Showing posts with label Cerita Arif. Show all posts
Showing posts with label Cerita Arif. Show all posts

Sunday, 3 August 2014

Surat Romantis

Sayangku Leni,

Setiap hari Minggu aku selalu melihat foto-foto orang yang menikah di surat kabar. Aku terus mencari. Mencari apakah ada pengantin wanita yang secantik dirimu dulu. Dan aku selalu melakukan itu sejak 18 April 2005.

Sejujurnya, aku sudah mengetahui jawabannya. Tidak ada, dan tidak akan pernah ada untukku, wanita yang bisa menyaingi kecantikanmu. Pada hari pernikahan kita, kau adalah makhluk tercantik yang pernah kulihat. Dan sejujurnya, sampai saat ini pun kau masih yang tercantik.

Selamat hari ulang tahun pernikahan, Sayang. Kau telah membuatku sebagai suami yang paling bahagia dan paling bersyukur. Aku dengan senang hati akan mengarungi 100 tahun pernikahan lagi denganmu. Tapi di atas segalanya, aku berdoa agar kita menghabiskan keabadian bersama.

Dengan seluruh cintaku,

Arif.

Adaptasi surat Bob ke Gail.

Thursday, 23 December 2010

Tentang Pendekar Hina Kelana

Soepalarto Soedibjo ‎: pak Parjoko, sebenarnya pak Arif itu sopo tha..?? Kadang2 jadi tukang pulung, jadi relawan bencana tsunami aceh, tukang buah (belimbing), TKI, ... jadi manusia bumi. Tulisannya gak ada yang gak saya baca jhe... nambah wacana ... terusin nulisnya pak, tukang belimbing Demak ... he he he. Sukses!

14 hours ago







Parjoko Midjan

Pak Dokter, beliau itu pedekar hina kelana, bertapa di gunung Dieng, gunung Semar, Lawu, bahkan di Gunung Merapi. Ketika turun gunung dunia kangouw menjadi gempar dengan sepak terjang hohan yang terkenal dengan jurus: memetik belimbing demak-nya. Banyak orang tidak mengenal wajahnya, karena sepak terjangnya nggak pernah diketahui berkelebat cepat hanya terasa angin pukulannya saja.


Gingkangnya sangat tinggi sehingga bisa muncul di beberapa bagian dunia, dan sinkangnya sudah mencapai tingkat hampir sempurna sehingga hanya dengan sorot matanya bisa membuat takluk harimau sumatera yang ganas, yang baru saja turun dari gunung merapi. Sekarang ini pendekar dikabarkan baru saja berkelebat di daerah taman mini sedang menyoja memperingati Hari Ibu.



10 hours ago







Soepalarto Soedibjo



‎: Pendekar hina kelana yang cuman pakau cawet itu???... Luar biasa!

Gingkangnya jangat kelewat tinggi, awas cawet 'e ucol...!

BTW, pak Parjoko yang ngurus BMB Menkokesra ..?
SOP korban TIP yg pernah kita buat di KPP (2008), telah dirobah (ol penerus saya) menjadi SOP Pemberdayaan Perempuan secara umum ... aneh! Beda masalah ya beda SOP. Mudah2an BMB tdk mengikuti pola pikir KPP he he he. Salam & sukses buat pak Parjoko.

7 hours ago





Aihhh... Berat3x...



Hatiku selembar daun....

Sunday, 28 November 2010

Nasib Jadi Relawan dan Cerita Suka Dukanya di ACEH

Pagi ini saya terbangun dari tidur saya. Setelah capek mencuci baju dan mengepel lantai dan sedikit bersenandung supaya kualitas vokal saya tetap terjaga baik kayak Justin Bieber, saya coba menuliskan cerita-cerita yang saya anggap lucu tapi nyata dan terjadi.. :)



Menjadi relawan di Aceh pasca tsunami adalah pengalaman yang menakjubkan dalam kehidupan saya. Hari itu kami naik pesawat berombongan dari Jakarta menuju Aceh. Kebetulan saya kedapatan kursi dengan 2 orang laki-laki dari Aceh yang wajahnya terlihat murung. Pada waktu memasuki Aceh, semua orang melihat ke bawah dan berseru, "Lihat...!! Hancur semua. Rumah-rumah hilang dan berubah seperti sawah saja..!!". Tetapi ada yang menyeletuk kalau yang kami lihat pada waktu itu memang sawah. Semua orang pun tertawa ngakak. Kedua orang yang duduk di sebelah saya pun bertanya. Kalian dari mana? Kenapa ngetawain Aceh? KAMI TERKENA MUSIBAH DAN KALIAN MENTERTAWAINYA???!! Saya pun atas nama teman-teman langsung spontan meminta maaf kepada kedua orang itu dan menjelaskan bahwa kami rombongan relawan dari Depsos yang akan membantu para pengungsi terutama anak yatim piatu korban tsunami. Saya juga menjelaskan sekenanya bahwa ada beberapa teman yang baru sekali ini naik pesawat jadi agak sedikit terbawa suasana. Mereka pun mengerti dan menanyakan saya akan tidur dimana. Saya pun langsung mengatakan tidak tahu. Tapi kemungkinan besar saya akan tidur di tenda bareng pengungsi atau tidur di halaman Masjid Indrapuri dengan para penduduk yang mengungsi. Merekapun mengangguk dan kami berpisah di bandara. Dua hari kemudian saya benar ditempatkan di pengungsian Masjid Inderapuri dan kamipun mendirikan tenda di situ. Setelah hari siang kami pun duduk-duduk di halaman masjid karena panasnya yang luar biasa. Tiba-tiba datang seorang teman saya dan bilang kalau ada 2 laki-laki Aceh paruh baya yang mencari saya. Kemungkinan GAM katanya. Saya pun agak dag dig dug juga mengingat bahwa saya dari Jawa dan rumor mengatakan bahwa orang Aceh terutama GAM, orangnya kasar-kasar dan tidak suka dengan orang Jawa. Tetapi terus saya berpikir. Bukankah saya ke Aceh sudah pamit dan minta doa restu dengan Ibu saya. Bukankah kalau kita mati sebagai relawan dan sementara hati kita masih lurus dan putih dikarena kecelakaan atau sejenisnya kita bakalan mati khusnul khotimah? Saya pun tidak takut dan menemui kedua orang tersebut. Saya selalu yakin dengan kekuatan diplomasi. Saya yakin dengan kekuatan tulisan saya, omongan saya, dan kesopan santunan apa adanya. Di luar dugaan saya, kedua orang itu adalah orang yang duduk bersebelahan dengan saya di pesawat pada waktu berangkat ke Aceh! Mereka memeluk saya, mengucapkan terima kasih bersedia membantu rakyat Aceh dan membawakan saya dua karung yang isinya buah rambutan Aceh dan langsap (sejenis buah duku tetapi agak sedikit asam dan segar). Pertemuan ini langsung mengingatkan pada kisah seorang Amerika yang mau pindah dari Florida ke Illinois. Dia bertanya kepada seseorang di tempat pengisian bensin. Apakah orang di sini ramah-ramah? Orang tua itu pun menjawab kalau menurut anda? Mungkin tidak ramah, katanya. Si orang tua itu pun menjawab kalau menurut anda tidak ramah, maka penduduk di sini jauh tidak ramah. Kalau menurut saya ramah? Si kakek itu pun menjawab, kalau menurut kamu ramah, maka penduduk di sini jauh lebih ramah... :)


Saya adalah tipikal orang yang suka humor dan jarang serius kecuali pada situasi formal yang memang kita dituntut keseriusan. Pada waktu jadi relawan keisengan saya kadang muncul. Pada suatu hari kami disuruh merapat ke Brawe markas induk relawan Depsos di Aceh. Karena perintah itu sifatnya dadakan maka kami segera berangkat buru-buru. Sewaktu dalam perjalanan sore menjelang maghrib tiba-tiba di pinggir sawah ban sepeda motor kami meletus dan terpaksa kami turun. Karena rapat kelihatan sangat penting dan harus ada perwakilannya terus kami mendiskusikan siapa yang menuntun sepeda motor mencari tambal ban dan siap yang naik labi-labi (panggilan untuk angkot di Aceh). Saya pun mengatakan dengan cengengesan, kayaknya saya yang harus naik labi-labi karena walaupun badan saya lebih besar dari dia tetapi tenaga saya jauh lebih lemah, biarpun saya kelihatan gagah tapi nyali saya kecil, dan saya pun mengucapkan sambil ngakak, bahwa kalau ada bencana kesempatan hidup harus diberikan kepada mereka yang masih muda. Hehehe... Teman saya pun misuh-misuh dan saya diijinkan pergi duluan. Setelah sampai Brawe dan selesai rapat 2 jam kemudian datang teman saya dengan sepeda motornya dengan wajah pucat pasi. Ada apa kok sampai pucat begitu? Katanya pada waktu itu hari menjelang maghrib, situasi mencekam, semua depan, belakang samping kanan kiri adalah sawah yang thowang (sepi). Dia sungguh khawatir kalau tiba-tiba ada GAM menyergap dan membunuh dirinya. Setelah 5 menit berlalu tiba-tiba ada 2 mobil brimob kencang dan berhenti tepat di depannya. Keruan dia kaget setengah mati. Dia takut dikira sama orang Brimob itu GAM dan dibunuh begitu saja karena situasi pada waktu itu masih konflik. Dengan mengatakan kamu GAM terus dibunuh pun tidak ada yang ngusut kasarannya begitu. Ternyata Brimob-brimob di dua truk itu pada turun cepat sekali di depan mukanya terus MUNTAH-MUNTAH di depannya. Ternyata perjalanan Medan - Aceh dalam truk yang pengap membuat mereka mabok perjalanan dan kemudian tidak kuat dan akhirnya pada muntah-muntah semua. Cuma kawan saya kagetnya setengah mati untung tidak jantungan. Saya pun ngakak mendengar ceritanya. saya bilang jangankan pak pulisi itu saya sebagai teman akrab tapi kalau setiap mandang wajahmu sebenarnya mau muntah juga cuman kutahan-tahan demi pertemanan kita. Hehehe... Dan dia pun bilang, Asu...!! Bukannya simpati malah ngetawain kayak gitu... Nama teman saya itu adalah KAHONO, dia orang Jogja tapi sekarang sudah pensiun.. :)


Cerita berikutnya adalah tentang teman saya namanya Heryanto orang Makassar. Sebenarnya ada dua orang Makassar nama aslinya Arifudin tapi biasa dipanggil Daeng. Sedang Heryanto dipanggil Acho. Daeng selalu suka pada waktu saya mengajarkan baca puisi pada anak-anak. Pendekatannya beda, katanya. Dia selalu terpesona setiap kali saya membaca puisi, mungkin karena ketampanan wajah saya yang menghipnotis anak-anak dan ibu-ibu karena mungkin mirip sama si Justin Bieber. Hehehe... Kalau ini narcis sedikit! Hehehe... Suatu malam kami tiduran di posko Lambaro di bawah pohon kelapa. Ketika saya mau terlelap saya mendengar suara orang mengeluh dan merintih lirih-lirih... Saya pun segera memeriksa asal muasal suara itu dan menemuka Acho sedang merintih menahan kesakitan yang luar biasa. Saya pikir dia kesambet (kerasukan setan) atau mungkin kena angin malam. saya segera pijit lehernya supaya dia lebih enakan, tapi tak mempan. Saya pun memanggil beberapa rekan relawan untuk menolong. Akhirnya dia agak baikan dan kamipun bernafas lega. Tapi otak saya terus berpikir, sebenarnya kena apa sih dia? Tak lama 20 menit kemudian dia mendatangi saya dan mengaku kalau di kejatuhan pohon kelapa! Tepat di dadanya. Pantes sampai mau klenger gitu! Kataku sambil ngakak... Aihhh... Berat3x....Hatiku selembar daun... :)



Depok, 28 Nopember 2010.

Saturday, 27 November 2010

Tentang Orang Miskin, Beasiswa, Suku Terasing dan Bencana

Hari ini saya ngobrol dengan seorang teman lama. Kami ngobrol panjang lebar sampai pagi. Ditemani beberapa gelas kopi hitam manis dan beberapa gorengan yang sudah tidak hangat lagi. Topik yang menarik adalah apakah anak miskin harus berprestasi atau peroleh ranking 1 dulu baru dapat beasiswa?? Sepertinya tidak adil karena bagaimanapun anak miskin dengan gizi yang tidak cukup, waktu belajar yang kurang karena harus membantu orang tuanya, akses kepemilikan buku yang terbatas, serta banyak pikiran seperti minder karena seragamnya lusuh, sobek dan sepatu yang bolong-bolong, dan segudang masalah lainnya harus menjadi ranking 1 dan mengalahkan anak yang berduit baru dapat beasiswa?? Gila..!! Jika kebijakan seperti ini terus dibiarkan, negeri ini akan tetap menjadi negerinya orang bodoh..!! Memang tidak dipungkiri ada juga dari mereka yang punya talent alias genius luar biasa atau kalau tidak semangat besi yang tidak sanggup digoyahkan oleh angin topan dan badai hingga akhirnya dapat menjadi yang terbaik di kelas maupun di sekolahannya. Tapi berapa orang? Berapa prosentase dari total populasi anak miskin itu sendiri. Memang saya akui ini sinis. Bukankah negeri ini kalau tidak dikritik keras baru mau memperbaiki diri? Saya jadi ingat kata-kata seorang teman, apakah yang berhak mendapatkan layanan sosial anak hanyalah orang miskin? Ternyata tidak orang kaya pun ada, cuma spesifikasi masalahnya yang berbeda, seperti mereka butuh bersosialisasi, belajar dan bekerja sama dalam suatu kelompok, anak cacat, anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the law) yang masuk dalam kategori children in need of special protectian, dan hal ini sama dengan mereka yang anak-anak dari keluarga miskin. Oleh karena itu saya berpendapat bahwa pemerintah seyogyanya memberikan beasiswa tanpa menerapkan standard nilai atau prestasi yang tinggi. Jika model ini tetap diteruskan, pada hakekatnya kita memperpanjang cara kolonialisme untuk memperbodoh anak-anak bangsa di negeri ini. Kalau mau kasih, kasih saja atas dasar equality dan kebutuhan akan investasi sumber daya manusia untuk membangun negeri ini.


Kapan ratu adil muncul? Negeri ini telah lama dininabobokan oleh para kolonial yang menjajah terlalu lama supaya kita lupa diri. Jika diperhatikan secara cermat, negara-negara kaya saat ini dikuasai oleh negara dengan sumber daya alam uang sedikit tetapi sumber daya manusianya high qualified? Bagaimana dengan Indonesia? Terlalu beromantika dengan dongeng-dongeng dan nyanyian sebelum tidur. Gemah ripah loh jinawi. Menunggu datangnya sang ratu adil. Menurut saya ratu adil itu tidak akan datang kalau kita masih bodoh dan ga mau sekolah. Belajarlah yang rajin, tekun dan pergi ke sekolah maka kebijakan akan lahir di dirimu, dan keadilan itu akan datang. Kita semua anak-anak bangsa lah yang menjadi ratu-ratu adil paling tidak untuk diri kita sendiri. Jika tidak, kita akan menjadi bangsa-bangsa yang tertinggal oleh bangsa lain. Jangan heran dan marah kalau kita disebut bangsa kera atau ape nations. Tersenyumlah, belajar yang rajin dan kejarlah, lampauilah ilmu pengetahuan mereka. Jadi jangan mau dihegemoni oleh cerita romantisme masa lalu lagi.


Apakah kita bisa melampaui mereka? Saya ingat teori parabola. Mungkin kita ini di bawah dan orang-orang di negara maju sudah berada jauh di atas kita. Tapi bukankah pada satu titik mereka akan ada di posisi maksimum sehingga tidak bisa naik lagi dan mengalami kejenuhan? Di titik itulah kita mengejar kawan. Di titik itulah kita mengejar dan menyalip mereka sobat, sebagaimana Valentino Rossi menyalip para kompetitornya di tikungan. Seseorang teman asla Batak, namanya Andor Siregar sekarang jadi pejabat di Pemda DKI menyebut ini dengan menang di tikungan. Selanjutnya, yang perlu kita cermati adalah pengetahuan dan kesadaran akan jati diri kita. Negara kita ini adalah negara bahari, begitu banyak hasil alam di laut yang belum kita eksplor. Kita malah mengaca ke Barat habis-habisan sehingga melupakan potensi kita sendiri. Kita terlalu ingin meniru mereka! Menjadi negara industri! Itu bodoh kawan. Ini buktinya. Kita banyak ikan di laut, tapi mengambil ikan untuk kita makan saja kita kesulitan! Akibatnya banyak ikan kita dicuri orang asing dan negara-negara tetangga kita sendiri! Perkuat negeri bahari kita dengan perikanan di dalamnya. Atau tentang pertanian kita yang sudah dikenal sejak jaman nenek moyang. Kenapa tidak kita kuati saja? Kenapa kita harus pakai varietas unggul yang sejenis beserta paket pupuknya yang harus bayar mahal? Kenapa tidak kita memakai varietas lokal yang beragam. Jika terjadi hama pada varietas yang satu, varietas yang lain akan survive. Kenapa kita tidak berpikir ke arah sana? Saya masih ingat dulu kita punya lumbung padi di gudang atau paling tidak di dapur. Sekarang? Semua nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal dalam bertani telah hilang. Ironisnya justru itu dilakukan oleh pemerintah. Beginilah kiranya kalau negeri ini dipimpin oleh mereka-mereka yang tidak punya visi dan sebegitu takutnya pada negara-negara maju macam Amerika. Harusnya kita sadar bahwa sejarah membuktikan bahwa kemerdekaan kita dicapai oleh keberanian yang luar biasa dari para pejuang kemerdekaan kita. Kalau kita ini bersatu, pintar, dan tidak menjajah dan menindas satu sama lain, maka negeri ini tidak hanya disebut negeri yang gagal menjadi macan asia, malah bisa saja menjadi negeri yang sukses menjadi naga asia bahkan dunia. Jadi kita tidak perlu takut dan khawatir tidak bisa menyalip negara-negara maju.


Study saya tentang masyarakat Samin di Blora menunjukkan bahwa Belanda sejak tahun pertengahan tahun 1800-an tidak bisa menaklukkan suku Samin di Jawa.Orang samin menentang penjajahan dengan caranya yang unik yaitu anti kekerasan yaitu tidak mau bayar pajak dan boikot menggunakan produk uang belanda. Akibatnya, belanda mengakui kesulitan dalam hal ekonomi karena uangnya tidak terpakai dan kesulitan menarik uang dari Samin karena mereka menentang bayar pajak. Apa yang dilakukan Samin melalui Samin Surontiko jauh lebih dulu dari yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi dengan konsep Swadhesi dan Setyagrahanya. Bedanya Gandhi menggunakan produk sendiri dan memboikot menggunakan garam Inggris serta konsep tersebut didapatnya pada waktu dia study di England dan setelah dia pergi ke Afrika dan mengamati model pergerakan di kawasan Afrika Selatan. Jadi konsep tersebut sebetulnya sudah ada di Indonesia, cuma bedanya adalah Samin tidak bisa baca tulis dan bukan seorang scholar layaknya Gandhi. Dia menemukan swadhesi dan setyagraha ala Saminnya melalui kontemplasi atau perenungan. Tapi anehnya sekali lagi bukannya dia diganjar jadi pahlawan, malah anak cucunya diganjar dengan hukuman. Hukuman yang pertama, mereka dipukuli dan dihajar pada jaman orde baru untuk meninggalkan ajaran dan kearifan lokalnya karena persatuannya yang kuat dan dianggap mirip PKI, padahal tidak. Mereka diintimidasi dan dirusak secara psikis oleh intel-intel yang kerap datang ke rumah-rumah mereka. Hal ini karena Rezim orde baru anti demonstrasi dan pembangkangan. Maka dari itu dipindahkannya Universitas Indonesia dari Salemba ke Depok, Universitas Padjadjaran dari Bandung ke Jatinangor, dan seterusnya. Mereka juga dianggap contoh kegagalan dalam pembangunan modernisasi di Indonesia, padahal kenyataannya mereka walaupun masih tradisional dan dianggap primitif namun setiap orang rata-rata memiliki sapi 25 ekor di jamannya! Kedua, mereka dihukum secara sosial dengan berbagai ungkapan seperti masyarakat primitif, masyarakat tidak kenal norma dan sopan santun, dan masyarakat tidak punya agama. Inilah gobloknya pemerintah orde baru! Semoga pemerintah pasca orde baru mengerti kesalahan mereka dan menganugerahi Samin Surontiko sebagai pahlawan nasional. I really wish for it!


Ini adalah masalah-masalah pada kondisi normal. Tapi bagaimana dengan kondisi darurat semisal bencana? Koordinasi bak ujian matematika yang paling susah dikerjakan. Banyak institusi menonjolkan bendera masing-masing, termasuk di dalamnya partai-partai politik! Buat apa? Kalau mau tolong-tolong saja. Mereka wakil rakyat atau wakil parpol? Bukankah agama mengajarkan memberi dengan ikhlas tangan kanan memberi tangan kiri tidak tahu, tapi kenapa sekarang seluruh dunia harus tahu?? Masalah bencana memang identik dengan penderitaan. Kesedihan. Makanya kalau ada wakil rakyat tanpa empathy dan mengatakan salah sendiri tinggal di pulau luar ya kena tsunami, itu adalah perkataan seorang yang tidak terpelajar dan sangat jauh dari hati nurani rakyatnya. Atau ada pimpinan di penanggulangan bencana yang mengatakan wajarlah kalau ada yang belum dapat logistik namanya juga bencana, apalagi yang jauh ya harus nunggu dulu, itu namanya hukum alam. Huhhh...!! Sebal, gemas, kesal banget pingin nonjok tuh orang.


Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan di beberapa pengungsian di Yogyakarta pasca letusan Merapi, pengungsi merasa cukup dengan makanan, pakaian, air, sanitasi, dan tempat pengungsian. Tapi kenapa raut muka mereka terlihat sedih sekali? Mereka mengatakan bahwa mereka sedih manakala nanti harus balik ke rumah masing-masing. Mereka mau makan apa? Pohon salak rusak dan paling tidak harus menunggu 3 bulan untuk kembali berbuah lagi. Bagaimana dengan biaya anak mereka sekolah? Uang jajan mereka? Akte kelahiran anak-anak mereka yang hilang? Atau ijasah mereka yang sudah hilang entah kemana? Mereka butuh penjelasan. Mereka butuh informasi untuk menenangkan mereka. Mereka butuh kejelasan. Bukan janji-janji muluk. Kenapa kita tidak mengatakan pada mereka misalnya bahwa surat-surat, akte dan ijasah kita pegang pada dasarnya adalah copyan, yang aslinya ada di kantor pemerintah seperti catatan sipil atau diknas? Kenapa kita tidak mengatakan pada mereka bahwa mereka akan dapat jadup dari pemerintah? Toh itu ada anggarannya? Kenapa hal yang mendasar seperti malah tidak terinformasikan? Kenapa? Kenapa pada situasi bencana kita tidak melakukan hal-hal yang sederhana terkait dengan perlindungan anak, semisal pemberitahuan pada para orang tua untuk tidak melibatkan anak-anak dalam membersihkan rumah mereka karena sistem pernafasan anak masih rawan terganggu dengan debu-debu di rumah yang mereka bersihkan? Atau kehati-hatian orang tua dalam kembali beraktivitas sehingga tetap memperhatikan anak-anak mereka yang beberapa diantaranya justru tidak mendapatkan perhatian dan akhirnya malah kabel-kabel listrik di dusunnya ditarik-tarik, ditumpangi dan dipakai untuk main-main? Satu lagi, setiap ada bencana selalu banyak lembaga yng mengajak anak-anak bermain dan ironisnya dari pagi sampai malam sehingga anak merasa capek, atas dasar psychosocial activities dan trauma healing, tapi isinya cuma satu yaitu main. Baik. Main itu bagus. Tapi sebelum melakukannya kita harus ada ilmunya. Kalau tidak itu cuma entertaining. Sekedar huburan dan bukan trauma healing. Dalam suatu bencana tingkat trauma secara umum terbagi menjadi 3 yaitu ringan, sedang, berat. Untuk trauma ringan biasanya sembuhnya cepat bisa dalam beberap hari. Untuk trauma sedang biasanya dibutuhkan waktu berbulan-bulan semisal 1 atau 3 bulan tergantung coping capacities (kemampuan menghadapi masalah di setiap anak yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya). Entertaining atau hiburan dengan anak-anak hanya bisa mereduce stress dan trauma ringan dan sedang. Tapi yang untuk berat itu susah! Mereka biasanya sakit, tidak mau makan, rewel, menangis, tidur sering mimpi buruk, dan pendiam, pemurung serta menarik diri dari lingkungan bermainnya. Ini dibutuhkan therapy khusus. Artinya di sini saya ingin menegaskan bahwa entertaining saja tidak cukup. Psychosocial activities untuk trauma healing itu lebih specific. Sebagai contohnya belajar dari tsunami Aceh, anak-anak diajak bermain tapi bertujuan. Seperti main air untuk mengenalkan kembali pada air, bahwa air itu ya air. Tidak semua air jahat seperti tsunami. Setelah itu mereka diajak ke parit melihat air. Bermain di sana. Terus diajak ke sungai kecil, dan seterusnya. Kalau tentang musibah letusan gunung Merapi, harusnya mereka diperkenalkan tentang permainan letusan gunung, api dan sinar, debu, pasir, keramaian panik, menggambar gunung, keindahan gunung, dan lain sebagainya.


Sementara kopi telah habis. Saya hanya bisa tertawa hambar. Begitu banyak masalah sosial di negeri ini yang tak pernah kunjung selesai. Dan saya yakin omongan yang sinis ini pun akan menjadi polemik dan mengundang cibiran dan sinisan juga. Tapi bukankah diskusi akan membawa kita pada situasi agung : tercerahkan atau mencerahkan. Tapi saya yakin pribadi yang assertive adalah mereka yang bersedia merubah, berubah dan diubah. Masalah pendidikan diselesaikan oleh guru, masalah hukum oleh lawyer, masalah kesehatan oleh dokter dan paramedis, masalah sosial oleh pekerja sosial. sayangnya profesi social work di negeri ini belum menjadi prioritas dan kebutuhan. Aihhh... Berat3x... Hatiku selembar daun....



Depok, 27 Nopember 2010.

Tuesday, 23 November 2010

Menggagas Model Layanan Rehabilitasi Sosial di Daerah Bencana di Indonesia

Menggagas Model Layanan Rehabilitasi Sosial di Daerah Bencana di Indonesia

Pusat Rehabilitasi Sosial (PRS)



Arif Rohman


Rohman, Arif. (2010). 'Menggagas Model Layanan Rehabilitasi Sosial di Daerah Bencana di Indonesia'. Disampaikan Pada Acara Workshop Koordinasi Penanganan Bencana di Masa Kedaruratan, Jakarta, 16 Juni 2010. Jakarta: Departemen Sosial RI.



ABSTRAK
Tulisan singkat ini mencoba membuka persoalan mengenai pentingnya konsep dan model layanan rehabilitasi sosial yang dapat dikerjakan oleh Departemen Sosial, dengan mengedepankan dan memfungsikan pekerja sosial secara optimal serta memperhatikan keunikan dan karakteristik bencana di Indonesia. Model layanan rehabilitasi sosial yang diusulkan ini, dipandang dapat langsung menyentuh kebutuhan para korban, sekaligus murah dari sisi pendanaan, mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Departemen Sosial, khususnya Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Tulisan ini didasarkan pada pengalaman lapangan pada waktu terjadi tsunami Aceh, gempa dan gunung meletus di Yogyakarta, gempa Sumatera Barat 2007, serta gempa Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009.




A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang rawan bencana, baik itu bencana alam maupun bencana sosial. Bencana alam banyak terjadi mengingat posisi geografis di Indonesia yang kurang menguntungkan dan banyaknya gunung berapi yang masih aktif, sehingga mudah sekali terjadi gempa, tanah longsor maupun letusan gunung berapi. Bencana sosial mudah terjadi, mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas dan banyaknya suku bangsa dengan adat, tradisi, serta kebudayaan yang berbeda, sehingga potensial menimbulkan terjadinya konflik sosial.

Gempa dan Tsunami di Aceh merupakan bencana terbesar yang dialami Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir, dan telah menjadi laboratorium sosial penanganan bencana yang terbesar dalam sejarah Indonesia. Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sebenarnya sudah menangkap isu ini dengan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC). Namun demikian masih disayangkan, sampai saat ini belum ditemukan model layanan baku dan standar yang dapat diterapkan di daerah bencana dengan cepat, sekaligus tepat sasaran. Hal ini dapat dimaklumi mengingat situasi krisis pada waktu bencana, disamping anggaran minim yang selalu menjadi persoalan mendasar yang klasik. Pertanyaan tentang model yang tepat dalam mitigasi (penanggulangan) bencana dan apa-apa saja yang bisa dilakukan pekerja sosial yang kita punyai, juga mendapatkan perhatian khusus, dan akan didiskusikan pula dalam tulisan ini.

B. Tim Reaksi Cepat (TRC) Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial: Tantangan dan Peluang
Saya ingin mengatakan bahwa hampir setiap lembaga baik itu lembaga pemerintah, LSM lokal (NGO), LSM internasional (INGOs), lembaga PBB (UN), bahkan media pun mempunyai Tim Reaksi Cepat (TRC), yang segera bergerak begitu terjadi bencana, baik untuk keperluan reportase, pengumpulan data, asesmen cepat/asesmen kebutuhan (rapid/needs assessment). Namun demikian hampir semua tim tersebut terfokus pada pemberian bantuan langsung seperti bantuan makanan, obat-obatan dan tenda (shelter). Mereka membawa bendera masing-masing dan umumnya bergerak sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang baik. Sebagai konsekuensinya, bantuan banyak menumpuk dan terkonsentrasi di lokasi-lokasi tertentu dan kurang merata dalam pendistribusiannya. Memang saat ini sudah ada BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang baru dibentuk dalam beberapa tahun terakhir. Namun demikian, pengalaman penanganan bencana di Padang saat ini membuktikan bahwa masyarakat sudah terlanjur menganggap Departemen Sosial yang mengurusi persoalan ini. Apa yang saya ungkapkan di atas bisa diartikan sebagai peluang sekaligus tantangan. Peluang yang dimaksudkan di sini adalah masih adanya ruang yang tersedia bagi Departemen Sosial untuk memberikan layanan dan rehabilitasi sosial dalam masa tanggap darurat yang belum tergarap dengan baik oleh lembaga-lembaga penanggulangan bencana yang lain. Sedangkan tantangan di sini lebih mengacu pada perlunya model penanganan bencana yang baku dan standar yang dapat diterapkan di lapangan dengan membawa bendera Rehabilitasi Sosial dan Departemen Sosial RI.

C. Rehabilitasi Sosial Daerah Bencana: Negara Maju Vs Negara Berkembang
Pada waktu di Padang Pariaman, pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2009, saya bertemu dengan 2 orang perempuan cantik (Moon dan Nussica), yang memperkenalkan diri sebagai social worker dari Hongkong. Mereka dengan begitu percaya dirinya mengatakan bahwa mereka akan melaksanakan konseling untuk korban gempa di Sumatera Barat. Mereka bertanya kepada saya, berapa jumlah pekerja sosial dari Departemen Sosial yang sudah turun ke lapangan dan memberikan layanan konseling. Saya menjawab bahwa ada sekitar 28 pekerja sosial dari Departemen Sosial yang datang dan memberikan layanan konseling. Saya berbohong untuk menjaga nama baik Departemen Sosial. Pembicaraan singkat ini saya akui membuat saya gelisah, tapi di sisi lain memberikan insight kepada saya bahwa layanan Rehabilitasi Sosial akan menjadi primadona di dalam penanganan bencana di Indonesia. Meskipun Rehabilitasi Sosial akan menjadi primadona, namun ada baiknya kita melihat mitigasi bencana di Negara maju seperti Australia dan Negara berkembang seperti Indonesia.

Di negara maju, jika terjadi bencana, maka bantuan pangan segera didistribusikan dengan cepat baik melalui jalur darat, laut, sungai maupun udara. Asumsinya untuk mencegah terjadinya kelaparan dan mengupayakan agar para korban bencana tetap bertahan (survive) pada masa darurat. Tim evakuasi juga dipersiapkan dengan baik dan langsung dioperasikan untuk menyelamatkan para korban yang masih terjebak di reruntuhan, hanyut dalam sungai, dan kondisi-kondisi lain yang serupa. Menariknya, setelah 1-2 hari pasca bencana, dan dengan banyaknya pertokoan yang sudah mulai dibuka secara normal, para korban dengan otomatis dapat segera hidup dengan normal kembali. Hal ini dikarenakan sistem di negara maju yang sudah terbentuk dengan baik. Hampir setiap orang memiliki rekening di bank, yang tidak hanya bisa diambil di bank maupun ATM saja, namun juga dapat diambil cash di mal-mal yang ada, pada waktu mereka berbelanja. Sistem pendataan yang terkomputerisasi dengan baik dan lengkap, memudahkan mereka dalam memberikan jaminan sosial melalui center link (sistem dimana orang yang tidak bekerja (pengangguran), anak maupun mahasiswa mendapatkan bantuan subsidi dalam bentuk uang yang ditransfer rutin setiap bulannya ke rekening mereka). Jadi bisa dibayangkan, manakala harta benda mereka habis dan rumah rusak/hancur, mereka masih memiliki uang di rekening masing-masing. Pemerintah negara maju juga dapat dengan mudah memberikan bantuan pada para korban melalui rekening tersebut secara otomatis. Di sini, sistem pendataan dan jaminan sosial yang sudah berjalan dengan baik, mengakibatkan penanganan-penanganan bencana menjadi tidak begitu kompleks ataupun rumit. Artinya, secara fisik korban sudah dipastikan aman, dan hanya membutuhkan layanan-layanan rehabilitasi sosial yang berhubungan dengan trauma yang dialaminya. Dengan kata lain, layanan rehabilitasi sosial menjadi primadona penanganan bencana di negara maju, seiring kekhawatiran akan meningkatnya angka bunuh diri (suicide) pasca bencana di negara maju.

Berbeda dengan negara maju, tidak semua orang di Indonesia mempunyai rekening di bank (tradisi menabung di bank masih relatif kurang). Sistem pendataan/registrasi penduduk belum terpusat atau terkomputerisasi. Parahnya sistem jaminan sosial juga dapat dikatakan belum menyentuh dan memberikan perlindungan kepada semua warga negara. Sebagai konsekuensinya, ketika terjadi bencana, mereka yang menjadi korban tidak memegang uang cash dan hanya mengharapkan bantuan pangan dan kesehatan dari pemerintah dan lembaga-lembaga kemanusian untuk waktu yang relatif lama. Di sini urusan perut dan fisik lebih mengedepan dibanding negara-negara maju. Demikian juga dengan kasus-kasus trauma yang ada di negara berkembang. Kasus tersebut tidak sebanyak di negara-negara maju. Hal ini besar kemungkinan dikarenakan adanya benteng agama dan kepercayaan yang kuat yang dianut hampir seluruh orang Indonesia. Hal ini beda dengan negara maju yang memang kebanyakan atheism (tidak memiliki agama) yang berdampak pada tinggi angka bunuh diri akibat coping capacities (ketahanan mengatasi masalah) dan kontrol sosial-kultural yang rendah. Maaf jika pernyataan ini agak judgemental sifatnya. Pada konteks ini, rehabilitasi sosial di daerah bencana dianggap bukan skala prioritas (kurang begitu penting).

Pertanyaan selanjutnya berkembang, apakah benar rehabilitasi sosial tidak begitu penting pada penanganan korban pasca bencana? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan menjawabnya dengan mengetengahkan fakta-fakta yang terdapat di lapangan. Kenyataan membuktikan bahwa jika terjadi bencana baik bencana alam maupun bencana sosial, anak-anak yatim piatu (orphan) yang ditinggal mati orang tuanya dan kemudian ikut keluarga dekatnya (relative) yang juga tertimpa musibah, menjadi rawan (vulnerable) akan keterlantaran, tindak kekerasan (fisik, ekonomi dan seksual), eksploitasi ekonomi, dan rawan diperdagangkan (trafficking). Ibu-ibu yang menjadi janda akibat ditinggal mati suaminya dan mempunyai banyak anak, sangat rentan mengalami trauma, stress, ataupun depresi. Mereka yang masuk dalam kategori rawan sosial ekonomi ini, cenderung mengambil jalan pintas agar tetap survive, termasuk dengan mengambil jalan pintas (masuk ke dunia prostitusi ataupun perdagangan obat-obat terlarang). Hal ini belum terhitung para korban yang mengalami kecacatan akibat bencana dan membutuhkan layanan rehabilitasi sosial karena kecacatannya tersebut (kasus korban yang menggergaji kakinya sendiri agar selamat dari reruntuhan akibat gempa di Padang, saat ini masih depresi akibat kehilangan kakinya). Fakta lain juga menunjukkan bagaimana para lanjut usia sangat rawan mengalami keterlantaran, terutama bagi mereka yang hidup seorang diri dan tidak memiliki keluarga lagi.

Uraian yang saya kemukakan secara singkat mengenai fakta-fakta bencana menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi sosial masih tetap menjadi isu yang sangat penting dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengemas layanan rehabilitasi sosial dengan lebih professional, dan dapat berjalan secara simultan dengan layanan-layanan lainnya. Bagi saya, persoalan inilah yang sering menjadi tantangan sekaligus pertanyaan bagi Tim TRC dalam melakukan tugasnya di daerah bencana. Jika kerja tim ini tidak diperoleh kejelasan, dipastikan kontribusinya juga minim, dan pada akhirnya akan mengecewakan masyarakat dan membawa dampak yang kurang baik terhadap citra Departemen Sosial dalam penanganan bencana.

D. Model Layanan Yang Diusulkan
Model layanan yang saya usulkan adalah PUSAT REHABILITASI SOSIAL (SOCIAL REHABILITATION CENTER) DEPARTEMEN SOSIAL RI. Saya tidak memakai istilah Pusat Anak (Children Center) karena konsep ini terlalu spesifik dan mengkotakkan diri. Saya juga tidak menggunakan nama TRC karena istilah ini lebih tepat untuk Tim yang akan mengerjakan layanan, bukan nama layanan itu sendiri. Artinya, yang nanti kita jual adalah program dan layanan kita di masyarakat, bukan Tim TRC, mengingat banyak lembaga juga yang menggunakan pengistilahan yang sama yaitu Tim Reaksi Cepat (TRC).

Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) ini memberikan layanan berupa :
1. Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan ini berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis untuk para korban bencana yang umumnya rawan terkena penyakit.
2. Layanan Dapur Umum
Layanan dapur umum ini khusus untuk makanan tambahan, bisa berupa bubur kacang hijau, telor rebus, susu, roti, dan makanan tambahan lainnya yang disesuaikan dengan anggaran Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
3. Layanan Konseling
Layanan konseling diperuntukkan untuk korban yang mengalami trauma ataupun yang menunjukkan gejala-gejala ke arah trauma.
4. Layanan Perpustakaan Gratis
Layanan perpustakaan ini penting bagi korban dalam rangka refreshing yang memberikan suasana lain, sekaligus mendukung pendidikan khususnya anak-anak. Perpustakaan ini dapat berupa buku-buku cerita, novel ataupun majalah bekas yang sudah diseleksi isinya terlebih dulu oleh Tim TRC, seperti majalah bobo, cerita Donald bebek, dan lain sebagainya.
5. Layanan Psikososial
Layanan psikososial dilakukan tidak lagi langsung oleh pekerja sosial, namun dilakukan dengan merekrut anak-anak yang cukup dewasa dengan sukungan pekerja sosialnya. Konsep yang dikedepankan adalah dari anak-anak untuk anak-anak. Layanan ini dapat berupa bermain bersama dan dinamika kelompok. Layanan ini bisa diintegrasikan dengan mengundang para artis, putri Indonesia, maupun Kak Seto untuk menghibur anak-anak dengan permainan atau mendongeng untuk anak-anak.
6. Layanan Keagamaan
Layanan keagamaan ini dapat berupa ceramah dan mengaji pada malam hari dengan menggunakan tenaga rohaniwan setempat.
7. Layanan Data
Layanan ini berupa penyediaan data-data tentang jumlah korban dan penyandang masalah khusus, seperti anak yatim piatu, janda/wanita rawan sosial ekonomi, penyandang cacat, dan lanjut usia yang membutuhkan perlindungan khusus, by name by address. Dengan adanya layanan data ini, lembaga lain yang lewat dan tertarik bisa berkoordinasi dan bekerjasama dalam membantu korban sesuai spesifikasi layanan yang dipadukan.
8. Layanan Lain
Layanan lain dapat berupa pemberian bantuan khusus, malam penggalangan dana, air bersih dan sanitasi, dan layanan koordinasi yang berupa penguatan pada Dinas Sosial baik di tingkat kabupaten atau propinsi untuk menyelenggarakan pertemuan koordinasi perlindungan sosial untuk terciptanya keterpaduan.

E. Langkah-langkah
• Pra Bencana
Pra bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pusat sebagai antisipasi dan persiapan jika terjadi bencana. Artinya, Tim TRC Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sendiri adalah Tim yang solid dan memang siap bencana. Jika tidak dilakukan, berarti kita sendiri belum siap bencana. Kegiatan ini dapat berupa :
1. Penyiapan tenda untuk Posko Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI. Tim TRC sudah punya tenda sendiri yang bertuliskan Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI, dan tidak mengharapkan atau meminta-minta tenda dari pihak lain. Langkah ini sudah diterapkan oleh LSM-LSM seperti PKPU, Dompet Dhuafa, dll.

2. Penyiapan tenaga medis dan obat-obatan. Departemen Sosial sudah punya directory khusus nama-nama dokter (baik yang tua maupun dokter muda) yang bersedia jadi relawan Departemen Sosial di daerah bencana. Jalinan relasi dan kesepakatan harus dirintis mulai dari sekarang, termasuk dengan lembaga penyuplai obat-obatan.

3. Penyiapan buku-buku dan majalah bekas. Buku-buku dan majalah bekas harus sudah dipersiapkan dari sekarang. Artinya ketika ada bencana kita tidak perlu lagi kebingungan dan sibuk membeli majalah. Meskipun kita bisa beli buku bekas di Kwitang, Pasar Senen ataupun di Jatinegara, kita juga perlu punya directory lembaga-lembaga yang menyediakan majalah dan buku bekas.

4. Penyiapan bahan makanan tambahan. Kita harus sudah berpikir untuk menjalin kegiatan dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam susu dan permakanan mulai dari sekarang. Jadi begitu terjadi bencana kita tinggal memobilisir bantuannya. Kita juga memperhitungkan peralatan masak yang sederhana ketika terjadi bencana. Mungkin satu mobil untuk masak di lapangan sangat diperlukan.

5. Penyiapan kelengkapan administrasi dan Tim TRC, yang meliputi :
a. Form-form isian untuk assessment, pendataan, dan konseling.
b. Surat tugas dan kartu identitas Tim TRC, spanduk dan stiker Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI. Semua surat tugas harus satu pintu supaya tidak memusingkan dalam koordinasi lapangan (misal : pertanyaan itu siapa, TRC mana, dll).
c. ATK dan alat komunikasi yang dibutuhkan (direkomendasikan tech bag yang didalamnya terdapat laptop anti goncangan yang melekat di tas dan alat komunikasi lainnya, sehingga sulit untuk dicuri orang).
d. Mobil TRC dan sepeda motor untuk kegiatan penjangkauan.

• Pasca Bencana
1. Tim pertama TRC dilepas di Bandara Halim oleh Pejabat Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial RI dengan doa bersama untuk meningkatkan semangat Tim TRC dan meluruskan tujuan bahwa ini bukan untuk diri sendiri, kelompok, atau Depsos, tapi ini adalah misi kemanusiaan untuk menyelamatkan orang demi bangsa dan Negara.

2. Tim TRC datang ke lokasi bencana dengan membawa peralatan yang dipandang urgent. Tim ini harus bisa akses ke halim (Hercules) pada penerbangan pertama.

3. Tim berkoordinasi dengan BNPB propinsi untuk memperoleh data dan isu awal. Tim juga mencatat lembaga-lembaga yang sudah turun, khususnya INGOs dan UN untuk koordinasi ke depan.

4. Tim berkoordinasi dengan Dinas Sosial Propinsi, Dinas Sosial Kabupaten, PSM dan tokoh masyarakat.

5. Tim turun ke lapangan dan menentukan titik lokasi yang dipandang terparah dan strategis untuk diberikan pelayanan.

6. Tim mengkoordinasikan laporan awal ke Koordinator TRC/Depsos Pusat.

7. Tim mulai mendirikan tenda dengan dukungan dari semua pihak dan memberikan bantuan darurat untuk Posko Utama Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI.

8. Tim kedua, ketiga dan seterusnya, segera bergabung dan melengkapi layanan yang diberikan oleh Posko Utama Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI.

9. Tim melakukan monitoring dan evaluasi, dan mulai menginisiasi rapat-rapat koordinasi perlindungan sosial baik di dinas sosial kabupaten/kota maupun propinsi.

10. Tim melakukan penjangkauan sambil menentukan titik lokasi lain untuk Posko Tambahan/Cabang Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI yang jumlahnya disesuaikan dengan dana yang tersedia.

11. Tim mendirikan posko cabang Posko Tambahan/Cabang Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI dan segera mengoperasikannya.

12. Tim melakukan monitoring dan evaluasi termasuk menentukan jangka waktu layanan yang diberikan (biasanya 14 hari sejak bencana dan bisa diperpanjang).

13. Tim telah menyelesaikan tugasnya dan kembali ke pusat, posko-posko baik posko utama atau cabang dapat dialihkan ke Dinas Sosial Propinsi atau Kabupaten jika memungkinkan, tergantung kesepakatan.


F. Pengorganisasian
Untuk melaksanakan model layanan Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI di daerah bencana perlu dilakukan pengorganisasian dengan mengedepankan asas satu komando sebagai berikut :
1. Ditunjuk Koordinator Tim TRC Pusat dimana semua informasi dan keputusan ada di tangan koordinator dan bukan setiap orang di Depsos Pusat. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kebingungan petugas lapangan tentang siapa yang dihubungi di tingkat Pusat.
2. Ditunjuk Koordinator Utama Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan di lapangan dan koordinasi dengan Koordinator Tim TRC Pusat, termasuk lobbying dengan lembaga-lembaga lain.
3. Ditunjuk Koordinator untuk urusan media.
4. Ditunjuk Koordinator untuk urusan data.
5. Ditunjuk Koordinator untuk urusan kesehatan.
6. Ditunjuk Koordinator untuk urusan dapur umum.
7. Ditunjuk Koordinator untuk urusan perpustakaan gratis
8. Ditunjuk Koordinator untuk urusan layanan konseling, psikososial dan keagamaan.

G. Keuntungan
Adapun keuntungan model layanan Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI di daerah bencana adalah sebagai berikut.
1. Kegiatannya baku dan bisa diterapkan di semua daerah bencana.
2. Flexibel dalam pelaksanaannya.
3. Murah karena dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran.
4. Alur kerja dan garis komando sederhana.
5. Secara politis dapat meraih simpati publik.
6. Belum ada lembaga yang memberikan layanan rehabilitasi sosial secara integratif dan utuh.
7. Dipastikan lembaga lain baik internal maupun eksternal akan merapat pada Pusat Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation Center) Departemen Sosial RI, baik untuk program jangka pendek maupun jangka panjang.
8. Jika ada pejabat baik dari internal maupun eksternal yang akan meninjau, kita tidak akan kelabakan ataupun serabutan mengada-adakan kegiatan, karena kegiatan di Pusat Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI sudah pasti terlaksana 24 jam.

H. Penutup
Demikianlah sekelumit pemikiran mengenai model layanan rehabilitasi sosial sederhana di daerah bencana. Dana boleh terbatas, tapi yang paling penting adalah kita akan melakukan apa dan memposisikan sebagai apa, karena kita membawa nama besar Departemen Sosial RI. Besar harapan saya tulisan ini akan bermanfaat bagi pembuat kebijakan di Departemen Sosial RI khususnya Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Model ini hanya usulan dan dapat diubah dan disesuaikan dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.




Friday, 12 November 2010

Ndhek mau esuk

Ndhek mau esuk


Arif Rohman

Ndhek mau esuk aku tangi karo moto isih kriyip-kriyip. Iki lantaran sworo gedhebak-gedhebuk nang siseh kamarku. Aku wis ngiro yen bocah wedhok kuwi bakalan nyanyi, moco puisi, jingkrak-jingkrak ora jelas yen wayah esuk. Aku biasane mung nutupi endhas lan kupingku karo selimut sing anget kuwi. Biasane dheweke terus adus karo nyanyi-nyanyi. Mulane nyanyiane welek banget, tapi yen dirungok-rungokake kok enak. Dheweke kerep nawari aku mangan bareng tapi aku ora gelem. Masalahe aku ora pati doyan mangan babi. Yen tahu tempe aku doyan wong kuwi kan makanan pokokku. Bocah siji iki memang urakan banget. Irunge dikei anting-anting lan sakbendino wong lanang gonta-ganti mlebu kamare jarene sih pacare. Sing gawe aku kesel kadang nek nyetel tip kenceng2 sampek kamarku 'shacking up and down' maksudku isi kamarku podo mencelat kuabeh. Aku ndonga mugo-mugo bocah kuwi sadar nek suarane tape kuwi iso krungu sampai tekan canberra utowo perth. Bengi kuwi aku kaget reti dheweke nangis. Tak takoni kenopo dheweke mung jawab koncone bar mati bunuh diri. Lho kenopo? Tibake dheweke kulino ngonsumsi obat sing terlarang (iki maksude sejenis narkotik, dudu koyok wong indonesia sing demen ngonsumsi baygon utowo air keras terus mati). Dheweke ngaku yen gonta-ganti pacar amargo frustasi. Dheweke sebenere lesbi cuma ora disetujui karo wong tuwane. Pacare kuwi frustasi lan ngobat amargo frustasi ping pindo. Ditolak wong tuwane bocah kuwi lan ngeti yen bocah kuwi saiki pacare akeh. Lanang gonta-ganti sisan. Bocah kuwi jur tak takoni, lha kowe nangis bengi rino koyok ngene opo ora marake awakmu rusak. Bocah kuwi terus tak ceplokake endog goreng lan tak kei sambel terasi. Dheweke terus meneng ora nangis meneh. Masalahe dheweke kepedesen. Sesuke dhewee ngilang aku ora tahu reti kabare. Jare wis balik nang london.. Ninggalake surat isine.. What the hell food that you had given to me. I was suffering like in hell after consuming it. Tibake dhewee mulih nang london goro-goro mencret terus sebab mangan sambel trasi sing takwenehi. (Iki cerito khayal ojo dipercoyo).




Hatiku selembar daun...

Ilmu Dari Australia

Ilmu Dari Australia



Sering sekali orang menanyakan ilmu baru apa yang saya bawa dari Australia. Kadang saya menjawabnya hanya dengan senyum. Karena biasanya itu hanya ungkapan biasa yang digunakan di kantor untuk menyapa orang yang baru menyelesaikan studynya.

Suatu pagi saya bertemu dengan orang yang saya kagumi. Mengingat kebaikan beliau terhadap saya. Akhirnya saya pun bercerita. Satu hal yang saya pelajari dari sana adalah rasa kebersamaan, tolerance dan egalitarian. Saya masih ingat kata teman baik saya di sana. Australia adalah negara koloni. Tapi dia menjadi besar dan maju bukan karena kerja satu orang. Tetapi kerja banyak orang. Team Work. Team Work itu lebih mengedepankan WE, kami, kita, daripada I, saya atau aku.

Orang di sana itu moderate. Moderate artinya bijak dan bersedia menerima perubahan. Jika ada orang baru masuk dalam kelompok, mereka akan menyambut dengan gembira dan membantunya dalam proses adaptasi. Kata 'kita' memang tidak muncul secara serta merta. Tapi begitu kata itu muncul, terkesan begitu kuatnya. Seperti budaya 'football' mereka. Siapapun yang mencetak angka, siapapun yang menghalangi musuh, siapapun yang melempar bola, tujuannya cuma satu 'menang'.

Di kita saya rasakan sebaliknya. Setiap orang ingin menonjolkan ke-aku-annya masing-masing. menonjolkan dirinya sendiri. Sebagai akibatnya kelompok hanya dijadikan alat pencapaian kepentingan pribadi. Karena itulah seringkali kalau ada anggota baru yang masuk, sering dianggap sebagai saingan, ancaman, atau semacamnya. Mereka tidak welcome. Mereka cenderung mempertahankan keadaan yang sudah ada. Status Quo. Tidak dinamis. Dan itu adalah penyakit. Kita sulit bekerja sama. Kita tidak diajarkan untuk menerima orang lain sebagai partner.

Saya berkeyakinan bahwa fenomena ini adalah akibat lama terjajah. Kolonial Belanda telah berhasil menanamkan sebuah dogma. Hierarchy yang tegas antara majikan atau budak. Majikan senang, budak menderita. Pada akhirnya semua orang ingin menjadi majikan. Semua majikan ingin menjadi pemimpin.

Akibatnya lebih banyak hidden agendas demi kepentingan diri sendiri daripada niat tulus mencapai tujuan kelompok. Pada akhirnya masing-masing anggota tidak kompak dan sering menjatuhkan satu sama lain.

Inilah tradisi Divide et Impera yang sudah berhasil tertanam dan merasuki otak orang Indonesia. Itulah sebabnya lama sekali kita terjajah. Lama sekali kita baru merdeka. Kataku sambil bersemangat. Beliau tersenyum.. Matanya menatapku lembut. Tapi hatiku kosong.


Salemba, 1 September 2009.




Hatiku selembar daun...

Thursday, 11 November 2010

Semoga Gw Yang Salah

Semoga Gw Yang Salah


Arif Rohman


Once again, a good paper. This essay contained good evidence of thinking logically through the issues and reading appropriate texts. A good grasp of the issues. The essay has a straightforward structure, which is easy to follow, presents an argument, has a clear writing style, and shows, well-developed analytical skills. Your paper does reflect considerable thought and effort. You have provided a coherent response to the topic and your ideas and opinions were presented in a clear and logical fashion. Analytical skills are evident. You are a genious. Well done.





Baru kali ini seumur-umur gw dipuji sama dosen. Bule lagi.. Pendidikan di Barat memang benar-benar terkesan menghargai sebuah usaha dan pemikiran studentnya. Ada semacam semangat egaliter, dan kebersamaan di dalamnya.. Mungkin tidak semua, tapi kebanyakan mengarah ke sana.. Gw jadi teringat cerita teman yang sekolah di ITB drop-out, tapi disekolahin professornya di Amerika, ehh.. Malah lulus Cum-Laude. Gw jadi bertanya-tanya apa ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara kita? Apakah memberikan penghargaan untuk student adalah sesuatu yang sangat mahal? Seumur-umur jujur gw kagak pernah nerima feed-back dari dosen atas tulisan-tulisan yang gw produce. Tahu-tahu nilai sudah keluar.. Jujur gw gembira, tapi itu tidak membuat gw bahagia. Gw sempat berpikir semoga tulisan-tulisan yang dulu gw tulis, ga dibuang ke tempat sampah atau dijadikan bungkus kacang. Dan semoga tulisan-tulisan itu benar-benar dibaca dosen-dosen dan dikritisi secara ilmiah. Kalau tidak, pantaslah perkembangan pendidikan di Indonesia disalip oleh negara-negara tetangga sebelah. Menurut gw, sekolah yang baik adalah sekolah yang benar-benar mampu meningkatkan potensi para studentnya, mengukur tingkat pemahaman mahasiswanya, menunjukkan kesalahan studentnya dalam berpikir ilmiah dengan pendekatan yang membangun, mencetak budaya diskusi ilmiah, dan tak kalah pentingnya yaitu memberikan sentuhan personal kepada studentnya dalam situasi khusus. Ironisnya, saat ini, gw merasa 'belum' melihat itu. Tapi, semoga penilaian gw lah yang salah.. Bukankah di negeri yang 'ramah' ini ngomong jujur malah dianggap aneh dan bila perlu dihukum beramai-ramai? Bukankah ngomong jujur di negara ini sudah dianggap sebagai pendosa? Memang, dimanapun pendekatan penghukuman terasa lebih mudah daripada repot-repot mengurusi suatu perbaikan yang seringkali njlimet? Tapi bukankah itu yang harus dilakukan untuk sebuah kemajuan? Benar, gw seringkali iri melihat para journalists dan sastrawan. Bagi gw, mereka adalah pendekar-pendekar demokrasi. Walaupun kadang ada juga dari mereka yang melacurkan informasi. Tapi setidaknya, sebagian besar mereka, memperjuangkan kebebasan dengan torehan tinta dan puisi-puisi mereka. Jujur, gw sungguh kagum.. Kembali ke masalah kritik dalam pendidikan. Gw selalu ngomong dari apa yang gw lihat dan apa yang gw rasakan. Dan bisa jadi penilaian gw salah. Dan gw sudah menjelaskan berkali-kali sampai mulut gw berbusa-busa (bc. sampai mau muntah) bahwa pendapat gw, tidak lebih hanyalah sebuah penilaian subyektif. Jika ada yang merasa berseberangan dan tidak senang, itu hak mereka, dan bukankah itu hal yang biasa dalam sebuah negara demokrasi? Jika gw memang salah, apakah kemudian gw harus menjadi 'sais kereta kuda untuk membuat semua orang yang berseberangan dengan gw menjadi senang dan berbahagia?'. Bukankah manusia diciptakan tuhan dengan segala kesempurnaan dan keunikannya? Bukankah kita bisa mengendarai seekor kuda dari puncak gunung menuju ke sungai, tapi kita tidak bisa memaksa kuda tersebut untuk minum air sungai itu? Bukankah perbedaan justru melambangkan kebhinnekaan yang oleh para founding father kita selalu digadang-gadangkan? Sejarah membuktikan bahwa si penentang norma yang conservative dan orthodox harus lari semisal dari Perancis ke Inggris dan terbang ke Australia ataupun ke Amerika untuk memperjuangkan kemerdekaan berpendapat dan kebebasan berpikirnya? Dan sejarah juga mencatat bahwa perbedaan-perbedaan itu adalah 'syarat perlu' untuk sebuah kehidupan yang progressive dan humanis? Well, gw sudah kehabisan kata.. Condemnation is easier than introspection.. Tapi sekali lagi, semoga penilaian gw yang salah. Dan sekarang ini, jika ada anggur atau air sumur yang bisa membuat gw 'sama dengan orang lain', gw akan dengan senang hati meminumnya. Tapi bukankah itu mengkhianati kodrat penciptaan Tuhan yang maha misterius?? Sigh..!! Dunia memang benar-benar panggung sandiwara, dan gw adalah salah satu korbannya..




Armidale, 30 June 2009.Menanti-nanti turunnya salju sambil berucap, 'Tulisan untuk seni dan kebebasan memang harus dibayar mahal..'




Hatiku selembar daun...
Pesan Mbah Demak Di Hari Lebaran


Arif Rohman





Orang-orang sukses adalah mereka yang memiliki pemikiran positif. Tipe berpikir orang-orang sukses ini adalah:



1. Big picture thinking bukan small thinking

Ojo mikir sing cilik-cilik, kudu sinau terus-terusan, rungokake omongane liyan, dadi utekmu kuwi wawasane dadi luas. Ndonya kuwi ora

mung demak.



2. Focused thinking bukan scattered thinking

Nek mikir kuwi sing tenanan, ojo angger ngawur lumpat-lumpat ora jelas. Nek mikirake belimbing demak yo belimbing demak, ojo nganti

mikir belimbing depok, citayam opo maneh, belimbing wuluh.



3. Creative thinking bukan restrictive thinking

Mikir ojo nggur mikir, tapi sing kreatip sitik. Misale ketinggalan kreta depok, ojo njur mutung lan mlaku depok jakarta, nek kuwi jenengane

edan.



4. Realistic thinking bukan fantasy thinking

Yen mikir ojo sing ora-ora, opo maneh mikir sing jorok-jorok, kayal, lan nglantur, mbok yo sing opo anane ae. Misale rupane elek, akeh kukule, tapi ngarep-arep dipacari luna maya. nek kuwi jenenge ora nggrayangi getokke. ngoco lo ngoco.



5. Strategic thinking bukan random thinking

Mikir kuwi koyok dolanan sekak, kudu kuat lan pinter itung-itungane, ojo asal-asalan, nek mung ngono bocah cilik yo iso. Misale kowe

kerjo nang Kalimantan terus adikmu arep kawinan sesok. Kowe yo kudu korban duwit sitik numpak pesawat, ojo malah pingin ngirit

numpak kapal, pas kowe nyampe panganane yo wis entek, eneke yo piring rusoh karo utang sing kudu dibayar.



6. Possibility thinking bukan limited thinking

Nek mikir kuwi sing bebas, ora ono beban, ojo kepikiran sing ora-ora, opo maneh sing ora penting. Misale pingin halal bi halal karo pak

sby, kudu mikirake ramene wong sing podo mrono, ojo nganti awake dhewe desek-desekan, kepidak, terus mati.



7. Reflective thinking bukan impulsive thinking

Mikir kuwi yo dirasak-rasake apik orane, ojo pas lagi nesu, kuwi lo contone Arya Panangsang mati sak durunge dadi rojo, amargo emosi

nglawan musuhe dhewekan, padalen dheweke nduwe prajurit akeh. Kuwi jenenge kuthuk marani sunduk, alias ora nggowo sim, stnk,

helm, spion, wani-wanine lewat nang ngarepe pulisi. Ojo ngono, nek kuwi jenenge prustasi..



8. Innovative thinking bukan popular thinking

Mikir sing apik kuwi sing ngasilake pemikiran sing anyar sing iso nyelesekke masalah, ojo mung mikir tapi hasile biasa-biasa ae. Misale nek

numpak kreta ora kebagian kursi kanggo lungguh, yo kudune mikir tuku kursi cilik sing didol nang stasiun opo tuku koran kanggo

nglesot. Ojo malah nesu-nesu mbalangi koco, terus mecotot nang dhuwure kreta. Nek kuwi jenenge ngedan.



9. Shared thinking bukan solo thinking

Mikir bareng-bareng kuwi luwih apik tinimbang kowe mikir dhewekan. Contone tukar kawruh nyambi ngopi, mangan telo godhok, gedang

goreng, opo buah belimbing. Ojo malah mikir nglangut karokan ngelamun, nglamune nang kuburan akeh lamuk sisan. Nek kuwi horror

banget.



10. Unselfish thinking bukan selfish thinking

Mikir kuwi ojo kanggo awake dhewe thok, tapi kudu kanggo keapikane wong akeh. Misale mikir mbangun dalan kampung ojo sing dipikir

dalan neng ngarep omahe thok. Wong kampung bakalan ngamuk kabeh. Iso-iso sirahmu benjut kabeh.



11. Bottom line thinking bukan wishful thinking

Ojo mikir sing sifate ngarep-arep ora jelas, mikir sing tenanan koyok dhene wong baris yoiku urut lan iso dimangerteni. Ojo mikir terus

piye corone macari cut tari, tapi mikiro piye corone entuk dhuwit kanggo operasi plastik lan tuku kebun belimbing sewu hektar ben

dheweke kesengsem.








Demak, 16 September 2010

Mbah Demak 'Mario Cleguk'





Hatiku selembar daun...

Wednesday, 15 September 2010

Semoga Gw Yang Salah

Semoga Gw Yang Salah

Arif Rohman



Once again, a good paper. This essay contained good evidence of thinking logically through the issues and reading appropriate texts. A good grasp of the issues. The essay has a straightforward structure, which is easy to follow, presents an argument, has a clear writing style, and shows, well-developed analytical skills. Your paper does reflect considerable thought and effort. You have provided a coherent response to the topic and your ideas and opinions were presented in a clear and logical fashion. Analytical skills are evident. You are a genious. Well done.

Baru kali ini seumur-umur gw dipuji sama dosen. Bule lagi.. Pendidikan di Barat memang benar-benar terkesan menghargai sebuah usaha dan pemikiran studentnya. Ada semacam semangat egaliter, dan kebersamaan di dalamnya.. Mungkin tidak semua, tapi kebanyakan mengarah ke sana.. Gw jadi teringat cerita teman yang sekolah di ITB drop-out, tapi disekolahin professornya di Amerika, ehh.. Malah lulus Cum-Laude. Gw jadi bertanya-tanya apa ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara kita? Apakah memberikan penghargaan untuk student adalah sesuatu yang sangat mahal? Seumur-umur jujur gw kagak pernah nerima feed-back dari dosen atas tulisan-tulisan yang gw produce. Tahu-tahu nilai sudah keluar.. Jujur gw gembira, tapi itu tidak membuat gw bahagia. Gw sempat berpikir semoga tulisan-tulisan yang dulu gw tulis, ga dibuang ke tempat sampah atau dijadikan bungkus kacang. Dan semoga tulisan-tulisan itu benar-benar dibaca dosen-dosen dan dikritisi secara ilmiah. Kalau tidak, pantaslah perkembangan pendidikan di Indonesia disalip oleh negara-negara tetangga sebelah. Menurut gw, sekolah yang baik adalah sekolah yang benar-benar mampu meningkatkan potensi para studentnya, mengukur tingkat pemahaman mahasiswanya, menunjukkan kesalahan studentnya dalam berpikir ilmiah dengan pendekatan yang membangun, mencetak budaya diskusi ilmiah, dan tak kalah pentingnya yaitu memberikan sentuhan personal kepada studentnya dalam situasi khusus. Ironisnya, saat ini, gw merasa 'belum' melihat itu. Tapi, semoga penilaian gw lah yang salah.. Bukankah di negeri yang 'ramah' ini ngomong jujur malah dianggap aneh dan bila perlu dihukum beramai-ramai? Bukankah ngomong jujur di negara ini sudah dianggap sebagai pendosa? Memang, dimanapun pendekatan penghukuman terasa lebih mudah daripada repot-repot mengurusi suatu perbaikan yang seringkali njlimet? Tapi bukankah itu yang harus dilakukan untuk sebuah kemajuan? Benar, gw seringkali iri melihat para journalists dan sastrawan. Bagi gw, mereka adalah pendekar-pendekar demokrasi. Walaupun kadang ada juga dari mereka yang melacurkan informasi. Tapi setidaknya, sebagian besar mereka, memperjuangkan kebebasan dengan torehan tinta dan puisi-puisi mereka. Jujur, gw sungguh kagum.. Kembali ke masalah kritik dalam pendidikan. Gw selalu ngomong dari apa yang gw lihat dan apa yang gw rasakan. Dan bisa jadi penilaian gw salah. Dan gw sudah menjelaskan berkali-kali sampai mulut gw berbusa-busa (bc. sampai mau muntah) bahwa pendapat gw, tidak lebih hanyalah sebuah penilaian subyektif. Jika ada yang merasa berseberangan dan tidak senang, itu hak mereka, dan bukankah itu hal yang biasa dalam sebuah negara demokrasi? Jika gw memang salah, apakah kemudian gw harus menjadi 'sais kereta kuda untuk membuat semua orang yang berseberangan dengan gw menjadi senang dan berbahagia?'. Bukankah manusia diciptakan tuhan dengan segala kesempurnaan dan keunikannya? Bukankah kita bisa mengendarai seekor kuda dari puncak gunung menuju ke sungai, tapi kita tidak bisa memaksa kuda tersebut untuk minum air sungai itu? Bukankah perbedaan justru melambangkan kebhinnekaan yang oleh para founding father kita selalu digadang-gadangkan? Sejarah membuktikan bahwa si penentang norma yang conservative dan orthodox harus lari semisal dari Perancis ke Inggris dan terbang ke Australia ataupun ke Amerika untuk memperjuangkan kemerdekaan berpendapat dan kebebasan berpikirnya? Dan sejarah juga mencatat bahwa perbedaan-perbedaan itu adalah 'syarat perlu' untuk sebuah kehidupan yang progressive dan humanis? Well, gw sudah kehabisan kata.. Condemnation is easier than introspection.. Tapi sekali lagi, semoga penilaian gw yang salah. Dan sekarang ini, jika ada anggur atau air sumur yang bisa membuat gw 'sama dengan orang lain', gw akan dengan senang hati meminumnya. Tapi bukankah itu mengkhianati kodrat penciptaan Tuhan yang maha misterius?? Sigh..!! Dunia memang benar-benar panggung sandiwara, dan gw adalah salah satu korbannya..


Armidale, 30 June 2009.
Menanti-nanti turunnya salju sambil berucap, 'Tulisan untuk seni dan kebebasan memang harus dibayar mahal..'




Sunday, 19 July 2009

Di Sebuah Taman

Di Sebuah Taman


Arif Rohman




Malam jam 20.00 di kota sepi, sendiri berjalan menyusuri dinginnya kota. Terdengar kadang satu dua mobil tapi kemudian suaranya kembali ditelan sunyi. Dari sebuah perempatan dua anak perempuan sedang bernyanyi-nyanyi sambil memaki-maki. Berteriak, tertawa kemudian berpelukan.. Dua anak perempuan berjalan sambil menyanyi dan disetiap akhir nyanyiannya mereka selalu berteriak kemudian sunyi. Sampai didepanku mereka memandangku dengan senyum nakal dan meminta sebatang rokok. Aku hanya tersenyum saat mereka bilang,'Ooo.. Damn!!' Sambil berlalu. Tak seberapa lama datang seorang ibu setengah baya dengan muka dipencang-pencongkan minta 20 bucks. Dia bilang butuh uang untuk bayar taksi. Aku hanya tersenyum dan bilang maaf. Dia mengikutiku dan kemudian memaki ga keruan. Aku hanya tersenyum kecil. Di sebuah taman di pusat kota bernama Central Park seorang nenek tua mendatangiku dengan ramah. Bertanya tentang apa yang terjadi. Kemudian aku ceritakan dengan singkat pengalamanku dalam 1-2 jam yang lalu. Dia bilang sering sekali orang asing datang ke rumahnya pagi-pagi minta uang. Diberikannya 2 dollar tapi orang tersebut marah dan meminta 20 dollar. Dia segera meberikannya. Maklum seorang nenek tua umur 75 an sendiri dan tidak mau kaca depan rumahnya hancur karena lemparan batu. Dia kemudian menawari aku tumpangan ke flatku salah satu bangunan tertua di kota itu. Aku bilang maaf aku bisa jaga diri. Dia bilang kasihan lihat orang Asia bila di 'mob' sama orang-orang 'itu'. Aku hanya menurut.. Kududukkan tubuhku pada sebuah jok yang empuk, rapi dan harum.. Lima menit aku sudah sampai. Hati-hati jangan keluar lewat taman lewat jam 20.00 katanya. Aku hanya mengangguk. Dia senang melihat anggukanku dan melambaikan tangannya. Pergi dengan mobil putihnya. Orang tua yang perhatian.. Anganku terbang 7 tahun silam di jakarta, hampir tiap malam orang mati merebutkan kekuasaan dan mengais rejeki dari jambret, jual cimeng, sampai maling siang bolong. Lima orang mengelilingi mangsa dengan cukup membisikkan 'Berikan semua barang elo atau elo gw teriakin MALING'. Hukum rimba kadang bisa lebih kejam dari hukum negara. Pembakaran 'maling' entah itu maling benar atau tidak ga ada yang mau tahu. Yang pasti di jaman yang serba susah ini ada 'maling'. Pembakaran hanyalah sebuah pelampiasan. Karena hukum kadang tidak berjalan. Polisi hanya datang sekedar melihat dari 'jauh'. Aku hanya bisa gelengkan kepala.. Kota ini tidak seberapa.. Aku masuk ke kamarku. Menguncinya dan beranjak tidur. Kututup kedua mataku sambil kulafalkan doaku. Semoga nenek tua yang ramah itu tidak akan pernah menginjakkan kakinya ke senen..

Armidale, 11 May 2009.


Mengenal Philosophy 1 (Heraclitus, Socrates & Plato)

Mengenal Philosophy 1
Kelamnya kehidupan philosophers (Heraclitus, Socrates & Plato)

Arif Rohman



Tahukah saudara kalau istilah filosofi itu mempunyai latar sejarah yang panjang, penuh perdebatan dan sebuah perjalanan yang kelam? Filosofi bisa diartikan sebagai 'sudut pandang atau opini tentang dunia dan bagaimana kehidupan seharusnya ditempatkan'. Ahli filsafat adalah para perintis ilmu berpikir dan pengetahuan modern sekarang ini. Namun sayangnya banyak yang masih awam tentang orang-orang yang berjasa yang membawa kita dari dunia kegelapan, dan salah satunya adalah saya. Tulisan ini saya rangkum dari tulisan-tulisan kecil pada waktu saya membaca buku-buku filsafat. Mungkin lebih tepat disebut serpihan ''notes' kecil daripada tulisan diskusi yang 'njlimet'. Semoga tulisan ini bisa membuat adik-adik kita yang masih kecil nantinya menyukai pelajaran sejarah dan filsafat. Tulisan ini saya persembahkan untuk anak-anak dari kampung saya (Demak), anak-anak dari gang tongkang dan gang 21 (Senen). Semoga si kecil-si kecil yang lucu tumbuh jadi pemikir-pemikir yang perkasa.

Heraclitus (535–475 BC) adalah ahli filsafat Yunani sebelum Socrates. Dia terkenal dengan doktrinnya bahwa segala sesuatu di dunia ini selalu berubah. Sebagai perumpamaan dia menunjuk pada seseorang yang berjalan menyeberangi sungai untuk kedua kalinya, maka air yang mengalir mengenainya bukanlah air yang sama ketika dia menyeberang untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, perubahan adalah pusat dari semesta. Sayang tulisan Heraclitus tidak selesai karena dia menderita melancholia (mental disorder, sering depresi, dan derajat entushiasm yang rendah). Maka dia sering disebut dengan 'the weeping philosopher', jago filsafat yang mudah menitikkan air mata. Ini berbeda dengan Democritus yang justru kebalikannya dengan gaya 'tertawanya'. Heraclitus berpendapat bahwa substansi alamiah suka 'menyembunyikan diri'. Menurutnya jika segala sesuatu selalu bergerak berubah, maka jika ada muda ada tua, jika ada awal tentu ada akhir, sehingga menuju keadaan yang seimbang yang dia sebut 'harmony'. Pemikiran Heraclitus banyak mempengaruhi Plato dan Aristotle. Aliran Heraclitus sering disebut 'Heracliteans'. Heraclitus meninggal dalam keadaan yang menyedihkan dengan kerusakan pada matanya.

Socrates (469-399 BC) disebut juga orang suci, 'nabi', dan sekaligus guru dalam filsafat. Dengan metode pemikirannya yang lebih terkenal dengan sebutan 'elenchus' dia banyak memberikan kontribusi pada ranah 'etika' yang terutamanya pada aspek diskusi dan menelurkan konsep 'pedagogy' atau model dialog orang dewasa. Dimana model pengajaran yang baik menurut Socrates adalah dengan memperhatikan latar belakang dan pengetahuan seorang murid, situasi personal dan lingkungan sekitar. Dia juga banyak menyumbang untuk epistemology (sifat, keluasan, dan batasan-batasan pengetahuan) dan logic (mengemukakan alasan, argumentasi, dan ide dalm kerangka dialektika). Namun sayangnya, Socrates tidak menuliskan pemikirannya dalm bentuk teks. Pemikirannya malah diketahui dari tulisan-tulisan muridnya seperti Plato dan Aristotle. Metode 'elencus' nya banyak dipakai untuk kalangan praktisi hukum modern sekarang ini. Dia memulai pertanyaannya dengan mempersoalkan 'Apakah sebenarnya keadilan itu?'. Dia beranjak pada kesimpulan bahwa keadilan adalah universal dan itu dibentuk dari fakta-fakta yang spesifik. Metode ini lebih dikenal dengan istilah 'inductive reasoning' yaitu menarik kesimpulan dari hal yang sifatnya khusus (potongan-potongan fakta) menuju hal yang sifatnya umum (gambar besar). Dia menjelaskan metodenya dengan berani dihadapan para juri (kumpulan hakim pemutus) tentang nilai-nilai moral mereka yang salah. Socrates sering dihubungkan dengan istilah 'paradox' dengan pernyataannya, 'Saya ini orang yang tidak tahu apapun sama sekali'. Socrates lebih sering nangkring di pasar Athena untuk menghindari istrinya yang cerewet. Dari pada bekerja untuk keperluan hidupnya, dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan berdebat mengenai pemikirannya dan kritik-kritiknya tentang 'conventional wisdom' pada masa itu. Menurutnya, kekayaan materi itu tidak penting, yang terlebih penting adalah pertemanan dan solidaritas dalam sebuah komuniti. Karena pemikirannya yang radikal, Socrates dianggap telah 'meracuni' pemikiran anak-anak muda dan 'menipiskan' keyakinan akan agama, akhirnya dia dihukum mati. Sebenarnya dia bisa lolos dari tahanan karena para pengikutnya bisa menyuap penjaga tahanannya, namun dia memilih untuk tetap tinggal dan menunggu kematian. Keputusan sikapnya didasarkan pada beberapa alasan yaitu: (1) Lari dari kematian bagi seorang filosofer adalah pengkhianatan bagi keyakinannya akan sebuah ajaran kebenarannya; (2) Lari dari kematian hanyalah akan membuktikan pada pengikutnya bahwa ajarannya layak dipertanyakan; dan (3) Dia percaya pada kosep 'social contract' bahwa semua warga negara adalah sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, dan dia juga harus menerima hukuman mati sebagaimana itu juga bisa terjadi pada orang lain. Demi mempertahankan 'konsistensi' nya dia akhirnya meminum racun dan mati dengan tenang dipangkuan para pengikutnya.

Adalah Plato (427-347 BC) yang memulai pemikiran kritisnya dengan mengambil contoh orang yang dipenjara di goa bawah tanah dan dirantai sejak kecil. Tahanan ini hanya bisa melihat apa yang ada di depannya. Api disampingnya membentuk obyek bayangan di dinding goa. Plato menarik kesimpulan bahwa pengetahuan kita tentang subyek nyata tidak lengkap ibarat tahanan dalam goa. Melalui filsafat dan refleksi kecerdasan, kita bisa melarikan diri dari 'dunia bayang-bayang yang semu' dan melihat kenyataan yang sebenarnya. Jika seseorang balik ke 'dunia goa' maka bagi Plato itu adalah sesuatu yang menggelikan. Dia mencontohkan bentuk-bentuk pohon dimana semuanya pendek tapi selalu ada yang lebih tinggi atau paling tinggi. Namun kita tetap bisa mengatakan bahwa itu adalah sebuah pohon. Jadi dia berkesimpulan bahwa bentuk dari sebuah gagasan akan sesuatu adalah tetap dan itu hanya bisa dipahami oleh orang yang menggunakan 'otak'nya. Berdasarkan perenungannya inilah Plato mengemukakan teorinya yang terkenal dengan nama 'teori bentuk" (theory of forms). Pemikiran plato banyak diapresiasi sejak kecil dimana 'pemikirannya sangat cepat' (cerdas) tapi dia sangat sederhana dan rendah hati. Bagi generasi sebelumnya pemikiran Plato adalah 'buah manis' akan semangat dan kerja kerasnya akan 'kesukaannya pada belajar'. Plato adalah murid Socrates yang mati menggenaskan. Pemikirannya yang terkenal adalah konsep tentang jiwa manusia yang terdiri dari appetite, spirit dan reason. Menurutnya orang yang masih terlalu banyak memikirkan perut, dia lebih produktif dan cocok untuk jadi 'pekerja'. Mereka yang terorientasi pada dada, dia lebih bersifat protektif dan suka melindungi dengan penuh keberanian dan kekuatannya, dan cocok jadi ksatria atau military. Terakhir, Plato merujuk pada kepala, dia lebih cerdas, rasional, bisa mengkontrol diri dan membuat keputusan, keputusan dalam sebuah komuniti, dan dia adalah kalangan pemikir atau raja. Plato menggarisbawahi bahwa tipe 'kepala' atau pemikir ironisnya justru yang jarang diketemukan. Dalam bukunya 'Sophist', para filsuf dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang berjuang untuk kahyangan dan dunia yang ideal, mempertahankan substansi pemikiran yang fundamental untuk mencapai keadaan yang benar-benar nyata dan ada, yang dia sebut dengan golongan 'dewa' atau disebut juga 'idealist'. Sebaliknya ada golongan filsuf yang disebut 'raksasa' yang bertarung untuk bumi, dimana 'sesuatu' adalah primer dan layak dipertahankan, Plato menyebut mereka sebagai kalangan 'materialists'. Menurutnya pertarungan besar antara idealists dan materialists tak akan pernah selesai dan tidak ada yang kalah atau menang. Plato banyak menelurkan scholars dan salah satu muridnya yang terkenal adalah Aristotle. Plato mengakhiri hidupnya dengan menyedihkan yaitu sebagai tahanan rumah Dionysius II, seorang 'tyrant muda'. Sebelum akhirnya dia dibunuh di Sicily. Sampai sekarang kuburannya belum pernah diketemukan.

Untuk sementara, saya tidak berusaha menarik kesimpulan karena tulisan kecil saya anggap kurang valid untuk sebuah kesimpulan. Saya hanya mencoba menggarisbawahi begitu kelamnya kehidupan philosophers jaman dulu, dan kita sungguh beruntung sekarang dapat memakai pemikiran-pemikirannya tanpa menanggung resiko seperti mereka. Bagi saya, mereka adalah pahlawan sejati meskipun tanpa pedang atau tombak di tangan, tapi mereka punya keyakinan atas sebuah pemikiran..


Bersambung... (Aristotle, Thomas Aquinas & Rene Descartes).


Khoo Ping Hoo dan Video Games

Khoo Ping Hoo dan Video Games


Arif Rohman



Saya semenjak masih SD sangat menyukai bacaan komik silat seperti Khoo Ping Hoo, Gan KL, Khu Lung, Chin Yung, Gan KH, OKT, dan Batara. Saya tidak tahu kenapa. Tapi yang pasti, komik-komik sejenis Khoo Ping Hoo hampir rata-rata kebanyakan sang tokoh biasanya adalah orang yang miskin, sengsara, teraniaya, tak berdaya. Selanjutnya entah itu karena nasib baik atau kemauan yang keras, biasanya dia bertemu dengan guru-guru atau tokoh dunia persilatan yang kondang dan sakti. Disitulah dia mendapat pencerahan dan moment terselamatkan hidupnya. Seperti titik balik.. Setelah itu sang pendekar biasanya sangat lugu kemudian turun gunung dan mengamalkan ilmunya demi kebaikan (menentang kejahatan). Pas turun gunung inilah si tokoh menjadi pribadi yang matang. Seperti ungkapan 'pintar didapat di sekolahan, dewasa didapat di luar sekolahan'. Dan biasanya dalam cerita-cerita, dengan keberaniannya dan kegagahannya (hohan) dia kemudian mendapat julukan tayhiap (pendekar besar) atas prestasinya di dunia kangouw (wuxia=jianghu) dan biasanya jago-jago kosen yang sudah senior (para loocianpwee) biasanya pingin menguji sang tokoh yang baru muncul. Jamak dalam cerita-cerita biasanya jago muda karena darahnya masih segar dan semangatnya masih tinggi kemudian bisa melewati batas para loocianpwee tersebut (semisal Kwee Ceng mengalahkan si telunjuk budha dari selatan, yoko mengalahkan si botak dari mongol, thio bu kie mengalahkan si bikhuni kematian dari gobypay, dan seterusnya). Makanya dikenal istilah 'di atas langit masih ada langit'. Ilmu itu tidak statis namun berkembang terus.. Sebagaimana Thio Sam Hong jebolan Shaolin menciptakan ilmu baru yang beda dengan ajaran shaolin yang mengandung kecepatan dan kekuatan, tapi malah dia menciptakan jurus Tai Chi yang justru kebalikannya yaitu mengandalkan ketenangan dan kelembutan, dan selanjutnya dia mendirikan perguruan Butongpay yang ga kalah kerennya.. Padahal dijaman itu, siapa yang berani menggunakan jurus selain perguruan bakalan dicap murtad! Nasib Thio Sam Hong dulu ga kalah sengsaranya. Dia adalah kacung di kuil Shaolin dan tidak pernah diajarkan Kungfu. Tapi justru dia diajari oleh tukang masak dari Shaolin yang justru menguasai ilmu tertinggi Shaolin yaitu Kiu Yang Sinkang (ilmu pukulan sembilan matahari). Setelah diusir dari Shaolin karena membela gurunya si tukang masak akhirnya dia berjualan tahu di pasar untuk hidup. Tapi intan tetaplah intan, biarpun namanya diubah, biarpun dia ditempatkan diantara batu-batuan, biarpun dia kena lumpur, dia akan tetap berkilau.. Komik silat semacam Khoo Ping Hoo disamping mengajarkan kerasnya kehidupan, buku-buku ini juga mengajarkan pentingnya menuntut ilmu, menghormati ibu bapak, menghargai rakyat jelata, keberanian memperjuangkan kebenaran, kesetaraan gender (laki-laki dan perempuan sama peluangnya untuk jadi pendekar), dan yang terakhir adalah CINTA TANAH AIR, seperti dalam cerita PATRIOT PADANG RUMPUT ataupun PENDEKAR SETENGAH JURUS. Tapi sayang komik-komik ini sudah langka, kalah dengan television, cinema dan video game. Ironis.. Anaqk Huang Shi Kwan (pendekar dari Shaolin, kamar 34) memberikan anaknya 2 pilihan, pedang atau mainan. Semoga anakku nanti kalo dah gedhe dan bisa baca lebih memilih Khoo Ping Hoo daripada video games.. Huahaha..!!Armidale, April 2009.


Influence Factors of Children Who Had Committed Murders in Bandung West Java (2000).

Sebotol Anggur Coonawarra, La Trobe University dan Ideologi Kiri

Sebotol Anggur Coonawarra, La Trobe University dan Ideologi Kiri


Arif Rohman



Jum'at malam pukul 7 tepat sebuah mobil abu-abu lewat di depan flatku. Aku beranjak turun dan memasuki mobilnya dan duduk disampingnya. Kami meluncur ke sebuah restoran China 'Mun Hing' untuk makan malam. Tapi kami tidak langsung masuk karena, malam itu terlalu pagi untuk sekedar makan..

Kami berjalan menyusuri lorong sepi sampai ke sebuah market. Kami berjalan menuju arah sudut yang paling kanan. Disitu adanya cuma botol-botol beraneka ragam yang indah.. Terkesan mahall!! Ini dia wine dari kampungku, serunya sambil menunjuk sebotol anggur coonawarra dari South Eastern Australia. Kamu mau ini?? Ini dari kampungku.. Kampungku!! Teriaknya padaku. Aku hanya tersenyum kecil.. Aku kemudian membayarnya dengan uang 50 an dollar dan membawa botol itu yang sudah dibungkus kertas coklat.

Mun Hing Restoran..!! Sebuah restoran China yang terkenal di kota ini. Kami berdua layaknya dua orang yang super cuek dan cewawakan segera masuk dan memesan tempat untuk dua orang. Kami mendapatkan tempat duduk paling pojok, bersampingan dengan sebuah keluarga dengan 2 anak kecilnya. Kami kemudian makan spring role sambil ketawa-ketawa bebas ngomongin tentang banjarmasin, bali, jogja, jakarta dan travel warning, dimana semua pelajar, mahasiswa dan dosen begitu sulitnya pergi liburan ke Indonesia. Sementara Indonesia hanya memberikan ijin untuk para pemakai visa, itupun harus bayar mahal dan cuma untuk waktu 1 bulan saja. Jadi aku mengerti kenapa setelah bom bali angka turis menurun, bukan karena bom balinya saja, tapi kebijakan 30 hari pemerintah yang bikin orang Australia terlalu cepat untuk menikmati keindahan Indonesia yang terpapar dari Sabang sampai Merauke. Kami tahu di Australia orthodox makan tidak boleh sambil bicara, tapi kami melanggar adat itu. Hihi.. Dua orang teman beda benua asyik menikmati malam dan hanya ada canda tawa.

Ceritakan aku tentang kampungmu!! Aku meminta dia cerita. Dia pun bercerita dengan penuh kebanggaan.. Di tempatku itu kota kecil. Banyak dari kami yang menanam anggur dan mengolahnya sendiri untuk dijual dalam bentuk wine. Kami bisa tahu mana anggur yang baik, anggur yang disimpan seratus tahun malah semakin enak, anggur yang diminum setelah 5 tahun semakin enak, atau anggur yang justru harus diminum sebelum tahun tertentu agar rasanya tidak hilang. Dan khusus anggur ini harus diminum dalam keadaan dingin. Kalau tidak tastenya bakal hilang.. Dia bercerita sambil memegang botol anggur dari kampungnya. Seorang pelayan cantik, masih muda datang ke meja kami dengan membawa tempat es khusus untuk menaruh botol wine supaya dingin.. Aku pernah lihat di library. Kayaknya dia ngambil communication studies.. Malam semakin larut, obrolan semakin kacau, kami terlarut dalam obrolan sehingga tidak menyadari kalau orang-orang sudah pada pergi.

Ceritakan aku tentang ideologimu!! Kataku ke dia. Dia pun bercerita dengan penuh semangat.. Keluarga kami di South Eastern Australia dibesarkan dalam tradisi kiri. Ideologi kami adalah ideologi kiri. Jadi kami kemana saja selalu ikut organisasi buruh. Ikut partai ya pasti partai buruh. Kami selalu jadi ketuanya. Kamu tahu ga La Trobe University? Dia didirikan tahun 1960'an bareng dengan Flinders University.. Mereka adalah dua organisasi kiri. Tahun pertama yang kuliah adalah orang-orang miskin kelas bawah. Mereka bangga kuliah di dua university ini. La Trobe dan Flinders adalah bagaikan dua saudara menentang hegemony University of Sydney, UNSW ataupun University of Melbourne. Aku pernah menjadi ketua mahasiswa di Flinders. Jadi La Trobe University itu universitas yang bagus. Universitas yang kiri, jadi kalau mau belajar ideologi yang kuat kamu harus kuliah di sana. Ideologi itu penting.. Kamu harus ngelanjutin studi kamu ke sana! La Trobe University..

Hmm.. Aku tersenyum simpul. La Trobe University.. Terlalu muluk buat aku untuk bisa study kesana.. Tapi entah kenapa nama university ini sudah memenangkan ruang dalam hatiku.. University ini seperti akrab di hatiku.. Semoga ini benar-benar de javu.. Kami segera membayar dan pergi. Dalam perjalanan pulang aku lebih banyak diam. Dia pun tersenyum padaku.. 'Suatu saat kamu pasti bisa study kesana', katanya padaku.. Huahahaha!! Tertawaku kencang.. Tanda keceriaanku dah muncul kembali. Tanda semangat itu telah datang kembali..

Armidale, 2 April 2009.






Dua Wanita Tua

Dua Wanita Tua


Arif Rohman



Petang itu dua orang wanita tua menyambutku di depan pintu. Dari wajahnya tergurat keceriaan. Mereka mengundangku dinner di rumahnya di Moshmann St. Jarang sebenarnya seseorang mengundang makan malam jika tidak mengenal betul personality orang yang diundang. Mereka berumur sekitar 70 'an. Yang satu adalah pensiunan social worker dari Deakin University dan yang satunya lagi adalah lawyer dari University of Sydney. Mereka tidak menikah dan tidak punya saudara. Hidup sendiri. Aktivitas mereka hanya membaca novel, memasak, berkebun, menulis diary dan mendengarkan musik.

Dua orang wanita tua duduk melingkar di sebuah meja yang bersih dan putih. Dibentangkannya garpu besar dan garpu kecil disebelah kiriku sementara sendok besar, sendok kecil dan pisau makan di sebelah kananku. Sebuah lilin besar dinyalakan, lampu dimatikan membuat suasana jadi tambah mengesankan. Dua buah kartu ucapan selamat diberikan kepadaku. Disisipkannya sebuah kado kecil. Aku membuka kartu-kartu dan kado itu dengan meminta ijin sebelumnya. Mereka sepertinya gembira dan meminta aku untuk segera membukanya. Yang pertama adalah sebuah kartu berwarna biru langit dengan isinya yang bertuliskan 'Wishing you a very happy birthday' dan yang satunya kartu seukuran dua ujung jemariku bergambar rose dengan tulisan 'Happy birthday and Love'. Indah sekali.. Dua kata sederhana tapi mengingatkanku kalau masih ada cinta di dunia ini. Kubuka kado kecil itu, isinya sebuah pena merek parker yang indah. Katanya, sekarang jaman modern dan komputer tapi kamu masih butuh pulpen untuk menulis. Pulpen yang berwarna perak, indah, elegan itu dibelikan khusus untukku.. Aku terharu dengan kedua wanita tua itu. Aku mengagumi kedua wanita itu. Yang satu menguasai bahasa France, Germany dan sebuah dictionary selalu terbuka di salah satu mejanya. Hal yang tidak pernah aku lihat di Indonesia yang kecintaan akan bahasanya sendiri mulai diragukan. Hampir setiap rumah memiliki Oxford Dictionary. Aku hanya tersenyum kecut.. Tidak pernah kulihat seseorang di Indonesia menyimpan Kamus Bahasa Indonesia di rumahnya. Sedangkan nenek tua yang satunya walaupun sudah berkepala tujuh tapi masih sekolah dan mengambil jurusan ilmu komputer. Sekali lagi aku tersenyum pelan.. Di Indonesia nenek tua dianggap tidak tahu diri kalau masih kuliah dan paling-paling kerjaannya hanya momong cucu.

Dua wanita tua menemani aku berbincang ditemani segelas kecil rum, segelas anggur merah dan secawan teh buatan Cina. Kehangatan minuman itu semakin menambah kehangatan diantara kami. Makanan dan minuman terkadang bisa menjembatani pertemanan diantara beberapa manusia. Diantara senyum, gelak tawa, menyusup susana kehangatan yang mengingatkanku pada Ibu dan keluargaku.. Secuil keju kumasukkan ke dalam mulutku yang menambah gairah persaudaraan di malam itu.

Dua orang wanita tua berbisik ingin mendengarkan harapanku. Di sini sebuah mimpi, sebuah harapan, sebuah cita-cita sekecil apapun itu selalu dihargai.. Aku bercerita tentang bintang dan rembulan. Tentang angin, api dan sejuknya air. Aku bercerita tentang laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung. Mereka terpesona mendengarkan ceritaku. Dan entah kenapa dua nenek tua itu menangis. Aku tidak tahu kenapa mereka harus menangis. Bukankah ini hari ulang tahunku? Tak seharusnya mereka menangis.. Bukankah bintang, rembulan, angin, api, air, laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung adalah sesuatu yang biasa kita temui dalam hidup? Mengapa harus menangis? Dan dari kedua bibir mungil dua wanita tua itu keluarlah beberapa patah katanya kepadaku, 'For I know the plans I have for you declares the Lord, plans to prosper you and not to harm you. Plans to give you hope and a future..'

Akankah do'a dua wanita tua akan mengubah jalan hidupku? Akankah do'a dua wanita tua itu mampu mengetuk jiwa sang maha pencipta? Aku tidak tahu.. Benar-benar tidak tahu.. Kucium kedua tangannya, sebagaimana akar budaya Jawa yang kuat tertanam dalam jiwaku.. Mereka terharu akan budaya ketimuran yang luhur dan merekapun kemudian memberikan ciuman sayang padaku. Hangat sekali. Aku merasakan nuansa kehangatan dan ketulusan. Kehangatan yang menyeruak di dinginnya malam pada pukul sepuluh. Akupun berunjuk pamit. Dua wanita tua itupun menangis.. Menangisi kepergianku dengan doa-doanya.. Kulihat dari jauh mereka masih berdiri di depan pintu rumah dengan ribuan air mata yang mengalir di sela-sela pipinya. Kugenggam tanganku erat-erat, kupaksakan terus melangkah, walaupun dinginnya kota menyergapku dari segala arah. Heaven knows...

Armidale, March 2009.


Sunday, 20 July 2008

Email Nyasar dari - Gelandangan Masa Kini

Email Nyasar dari - Gelandangan Masa Kini


Ini email nyasar atau memang ditujukan kepada saya, saya tidak tahu... Berikut emailnya :

Suatu kali pernah mendengar nama Parsudi. Dulu sekali. Tidak pernah mengenal beliau secara pribadi. Hanya sepintas lalu. Melalui nara sumber katanya lalu membaca profil beliau dari berbagai sumber, sepertinya saya bisa mengenal setingkat lebih tinggi. Membuat hati ingin berguru padanya. Namun sayang, sudah terlambat. Begitu juga dengan salah satu penulis yang mengupas secara detail beliau (Walau agak sedikit sulit dimengerti. Setidaknya bisa dipahami). Mengamati dari jauh perjalanannya yang panjang. Mundur hitungan hari ke masa lalu, pernah ada yang berkata, "Saya takut, ngeri tinggal di Jakarta". Sudah teraba maksud kalimat singkat, walau tidak jelas. Abstrak apa yang ditakutinya karena terlihat dengan jelas di mata, bahwa si pengucap, akan menjadi sesuatu kelak. Tak terucap. Ada rasa takut mendahului yang maha kuasa. Terlihat dari jauh, sepertinya sedikit demi sedikit sesuatu yang tak ter visualisasikan kala itu, mulai nampak siluetnya. Kecintaannya pada sang bunda, membuat jalannya dipermudah. Dari cara merangkaikan huruf untuk menjadi kata, terjalin menjadi kalimat yang kemudian dikumpul menjadi paragraf. Tampak seperti film yang diputar, jelas wujudnya. "Sesuatu". Orang awam itu dikaruniai kemampuan yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Sepertinya, dia tidak menyadarinya. Atau pura2 tidak menyadarinya? Selalu saja sebegitu rendahnya merendahkan diri di depan publik. Kadang terlihat begitu meyakini diri sendiri. Sekarang, nyata di depan mata. Jangan kau pungkiri lagi.




ASTHA BRATA

Kerajaan Astina dan Amartha sedang bergejolak. Pasca kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam perang maha bharata, negara yang sekarang sudah menjadi satu itu bukannya malah sejahtera tapi justru makin kacau. Kondisi ini diperparah dengan rumor bahwa Semar tidak mau lagi tinggal di istana. Usut punya usut, Bethara Ismaya yang namanya pernah mengguncang langit ini justru lebih suka tinggal di pertapaan Parikesit cucu Arjuna. Ternyata Semar telah jatuh hati padanya. Dalam cintanya, dia berikan sumpahnya. Barang siapa menyakiti Parikesit, sama saja dengan menyakiti dirinya. Dalam sayangnya, dia berikan petuah-petuah bijaknya. Petuah itu adalah Astha Brata (Matahari, Rembulan, Awan, Bintang, Air, Angin, Bumi dan Api). Berikut adalah wejangan Semar pada Parikesit :

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti MATAHARI….?”
“Matahari selalu menerangi dan memberikan cahayanya tanpa kenal lelah. Begitu juga para penguasa. Penguasa yang baik harus selalu mengingat tujuan mereka yaitu mengabdi pada bangsa dan negaranya dengan sungguh-sungguh, tanpa pamrih dan tidak pernah mengeluh...”.

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti REMBULAN….?”.
“Rembulan memancarkan cahayanya di kala bumi sedang gelap gulita. Penguasa yang baik harus bisa memunculkan ide-ide, inovasi dan kreativitas. Mereka dituntut untuk mempunyai visi yang jelas dan membawa pencerahan bagi rakyat yang dipimpinnya…”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti AWAN….?”
“Awan selalu menakutkan bagi setiap orang karena menandakan akan datangnya hujan yang terkadang disertai badai, hujan, guntur dan lain sebagainya. Padahal datangnya awan belum pasti diikuti hujan. Penguasa yang baik harus bisa berwibawa, trengginas dan disegani oleh rakyatnya. Namun demikian, ketika rakyatnya dalam kesulitan dengan serta merta dia akan menolong secepatnya…”.

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti BINTANG…..?”
“Bintang selalu memberikan petunjuk bagi orang yang kehilangan arah. Karena itulah penguasa yang baik harus bisa menunjukkan dan memperbaiki segala bentuk pemyimpangan-penyimpangan yang membahayakan kepentingan rakyatnya…”.

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti AIR…..?”
“Air merupakan sumber kehidupan. Dia selalu menetes ke bawah. Demikian juga dengan penguasa. Penguasa yang baik harus bisa menyelami dan mendalami kebutuhan rakyatnya. Dia selalu tenang, sehingga segala kebijakan dan tingkah polahnya tidak akan bertentangan dengan kepentingan rakyatnya….”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti ANGIN…..?”
“Angin selalu berubah-ubah dan bergerak ke arah 5 penjuru. Seorang penguasa yang baik harus bisa bergaul dengan siapa saja dan masuk ke dalam setiap lapisan rakyatnya, sehingga tercipta komunikasi dan silaturahmi untuk menunjang pembangunan yang dilaksanakannya….”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti BUMI…..?”
“Bumi adalah lambang kesuburan dan kemakmuran. Penguasa yang baik harus menomorsatukan kesejahteraan rakyatnya, sehingga rakyatnya dapat hidup dengan tenteram dan bahagia serta mencintai penguasa yang telah memenuhi kebutuhan hidupnya….”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti API…..?”
“Api sifatnya panas dan bisa membakar apa saja. Penguasa yang baik harus bisa membakar semangat para rakyatnya agar terus maju dan tidak putus asa dalam melakukan pekerjaannya. Dia adalah kehidupan dan sekaligus energi kedua bagi seluruh rakyatnya. Lebih mementingkan penyelesaian masalah daripada memperdebatkannya….”

“Kenapa semua nampaknya berat..? Saya tidak sanggup. Lebih baik badan sahaya dimakan murkanya Bethari Durga, dari pada saya menjadi penguasa yang salah sedikit sahaja, bisa membuat rakyat sahaya menderita. Sahaya tidak sanggup… Sungguh sahaya tidak sanggup…”.

“Karena itulah aku memilihmu, ngger cah bagus… Karena inti dari semua wejanganku adalah mau berkorban. Dari situlah dia akan berusaha bekerja keras siang malam untuk kemakmuran rakyatnya. Kemudian seluruh rakyat akan mendukungnya. Karena tidak bisa disebut penguasa kalau tanpa ada pendukungnya. Kamu terpilih ngger... Kamulah orangnya… Kamulah penguasa itu… Kamulah pemimpin itu…”.

Sejak dipimpin Parikesit, Negara Astina-Amartha makmur sejahtera. Tidak ada keangkaramurkaan. Cerita wayang mengalami kemandegan. Tidak ada cerita lagi yang patut diceritakan. Semua sudah sesuai dengan pakem. Dan itulah akhir dari sebuah pewayangan. Akhir dari sebuah drama kehidupan….

April 15, 2007