Thursday 4 November 2010

DR. J.VAN BAAL (SOSOK ETNOLOG DI TANAH PAPUA)

DR. J.VAN BAAL (SOSOK ETNOLOG DI TANAH PAPUA)


Frumensius Obe Samkakai

(Kepala Seksi Lingkungan Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Papua)


Abstract

Jan van Baal was born in Scheveningen, Holland in Nvember 1909. He studied
languages, culture history and law in Netherlands East Indies in Leiden from 1927
to 1931 with specialization in Anthropology.
He argues that Marind-Anim life style is complex, full of symbol and their way of
life affected by apprehended intensionality and covered by mystery of Dema. The
people proud as Animha with no disturbance from modernization.
Marind-Anim according to van Baal have ascriptive way of thinking, centred on
Dema, not like modern man who have descriptive way of thinking.


A. PENDAHULUAN
Artikel ini ditulis sebagai bahan kajian histori mengenai pandangan salah
satu etnolog asal negeri kicir angin, J. van Baal mengenai penilaiannya pada
orang Marind-Anim dan otobiografinya selama bekerja di Tanah Papua.
Pandangannya pada masyarakat Marind-Anim, saya lebih fokuskan pada
aspek Ilmu Antropologi dari pada aspek penerapan ilmu antropologi seperti
yang dilakukan negara jajahan pada masyarakat jajahannya. Banyak teori
dan konsep yang ia kembangkan setelah 30 tahun dia bekerja dengan orang
Marind-Anim, yang berguna bagi pengembangan ilmu antropologi.
Konsep dan teori seperti gaya hidup orang Marind-Anim yang rumit, penuh
simbolisme, berpikir menurut asas apprehended intensionality, diliputi oleh
misteri dema ; Konsep general concepts concerning man and his life;
Konsep a system of recurring oppositions and associations. Merupakan
konsep dan teori yang sangat penting untuk perkembangan Ilmu
Antropologi.

B. GUBERNUR PENCARI DEMA
B.1. Dari Indologi ke Etnologi
Jan van Baal lahir di Scheveningen Holland Nopember 1909, belajar
bahasa-bahasa, sejarah kebudayaan, dan hukum Netherlands East Indies di
Leiden 1927-1932 dengan spesialisasi antropologi, mencapai gelar Doktor,
disertasinya tentang religi dan masyarakat Pantai Selatan Netherlands New
Guinea 1934, kemudian masuk pegawai negeri sipil. Dua tahun berdinas di
Tanah Jawa dan Madura, ke Pantai Selatan Netherlands New Guinea, pindah
lagi ke Tanah Jawa, pindah lagi ke Lombok, dipenjarakan oleh Bala Tentara
Pendukukan Dai Nippon di Sulawesi Selatan 1942-1945. Kemudian
berturut-turut berdinas kembali di Jakarta, Bali, Lombok, dan Sumatra
Timur. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pindah lagi ke
Netherlands New Guinea menjadi Penasehat Urusan Pribumi dalam
Pemerintahan Netherlands New Guinea. Menjadi anggota Parlemen
Belanda, kembali lagi ke Netherlands New Guinea memangku jabatan
Gubernur Netherlands New Guinea 1953-1958. Menjadi anggota Royal
Tropical Institute di Amsterdam 1959, menjadi direktur bidang antropologi
pada Royal Tropical Institute itu 1962-1969, asisten professor pada
Universitas Utrecht, kemudian dikukuhkan menjadi professor pada
Universitas Utrecht. Pensiun September 1975, pemrakarsa CESO (The
Centre for the Study of Education in Changing Societies 1963. Pernah
menjabat ketua WOTRO) Netherlands Foundation for the Advancement of
Tropical Research, anggota Board of the Royal Institute of Language and
Antropology di Leiden, dan anggota Unesco hingga 1972 (P.E. de Josselin
de Jong, Ed, Structural Anthropology in the Netherlands, KITLV,
Translation Series 17, Second Edition, Foris Publications Holland/U.S.A,
1983, 320-321).
Van Baal seorang administratur yang oleh minat yang dalam telah
menempuh sebuah lorong Indiologie untuk berusaha memahami isi hati
bangsa-bangsa jajahan di Kepulauan Selatan yang di Negeri Kincir Angin
lebih dikenal sebagai Netherlandsh Indie. Satu pulau pada tepi timur
Kepulauan Selatan itu yang telah lama dieksplorasi yang oleh akumulasi
pengetahuan tentang pulau itu berusaha didefinisikan sebagai satuan
administratif Netherlandsche New Guinea. Kepulauan Selatan itu makin
menarik perhatian negara-negara Eropa Barat yang sedang berusaha himpunkepercayaan diri dari kelumpuhan akibat dua Perang Dunia dan pelapukan
administrasi kolonial yang makin pasti. van Baal adalah anak zaman transisi
kolonial yang diharapkan akan selamatkan bangunan VOC yang harus
ditransformasikan ke dalam sistem kenegaraan jajahan modern dengan
perekat etnologi.
Laporan-laporan berkala oleh karya missionaris Katholik di Selatan
Nederlandsch Nieuw Guinea terutama pengumpulan kosa kata pribumi oleh
Geurtjens dan Drabbe. Pencatatan tentang kehidupan pribumi oleh
J.C.Verschueren, Vertenten, Nevermann, dan Paul Wirz, dan sejumlah arsip
pemerintahan di Afdeling Zuid Nieuw Guinea telah mendorong van Baal
rampungkan disertasi doktoralnya yang berjudul Godsdienst en
samenleving in Nederlandsch-Zuid-Nieuw Guinea, Amsterdam: Noord-
Hollandsche Uitgevermaatschappij, 1934. Disertasi doktoral itu yang
makin disempurnakan dengan fokus Marind-Anim sepanjang karir
etnologisnya yang hampir menyita seluruh masa berdinasnya sejak tahun
1934 hingga rampungnya penelitian etnologi itu tahun 1966 berjudul:
Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South New Guinea),
The Hague, Martinus-Nijhoff).
Nederlandsch Nieuw Guinea dan Lombok adalah lapangan penelitian van
Baal dengan minat yang kuat dalam antropologi religi yang telah
mempersembahkan beberapa karya tulisnya sebagai berikut:
1). Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South New
Guinea), The Hague, Martinus-Nijhoff, 1966);
2). Symbol for Communication, Assen, Van Gorcum, 1971;
3). The message of the three illusions, 1972;
4). Reciprocity and the position of women, 1975;
5). Aggression among equals, Assen, Van Gorcum, 1974; dan
6). Mensen in verandering, Arbeiderspers, Amsterdam, 1967.
7). Jan Verschueren’s Descriptions of Yeinan-Culture, Extracted from
the Posthumous Papers, KITLV, The Hague-Martinus Nijhoff,
1982.

B.2. Rumah Belum Selesai Dibangun
Rumah belum selesai dibangun adalah ungkapan van Baal yang berhasil
masih diingat oleh Bapak Guru Pensiun Mabad Gebze ketika penulis pada
tahun 1999 menemuinya Mabad Gebze yang adalah kakek sepupu dengan
penulis. Ungkapan rumah belum selesai dibangun itu adalah ungkapan khas
Marind-Anim untuk mengatakan sebuah perjuangan pembangunan yang
menyangkut kehidupan kemasyarakatan sebagai pembangunan Marind-
Anim berbasis kebudayaan. Rumah itu rumah Marind-Anim yang berusaha
dibangun kembali oleh van Baal melalui rekonstruksi penulisan etnologinya
lewat analisis mitologi Marind-Anim telah membuatnya terpesona oleh
gaya hidup Marind-Anim yang rumit, penuh simbolisme, berpikir menurut
asas apprehended intensionality, diliputi oleh misteri dema, mementaskan
drama keagungan ritus-ritus kehidupan, menampilkan kebanggaan diri
Marind-Anim sebagai animha tanpa terusik oleh modernisasi, pemujaan
Marind-Anim atas negerinya. Untuk van Baal sendiri sebuah hutang budi
dari sebuah persahabatan bertahun-tahun lamanya untuk mengabadikan
potret isi rumah Marind-Anim yang adalah isi hati animha.
Aliran Leiden yang menempatkan mitologi sebagai kerangka berpikir yang
melandasi perilaku budaya seperti yang diyakini oleh J.P.B de Josselin de
Jong nampak pada seluruh wacana etnologi van Baal pada Marind-Anim
yang dikatakannya sistem kasifikatori (classicatory system). Kehidupan
Marind-Anim yang oleh penerjemaah diterjemahkan sebagai general
concepts concerning man and his life nampak pada sistematika penulisan
etnologi Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South New
Guinea). Ia melukiskan siklus hidup individu Marind-Anim/Anum tanpa
memandang identitas klen dan moiety. Bahwa Marind-Anim/Anum
mengikuti perjalanan matahari yang adalah perjalanan manusia seperti
burung bangau (ndik) dari matahari terbit ke matahari terbenam kembali ke
matahari terbit. Diasosiasikan lagi seperti penanaman pohon kelapa saat
kelahiran anak, penebangan pohon kelapa saat akhir usia, dan penamaan
anak dengan nama kepala (paigiz). Perjalanan manusia itu sebuah inisiasi
panjang dari pesta perkawinan kedua orang tua, kelahiran di rumah bersalin
(oramaha), pemberian nama, pengasuhan anak, aroi patur (l), wokraved (l),
ewati (l), miakim (l), kivasomiwag (p), wahuku (p), iwag (p), pesta
perkawinan, kehidupan perkawinan sebagai orang dewasa, pengabadian
kisah-kisah kepahlawanan budaya, dan perjalanan pulang ke matahari terbit.Sistem klasifikatori (classicatory system) menurut van Baal adalah sebuah
sistem oposisi-oposisi dan asosiasi-asosiasi yang selalu berulang a system of
recurring oppositions and associations dari langit-bumi, matahari (katane)-
bulan (mandau), timur (sendawi)-barat (muli), musim kemarau (pig)-musim
penghujan (umbr), belakang (es)-depan (mahai), moiety dominan-moiety
dialektis, dan lain-lain. Marind-Anim dikatakannya menganut cara berpikir
ascriptive bukan descriptive seperti manusia modern, hidup dalam dunia
appehended intentionality berkarakteristik manusia, dan berpusat pada
dema. van Baal artikan dema itu sebagai beings yang hidup pada jaman
mitis, biasanya mengambil rupa manusia, kadang-kadang juga dalam rupa
satwa yang menjadi leluhur klen dan subklen, diasosiasikan dengan totem,
dan seringkali juga pencipta totem (van Baal, Dema, 179). Sikap tremendum
dan fascinating terhadap penghayatan dema kontras dengan penampilan
Marind-Anim yang dikatakan oleh van Baal sendiri sebagai “Marind-Anim
yang bebas bepergian, humoris, menikmati apa yang ada, dari luar hampir
tidak terkesan oleh dunia tak nyata yang begitu banyak menguras tenaganya,
dan sikap realistik terhadap kehidupan sehari bersamaan dengan ritual yang
rumit, magis, dan seremoni” (van Baal, Dema, 929).
Bagian akhir dari buku Dema, Description and Analysis of Marind-Anim
(South New Guinea), meninggalkan pertanyaan-pertanyaan spekulatif
tentang sisi esoteris budaya Marind-Anim dari misteri dema yang dalam,
dramatisasi gender yang dipahaminya dalam pengertian erotisme dari kultus
phalus, dan semangat raiding terhadap para suku tetangga untuk katarsis
agresivitas yang sebenarnya dapat dipahami sebagai bentuk permainan
mendalam dari inisiasi keras sebagai pengalaman puncak dari ciri-ciri
homoludens.
Pandangan awalnya yang keliru tentang struktur sistematis dari religi
Marind-Anim yang disangkanya berasal dari sikap non-reflektif Marind-
Anim telah diakuinya pada bagian penutup dari buku Dema, Description
and Analysis of Marind-Anim (South New Guinea) sebagai cara berpikir
ascriptive dengan logika ketat berupa kecakapan dan perenungan sadar
Marind-Anim tentang simbol-simbol yang menyatukan the secret meaning
and intention of the universe. Cara berpikir ascriptive itu berusaha
dibandingkan dengan para suku bangsa Trans-Fly di Teluk Papua, Selat
Torres, dan Aborigin Autralia yang termasuk satu wilayah budaya dengan
Marind-Anim seperti Elema, Kiwai, Mawata, dan Aranda.
Studi perbandingan yang bagus itu dimasukkan ke dalam tubuh karangan
Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South New Guinea)
pada orang Boadzi di Sungai Fly Atas berdasarkan data yang dikumpulkan
oleh Verschuren yang dapat makin lengkap bila kelompok Marind Yeinan
dibandingkan juga bersama orang Boadzi. Sayang catatan anumerta
Verschurens tentang orang Yeinan diterbitkan tahun 1982 yang bukan
berbentuk studi perbandingan berjudul Jan Verschueren’s Descriptions of
Yeinan-Culture, Extracted from the Posthumous Papers, KITLV, The
Hague-Martinus Nijhoff, 1982.

B.3. Diversitas Tersamar
“Kemiskinan kebudayaan material, diversitas yang besar dalam kehidupan
beragama, kehidupan sosial, pengelompokan lokal kecil yang tidak
mencapai kelembagaan chieftainship seperti para suku bangsa Melanesia,
dan dapat mengambil pengaruh kepemimpinan Melanesia dan juga
Indonesia merupakan ciri-ciri peradaban Papua yang paling menonjol.
Ekualitas setiap warga suku barangkali berasal dari penolakan terhadap
tekanan yang tak terelakkan dari kelompok sosial yang lebih besar pada para
warganya. Sumberdaya sosial lemah dalam kehidupan orang Papua,
kelompok para warga selalu pecah dan menarik dari untuk waktu pendek
atau juga lama ke kebun yang jauh tempat memulai komunitas baru yang
paling selaras dengan pilihannya. Bahkan para pemenggal kepala yang
adalah musuh itu sering tidak membuat kelompok-kelompok kecil itu
bersatu, hampir lebih tidak takut terhadap para pemenggal kepala daripada
terhadap suanggi di kampung sendiri. Hal itu yang dapat menjelaskan
diversitas kehidupan kebudayaan dan kemiskinan materialnya mereka selalu
mulai lagi dari awal dan tidak pernah mencapai masyarakat yang cukup
besar untuk mencapai tingkat kemajuan material yang berarti.
Hampir tidak mungkin dilakukan klasifikasi provinsi kebudayaan oleh
karena diversitas kehidupan kultural yang besar itu mengingat bahwa
klasivikasi itu tidak dapat dilakukan tampa paling kurang pengetahuan yang
luas tentang sejumlah besar para masyarakat ini terutama Papua bagian
barat. Kebudayaan Papua dan kebudayaan Papua–Melanesia tidak dapat
bentuk membantu pembentukan klasifikasi sejumlah besar peradaban asli
Papua.Upaya-upaya ke arah itu terulangkali tergangu oleh perbedaanperbedaan mendasar dalam etos dan struktur bahkan di antara para suku
bertetangga.
Bentuk klasifikasi paling nyata terlihat pada perbedaan bentuk-bentuk
kehidupan ekonomi, upacara-upacara dan kehidupan sosial para suku
bangsa. Kebun sagu biasanya lebih rumit dan sifatnya lebih emosional
daripada para suku bangsa kebun ubi-ubian. Kecuali para suku bangsa
kebun sagu Pantai Utara, terlihat beda antara para suku bangsa dataran
rendah dengan pegunungan tengah, para pedagang uang kulit kerang yang
menjangkau luas.
Apapun upaya ke arah itu banyak pengecualian, nampak cara satu-satunya
untuk hantarkan kehidupan orang Papua ke khlayak pembaca tanpa harus
menyertakan sejumlah klasifikasi yang diperdebatkan ini. Namun sebuah
resume yang agak lebih rinci tentang kehidupan budaya beberapa suku
bangsa, dan lebih baik tidak dilakukan deskripsi tentang para suku bangsa
lainnya secara bersama” (Dr. J. van Baal, Volken, Summary, Ethnology
dalam Nieuw Guinea, DEEL III, 1954, 468).


DAFTAR PUSTAKA
Dr. J. van Baal, 1954. Volken, Summary, Ethnology dalam Nieuw Guinea,
DEEL III.
--------------------, 1966. Dema, Description and Analysis of Marind-Anim
(South New Guinea), The Hague, Martinus-Nijhoff
--------------------, 1971. Symbol for Communication, Assen, Van Gorcum.
--------------------, 1972. The message of the three illusions.
--------------------, 1975. Reciprocity and the position of women.
---------------------. 1974 Aggression among equals, Assen, Van Gorcum.
------------------, 1967. Mensen in verandering, Arbeiderspers, Amsterdam.
------------------, 1982 Descriptions of Yeinan-Culture, Extracted from the
Posthumous Papers, KITLV, The Hague-Martinus Nijhoff.

No comments: