivis Muslim AS sudah kosakata sekuler. Misalnya civil
> liberty, hak-hak sipil. Itu kosakata sekuler. Orang berjenggot Wahabi di
> sana pun menggunakan kata civil rights. Ya, memang pertama-tama mereka
> menggunakan kosakata itu berdasarkan asas manfaat, karena menguntungkan
> kaum muslim minoritas. Tapi perlahan-lahan saya percaya mereka akan
> meyakini itu. Saya mereka akan secara tulus menghayati norma-norma hak
> sipil.
>
> AA: Jadi semakin Anda di AS, Anda semakin sekuler
>
> Ulil: Hmmm saya rasa saya semakin mengapresiasi.
>
--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang

Suluk Wijil - Sunan Bonang's Masterpiece

Suluk Wijil - Sunan Bonang's Masterpiece



Puncak ilmu yang sempurna
Seperti api berkobar
Hanya bara dan nyalanya
Hanya kilatan cahaya
Hanya asapnya kelihatan
Ketauilah wujud sebelum api menyala
Dan sesudah api padam
Karena serba diliputi rahsia
Adakah kata-kata yang bisa menyebutkan?
Jangan tinggikan diri melampaui ukuran
Berlindunglah semata kepada-Nya
Ketahui, rumah sebenarnya jasad ialah ruh
Jangan bertanya
Jangan memuja nabi dan wali-wali
Jangan mengaku Tuhan
Jangan mengira tidak ada padahal ada
Sebaiknya diam
Jangan sampai digoncang
Oleh kebingungan
Pencapaian sempurna
Bagaikan orang yang sedang tidur
Dengan seorang perempuan, kala bercinta
Mereka karam dalam asyik, terlena
Hanyut dalam berahi
Anakku, terimalah
Dan pahami dengan baik
Ilmu ini memang sukar dicerna

(Sunan Bonang)

Suluk Wragul – Sunan Bonang’s Masterpiece (2)

Suluk Wragul – Sunan Bonang’s Masterpiece (2)



Suluk Wragul

-Sunan Bonang-



1
Berang-berang, jika diteliti ini raga
Belum ketemu hakikatnya
Ada atau tidakkah ia
Sebenarnya aku ini siapa
Impian beraneka ragam
Kalau dipikirkan
Akhirnya menyedihkan
Yang mustahil banyak sekali
Segala wujud di semesta ini
Tak putus-putus sama sekali

2
Maka dengarlah perlambang ini
Ada kera hitam sedang berdiri
Di tepi sungai
Tertawa keras tak kepalang
Kepada berang-berang yang mencari makan
Siang dan malam
Terus tanpa kesudahan
Tak ingat bahwa ia diciptakanTuhan
Yang diingat hanya makanan
Tanpa memperdulikan
Bahaya mengncam

3
Dilalapnya apa saja ia dapatkan
Tidaklah ia memperhatikan
Tuhan Yang Maha Agung yang menciptakan
Mustahil ia tak sanggup memberi makan
Dari kehidupan hingga kematian
Apapun saja yang dikodratkan
Telah disesuaikan
Ulat dalam batu pun diberi santunan
Maka jangan hanya suntuk mencari makan

4
Akibatnya terlupa bahwa ia ciptaan Allah
Berang-berang berkata dengan ramah
Duh kera hitam, sungguh engkau kejam
Kau paksa aku mengikutimu
Yang kata orang tanpa dipikirkan
Ya, aku terpaksa
Mencari makan, tapi tidaklah
Dengan susah payah
Sekedar semampu diriku ini
Aku tak mencari-cari

5
Hak orang lain tak kurebut
Tak kuperhatikan bencana dan kutuk
Tak kulihat yang hidup
Demikian pulalah halnya burung elang
Mengikuti tenggiling untuk cari makan
Susah untuk memberi peringatan
Jika engkau merasa
Sebagai makhluk Tuhan adanya
Janganlah hati mendua
Tak usah campuri urusan orang lain
Karena semua punya kadar masing-masing

6
Sudah diberi hak hidup sendiri-sendiri
Seperti juga berbagai tetumbuhan ini
Atau yang memakan dedaunan
Mengikuti takdir Tuhan
Siapa akan mengikuti kata-katamu
Siapa menuruti ajakanmu
Sedangkan di hutan tempatmu
Sang kera hitam menjawab
Tidaklah akan kuubah
Makananmu, hanya ingatlah
Kepada yang memberi makan kepadamu

7
Perbuatlah amal kebajikan
Terpaksa harus kuberitahukan
Hal-hal yang berfaedah saja
Sekedar menunjukkan yang benar adanya
Jawab Berang-berang
Tahulah aku
Maksud omonganmu
Kau inginkan
Agar kuberi kau makan
Tapi aku tak akan tunduk kepadamu

8
Ibarat sudah tahu kebohongannya
Mulut jujur hati berdusta
Karena memaksa harus berbuat begini
Menghormat kepada yang belum mengerti
Agar dipercaya di dunia ini
Berapa kekuatannya
Tak tahu bahwa
Dengan bertapa sesungguhnya bersembunyi
Ingin kulihat mana pendeta yang benar-benar sakti
Kalau berhasil melebihi

9
Kelihatannya luhur dan mulia
Serba benar pembicaraannya
Tuntas luar dalamnya
Bagus penampilannya
Kena kotoran sedikitpun tak bersedia
Seperti burung elang akibatnya
Terbang tinggi
Lupa melihat kanan kiri
Begitu musuh disiasati
Selamat sampai akhir hari

10
Apabila ibarat ikan
Ikan gegenjong yang lemah badannya
Namun tajam tajinya
Hai kera hitam
Mana kata-katamu yang benar
Yang diharamkan ditolaknya
Itu kalau sedikit jumlahnya
Dan walaupun haram
Tapi kalau ada sedikit manisnya ditutupi
Dengan amat tersembunyi

11
Jelas itu dicampur aduk
Ada yang diucapkan dengan pura-pura
Yang terlihat tindakannya
Pujangga maupun pendeta
Sama-sama kurang budinya
Aku tahu semuanya
Sama-sama meminta-minta
Hanya satu dua yang mengamalkan
Meminta tanpa dibantah
Walaupun tidak sungguhan

12
Kikir kalau dimintai
Lagaknya seperti pendeta sakti
Usaha seakan tak henti
Dalam hidup ini hendaklah mengerti
Upaya orang lain
Dalam hidup ini seyogianya
Tak demikian tindakannya
Di mana ada niat yang tak semestinya
Kata ahli kitab tak mau makan riba
Sebab ia pendeta

13
Orang besar orang kecil berebut bersaing
Berupaya menggunakan akal masing-masing
Yang namanya raga manusia
Siap semuanya
Untuk beramal senantiasa
Sedangkan apa kelebihan pendeta
Sibuk mengolah ilmu pengetahuan
Rahasianya mencari pekerjaan
Berkah yang melimpah diharapkan
Jaksa pun demikian

14
Demikianlah yang tersembunyi pada para penulis
Mencari nafkah dengan menipu mengemis
Supaya ada kaulnya
Demikian para dukun adanya
Menjual mantra
Juga para guru yang terhormat
Mengajarkan ilmu luhur
Sama saja yang diharapkan
Yaitu pengabdian murid
Seperti burung kuntul

15
Bertapa ada tujuannya
Agar memperoleh ikan di rawa
Agar semua itu kena olehnya
Adapun yang bertapa di gunung
Tujuannya pun
Untuk memperoleh Negara
Oleh masyarakat dipercaya
Begitu yang namanya pendeta
Terus menerus bertukar pikiran
Berbuat kepercayaan dalam pemerintahan

16
Pendapat yang benar ditentang
Mencari saksi makin kesulitan
Diuji dengan kepercayaannya
Tak tahu bahwa terlalu asyik ia
Membicarakan keburukan orang
Sementara pada dirinya sendiri tak kelihatan
Padahal kejelekannya sebesar gunung
Lagi pula ia tertarik pada rupa
Serta keanekaragaman suara yang masuk telinganya
Dari awal hingga akhir diterimanya

17
Karena banyak orang membingungkan
Tersandunglah ia di tempat yang rata
Sembuh, tapi mati akhirnya
Yang samar dikira nyata
Yang bukan-bukan dikira mengalir
Yang duduk dikira air
Yang tidak terlihat
Senantiasa melihat cela orang lain
Sedang aku, cari makan tak sembunyi-sembunyi
Sang kera bicara gusar

18
Ya, kamu jadinya
Mencela tingkah laku pendeta
Kalau begitu
Kamu pantas diburu
Hidupmu bagiku gambling
Merintangi pekerjaan
Kemudian sang berang-berang
Berucap : Apa maumu !
Seraya merunduk sambil menerjang
Tapi telah meloncat si kera hitam

19
Pada dahan kayu sambil bersiaga
Sehingga mengagetkan kera-kera lainnya
Semua pun angkat bicara
Dengan bahasa lambang mereka
Marah mereka
Siapa saja yang mencela pendeta
Boleh kita mengejarnya
Sampai mati ia
Semua kera mengepung di pinggir sungai itu
Tapi berang-berang sudah tahu

20
Ketika sudah berkumpul semua kera hitam
Berang-berang masuk ke dalam air pelan-pelan
Karena kera sebanyak itu tidaklah terlawan
Kemudian si berang-berang
Sambil makan ikan, memberi peringatan:
Kera hitam, pulanglah kau
Bersama teman-temanmu
Sebab siapa tahu si empunya datang
Yang di sungai ini ia punya larangan
Siapa tahu firasat ia dapatkan ……….

21
Sanggupkah kau lindungi teman-temanmu ?
Maka semua kera hitampun bubar berlalu
Agaknya mereka malu
Dan sang berang-berang keluar dari air
Mengamati kiri kanan dengan rasa khawatir
Kalau-kalau masih ada kera yang belum menyingkir
Sang berang-berang berkata dalam hati
Berangan-angan ia
Kera hitam merasa suci dirinya
Mencela orang yang sedang mencari mangsa

22
Memang perbuatan yang cemar
Adalah perbuatan melanggar
Hanya saja tak terlihat
Sungguh, cari saja yang mempunyai
Kebahagiaa, berlakulah laku sejati
Meskipun seorang pendeta
Seulung apapun ia
Jika menulis, lupa beribadah
Dirinya sendiri tak tampak olehnya
Karena orang lain saja yang dilihatnya

23
Jadi, tingkah laku orang peroranglah
Yang merupakan makanan kesukaannya
Kelihatan bijak perbuatannya
Namanya pujangga
Yang terkandung di hati yang ditatapnya
Tapi setelah keluar darinya
Terlihat ia ingin menjiplaknya
Demikian ibarat seekor burung
Bertengger di pohon beringin yang terbalik

24
Sementara sang berang-berang
Bersoal jawab dengan kera hitam
Turunlah burung tuhu
Menanyakan kesejatian
Mungkin selama perbincangan itu
Yang demikian yang diinginkan
Kepada kalimat tauhid amat senang
Sehingga dipertuhankan
Tak ingat yang sungguh-sungguh Tuhan

25
Lahir dan batin, dulu dan kemudian
Baik buruk, suka dan duka
Sudah nasib manusia, tiada bedanya
Takdir Allah yang Maha Agung
Siang malam sembah puji senantiasa
Jika rahmat tak datang juga
Jika belum mencapainya
Masih ragu adanya
Berterus teranglah dalam memperolehnya
Demikian burung tuhu berkata

26
Sudah sebulan aku berdampingan
Namun dengan gagak belum tercapai kesepakatan
Sebab semua
Yang ia makan adalah kotoran
Jadi selalu kuhindari
Tak akan aku ikuti
Yang najis
Sungguh selama hidupku
Yang halal saja makananku
Yang diajak bicara menjawab begitu

27
Tahu semua pengetahuan
Namun tak mengerti sastra agama
Dari mana asalnya
Yang meskipun seolah telah merasuk dihati
Tak mungkin ditolak di dunia ini
Burung tuhu berujar :
Walau manis tutur katanya
Sebenarnya takhyul yang dibeberkan
Sang berang berkata : Pernah kudengar
Bahwa dalang tak pernah ditanya

28
Pemburu tak henti berkelana
Ibarat burung bangau bertapa di rawa
Tiada lain niatnya
Kecuali mencari ikan di air
Dimakannya siang malam
Seperti bangau botak
Seperti kambing prucul
Maka orang yang menjalani laku
Jangan cepat melangkah dulu
Bertanyalah kepada yang tahu

29
Haruslah lahir batin kalau memuji
Yang diucapkan musti dimengerti
Yang dilihat hendaknya dipahami
Juga segala yang didengar
Betapa sukar orang memuji
Maka sebaiknya carilah guru
Yakni orang yang lebih tahu
Yakni ahli ibadah
Dan memujilah hingga merasuki hati
Begitulah orang melakukan sembah puji

30
Kalau tak tahu apa yang disembah
Hilanglah apa yang disembah
Karena sesungguhnya tak ada tirai itu
Tataplah gunung
Dan bunga dalam kesepian
Ikan tanpa mata
Wahyu sejati
Pandanglah Arjuna
Kalau bertapa tak tergoda
Oleh apa saja

31
Ada tiga macam pepuji
Pertama melihat yang disembah
Kedua melihat rupanya
Ketiga tak melihat
Kepada sesuatu, namun
Menghadap yang disembah
Ibarat mencari
Dalang topeng yang sedang melakukan pertunjukan
Tak beda segala yang dimiliki
Berpadu satu ragawi ruhani

32
Kalau tak begitu kafir jadinya
Yang namanya gajah, gerangan mana ia
Sejauh-jauh usiaku
Belum mengerti hal itu
Ibarat menyatukan perjalanan gajah
Dengan petualangan burung garuda
Ibarat menyatukan punggung dengan dada
Atau wayang dengan kelirnya
Tapi sesungguhnya cermin satu adanya

33
Itu jelas sama
Yang dicari sedang tak ada
Tapi burung tuhu sedang memahaminya
Ibarat malam yang dibakar
Tak ada yang dipikirkan
Ajaran dari berang-berang
Biasanya sudah diajarkan
Jiwa yang hidup dan yang mati itu satu
Ingat bahwa engkau dikuasai Tuhanmu

34
Seperti halnya tinta
Masih menyatu dengan tempatnya
Jangan menghindar meski mati bayarannya
Kalau hidup, hiduplah seperlunya
Selalu perhatikan guru
Jangan seperti orang bermimpi
Atau seperti burung yang disuruh berbicara
Mengikuti kata-kata
Dijadikan panutan pikirannya

35
Ketika kemudian matahari terbenam
Terdengar suara pertunjukan wayang
Tampaknya di istana
Tergetar tabirnya
Di depan kelir berada semua wayangnya
Burung tuhu tampak
Ki dalang terlihat
Yang terlihat gawang-gawangnya
Wayangnya tiada, hanya dalangnya
Padahal tabir penglihatan tidaklah ada

36
Dalang dapat bertukar rupa
Banyak orang jatuh cinta
Menyaksikan tingkah wayangnya
Terlihat segala tingkah lakunya
Semua saling jatuh cinta
Betapa mendalam keinginan
Menatap sang dalang
Namun dicari tak ketemu
Meskipun dengan susah dan rindu

37
Lebih-lebih jika kurenungkan ini
Dengan teliti
Betul-betul ingin bekerja
Terlalu penuh perhitungan akhirnya
Atas kekayaan orang-orang kaya
Maka kalau tak paham
Jangan ikut-ikutan
Sampai kapan demikian
Sesungguhnya engkau disuruh mencari kembali
Raga yang tersembunyi




Source:
http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/suluk-wragul/

Islamnya Syekh Siti Jenar

Islamnya Syekh Siti Jenar



140 AJARAN DAN PEMIKIRAN SYEKH SITI JENAR


001. …. tidak usah kebanyakan teori semu, karena sesungguhnya ingsun (saya) inilah Allah. Nyata ingsun yang sejati, bergelar Prabu Satmata, yang tidak ada lain kesejatiannya yang disebut sebangsa Allah.

002. Jika ada seseorang manusia yang percaya kepada kesatuan lain selain Allah SWT, maka ia akan kecewa karena ia tidak akan memperoleh apa yang ia inginkan.

003. Allah itu adalah keadaanku, lalu mengapa kawan-kawanku sama memakai penghalang? Dan sesungguhnya aku ini adalah haq Allah pun tiada wujud dua; saya sekarang adalah Allah, nanti Allah, dzahir bathin tetap Allah, kenapa kawan-kawan masih memakai pelindung?.

004. Sebenarnya keberadaan dzat yang nyata itu hanya berada pada mantapnya tekad kita, tandanya tidak ada apa-apa, tetapi harus menjadi segala niat kita yang sungguh-sungguh.

005. Tidak usah banyak bertingkah, saya ini adalah Tuhan. Ya, betul betul saya ini adalah Tuhan yang sebenarnya, bergelar Prabu Satmata, ketahuilah bahwa tidak ada tuhan yang lain selain saya.

006. Saya ini mengajarkan ilmu untuk betul-betul dapat merasakan adanya kemanunggalan. Sedangkan bangkai itu selamanya tidak ada. Adapun yang dibicarakan sekarang adalah ilmu yang sejati yang dapat membuka tabir kehidupan. Dan lagi semuanya sama. Tidak ada tanda secara samar-samar, bahwa benar-benar tidak ada perbedaan yang bagaimanapun, saya akan tetap mempertahankan tegaknya ilmu tersebut.

007. Bahwa sesungguhnya, lafadz Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa dan tiada tampak akan membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia tidak mengetahui akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi bingung. Sesungguhnya nama Allah itu untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan untuk menyatakan yang dipuja dan menyatakan suatu janji. Nama itu ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan Muhammad Rasulullah.

008. ….. padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur bercampur tanah. Lain jika kita sejiwa dengan Dzat Yang Maha Luhur. Ia gagah berani, Maha Sakti dalam syarak, menjelajahi alam semesta. Dia itu pangeran saya, yang mengusai dan memerintah saya, yang bersifat wahdaniyah, artinya menyatukan diri denga ciptaan-Nya. Ia dapat abadi mengembara melebihi peluru atau anak sumpit, bukan budi bukan nyawa, bukan hidup tanpa asal dari manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan. Dia itu yang bersatu padu dengan wujud saya. Tiada susah payah, kodrat dan kehendak-Nya, tiada kenal rintangan, sehingga pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari jiwa raga saya kearif-bijaksanaan saya menjumpai ia sudah ada di sana.

009. Syehk Lemah Bang namaku, Rasulullah ya aku sendiri, Muhammad ya aku sendiri,Asma Allah itu sesungguhya dirilu, ya akulah yang menjadi Allah ta’ala.

010. Jika Anda menanyakan di mana rumah Tuhan, maka jawabnya tidaklah sukar. Allah berada pada Dzat yang tempatnya tidak jauh, yaitu berada dalam tubuh manusia. Tapi hanya orang yang terpilih saja yang bisa melihatnya, yaitu orang-orang suni.

011. Rahasia kesadaran kesejatian kehidupan, ya ingsun ini kesejahteraan kehidupan, engkau sejatinya Allah, ya ingsun sejatinya Allah; yakni wujud yang berbentuk itu sejati itu sejatinya Allah, sir (rahasia) itu Rasulullah, lisan (pengucap) itu Allah, jasad Allah badan putih tanpa darah, sir Allah, rasa Allah, rahasia rasa kesejatian Allah, ya ingsun (aku) ini sejatinya Allah.

012. Adanya kehidupan itu karena pribadi, demikian pula keinginan hidup itupun ditetapkan oleh diri sendiri, tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan, tiada turut merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah karena tidak diinginkan oleh hidup. Dengan demikian hidupnya kehidupan itu berdiri sendiri.

013. Dzat wajibul maulana adalah yang menjadi pemimpin budi yang menuju ke semua kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu keinginan saja belum tentu dapat dilaksanankan dengan tepat, apalagi dua. Nah cobala untuk memisahkan Dzat wajibul maulana dengan budi, agar supaya manusia dapat menerima keinginan yang lain.

014. Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini adalah baka bersifat abadi, tanpa antara tiada erat dengan sakit apapun rasa tidak enak, ia berada baik disana, maupun di sini, bukan ini bukan itu. Oleh tingkah yang banyak dilakukan dan yang tidak wajar, menuruti raga, adalah sesuatu yang baru.

015. Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Di manakah adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia, membubunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan ke tujuh, tiada ditemukan wujud yang mulia.

016. Kemana saja sunyi senyap adanya; ke Utara, Selatan, Barat, Timur dang Tengah, yang ada di sana hanya adanya di sini. Yang ada di sini bukan wujud saya. Yang ada dalam diriku adalah hampa dan sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah isi perut yang kotor. Maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh, laju peasat bagaikan anak panah lepas dari busur, menjelajah Mekkah dan Madinah.

017. Saya ini bukan budi, bukan angan-angan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan niat, buka udara, bukan angin, bukan panas, dan bukan kekosongan atau kehapaan. Wujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi dunia, tanah, api, air, dan udara kembali ke tempat asalnya, sebab semuanya barang baru bukan asli.

018. Maka saya ini Dzat sejiwa yang menyatu, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya bersifat Jalil dan Jamal, artinya Maha Mulia dan Maha Idah. Ia tidak mau sholat atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintah untuk shalat kepada siapapun. Adapun shalat itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan dituruti, karena perintahnya berubah-ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika dituruti tidak jadi dan selalu mengajak mencuri.

019. Syukur kalau saya sampai tiba di dalam kehidupan yang sejati. Dalam alam kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya sudah lepas dari alam kematian. Saya akan hidup sempurna, langgeng tiada ini dan itu.

020. Menduakan kerja bukan watak saya. Siapa yang mau mati dalam alam kematian orang kaya akan dosa. Balik jika saya hidup yang tak kekak ajal, akan langeng hidup saya, tida perlu ini dan itu. Akan tetapi saya disuruh untuk memilih hidup ayau mati saya tidak sudi. Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang menetukan.

021. …….Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai dalam mati, mati yang sempurna teramat indah, manusia sejati adalah yang sudah meraih ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya, menyebutnya mati berarti syirik, lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah dia memboyong kratonnya.

022. Aku angkat saksi dihadapan Dzat-KU sendiri, susungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku. Dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-KU, susungguhny yang disebut Allah adalah ingsun (aku) diri sendiri. Rasul itu rasul-KU, Muhammad itu cahaya-KU, aku Dzat yang hidup yang tak kena mati, Akulah Dzat yang kekal yang tidak pernah berubah dalam segala keadaan. Akulah Dzat yang bijaksana tidak ada yang samar sesuatupun, Akulah Dzat Yang Maha Menguasai, Yang Kuasa dan Yang Bijaksana, tidak kekurangan dalam pegertian, sempurna terang benderang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanyalah aku yang meliputi sekalian alam dengan kodrat-KU.

023. Janganlah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah keberadaan Allah. Disebut Imannya Iman.

024. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah tempat manunggalnya Allah. Disebut Imannya Tauhid.

025. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah sifatnya Allah. Disebut Imannya Syahadat.

026. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kewaspadaan Allah. Disebut Imannya Ma’rifat.

027. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah menghadap Allah. Disebut Imannya Shalat.

028. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kehidupannya Allah. Disebut Imannya Kehidupan.

029. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kepunyaan dan keagungan Allah. Disebut Imannya Takbir.

030. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, sebab engkau adalah pertemuan Allah. Disebut Imannya Saderah.

031. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kesucian Allah. Disebut Imannya Kematian.

032. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, sebab engkau adalah wadahnya Allah. Disebut Imannya Junud.

033. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah bertambahnya nikmat dan anugrah Allah. Disebut Imannya Jinabat.

034. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah asma Nama Allah. Disebut Imannya Wudlu.

035. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah ucapan Allah. Disebut Imannya Kalam.

036. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah juru bicara Allah. Disebut Imannya Akal.

037. Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah wujud Allah, yaitu tempat berkumpulnya seluruh jagad makrokosmos, dunia akhirat, surga neraka,arsy kursi, loh kalam, bumi langit, manusia, jin, iblis laknat, malaikat, nabi, wali, orang mukmin, nyawa semua, itu berkumpul di pucuknya jantung, yang disebut alam khayal (ala al-khayal). Disebut Imannya Nur Cahaya.

038. Yang disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai. Kekuasannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun dalam merupakan kesatuan, yang beraneka ragam.

039. Iradat artinya kehendak yang tiada membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jah dari panca indra bagaikan anak gumpitan lepas tertiup.

040. Inilah maksudnya syahadat: Asyhadu berarti jatuhnya rasa, Ilaha berarti kesetian rasa, Ilallah berarti bertemunya rasa, Muhammad berartihasil karya yang maujud dan Pangeran berarti kesejatian hidup.

041. Mengertilah bahwa sesungguhnya inisyahadat sakarat, jika tidak tahu maka sakaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya sperti hewan.

042. Syahadat allah, allah badan lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi cahaya, cahaya lebur menjadi roh, roh lebur menjadi rasa, rasa lebur sirna kembali kepada yang sejati, tinggalah hanya Allah semata yang abadi dan terkematian. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia).

043. Syahadat Ananing Ingsun, Asyhadu keberadaan-KU, La Ilaha bentuk wajahku, Ilallah Tuhanku, sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku, yaitu badan dan nyawa seluruhnya. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia).

044. Syahadat Panetep Panatagana yaitu, yang menjdai bertempatnya Allah, menghadap kepada Allah, bayanganku adalah roh Muhammad, yaitu sejatinya manusia, yaitu wujudnya yang sempurna. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia).

045. Kenikmatan mati tak dapat dihitung ….tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam patihnya, justru bagi ilmu orang remeh…..

046. Segala sesuatu yang wujud, yang tersebar di dunia ini, bertentangan denga sifat seluruh yang diciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.

047. Shalat limakali sehari adalah pujian dan dzikir yang merupakan kebijaksanaan dalam hati menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang akan menerima, dengan segala keberanian yang dimiliki.

048. Pada permulaan saya shalat, budi saya mencuri, pada waktu saya dzikir, budi saya melepaskan hati, menaruh hati kepada seseorang, kadang-kadang menginginkan keduniaan yang banyak, lain dengan Dzat Maha yang bersama diriku, Nah, saya inilah Yang Maha Suci, Dzat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibayangkan.

049. Syahadat, shalat, dan puasa itu adalah amalan yang tidak diinginkan, oleh karena itu tidak perlu dilakukan. Adapun zakat dan naik haji ke Makkah, keduanya adalah omong kosong. Itu semua adalah palsu dan penipuan terhadap sesama manusia. Menurut para auliya’ bila manuasia melakukannya maka dia akan dapat pahala itu adalah omong kosong, dan keduanya adalah orang yang tidak tahu.

050. Tiada pernah saya menuruti perintah budi, bersujud-sujud di masjid mengenakan jubah, pahalanya besok saja, bila dahi sudah menjadi tebal, kepala, berbelang. Sesungguhnya hal itu tidak masuk akal. Di dunia ini semua manusia adalah sama. Mereaka semua mengalami suka duka, menderita sakit dan duka nestapa, tiada bedanya satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya, Siti Jenar, hanya setia pada satu hal, saja, yaitu Gusti Dzat Maulana.

051. ….Gusti Dzat Maulana. Dialah yang luhur dan sangat sakti, yang berkuasa Maha Besar, lagi pula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas segala kehendak-Nya. Dialah Maha Kuasa pangkal mula segala ilmu, Maha Mulia, Maha Indah, Maha Sempurna, Maha Kuasa, Rupa warna-nya tanpa cacat, seperti hamba-Nya. Di dalam raga manusia ia tiada tanpak. Ia sangat sakti menguasai segala yang terjadi, dan menjelajahi seluruh alam semesta, Ngindraloka.

052. Hyang Widi, wjud yang tak tampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-sifatnya mempunyai wujud, sperti penampakan raga yang tiada tanpak. Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus, lurus terus menerus, menggambarkan kenyataan tiada dusta, ibaratnya kekal tiada bermula, sifat dahulu yang meniadakan permulaan, karena asal diri pribadi.

053. Mergertilah bahwa sesungguhnya ini syahadat sakarat, jika tidak tahu maka sekaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya seperti hewan.

054. Syekh Siti Jenar mengetahui benar di mana kemusnahan anta ya mulya, yaitu Dzat yang melanggengkan budi, berdasarkan dalil ramaitu, ialah dalil yang dapat memusnahkan beraneka ragam selubung, yaitu dapat lepas bagaikan anak panah, tiada dapat diketahui di mana busurnya. Syari’at, tarekat, hakekat, dan ma’rifat musnah tiada terpikirkan. Maka sampailah Syekh Siti Jenar di istana sifat yang sejati.

055. Kematian ada dalam hidup, hidup ada dalam mati. Kematian adalah hidup selamanya yang tidak mati, kembali ke tujuan dan hidup langgeng selamanya, dalam hidup ini adalah ada surga dan neraka yang tidak dapat ditolak oleh manusia. Jika manusia masuk surga berarti ia senang, bila manusia bingung, kalut, risih, muak, dan menderita berarti ia masuk neraka. Maka kenikmatan mati tak dapat dihitung.

056. Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan panca indera. Panca indera ini merupakan barang pinjaman, yang jika sudah diminta oleh yang mempunyai, akan menjadi tanah dan membusuk, hancur lebur bersifat najis. Oleh karena itu panca indera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari panca indera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa, tidur dan sering kali tidak jujur. Akal itu pula yang siang malam mengajak kita berbuat dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki juga akan menimbulkan kejahatan, kesombongan yang pada akhirnya membawa manusia ke dalam kenistaan dan menodai citranya. Kalau sudah sampai sedemikian parahnya manusia biasanya baru menyesali perbuatannya.

057. Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, dan sumsum busa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya. Biarpun bersembahyang seribu kali setiap barinya akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya kena debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, apakah para wali dapat membawa pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini adalah baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru.

058. Segala sesuatu yang terjadi di alam ini pada hakikatnya adalah perbuatan Allah. Berbagai hal yang dinilai baik maupun buruk pada hakikatnya adalah dari Allah juga. Jadi sangat salah besar bila ada yang menganggap bahwa yang baik itu dari Allah dan yang buruk adalah dari selain Allah. Oleh karena itu Af’al allah harus dipahami dari dalam dan dari luar diri manusia. Misalnya saat manusia menggoreskan pensil, di situlah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati yang dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-Nya, yaitu kemampuan gerak pensil. Tanah yang terlempar dari tangan seseorang itu adalah berdasar kemampuan kodrati gerak tangan seseorang, ”maksudnya bukanlah engkau yang melempar, melainkan allah yang melempar ketika engkau melempar.

059. Di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat juga akan menjadi rusak dan bercampur tanah. Ketahuilah juga bahwa apa yang dinamakan kawulo-gusti tidak berkaitan dengan seorang manusia biasa seperti yang lain-lain. Kawulo dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-gusti itu belaku, yakni selama saya mati. Nanti kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawulo lenyap, yang tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam Anda sendiri. Bial kamu belum menyadari kata-kataku, maka dengan tepat dapat dikatakan bahwa kamu masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hihuran macam warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat panca indera. Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orng yang terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian, satu-satunya yang ku usahakan ualah kembali kepada kehidupan.

060. Bukan kehendak, angan-angan, bukan ingatan, pikir atau niat, hawa nafsupun bukan, bukan juga kekosongan atau kehampaan, penampilanku bagai mayat baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, napsu terhembus ke segala penjuru dunia, tanah, api, air kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru.

061. Bumi, langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia. Manusialah yang memberi nama. Buktinya sebelum saya lahir tidak ada.

062. Sesungguhnya pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara ajaran Islam dengan Syiwa Budha. Hanya nama, bahasa, serta tatanan yang berbeda. Misalnya dalam Syiwa Budha dikenal Yang Maha Baik dan Pangkal Keselamatan, sementara dalam Islam kita mengenal Allah al Jamal dan as Salam. Jika Syiwa dkenal sebagai pangkal penciptaan yang dikenal dengan Brahmana maka dalam Islam kita mengenal al Khaliq. Syiwa sebagai penguasa makhluk disebut Prajapati, maka dalam Islam kita mengenal al Maliku al Mulki. Jika Syiwa Maha Pemurah dan Pengasih disebut Sankara, maka dalam Islam kita mengena ar-Rahman dan ar-Rahim.

063. Kehilangan adalah kepedihan. Berbahagialah engkau, wahai musafir papa, yang tidak memiliki apa-apa maka tidak akan pernah kehilangan apa-apa.

064. Jika engkau kagum kepada seseorang yang engkau anggap Wali Allah, jangan engkau terpancang pada kekaguman akan sosok dan perilaku yang diperbuatnya. Sebab saat seseorang berada pada tahap kewalian, maka keberadaab dirinya sebagi manusia telah lenyap, tenggelam ke dalam al Waly.

065. Kewalian bersifat terus menerus, hanya saja saat tenggelam dalam al Waly. Berlangsungnya Cuma beberapa saat. Dan saat tenggelam ke dalam al Waly itulah sang wali benar-benar menjadi pengejawantahan al Waly. Lanaran itu sang wali memiliki kekeramatan yang tidak bisa diukur dengan akal pikiran manusia, dimana karamah itu sediri pada hakekatnya pengejawantahan al Waly. Dan lantaran itu pila yang dinamakan karamah adalah sesuatu diluar kehendak sang wali pribadi. Semua itu semata-mata kehendak-Nya mutlak.

066. Kekasih Allah itu ibarat cahaya. Jika ia berada di kejahuan, kelihatan sekali terangnya. Namun jika cahaya itu didekatkan ke mata, mata kita akan silau dan tidak bisa melihatnya dengan jelas. Semakin dekat cahaya itu kemata maka kita akan semakin buta tidak bisa melihatnya.

067. Engkau bisa melihat cahaya kewalian pada diri seseorang yang jauh darimu. Nemun engkau tidak bisa melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri orang-orang yang terdekat denganmu.

068. Saya hanya akan memberi sebuah petunjuk yang bisa digunakan untuk meniti jembatam (shiratal mustaqim) ajaib ke arahnya. Saya katakan ajaib karena jembatan itu bisa menjauhkan sekaligus mendekatkan jarak mereka yang meniti dengan tujuan yang hendak dicapai.

069. Bagi kalangan awan, istighfar lazimnya dipahami ebagai upaya memohon ampun kepada Allah sehingga mereka memperoleh pengampunan. Tetapi bagi para salik, istighfar adalah upaya pembebasan dari belenggu kekakuan kepada Allah sehingga memperoleh ampun yang menyingkap tabir ghaib yang menyelubungi manusia. Sesungguhnya di dalam asma al Ghaffar terangkum makna Maha Pengampun dan juga Maha menutupi, Maha Menyembunyikan dan Maha Menyelubungi.

070. Semua itu terika itu benar, hanya nama dan caranya saja yang berbeda. Justru ”cara” itu menjadi salah dan sesat ketika sang salik melihat menilai terlalu tinggi ”cara” yang diikutinya sehinga menafikan ”cara” yang lain.

071. Semua rintangan manusia itu berjumlah tujuh, karena kita adalah makhluk yang hidup di atas permukaan bumi. Allah membentangkan tujuh lapis langit yang kokoh di atas kita, sebagaimana bumipun berlapis tujuh, dan samuderapun berlapis tujuh. Bahkan neraka berlapis tujuh. Tidakkah anda ketahui bahwa suragapun berjumlah tujuh. Tidakkah Anda ketahui bahwa dalam beribadaaah kepada Allah manusia diberi piranti tujuh ayat yang diulang-ulang dari Al-Quran untuk menghubungkang dengan-Nya? Tidakkah Anda sadari bahwa saat Anda sujud anggota badan Anda yang menjadi tumpuan?

072. Di dunia manusia mati. Siang malam manusia berpikir dalam alam kematian, mengharap-harap akan permulaan hidupnya. Hal ini mengherankan sekali. Tetapi sesungguhnya manusia di dunia ini dalam alam kematian, sebab di dunia ini banyak neraka yang dialami. Kesengsaraan, panas, dingin, kebingungan, kekacauan, dan kehidupan manusia dalam alam yang nyata.

073. Dalam alam ini manusia hidup mulia, mandiri diri pribadi, tiada diperlukan lantaran ayah dan ibu. Ia beberbuat menurut keingginan sendiri tiada berasal dari angin, air tanah, api, dan semua yang serba jasad. Ia tidak menginginkan atau mengaharap-harapkan kerusakan apapun. Maka apa yang disebut Allah ialah barang baru, direka-reka menurut pikiran dan perbuatan.

074. Orang-orang muda dan bodoh banyak yang diikat oleh budi, cipta iblis laknat, kafir, syetan, dan angan-angan yang muluk-muluk, yang menuntun mereka ke yang bukan-bukan. Orang jatuh ke dalam neraka dunia karena ditarik oleh panca indera, menuruti nafsu catur warna : hitam, merah, kuning, serta putih, dalam jumlah yang besar sekali, yang masuk ke dalam jiwa raganya.

075. Saya merindukan hidup saya dulu, tatkala saya masih suci tiada terbayangkang, tiada kenal arah, tiada kenal tempat, tiada tahu hitam, merah, putih, hijau, biru dan kuning. Kapankah saya kembali ke kehidupan saya yang dulu? Kelahiranku di dunia alam kematian itu demikian susah payahnya karena saya memiliki hati sebagai orang yang mengandung sifat baru.

076. Kelahiranku di dunia kematian itu demikian susah payahnya karena saya memiliki hati sebagai orang yang mengandung sifat baru.

077. Keinginan baru, kodrat, irodat, samak, basar dan ngaliman )’aliman). Betul-betul terasa amat berat di alam kematian ini. Panca pranawa kudus, yaitu lima penerangan suci, semua sifat saya, baik yang dalam maupun yang luar, tidak ada yang saya semuanya iti berwujud najis, kotor dan akan menjadi racun. Beraneka ragam terdapat tersebut dalam alam kematian ini. Di dunia kematian, manusia terikat oleh panca indera, menggunakan keinginan hidup, yang dua puluh sifatnya, sehingga saya hampir tergila-gila dalam dan kematian ini.

078. Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan panca indera. Panca indera ini merupakan barang pinjaman, yang jika sudah diminta oleh yang mempunyai, akan menjadi tanah dan membusuk, hancur lebur bersifat najis, oleh karena itu panca indera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari panca indera, tidak dapat dipakai sebagai pandangan hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa, tidur dan sering kali tidak jujur. Akal itu pula yang siang malam mengajak kita berbuat dengki, bahkan merusak kebahagian orang lain. Dengki juga akan menimbulkal kejahatan, kesombongan yang pada akhirnya membawa manusia ke dalam kenistaan dan menodai citranya. Kalau sudah samapai sedemikian parahnya manuasia biasanya baru menyesali perbuatannya.

079. Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, sungsum, bisa merusak dan bagaimana cara anda memperbaikinya. Biarpun bersembahyang seribu kali tiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan anda, anda tutupi akhirnya kena debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, apakah para wali dapat membawa pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini adalah baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru.
080. mayat-mayat berkeliaran kemana-mana, ke Utara dan ke Timur, mencari makan dan sandang yang bagus dan permata serta perhiasan yang berkilauan, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah mayat-mayat belaka. Yang naik kereta, dokar atau bendi itu juga mayat, meskipun seringkali ia berwatak keji terhadap sesamanya.

081. Orang yang dihadapi oleh hamba sahayanya, duduk di kursi, kaya raya, mempunyai tanah dan rumah yang mewah, mereka sangat senang dan bangga. Apakah ia tidak tahu, bahwa semua benda yang terdapat di dunia akan musnah menjadi tanah. Meskipun demikia ia bersifat sombong lagi congkak. Oh, berbelas kasihan saya kepadanya. Ia tidak tahu akan sifat-sifat dan citra dirinya sebagai mayat. Ia merasa dirinya yang paling cukup pandai.

082. Di alam kematian ada surga dan neraka, dijumpai untung serta sial. Keadaan di dunia seperti ini menurut Syekh Siti Jenar, sesuai dengan dalil Samarakandi ”al mayit pikruhi fayajitu kabilahu” artinya Sesungguhnya orang yang mati, menemukan jiwa raga dan memperoleh pahala surga serta neraka.

083. ”Keadaan itulah yang dialami manusia sekarang” demikian pendapat Syekh Siti Jenar, yang pada akhirnya Siti Jenar siang malam berusaha untuk mensucikan budi serta menguasai ilmu luhur dengan kemuliaan jiwa.

084. Di alam kematian terdapat surga dan neraka, yakni bertemu dengan kebahagian dan kecelakaan, dipenuhi oleh hamparan keduniawian. Ini cocok dengan dalil Samarakandi analmayit pikutri, wayajidu katibahu. Sesungguhnya orang mati itu akan mendapatkan raga bangkainya, terkena pahala surga serta neraka.

085. Surga neraka tidaklah kekal dan dapat lebur, ataupun letaknya hanya dalam rasa hati masing-masing pribadi, senang puas itulah surga, adapun neraka ialah jengkel, kecewa dalam hati. Bahwa surga neraka terdapat dia akhirat. Itulah hal yang semata khayal tidak termakan akal.

086. Sesungguhnya, meurut ajaran Islam pun, surga dan neraka itu tidak kekal. Yang menganggap kekal surga neraka itu adalah kalangan awam. Sesungguhnya mereka berdua wajib rusak dan binasa. Hanya Allah Dzat yang wajib abadi, kekal, langgeng, dan azali.

087. Sesungguhnya, tempat kebahagian dan kemulian yang disebut swarga oleh orang-orang Hindu-Budha, di dalam Islam disebut dengan nama Jannah (taman), yang bermakna tempat sangat menyenangkan yang di dalamnya hanya terdapat kebahagian dan kegembiraan. Hampir mirip dengan swarga yang dikenal di dalam Syiwa-Budha, di dalam Islam dikenal ada tujuh surga besar yang disebut ’alailliyyin,al-Firdaus, al-Adn, an-Na’im, al-Khuld, al-Mawa, dan Darussalam. Di surga-surga itulah amalan orang-orang yang baik ditempatkan sesuai amal ibadahnya selam hidup di dunia.

088. Sementara itu, tidak berbeda dengan ajaran Syiwa-Budha yang meyakini adanya Alam Bawah, yaitu neraka yang bertingkat-tingkat dan jumlahnya sebanyak jenis siksaan, Islam pun mengajarkan demikian. Jika dalam ajaran Syiwa-Budha dikenal ada tujuh neraka besar yaitu, Sutala, Wtala, Talata, Mahatala, Satala, Atala, dan Patala. Maka dalam Islam juga dikenal tingkatan neraka yaitu, Jahannam, Huthama, Hawiyah, Saqar, Jahim, dal Wail.

089. Sebetulnya yang disebut awal dan akhir itu berda dalam cipta kita pribadi, seumpama jasad di dalam kehidupan ini sebelum dilengkapi dengan perabot lengkap, seperti umur 60 tahun, disitu masih disebut sebagai awal, maka disebut masyriq (timur) yang maknanya mengangkat atau awal penetapan manusia, serta genapnya hidup.

090. Yang saya sebut Maghrib (Barat) itu penghabisan, maksudnya saat penghabisan mendekati akhir, maksudnya setelah melali segala hidup di dunia. Maka, sejatinya awal itu memulai, akhir mengakhiri. Jika memang bukan adanya zaman alam dunia atau zaman akhirat, itu semua masih dalam keadaan hidup semua.

091. Untuk keadaan kematian saya sebut akhirat, hanyalah bentuk dari bergantinya keadaan saja. Adapun sesungguhnya mati itu juga kiamat. Kiamat itu perkumpulan, mati itu roh, jadi semua roh itu kalau sudah menjadi satu hanya tinggal kesempurnaannya saja.

092. Moksanya roh saya sebut mati, karena dari roh itu terwujud keberadaan Dzat semua, letaknya kesempurnaan roh itu adalah musnahnya Dzat. Akan tetapi bagi penerapan ma’rifat hanya yang waspada dan tepat yang bisa menerapkan aturannya. Disamping semua itu, sesungguhnya semuanya juga hanya akan kembali kepada asalnya masing-masing.

093. Ketahuilah, bahwa surga dan neraka itu dua wujud, terjadinya dari keadaan, wujud makhluk itu dari kejadian. Surga dan neraka sekarang sudah tampak, terbentuk oleh kejadian yang nyata.

094. Saya berikan kiasan sebagai tanda bukti adanya surga, sekarang ini sama sekali berdasarkan wujud dan kejadian di dunia. Surga yang luhur itu terletak dalam perasaan hati yang senang. Tidak kurang orang duduk dalam kereta yang bagus merasa sedih bahkan menangis tersedu-sedu, sedang seorang pedagang keliling berjalan kaki sambil memikul barang dangangannya menyanyi sepanjang jalan. Ia menyanyikan berbagai macam lagu dengan suara yang terdengar mengalun merdu, sekalipun ia memikul, menggendong, menjinjing atau menyunggi barang dagangannya pergi ke Semarang. Ia itu menemukan surganya, karena merasa senang dan bahagia. Ia tidur di rumah penginapan umum, berbantal kayu sebagai kalang kepala, dikerumuni serangga penghisap darah, tetapi ia dapat tidur nyenyak.

095. Orang disurga segala macam barang serba ada, kalau ingin bepergian serba enak, karena kereta bendi tersedia untuk mondar-mandir kemana saja. Tetapi apabila nerakanya datang, menangislah ia bersama istri atau suaminya dan anak-anaknya.

096. Manusia yang sejati itu ialah yang mempunyai hak dan kekuasaan Tuhan yang Maha Kuasa, serta mandiri diri pribadi. Sebagai hamba ia menjadi sukma, sedang Hyang Sukma menjadi nyawa. Hilangnya nyawa bersatu padu dengan hampa dan kehampaan ini meliputi alam semesta.

097. Adanya Allah karena dzikir, sebab dengan berdzikir orang menjadi tidak tahu akan adanya Dzat dan sifat-sifatnya. Nama untuk menyebut Hyang Manon, yaitu Yang Maha Tahu, menyatukan diri hingga lenyap dan terasa dalam pribadi. Ya dia ya saya. Maka dalam hati timbul gagagasan, bahwa ia yang berdzikir menjadi Dzat yang mulia. Dalam alam kelanggengan yang masih di dunia ini, dimanapun sama saja, hanya manusia yang ada. Allah yang dirasakan adanya waktu orang berdzikir, tidak ada, jadi gagasan yang palsu, sebab pada hakikatnya adanya Allah yang demikian itu hanya karena nama saja.

098. Manusia yang melebihi sesamanya, memiliki dua puluh sifat, sehingga dalam hal ini antara agama Hindu-Budha Jawa dan Islam sudah campur. Di samping itu roh dan nama sudah bersatu. Jadi tiada kesukaran lagi mengerti akan hal ini dan semua sangat mudah dipahami.

099. Manusia hidup dalam alam dunia ini hanya mengadapai dua masalah yang saling berpasangan, yaitu baik buruk berpasangan dengan kamu, hidup berjodoh dengan mati, Tuhan berhadapan dengan hambanya.

100. Orang hidup tiada mersakan ajal, orang berbuat baik tiada merasakan berbuat buruk dan jiwa luhur tiada bertempat tinggal. Demikianlah pengetahuan yang bijaksana, yang meliputi cakrawala kehidupan, yang tiada berusaha mencari kemuliaan kematian, hidup terserah kehendak masing-masing.

101. Keadaan hidup itu berupa bumi, angkasa, samudra dan gunung seisinya, semua yang tumbuh di dunia, udara dan angin yang tersebar di mana-mana, matahari dan bulan menyusup di langit dan keberadaan manusia sebagai yang terutama.

102. Allah bukan johor manik, yaitu ratna mutu manikam, bukan jenazah dan rahasia yang gaib. Syahadat itu kepalsuan.

103. akhirat di dunia ini tempatnya. Hidup dan matipun hanya didunia ini.

104. Bayi itu berasal dari desakan. Setelah menjadi tua menuruti kawan. Karena terbiasa waktu kanak-kanak berkumpul dengan anak, setelah tua berkumpul dengan orang tua. Berbincang-bincanglah mereka tentang nama sunyi hampa, saling bohong membohongi, meskipun sifat-sifat dan wujud mereka tidak diketahui.

105. Takdir itu tiada kenal mundur, sebab semuanya itu ada dalam kekuasaan Yang Murba Wasesa yang menguasai segala kejadian.

106. Orang mati tidak akan merasakan sakit, yang merasakan sakit itu hidup yang masih mandiri dalam raga. Apabila jiwa saya telah melakukan tugasnya, maka dia akan kembali ke alam aning anung, alam yang tentram bahagia, aman damai dan abadi. Oleh karena itu saya tidak takut akan bahaya apapun.

107. Menurut pendapat saya. Yang disebut ilmu itu ialah segala sesuatu yang tidak kelihatan oleh mata.

108. Mana ada Hyang Maha Suci? Baik di dunia maupun di akhirat sunyi. Yang ada saya pribadi. Sesungguhnya besok saya hidup seorang diri tanpa kawan yang menemani. Disitulah Dzatullah mesra bersatu menjadi saya.

109. Karena saya di dunia ini mati, luar dlam saya sekarang ini, yang di dalam hidupku besok, yang di luar kematianku sekarang.

110. Orang yang ingin pulang ke alam kehidupan tidak sukar, lebih-lebih bagi murid Siti Jenar, sebab ia sudah paham dengan mengusai sebelumnya. Di sini dia tahu rasanya di sana, di sana dia tahu rasanya di sini.

111. Tiada bimbang akan manunggalnya sukma, sukma dalam kehingan, tersimpan dati sanubari, terbukalah tirai, tak lain antara sadar dan tidur, ibarat kaluar dari mimpi, menyusupi rasa jati.

112. Manusia tidak boleh memiliki daya atau keinginan yang buruk dan jelek.

113. Manusia tidak boleh berbohong.

114. Manusia tidak boleh mengeluarkan suara yang jorok, buruk, saru, tidak enak didengar, dan menyakiti orang lain.

115. Manusia tidak boleh memakan daging (hewan darat, udara ataupun air).

116. Manusia tidak boleh memakan nasi kecuali yang terbuat dari bahan jagung.

117. Manusia tidak boleh mengkhianati terhadap sesama manusia.

118. manusia tidak boleh meminum air yang tidak mengalir.

119. Manusia tidak boleh membuat dengki dan iri hari.

120. Manusia tidak boleh membuat fitnah.

121. Manusia tidak boleh membunuh seluruh isi jagad.

122. manusia tidak boleh memakan ikan atau daging dari hewan yang rusuh, tidak patut, tidak bersisik, atau tidak berbulu.

123. Bila jiwa badan lenyap, orang menemukan kehidupan dalam sukma yang sungguh nyata dan tanpa bandingan. Ia dapat diumpamakan dengan isinya buah kamumu. Pramana menampilkannya manunggal dengan asalnya dan dilahirkan olehnya.

124. tetapi yang kau lihat, yang nampaknya sebagai sebuah boneka penuh mutiara bercahaya indah, yang memancarkan sinar-sinar bernyala-nyala, itu dinamakan pramana. Pramana itu kehidupan badan. Ia manunggal dengan badan, tetapi tidak ambail bagian dalam suka dan dukanya. Ia berada di dalam badan.

125. Tanpa turut tidur dan makan tanpa menderita kesakitan atau kelaparan. Bila ia terpisah dari badan, maka badan ikut tertinggal tanpa daya, lemah. Pramana itulah yang mampu mengemban rasa, karena ia dihidupi oleh sukma. Kepadanya diberi anugrah mengemban kehidupan yang dipandang sebagai rahasia rasa nya Dzat.

126. Penggosokan terjadi karena digerakkan oleh agin. Dari kayu yang menjadi panas muncullah asap, kemudian api. Api maupun asap keluar dari kayu. Perhatikanlah saat permulaan segala sesuatu, segala yang dapat diraba dengan panca indera, keluar dari yang tidak kelihatan tersembunya…..

127. Ada orang yang menyepi dipantai. Mereka melakukan konsentrasi di tepi laut. Buka dua hal yang mereka pikirkan. Hanya Pencipta semesta alam yang menjdai pusat perhatiannya. Karena kecewa belum dapat berjumpa dengan-Nya, maka mereka lupa makan dan tidur.

128. Badan jasmani disebut cermin lahir, karena merupakan cermin jauh dari apa yang dicari dalam mencerminkan wajah dia yan ber-paes. Cermin batin jauh lebih dekat.

129. Siang malam terus menerus mereka lakukan shalat. Dengan tiada hentinya terdengarlah pujian dan dzikir mereka. Dan kadang mereka mencari tempat lain dan melakukan konsentrasi di kesunyian hutan. Luar biasalah usaha mereka, hanya Penciptalahyang menjadi pusat pandangannya.

130. Badan cacat kita cela, keutamaan kerendahan hati kita puji, tetapi keadaan kita ialah digerakkan dan didorong olek sukma. Tetapi sukma tidak tampak, yang nampak hanya adan.

131. Cermin batin itu bukanlah cermin yang dipakai orang-orang biasa. Cermin ini sangat istemewa, karena mendekati kenyataan. Bila kau mengetahui badan yang sejati itulah yang dinamakan kematian terpilih.

132. Bila engkau melihat badanmu, Aku turut dilihat … Bila kau tidak memandang dirimu begitu, kau sungguh tersesat.

133. Sukma tidak jauh dari pribadi. Ia tinggal di tempat itu jua. Ia jauh kalau dipandang jauh, tetapi dekat kalau dianggap dekat. Ia tidak kelihatan, karean antara Dia dan manusia terdapat kekuadaan-Nya yang meresapi segala-galanya.

134. Hyang Sukma Purba menyembunyikan Diri terhadap peglihatan, sehingga ia lenyap sama sekali dan tak dapat dilihat. Kontemplasi terhadap Dia yang benar lenyap dan berhenti. Jalan untuk menemukan-Nya dilacak kembali dari puncak gunung.

135. Tetapi Hyang Sukma sendiri tidak dapat dilihat. Cepat orang turun dari gunung dan dengan seksama orang melihat ke kiri ke kanan. Namun Dia tidak ditemukan, hati orang itu berlalu penuh duka cita dan kerinduan.

136. Hendaklah waspada terhadap penghayatan roroning atunggil agar tiada ragu terhadap bersatunya sukma, pengahayatan ini terbuka di dalam penyepian, tersimpan di dalam kalbu. Adapun proses terungkapnya tabir penutup alam gaib, laksana terlintasnya dlam kantuk bagi orang yang sedang mengantuk. Penghayatan gaib itu datang laksana lintasan mimpi. Sesungguhnya orang yang telah menghayati semacam itu berarti telah menerima anugrah Tuhan. Kembali ke alam sunyi. Tiada menghiraukan kesenangan duniawi. Yang Maha Kuasa telah mencakup pada dirinya. Dia telah kembali ke asal mulanya…..

137. Mati raga orang-orang ulama yang mengundurkan diri di dalam kesunyian hutan ialah hanya memperhatikan yang satu itu tanpa membiarkan pandangan mereka menyinpang. Mereka tidak menghiraukan kesukaran tempat tinggal mereka hanya Dialah yang melindungi badan hidup mereka yang diperlihatkan. Tak ada sesuatu yang lain yang mereka pandang, hanya Sang Penciptalah yang mereka perhatikan.

138. Yang menciptakan mengemudi dunia adalah tanpa rupa atau suara. Kalbu manusia yang dipandang sebagai wisma-Nya. Carilah Dia dengan sungguh-sungguh, jangan sampai pandanganmu terbelah menjadi dua. Peliharalah baik-baik iman kepercayaanmu dan tolaklah hawa nafsumu.

139. Bila kau masih menyembah dan memuji Tuhan dengan cara biasa, kau baru memiliki pengetahuan yang kurang sempurna. Jangan terseyum seolah-olah kau sudah mengerti, bila kau belum mengetahui ilmu sejati. Itu semua hanya berupa tutur kata. Adapun kebenaran sejati ialah meninggalkan sembah dan pujian yang diungkapkan dengan kata-kata.

140. Sembah dan puji sempurna ialah tidak memandang lagi adanya Tuhan, serta mengenai adanya sendiri tidak lagi dipandang. Papan tulis dan tulisan sudah lebur, kualitas tak ada lagi. Adamu tak dapat diubah. Lalu apa yang masih mau dipandang. Tiadak ada lagi sesuatu. Maklumilah.


Source:
http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/04/07/ajaran-dan-pemikiran-syekh-siti-jenar/