Saturday, 19 February 2011

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 1999 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 106 TAHUN 1999
TENTANG
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa bencana baik yang ditimbulkan oleh alam maupun oleh ulah
manusia perlu segera diupayakan penanggulangannya baik dalam
tahap sebelum, selama maupun sesudah bencana terjadi, yang
meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan, penyelamatan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi :
b. bahwa upaya penanggulangan bencana sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana belum mengatur upaya
penanggulangan bencana sebagai akibat kerusuhan sosial;
c. bahwa untuk mendukung kelancaran tugas Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana, perlu dilakukan penataan tugas, fungsi,
susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana;
d. bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, dan dalam upaya
penanganan bencana yang lebih efektif, dipandang perlu
menyempurnakan upaya penanggulangan bencana sebagaimana diatur
dalam Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990 tentang Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran
Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3368);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
7. Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1998 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara
Koordinator sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 134 Tahun 1998;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL
PENANGGULANGAN BENCANA.
BAB I
KEDUDUKAN DAN TUGAS
Pasal 1
(1) Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana selanjutnya disingkat
BAKORNAS Penanggulangan Bencana adalah wadah koordinasi yang bersifat non
struktural bagi penanggulangan bencana yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Presiden.
(2) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu
upaya untuk menanggulangi bencana baik yang ditimbulkan oleh alam maupun
oleh ulah manusia, termasuk dampak kerusuhan yang meliputi kegiatan
pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Pasal 2
Tugas BAKORNAS Penanggulangan Bencana adalah :
a. merumuskan kebijakan penanggulangan bencana dan memberikan pedoman atau
pengarahan serta mengkoordinasikan penanggulangan bencana baik dalam tahap
sebelum, selama maupun setelah bencana terjadi secara terpadu ;
b. memberikan pedoman dan pengarahan garis-garis kebijakan dalam usaha
penanggulangan bencana, baik secara preventif, represif maupun rehabilitatif yang
meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
BAB II
ORGANISASI
Pasal 3
(1) Susunan keanggotaan BAKORNAS Penanggulangan Bencana terdiri dari :
a. Ketua : Menteri Negara Koordinator Bidang
merangkap anggota Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan
Kemiskinan.
b. Anggota : 1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri Pertahanan Keamanan;
3. Menteri Sosial;
4. Menteri Kesehatan;
5. Menteri Pekerjaan Umum;
6. Menteri Perhubungan;
7. Menteri Pertambangan dan Energi;
8. Menteri Pertanian;
9. Menteri Kehutanan dan Perkebunan;
10. Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan;
11. Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi;
12. Menteri Penerangan;
13. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
14. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
15. Gubernur yang wilayahnya terkena bencana.
c. Sekretaris : Asisten Menteri Negara Koordinator
merangkap anggota Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Pengentasan Kemiskinan yang membidangi Penanggulangan
Bencana.
(2) Dalam melakukan tugasnya, Ketua BAKORNAS Penanggulangan Bencana dapat :
a. mengikutsertakan Menteri atau Pejabat tertentu atau unsur-unsur lain yang
terkait dengan usaha penanggulangan bencana yang terjadi ;
b. membentuk Kelompok Kerja dan Kelompok Pakar sesuai dengan kebutuhan.
(3) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipimpin oleh Ketua
Kelompok Kerja dan dikoordinasikan oleh Sekretaris BAKORNAS Penanggulangan
Bencana.
(4) Pembentukan, rincian tugas, dan tata kerja Kelompok Kerja ditetapkan oleh Ketua
BAKORNAS Penanggulangan Bencana.
Pasal 4
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas BAKORNAS Penanggulangan Bencana
dibentuk sebuah Sekretariat yang dibina dan dipimpin oleh Sekretaris BAKORNAS
Penanggulangan Bencana dan yang secara fungsional dilaksanakan oleh Asisten
Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan
Kemiskinan yang membidangi Penanggulangan Bencana.
(2) Sekretariat BAKORNAS Penanggulangan Bencana mempunyai tugas memberikan
pelayanan teknis dan administratif kepada BAKORNAS.
(3) Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat BAKORNAS Penanggulangan Bencana
diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
dan Pengentasan Kemiskinan selaku Ketua BAKORNAS Penanggulangan Bencana,
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara.
BAB III
SATUAN KOORDINASI PELAKSANA
PENANGGULANGAN BENCANA
Pasal 5
(1) Penanggulangan Bencana di Daerah/Propinsi, diselenggarakan oleh Satuan
Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana yang disingkat SATKORLAK
Penanggulangan Bencana yang diketuai oleh Gubernur.
(2) SATKORLAK Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas mengkoordinasikan upaya penanggulangan bencana diwilayahnya sesuai
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh BAKORNAS Penanggulangan Bencana, baik
pada tahap sebelum, selama, maupun sesudah bencana terjadi, meliputi kegiatan
pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
(3) Tugas, Fungsi dan Tata Kerja SATKORLAK Penanggulangan Bencana akan diatur
oleh Gubernur/Ketua SATKORLAK Penanggulangan Bencana sesuai pedoman yang
ditetapkan oleh Ketua BAKORNAS Penanggulangan Bencana.
BAB IV
SATUAN PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA
Pasal 6
(1) Bupati/Walikota memimpin Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana,
selanjutnya disingkat SATLAK Penanggulangan Bencana.
(2) SATLAK Penanggulangan Bencana bertanggung jawab langsung kepada Ketua
BAKORNAS Penanggulangan Bencana melalui Gubernur selaku Ketua Satuan
Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana.
Pasal 7
SATLAK Penanggulangan Bencana bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan
bencana di daerahnya berdasarkan kebijakan BAKORNAS Penanggulangan Bencana.
Pasal 8
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana akan diatur
oleh Bupati/Walikota selaku Ketua SATLAK Penanggulangan Bencana sesuai pedoman
yang ditetapkan oleh Ketua BAKORNAS Penanggulangan Bencana.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 9
(1) BAKORNAS Penanggulangan Bencana mengadakan rapat koordinasi secara berkala
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun atau sewaktu-waktu sesuai dengan
keperluan untuk :
a. merumuskan kebijakan nasional penanggulangan bencana, termasuk petunjuk
pelaksanaannya yang antara lain meliputi tata cara penyeluran/penggunaan
bantuan beserta pengawasan dan pertanggungjawabannya ;
b. menetapkan kebijakan dan langkah-langkah bagi penyelesaian masalah yang
timbul dalam rangka pelaksanaan penanggulangan bencana ;
c. membahas masalah lain yang berhubungan dengan penanggulangan bencana ;
d. mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut
pada huruf a, huruf b, dan huruf c dalam rangka memperlancar pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana.
(2) BAKORNAS Penanggulangan Bencana menyampaikan laporan kepada Presiden
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam waktu 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu
apabila dipandang perlu.
BAB VI
PEMBIAYAAN DAN BANTUAN
Pasal 10
(1) Segala pembiayaan rutin BAKORNAS Penanggulangan Bencana dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kantor Menteri Negara Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan.
(2) Pembiayaan kegiatan teknis operasional dalam rangka pelaksanaan
penanggulangan bencana dibebankan kepada anggaran departemen dan instansi
masing-masing.
(3) Pembiayaan administrasi pembinaan dan operasional SATKORLAK Penanggulangan
Bencana dan SATLAK Penanggulangan Bencana dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota masing-masing.
Pasal 11
(1) Segala bantuan yang diberikan oleh masyarakat bagi penanggulangan bencana
dapat diberikan langsung kepada korban bencana atau melalui
Gubernur/Bupati/Walikota selaku Ketua SATKORLAK/SATLAK Penanggulangan
Bencana.
(2) Segala bantuan dari luar negeri yang diberikan bagi penanggulangan bencana
dikoordinasikan oleh Ketua BAKORNAS Penanggulangan Bencana dan dapat
langsung diserahkan oleh pemberi bantuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota
selaku Ketua SATKORLAK/SATLAK yang wilayahnya terkena bencana atau kepada
korban bencana.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
(1) Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun
1990 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dinyatakan tidak
berlaku.
(2) Semua peraturan pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990 tentang
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang
baru berdasarkan Keputusan Presiden ini.
Pasal 13
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

No comments: