IBU PENJUAL KUE DAN ANAKNYA
“Sreeng..., sreng...” bunyi potongan tahu tenggelam dalam minyak goreng yang telah mendidih. Pukul 03.10 WIB, seorang Ibu yang memiliki 4 orang anak sedang sibuk membuat barang dagangannya (pisang goreng, tahu isi, tempe goreng, dsb) yang akan dijual setelah matahari terbit nanti. Di belakangnya, terdengar bunyi “sreg, sreg, sreg....” berulang-ulang gesekan parut dan singkong mentah, salah seorang anaknya membantu menyiapkan bahan jajanan.
“Cepat sedikit, Nang! Tahu isinya sudah hampir selesai”, sang Ibu memerintahkan anaknya.
“iya, Bu” sahut anaknya dan sembari mengusulkan, “apa mas dan adik perlu dibangunkan untuk membantu kita?”.
“Tidak usah, asal kamu bekerja capat saja bisa selesai. Mereka mungkin masih capek menyiapkan bahan yang semalam.” Jawab sang Ibu.
Beberapa saat hanya berisik suara dapur yang terdengar. Tiba-tiba sang anak bertanya kepada sang Ibu, “Bu, uang kuliah Mas belum dibayar yah? Padahal paling lambat hari Senin depan”.
“Nanti pasti dapat rejeki, semoga jajanan kita laris dan tidak ada yang kembali”, jawab sang Ibu dengan santai walaupun dengan kerut wajah serius melihat ke arah penggorengannya.
“Bu, bagaimana kalo tahun ini saya tidak usah kuliah? Saya kuliah tahun depan saja, ngurus kuliahnya Mas saja dulu.”
Tanpa rasa cemas sang Ibu memberikan jawaban yang meyakinkan sang anak, “Kamu kuliah tahun ini memang Ibu tidak punya uang. Kamu kuliah tahun depan, Ibu juga tidak punya uang. Mendingan... kamu kuliah secepatnya tahun ini!”.
Sang Ibu kemudian bercerita, “ Hmm...kemarin tetangga sebelah bikin telinga Ibu panas, Nang. Dia mengoceh, “memangnya kalau waktu orang asik tidur, kita sibuk-sibuk bekerja...bisa naik haji apa?!”. Itu maksudnya menyindir Ibu. Tapi biarkan saja. Tidak usah didengar. Investasi Ibu hanya pada kalian, pada anak-anak Ibu. Makanya, Ibu selalu berdoa..”cepatlah malam dan cepatlah siang”. Ibu pengin cepat melihat keluarga siapa di daerah ini yang paling berhasil nanti. Tidak terasa ‘kan... sudah 3 tahun kita berjualan sejak Bapak kamu bikin bangkrut perusahaan kita sehingga Ibu lepas perusahaan ke Oom kamu dan kamu sudah mau lulus SMA sekarang”.
Sang anak dengan perasaan bergejolak berujar, “ Jangan kuatir, Bu. Kita pasti “juara” dan akan kita “kuasai” daerah ini seperti dulu! Saya pasti bisa membiayai Ibu naik haji! ”
Hampir 12 tahun telah berlalu.....
ketiga anak Ibu tersebut telah menjadi sarjana dan si bungsu masih kuliah;
sang anak telah menjadi manager yang cukup disegani di suatu lembaga;
sang kakak bekerja sembari menjaga sang Ibu;
sang adik menjadi karyawan di instansi pemerintahan di ibukota, bahkan telah mendapatkan gelar double “Master” dari dalam dan luar negeri.
Ibu penjual kue itu sendiri telah menunaikan Ibadah Haji dengan sang kakak tahun lalu.
Diceritakan oleh: Mokhammad Khoiri
Arif Rohman
Staff of Directorate General for Rehabilitation and Social Services, the Ministry of Social Affairs RI.
Qualifications:
University of New England
MA Women's and Gender Studies
University of Indonesia
MA Urban Studies
Bandung School of Social Work
BSW Social Work
Email: arif_rohman@hotmail.com
Research Experiences:
Rumours and Realities of Marriage Practices in Contemporary Samin Society: A Study of The Samin People of Klopoduwur, Blora, Central Java (2009), Homelessness in Senen Jakarta (2004), The Influence Factors of Children Who Had Committed Murders in Bandung West Java (2000).
Friday 12 March 2010
Sunday 19 July 2009
Kisah Syaikh San'an
Kisah Syaikh San'an
Syaikh San'an orang suci di zamannya, dan telah menyempurnakan dirinya hingga ke tingkat yang tinggi. Lima puluh tahun lamanya ia tinggal dalam pengasingan diri bersama empat ratus muridnya yang melatih diri siang dan malam. Syaikh itu banyak ilmunya dan dianugerahi petunjuk lahir dan batin. Sebagian besar hidupnya telah dilewatkannya dalam ibadah-ibadah haji ke Mekah. Salat dan puasanya tiada terhitung lagi dan ia tak meninggalkan sedikit pun amalan-amalan Ahlus sunnah. Ia dapat melakukan keajaiban-keajaiban, dan nafasnya menyembuhkan mereka yang sakit dan menderita.Suatu malam ia bermimpi pergi dari Mekah ke Yunani dan di sana menyembah patung; dan terjaga dicekam sedih dari mimpi yang menekan ini, ia pun berkata pada murid-muridnya, "Aku harus segera berangkat ke Yunani hendak melihat apakah aku dapat menemukan arti impian ini."Bersama empat ratus muridnya ia meninggalkan Ka'bah dan pada waktunya sampailah ia ke Yunani. Mereka pun berjalan dari ujung ke ujung negeri itu, dan suatu hari kebetulan tiba di tempat di mana terlihat seorang dara sedang duduk di langkan. Dara ini orang Nasrani, dan airmukanya menunjukkan bahwa ia memiliki pembawaan suka merenungkan masalah-masalah mengenai Tuhan. Keindahannya bagai matahari dalam seri kegemilangannya, dan keagungannya bagai nama-nama rasi bintang. Karena cemburu akan seri cahaya si dara, bintang pagi pun lama melena di atas rumahnya. Siapa terjerat hatinya di rambut gadis itu akan mengenakan tali pinggang orang Nasrani, dan yang nafsunya hinggap pada manikam mirah bibirnya akan merasa kebingungan. Pagi tampak lebih hitam warnanya karena rambut hitam gadis itu, dan negeri Yunani tampak berkeriput karena keindahan tahi lalatnya. Kedua matanya umpan bagi para pencinta, dan kedua alisnya yang melengkung merupakan dua bilah sabit di atas bulan kembar. Bila tenaga membuat biji matanya bersinar, seratus hati pun menjadi mangsanya. Wajahnya berbinar bagai nyala api yang hidup, dan manikam mirah bibirnya yang basah dapat membuat semesta dunia dahaga. Bulu-bulu matanya yang lunglai ialah seratus pisau belati, dan mulutnya begitu mungil sehingga kata-kata saja pun tak dapat lalu. Pinggangnya, lampai bagai sehelai rambut, terhimpit sepanjang lingkar zunnarnya2 dan lekuk perak dagunya begitu menghidupkan bagai khotbah-khotbah Isa.Bila ia mengangkat sesudut cadarnya, hati syaikh itu pun berkobar; dan seutas rambut saja mengikat pinggangnya dengan seratus zunnar layaknya. Tak dapat ia mengalihkan matanya dari gadis Nasrani ini, dan sedemikian besar cintanya hingga maksudnya terluncur dari tangannya. Kekufuran dari rambut si gadis menghamburkan diri pada keimanan Syaikh itu. Syaikh itu pun berseru, "O betapa hebat cinta yang kurasakan terhadapnya ini. Bila agama membebaskan kita, alangkah beruntungnya hati!"Ketika pengikut-pengikutnya mengerti apa yang telah terjadi dan mengetahui keadaan yang melibatnya, mereka pun pusing memikirkannya. Sebagian mulai menyadarkannya, tetapi ia tak mau mendengarkan. Ia hanya berdiri saja siang dan malam, matanya tertuju ke langkan dan mulutnya ternganga. Bintang-bintang yang bersinar bagai lelampu meminjam panas dari orang suci yang terbakar hatinya ini. Cintanya tumbuh membesar hingga ia lupa diri. "O Rabbi," doanya, "dalam hidup hamba ini, hamba telah berpuasa dan menderita, tetapi belum pernah hamba menderita seperti ini; hamba dalam azab. Malam sepanjang dan sehitam rambutnya. Di manakah lampu Sorga? Adakah keluhan-keluhan hamba telah memadamkannya ataukah lampu itu menyembunyikan diri lantaran cemburu? Di manakah nasib baik hamba? Mengapakah ia tak menolong hamba mendapatkan cinta gadis itu? Dimanakah akal budi hamba agar hamba dapat mempergunakan pengetahuan hamba? Di manakah tangan hamba untuk menyucikan kepala hamba? Di manakah kaki hamba untuk berjalan mendapatkan kekasih hamba, dan mata hamba untuk melihat wajahnya? Di manakah kekasih hamba yang akan memberikan hatinya pada hamba? Apakah artinya cinta ini, duka ini, kepedihan ini?"Sahabat-sahabat syaikh itu datang lagi padanya. Seorang berkata, "Sadarlah Tuan dan enyahkan godaan ini. Berpeganglah pada diri Tuan sendiri dan lakukan sesuci yang ditetapkan." Jawab syaikh itu, "Tidakkah kalian tahu bahwa malam ini aku telah melakukan seratus kali sesuci, dan dengan darah hatiku?" Yang lain berkata, "Di manakah untaian tasbih Tuan? Bagaimana dapat Tuan berdoa tanpa itu?" Jawabnya, "Telah kucampakkan untaian tasbihku agar aku dapat mengenakan zunnar orang Nasrani." Yang lain lagi berkata, "O syaikh yang suci, bila Tuan berdosa lekaslah bertaubat." "Aku bertaubat kini," jawabnya, "karena telah mengikuti hukum yang benar, dan aku hanya ingin meninggalkan hal yang bukan-bukan itu." Seorang lagi berkata, "Tinggalkan tempat ini dan pergilah menyembah Tuhan." Jawabnya, "Kalau saja patung pujaanku di sini, akan layaklah bagiku untuk bersujud di hadapannya." Yang lain berkata, "Kalau demikian, Tuan tidak pula berusaha untuk bertaubat! Apakah Tuan bukan lagi pengikut Islam?" Jawab Syaikh itu, "Tiada orang yang bertaubat lebih dari aku, merasa menyesal bahwa selama ini aku tak pernah bercinta." Yang lain lagi berkata, "Neraka menunggu Tuan bila Tuan terus juga di jalan ini; jagalah diri Tuan, maka Tuan pun akan terhindar daripadanya." Jawabnya, "Jika adalah neraka, maka itu hanyalah dari keluhan-keluhanku, yang akan mengisi tujuh neraka."Mengetahui bahwa kata-kata mereka tak membekas sedikit pun pada syaikh itu meskipun mereka memohon padanya sepanjang malam, maka mereka pun pergi. Sementara itu, pagi yang bagai orang Turki dengan pedang dan perisai emas memenggal kepala malam yang hitam sehingga dunia angan-angan pun mandi terang matahari. Syaikh itu, sebagai barang permainan cintanya, berkeliaran bersama anjing-anjing, dan sebulan lamanya duduk di jalan itu dengan harapan akan melihat wajah sang gadis. Debu ialah tempat tidurnya dan ambang pintu rumah gadis itu bantalnya.Kemudian, mengetahui bahwa syaikh itu putus asa dalam bercinta, gadis Nasrani yang jelita itu pun mengenakan cadarnya, lalu keluar dan berkata padanya, "O syaikh, bagaimana maka kau, seorang zahid, begitu mabuk dengan anggur kemusyrikan, dan duduk di sebuah jalanan Nasrani dalam keadaan demikian? Bila kau memujaku seperti ini, kau akan jadi gila." Jawab syaikh itu, "Ini karena kau telah mencuri hatiku. Kembalikan hatiku itu atau sambut cintaku. Bila kau menghendaki, akan kukorbankan hidupku untukmu, tetapi kau dapat memulihkannya kembali dengan sentuhan bibirmu. Karena kau, hatiku terbakar. Telah kutumpahkan airmata bagai hujan, dan mataku tak dapat melihat lagi. Di mana hatiku, di sana hanyalah darah. Andaikan aku dapat menjadi satu denganmu, hidupku akan pulih kembali. Kau matahari, aku bayang-bayangnya. Aku orang yang tiada berarti lagi, tetapi bila kau mau mengindahkan diriku, aku akan menguasai tujuh kubah dunia di bawah sayapku. Kumohon padamu, jangan tinggalkan aku!""O kau peliur tua!" kata gadis itu, "tidakkah kau malu menggunakan kapur barus untuk kain kafanmu? Mestinya kau malu menyarankan hubungan mesra padaku dengan nafasmu yang dingin! Lebih baik kau bungkus dirimu dengan kain kafan ketimbang kauhabiskan waktumu memikirkan aku. Kau tak mungkin menimbulkan cinta. Pergilah!"Syaikh itu menjawab, "Katakan sesukamu, namun aku cinta padamu. Tak peduli apakah kita tua atau muda, cinta mempengaruhi segala hati."Gadis itu berkata, "Baiklah, kalau kau tak bisa ditolak, dengarkan aku. Kau harus meninggalkan Islam; karena cinta yang tak menyamakan dirinya dengan yang dicintainya hanyalah sekedar warna dan wangian."Kata syaikh itu, "Akan kulakukan apa yang kauinginkan. Akan kusanggupi segala yang kauperintahkan, kau dengan tubuhmu yang bagai perak: Aku hambamu. Ikatkan seutas rambutmu yang ikal di leherku sebagai tanda pengabdianku.""Jika kau seorang pengamal dari apa yang kau katakan," kata gadis Nasrani itu, "kau harus melakukan empat perkara ini: bersujudlah di muka patung-patung itu, bakarlah Quran, minumlah anggur, dan tutuplah mata terhadap agamamu." Syaikh itu berkata, "Aku mau minum anggur demi kecantikanmu, tetapi ketiga perkara yang lain tak dapat kulakukan." "Baiklah," kata gadis itu, "mari minum anggur bersamaku, kemudian kau pun akan segera mau menerima syarat-syarat yang lain itu."Dibawanya syaikh itu ke kuil para sahir di mana ia melihat sebuah perjamuan yang sangat aneh. Mereka duduk pada suatu pesta di mana wanita penjamunya terkenal kecantikannya. Gadis itu mengunjukkan satu piala anggur pada sang syaikh, dan ketika syaikh itu menyambutnya dan memandang kedua manikam mirah bibir kekasihnya yang tersenyum, bagai dua tutup kotak perhiasan, api pun berkorbar dalam kalbunya dan aliran darah menderas ke matanya. Ia berusaha mengingat kembali kitab-kitab suci tentang agama yang telah dibaca dan ditulisnya, dan Quran yang begitu dikenalnya; tetapi ketika anggur mengalir dari piala ke dalam perutnya, ia pun lupa akan semua itu; pengetahuan ruhaninya hilang lenyap. Ia pun kehilangan kemauannya yang bebas dan membiarkan hatinya terluncur lepas dari tangan. Ketika ia berusaha menyentuh leher si gadis, gadis itu pun berkata, "Kau hanya pura-pura mencintai. Kau tak mengerti rahasia cinta. Jika kau merasa yakin akan cintamu, kau akan dapat menemukan jalan ke ikal rambutku yang berlingkar-lingkar. Tenggelamkan dirimu dalam kekufuran lewat ikal rambutku yang kusut; selusuri ikal rambutku, dan tanganmu pun akan dapat menyentuh leherku. Tetapi jika kau tak mau mengikuti cara ;yang kutunjukkan itu, bangkitlah dan pergi; dan pakailah jubah serta tongkat orang fakir."Mendengar ini, syaikh yang mabuk cinta itu merasa tak berdaya; dan kini ia pun menyerah tanpa ribut-ribut lagi kepada nasibnya. Anggur yang telah diminumnya membuat kepalanya jadi segoyah kompas. Anggur itu tua dan cintanya muda. Bagaimana ia tak akan mabuk dan tenggelam dalam cinta?"O Seri Cahaya Bulan," katanya, "katakan padaku apa yang kauinginkan. Jika aku bukan penyembah patung selagi aku masih sadar, maka kini di saat aku mabuk akan kubakar Quran di muka patung pujaan."Jelita muda itu berkata, "Kini kau benar-benar suamiku. Kau pantas bagiku. Selama ini kau mentah dalam cinta, tetapi setelah memperoleh pengalaman kau pum matang. Bagus!"Ketika orang orang Nasrani mendengar bahwa syaikh itu telah memeluk agama mereka, maka mereka bawa dia, masih dalam mabuk, masuk ke gereja, dan mereka katakan padanya agar mengenakan zunnar. Ia lakukan ini dan ia campakkan jubah darwisnya ke dalam api, ia tinggalkan agamanya dan ia patuhi kebiasaan-kebiasaan agama Nasrani.Ia pun berkata pada gadis itu, "O puteri yang menawan hati, tiada seorang pun yang pernah berbuat bagi seorang wanita sejauh yang kulakukan itu. Aku telah menyembah patung-patung pujaanmu, aku telah minum anggur, dan aku telah meninggalkan agamaku yang sejati. Semua ini kulakukan demi cinta padamu dan agar aku dapat memilikimu."Lagi gadis itu pun berkata padanya, "Peliur tua, budak cinta, bagaimana mungkin wanita seperti aku menyatukan diri dengan seorang fakir? Aku membutuhkan uang dan emas, dan karena kau tak punya apa-apa, enyahlah kau sama sekali." Kata Syaikh itu, "O wanita jelita, tubuhmu pohon saru dan dadamu perak. Jika kautolak aku, kau akan mendorongku ke dalam putus asa. Pikiran untuk memiliki dirimu telah melemparkan aku dalam kekalutan. Lantaran kau kawan-kawanku telah menjadi musuhku. Seperti kau, demikianlah mereka; apa dayaku kini? O kekasihku, lebih baik aku di neraka bersama kau ketimbang di sorga tanpa kau."Akhirnya gadis itu merasa kasihan, dan syaikh itu pun menjadi suaminya, dan mulai pula gadis itu merasakan nyala cinta. Tetapi untuk mengujinya lagi, gadis itu berkata" "Kini, sebagai maskawin, o manusia tak sempurna, pergilah menjaga babi-babiku selama setahun, dan kemudian kita akan melewatkan hidup kita bersama-sama dalam suka atau duka!" Tanpa membantah, syaikh yang berkiblat pada Ka'bah ini, orang suci ini, menyerah untuk menjadi penjaga babi.Dalam fitrah kita masing-masing ada seratus babi. Wahai kalian yang tak berarti apa-apa, kalian hanya memikirkan bahaya yang melibat syaikh itu! Sedang bahaya itu terdapat dalam diri kita masing-masing, dan menegakkan kepala sejak saat kita mulai melangkah di jalan pengenalan-diri. Jika kalian tak mengenal babi-babi kalian sendiri, maka kalian tak mengenal Jalan itu. Tetapi jika kalian tempuh perjalanan itu, kalian akan memergoki seribu babi --seribu patung pujaan. Halaukan babi-babi ini, bakar patung-patung pujaan ini di dataran cinta; atau jika tidak, kalian akan serupa syaikh itu, dihinakan cinta.Maka kemudian, ketika tersiar kabar bahwa syaikh itu telah menjadi seorang Nasrani, sahabat-sahabatnya amat bersedih hati, dan semua menjauhinya, kecuali seorang yang berkata padanya, "Ceritakan pada kami rahasia peristiwa ini agar kami dapat menjadi orang-orang Nasrani bersama Tuan. Kami tak ingin Tuan tinggal dalam kemurtadan seorang diri; maka kami akan mengenakan zunnar orang Nasrani. Jika Tuan tak berkenan, kami akan kembali ke Ka'bah dan menghabiskan waktu kami dalam berdoa agar tak melihat apa yang kami lihat sekarang ini.Syaikh itu berkata, "Jiwaku penuh duka. Pergilah ke mana kau suka. Adapun bagiku, gereja ini tempatku, dan gadis Nasrani itu tertakdir bagiku. Tahukah kau. mengapa kau bebas? Itu karena kau tak berada dalam keadaan seperti aku. Jika kau berada dalam keadaan demikian, tentulah aku akan mempunyai kawan dalam percintaanku yang malang. Maka kembalilah, sahabatku sayang, ke Ka'bah, karena tak seorang pun akan dapat ikut pula merasakan keadaanku yang sekarang ini. Jika mereka nanti menanyakan tentang diriku, katakanlah, "Matanya berlumur darah, mulutnya penuh racun; ia tetap berada dalam rahang naga-naga kekerasan. Tiada kafir 'yang akan bersedia melakukan apa yang telah diperbuat si Muslim sombong ini lantaran pengaruh nasib. Seorang gadis Nasrani telah menjerat leher si Muslim itu dengan jerat dari seutas rambutnya'." Dengan kata-kata itu ia pun memalingkan muka dari sahabatnya lalu kembali ke kawanan babinya.Para pengikutnya yang selama itu mengawasi dari jauh, menangis pedih. Akhirnya mereka pun menempuh perjalanan kembali ke Ka'bah, dan dengan malu dan bingung menyembunyikan diri di sudut.Di Ka'bah ada seorang sahabat syaikh itu, orang yang bijak dan berada di Jalan yang benar. Tak seorang pun yang lebih mengenal syaikh itu ketimbang dia, meskipun dia tak ikut menyertainya ke Yunani. Ketika orang ini menanyakan kabar sahabatnya, murid-murid pun menceritakan segala yang telah menimpa syaikh itu, dan mereka menanyakan cabang-pohon yang buruk manakah telah menusuk dadanya, dan apakah ini telah terjadi karena kehendak nasib. Mereka katakan bahwa seorang gadis kufur telah mengikatnya dengan seutas rambut saja dan menghalanginya dari seratus jalan agama Islam. "Dia bermain-main dengan rambut ikal dan tahi lalat gadis itu, dan telah membakar khirka-nya.3 Dia telah meninggalkan agamanya dan kini dengan mengenakan zunnar ia menjaga sekawanan babi. Tetapi sungguhpun ia telah mempertaruhkan jiwanya sendiri, namun kami rasa masih ada harapan."Mendengar ini, wajah, sahabat itu pun berubah warnanya jadi keemasan, dan ia mulai meratap pedih. Kemudian katanya, "Kawan dalam kesusahan, menurut agama tak pandang laki-laki atau perempuan. Bila seorang kawan yang menderita kesusahan membutuhkan pertolongan, kadang-kadang terjadilah bahwa hanya seorang saja dalam seribu yang mungkin berguna." Kemudian disesalkannya mereka yang meninggalkan syaikh itu dan dikatakannya bahwa seharusnya mereka jadi orang-orang Nasrani pula demi syaikh itu. Tambahnya, "Kawan harus tetap menjadi kawan. Dalam kesusahanlah kalian akan mengetahui pada siapa kalian dapat menggantungkan diri; sebab dalam kebahagiaan kalian akan mempunyai seribu kawan. Kini di saat syaikh itu jatuh ke rahang buaya setiap orang menjauhkan diri darinya agar tetap dapat menjaga nama baik mereka sendiri. Bila kalian jauhi dia karena peristiwa yang aneh ini, mestinya kalian harus diuji dan dinyatakan lemah.""Kami menawarkan diri untuk tinggal bersama dia," kata mereka, "dan malah bersedia pula untuk menjadi penyembah patung. Tetapi ia orang yang berpengalaman dan bijak, dan kami percaya padanya, sehingga ketika ia mengatakan pada kami agar pergi, kami pun kembali ke sini."Sahabat yang setia itu menjawab, "Bila kalian benar-benar ingin berbuat, kalian harus mengetuk pintu Tuhan; maka dengan doa, kalian akan diterima di hadirat-Nya. Mestinya kalian bermohon pada Tuhan buat syaikh kalian, masing-masing dengan doa sendiri; dan mengetahui keadaan kalian yang bingung, Tuhan tentu akan mengembalikan dia pada kalian. Mengapa kalian enggan mengetuk pintu Tuhan?"Mendengar itu, mereka pun malu mengangkat kepala. Tetapi sahabat setia itu berkata, "Kini bukan saatnya untuk menyesal. Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Mari kita baring di debu dan menyelubungi diri kita dengan pakaian doa permohonan agar kita dapat menyembuhkan pemimpin kita!"Murid-murid itu pun segera berangkat ke Yunani, dan setiba di sana tinggal berada di dekat syaikh.Empat puluh hari empat puluh malam mereka berdoa. Selama empat puluh hari empat puluh malam ini mereka tidak makan dan tidak tidur; mereka tak mengenyam roti maupun air. Akhirnya kekuatan doa orang-orang yang tulus ini terasa di langit. Para malaikat dan para pemimpin malaikat, dan sekalian Orang Suci yang berjubah hijau di puncak-puncak bukit dan di lembah-lembah, kini berdandan, dengan pakaian berkabung. Panah doa itu telah mencapai sasarannya. Ketika pagi tiba, angin sepoi yang membawa bau kesturi berhembus halus menimpa sahabat setia yang sedang berdoa dalam biliknya, dan dunia pun tersingkap di muka mata batiniyah. Ia melihat Nabi Muhammad datang mendekat, gemilang bagai pagi, dua ikal rambutnya tergerai di dadanya; bayang-bayang Tuhan ialah matahari wajahnya, damba seratus dunia terikat pada setiap helai rambutnya. Senyumnya yang ramah menarik semua orang kepadanya. Sahabat setia itu bangkit dan berkata, "O Rasulullah, pemimpin sekalian makhluk, tolonglah kami! Syaikh kami telah sesat. Tunjukkan jalan padanya, kami mohon pada Tuan dengan nama Tuhan Yang Maha Tinggi!"Muhammad bersabda, "O kau yang melihat segala sesuatu dengan mata batin, berkat usahamu maka hasrat-hasratmu yang suci dikabulkan. Antara syaikh dan Tuhan sudah lama ada noda hitam, aku telah melimpahkan embun doa permohonan dan telah menebarkannya di debu hidupnya. Ia telah bertaubat dan dosanya pun terhapus. Kesalahan-kesalahan dari seratus dunia pun dapat lenyap dalam uap saat pertaubatan. Bila lautan rasa persahabatan menggerakkan ombak-ombaknya terhapuslah dosa laki-laki dan wanita."Sahabat setia itu berseru gembira, membuat seluruh langit bergetar. Ia berlari menyampaikan kabar gembira itu pada kawan-kawannya, lalu sambil menangis karena gembiranya ia bergegas ke tempat di mana syaikh menjaga babi-babinya. Tetapi syaikh itu laksana api, laksana orang yang diterangi cahaya. Ia telah melepaskan tali pinggang Nasraninya, membuang ikat pinggang itu, merobek kerudung kemabukan dari kepalanya dan meninggalkan kenasraniannya. Ia merasa dirinya sebagai semula, dan sambil mengucurkan airmata penyesalan diangkatnya kedua belah tangannya ke langit; segala yang telah ditinggalkannya --Al-Quran, segala kerahasiaan dan ramalan, datang kembali padanya, dan ia pun terbebas dari nestapa dan kebodohannya.Mereka berkata padanya, "Inilah saat bersyukur. Nabi telah mengantara bagi Tuan. Bersyukurlah pada Tuhan yang telah mengangkat Tuan dari lautan kegelapan dan menempatkan kaki Tuan di Jalan Terang."Segera setelah itu, syaikh itu pun mengenakan kembali khirkanya, melakukan sesuci, dan kemudian berangkat ke Hejaz.Sementara yang demikian itu terjadi, si gadis Nasrani dalam mimpinya melihat matahari turun kepadanya, dan mendengar kata-kata ini, "Ikuti syaikhmu, peluk agamanya, jadilah debunya. Kau kotor, jadilah suci seperti dia kini. Kau telah membawa dia ke jalanmu, sekarang ikuti jalan yang ditempuhnya."Ia pun terjaga; cahaya merekah menerangi jiwanya, dan timbul keinginannya hendak pergi mencari. Tetapi ketika disadarinya bahwa ia seorang diri saja, dan tak tahu jalan, maka kegembiraannya berubah menjadi kesedihan dan ia pun lari ke luar hendak membuang keresahan dalam pikirannya. Kemudian ia pun berangkat mencari syaikh dan murid-muridnya; tetapi dalam keadaan letih dan bingung, bersimbah peluh, ia menjatuhkan dirinya ke tanah dan berseru, "Semoga Tuhan Sang Pencipta mengampuni diriku! Aku perempuan, muak dengan hidup ini. Jangan kecewakan aku lantaran telah menyengsarakanmu karena kebodohanku, dan lantaran kebodohan itu telah banyak kuperbuat kesalahan. Lupakan kejahatan yang telah kuperbuat. Kini aku mengakui Kepercayaan yang benar."Suara batin membuat syaikh tahu akan seruan itu. Ia pun berhenti dan katanya, "Gadis remaja itu bukan kafir lagi. Cahaya telah datang padanya dan ia telah mengikuti Jalan kita. Mari kita kembali. Dapatlah kini mengikatkan diri dengan mesra pada patung pujaan itu4 tanpa dosa."Tetapi sahabat-sahabatnya berkata, "Kini apalah gunanya segala taubat dan penyesalan "Tuan! Hendak kembalikah Tuan pada kekasih Tuan?" Syaikh itu pun memberitahukan pada mereka tentang suara yang telah didengarnya, dan mengingatkan mereka bahwa ia telah meninggalkan sikapnya yang lama. Maka mereka pun kembali hingga tiba di tempat gadis itu terbaring. Wajah gadis itu telah berwarna kuning keemasan, kakinya telanjang, pakaiannya koyak-moyak. Ketika syaikh membungkuk padanya, gadis itu pingsan. Ketika ia sadar kembali, airmatanya jatuh bagai embun dari bunga-bunga mawar, dan ia pun berkata, "Aku merasa begitu malu karena kau. Singkapkan tabir rahasia itu dan ajarkan Islam padaku agar aku dapat berjalan di Jalan itu."Ketika patung pujaan yang jelita ini akhirnya tergolong di antara orang-orang yang beriman, para sahabat syaikh itu mengucurkan airmata kegirangan. Tetapi hati gadis itu tak sabar menunggu pembebasan dirinya dari kesedihan. "O, Syaikh," katanya, "kekuatanku lenyap. Aku ingin meningggalkan dunia yang berdebu dan bising ini. Selamat tinggal, Syaikh San'an. Aku mengakui segala kesalahanku. Maafkan aku, dan biarlah aku pergi."Maka alkamar keindahan ini, yang telah menempuh separoh dari hidupnya, mengiraikan hidup itu dari tangannya. Matahari bersembunyi di balik awan sementara ruh jelita gadis itu melepaskan diri dari jasadnya. Dia, setitik air di lautan khayali, telah kembali ke lautan hakiki.Kita semua akan berlalu bagai angin; dia telah pergi dan kita pun bakal pergi pula. Peristiwa-peristiwa demikian sering terjadi di jalan cinta. Ada keputusasaan dan belas kasihan, angan-angan dan kepastian. Meskipun jasad nafsu tak dapat memahami rahasia-rahasia itu, namun kemalangan tak mungkin memukul-lepas bola polo kemujuran. Kita harus mendengar dengan telinga hati dan pikiran, bukan dengan telinga jasmani. Pergulatan jiwa dan jasad nafsu tiada akhirnya. Merataplah! Karena ada alasan buat berduka.
Source:Musyawarah Burung (Mantiqu't-Thair)
Syaikh San'an orang suci di zamannya, dan telah menyempurnakan dirinya hingga ke tingkat yang tinggi. Lima puluh tahun lamanya ia tinggal dalam pengasingan diri bersama empat ratus muridnya yang melatih diri siang dan malam. Syaikh itu banyak ilmunya dan dianugerahi petunjuk lahir dan batin. Sebagian besar hidupnya telah dilewatkannya dalam ibadah-ibadah haji ke Mekah. Salat dan puasanya tiada terhitung lagi dan ia tak meninggalkan sedikit pun amalan-amalan Ahlus sunnah. Ia dapat melakukan keajaiban-keajaiban, dan nafasnya menyembuhkan mereka yang sakit dan menderita.Suatu malam ia bermimpi pergi dari Mekah ke Yunani dan di sana menyembah patung; dan terjaga dicekam sedih dari mimpi yang menekan ini, ia pun berkata pada murid-muridnya, "Aku harus segera berangkat ke Yunani hendak melihat apakah aku dapat menemukan arti impian ini."Bersama empat ratus muridnya ia meninggalkan Ka'bah dan pada waktunya sampailah ia ke Yunani. Mereka pun berjalan dari ujung ke ujung negeri itu, dan suatu hari kebetulan tiba di tempat di mana terlihat seorang dara sedang duduk di langkan. Dara ini orang Nasrani, dan airmukanya menunjukkan bahwa ia memiliki pembawaan suka merenungkan masalah-masalah mengenai Tuhan. Keindahannya bagai matahari dalam seri kegemilangannya, dan keagungannya bagai nama-nama rasi bintang. Karena cemburu akan seri cahaya si dara, bintang pagi pun lama melena di atas rumahnya. Siapa terjerat hatinya di rambut gadis itu akan mengenakan tali pinggang orang Nasrani, dan yang nafsunya hinggap pada manikam mirah bibirnya akan merasa kebingungan. Pagi tampak lebih hitam warnanya karena rambut hitam gadis itu, dan negeri Yunani tampak berkeriput karena keindahan tahi lalatnya. Kedua matanya umpan bagi para pencinta, dan kedua alisnya yang melengkung merupakan dua bilah sabit di atas bulan kembar. Bila tenaga membuat biji matanya bersinar, seratus hati pun menjadi mangsanya. Wajahnya berbinar bagai nyala api yang hidup, dan manikam mirah bibirnya yang basah dapat membuat semesta dunia dahaga. Bulu-bulu matanya yang lunglai ialah seratus pisau belati, dan mulutnya begitu mungil sehingga kata-kata saja pun tak dapat lalu. Pinggangnya, lampai bagai sehelai rambut, terhimpit sepanjang lingkar zunnarnya2 dan lekuk perak dagunya begitu menghidupkan bagai khotbah-khotbah Isa.Bila ia mengangkat sesudut cadarnya, hati syaikh itu pun berkobar; dan seutas rambut saja mengikat pinggangnya dengan seratus zunnar layaknya. Tak dapat ia mengalihkan matanya dari gadis Nasrani ini, dan sedemikian besar cintanya hingga maksudnya terluncur dari tangannya. Kekufuran dari rambut si gadis menghamburkan diri pada keimanan Syaikh itu. Syaikh itu pun berseru, "O betapa hebat cinta yang kurasakan terhadapnya ini. Bila agama membebaskan kita, alangkah beruntungnya hati!"Ketika pengikut-pengikutnya mengerti apa yang telah terjadi dan mengetahui keadaan yang melibatnya, mereka pun pusing memikirkannya. Sebagian mulai menyadarkannya, tetapi ia tak mau mendengarkan. Ia hanya berdiri saja siang dan malam, matanya tertuju ke langkan dan mulutnya ternganga. Bintang-bintang yang bersinar bagai lelampu meminjam panas dari orang suci yang terbakar hatinya ini. Cintanya tumbuh membesar hingga ia lupa diri. "O Rabbi," doanya, "dalam hidup hamba ini, hamba telah berpuasa dan menderita, tetapi belum pernah hamba menderita seperti ini; hamba dalam azab. Malam sepanjang dan sehitam rambutnya. Di manakah lampu Sorga? Adakah keluhan-keluhan hamba telah memadamkannya ataukah lampu itu menyembunyikan diri lantaran cemburu? Di manakah nasib baik hamba? Mengapakah ia tak menolong hamba mendapatkan cinta gadis itu? Dimanakah akal budi hamba agar hamba dapat mempergunakan pengetahuan hamba? Di manakah tangan hamba untuk menyucikan kepala hamba? Di manakah kaki hamba untuk berjalan mendapatkan kekasih hamba, dan mata hamba untuk melihat wajahnya? Di manakah kekasih hamba yang akan memberikan hatinya pada hamba? Apakah artinya cinta ini, duka ini, kepedihan ini?"Sahabat-sahabat syaikh itu datang lagi padanya. Seorang berkata, "Sadarlah Tuan dan enyahkan godaan ini. Berpeganglah pada diri Tuan sendiri dan lakukan sesuci yang ditetapkan." Jawab syaikh itu, "Tidakkah kalian tahu bahwa malam ini aku telah melakukan seratus kali sesuci, dan dengan darah hatiku?" Yang lain berkata, "Di manakah untaian tasbih Tuan? Bagaimana dapat Tuan berdoa tanpa itu?" Jawabnya, "Telah kucampakkan untaian tasbihku agar aku dapat mengenakan zunnar orang Nasrani." Yang lain lagi berkata, "O syaikh yang suci, bila Tuan berdosa lekaslah bertaubat." "Aku bertaubat kini," jawabnya, "karena telah mengikuti hukum yang benar, dan aku hanya ingin meninggalkan hal yang bukan-bukan itu." Seorang lagi berkata, "Tinggalkan tempat ini dan pergilah menyembah Tuhan." Jawabnya, "Kalau saja patung pujaanku di sini, akan layaklah bagiku untuk bersujud di hadapannya." Yang lain berkata, "Kalau demikian, Tuan tidak pula berusaha untuk bertaubat! Apakah Tuan bukan lagi pengikut Islam?" Jawab Syaikh itu, "Tiada orang yang bertaubat lebih dari aku, merasa menyesal bahwa selama ini aku tak pernah bercinta." Yang lain lagi berkata, "Neraka menunggu Tuan bila Tuan terus juga di jalan ini; jagalah diri Tuan, maka Tuan pun akan terhindar daripadanya." Jawabnya, "Jika adalah neraka, maka itu hanyalah dari keluhan-keluhanku, yang akan mengisi tujuh neraka."Mengetahui bahwa kata-kata mereka tak membekas sedikit pun pada syaikh itu meskipun mereka memohon padanya sepanjang malam, maka mereka pun pergi. Sementara itu, pagi yang bagai orang Turki dengan pedang dan perisai emas memenggal kepala malam yang hitam sehingga dunia angan-angan pun mandi terang matahari. Syaikh itu, sebagai barang permainan cintanya, berkeliaran bersama anjing-anjing, dan sebulan lamanya duduk di jalan itu dengan harapan akan melihat wajah sang gadis. Debu ialah tempat tidurnya dan ambang pintu rumah gadis itu bantalnya.Kemudian, mengetahui bahwa syaikh itu putus asa dalam bercinta, gadis Nasrani yang jelita itu pun mengenakan cadarnya, lalu keluar dan berkata padanya, "O syaikh, bagaimana maka kau, seorang zahid, begitu mabuk dengan anggur kemusyrikan, dan duduk di sebuah jalanan Nasrani dalam keadaan demikian? Bila kau memujaku seperti ini, kau akan jadi gila." Jawab syaikh itu, "Ini karena kau telah mencuri hatiku. Kembalikan hatiku itu atau sambut cintaku. Bila kau menghendaki, akan kukorbankan hidupku untukmu, tetapi kau dapat memulihkannya kembali dengan sentuhan bibirmu. Karena kau, hatiku terbakar. Telah kutumpahkan airmata bagai hujan, dan mataku tak dapat melihat lagi. Di mana hatiku, di sana hanyalah darah. Andaikan aku dapat menjadi satu denganmu, hidupku akan pulih kembali. Kau matahari, aku bayang-bayangnya. Aku orang yang tiada berarti lagi, tetapi bila kau mau mengindahkan diriku, aku akan menguasai tujuh kubah dunia di bawah sayapku. Kumohon padamu, jangan tinggalkan aku!""O kau peliur tua!" kata gadis itu, "tidakkah kau malu menggunakan kapur barus untuk kain kafanmu? Mestinya kau malu menyarankan hubungan mesra padaku dengan nafasmu yang dingin! Lebih baik kau bungkus dirimu dengan kain kafan ketimbang kauhabiskan waktumu memikirkan aku. Kau tak mungkin menimbulkan cinta. Pergilah!"Syaikh itu menjawab, "Katakan sesukamu, namun aku cinta padamu. Tak peduli apakah kita tua atau muda, cinta mempengaruhi segala hati."Gadis itu berkata, "Baiklah, kalau kau tak bisa ditolak, dengarkan aku. Kau harus meninggalkan Islam; karena cinta yang tak menyamakan dirinya dengan yang dicintainya hanyalah sekedar warna dan wangian."Kata syaikh itu, "Akan kulakukan apa yang kauinginkan. Akan kusanggupi segala yang kauperintahkan, kau dengan tubuhmu yang bagai perak: Aku hambamu. Ikatkan seutas rambutmu yang ikal di leherku sebagai tanda pengabdianku.""Jika kau seorang pengamal dari apa yang kau katakan," kata gadis Nasrani itu, "kau harus melakukan empat perkara ini: bersujudlah di muka patung-patung itu, bakarlah Quran, minumlah anggur, dan tutuplah mata terhadap agamamu." Syaikh itu berkata, "Aku mau minum anggur demi kecantikanmu, tetapi ketiga perkara yang lain tak dapat kulakukan." "Baiklah," kata gadis itu, "mari minum anggur bersamaku, kemudian kau pun akan segera mau menerima syarat-syarat yang lain itu."Dibawanya syaikh itu ke kuil para sahir di mana ia melihat sebuah perjamuan yang sangat aneh. Mereka duduk pada suatu pesta di mana wanita penjamunya terkenal kecantikannya. Gadis itu mengunjukkan satu piala anggur pada sang syaikh, dan ketika syaikh itu menyambutnya dan memandang kedua manikam mirah bibir kekasihnya yang tersenyum, bagai dua tutup kotak perhiasan, api pun berkorbar dalam kalbunya dan aliran darah menderas ke matanya. Ia berusaha mengingat kembali kitab-kitab suci tentang agama yang telah dibaca dan ditulisnya, dan Quran yang begitu dikenalnya; tetapi ketika anggur mengalir dari piala ke dalam perutnya, ia pun lupa akan semua itu; pengetahuan ruhaninya hilang lenyap. Ia pun kehilangan kemauannya yang bebas dan membiarkan hatinya terluncur lepas dari tangan. Ketika ia berusaha menyentuh leher si gadis, gadis itu pun berkata, "Kau hanya pura-pura mencintai. Kau tak mengerti rahasia cinta. Jika kau merasa yakin akan cintamu, kau akan dapat menemukan jalan ke ikal rambutku yang berlingkar-lingkar. Tenggelamkan dirimu dalam kekufuran lewat ikal rambutku yang kusut; selusuri ikal rambutku, dan tanganmu pun akan dapat menyentuh leherku. Tetapi jika kau tak mau mengikuti cara ;yang kutunjukkan itu, bangkitlah dan pergi; dan pakailah jubah serta tongkat orang fakir."Mendengar ini, syaikh yang mabuk cinta itu merasa tak berdaya; dan kini ia pun menyerah tanpa ribut-ribut lagi kepada nasibnya. Anggur yang telah diminumnya membuat kepalanya jadi segoyah kompas. Anggur itu tua dan cintanya muda. Bagaimana ia tak akan mabuk dan tenggelam dalam cinta?"O Seri Cahaya Bulan," katanya, "katakan padaku apa yang kauinginkan. Jika aku bukan penyembah patung selagi aku masih sadar, maka kini di saat aku mabuk akan kubakar Quran di muka patung pujaan."Jelita muda itu berkata, "Kini kau benar-benar suamiku. Kau pantas bagiku. Selama ini kau mentah dalam cinta, tetapi setelah memperoleh pengalaman kau pum matang. Bagus!"Ketika orang orang Nasrani mendengar bahwa syaikh itu telah memeluk agama mereka, maka mereka bawa dia, masih dalam mabuk, masuk ke gereja, dan mereka katakan padanya agar mengenakan zunnar. Ia lakukan ini dan ia campakkan jubah darwisnya ke dalam api, ia tinggalkan agamanya dan ia patuhi kebiasaan-kebiasaan agama Nasrani.Ia pun berkata pada gadis itu, "O puteri yang menawan hati, tiada seorang pun yang pernah berbuat bagi seorang wanita sejauh yang kulakukan itu. Aku telah menyembah patung-patung pujaanmu, aku telah minum anggur, dan aku telah meninggalkan agamaku yang sejati. Semua ini kulakukan demi cinta padamu dan agar aku dapat memilikimu."Lagi gadis itu pun berkata padanya, "Peliur tua, budak cinta, bagaimana mungkin wanita seperti aku menyatukan diri dengan seorang fakir? Aku membutuhkan uang dan emas, dan karena kau tak punya apa-apa, enyahlah kau sama sekali." Kata Syaikh itu, "O wanita jelita, tubuhmu pohon saru dan dadamu perak. Jika kautolak aku, kau akan mendorongku ke dalam putus asa. Pikiran untuk memiliki dirimu telah melemparkan aku dalam kekalutan. Lantaran kau kawan-kawanku telah menjadi musuhku. Seperti kau, demikianlah mereka; apa dayaku kini? O kekasihku, lebih baik aku di neraka bersama kau ketimbang di sorga tanpa kau."Akhirnya gadis itu merasa kasihan, dan syaikh itu pun menjadi suaminya, dan mulai pula gadis itu merasakan nyala cinta. Tetapi untuk mengujinya lagi, gadis itu berkata" "Kini, sebagai maskawin, o manusia tak sempurna, pergilah menjaga babi-babiku selama setahun, dan kemudian kita akan melewatkan hidup kita bersama-sama dalam suka atau duka!" Tanpa membantah, syaikh yang berkiblat pada Ka'bah ini, orang suci ini, menyerah untuk menjadi penjaga babi.Dalam fitrah kita masing-masing ada seratus babi. Wahai kalian yang tak berarti apa-apa, kalian hanya memikirkan bahaya yang melibat syaikh itu! Sedang bahaya itu terdapat dalam diri kita masing-masing, dan menegakkan kepala sejak saat kita mulai melangkah di jalan pengenalan-diri. Jika kalian tak mengenal babi-babi kalian sendiri, maka kalian tak mengenal Jalan itu. Tetapi jika kalian tempuh perjalanan itu, kalian akan memergoki seribu babi --seribu patung pujaan. Halaukan babi-babi ini, bakar patung-patung pujaan ini di dataran cinta; atau jika tidak, kalian akan serupa syaikh itu, dihinakan cinta.Maka kemudian, ketika tersiar kabar bahwa syaikh itu telah menjadi seorang Nasrani, sahabat-sahabatnya amat bersedih hati, dan semua menjauhinya, kecuali seorang yang berkata padanya, "Ceritakan pada kami rahasia peristiwa ini agar kami dapat menjadi orang-orang Nasrani bersama Tuan. Kami tak ingin Tuan tinggal dalam kemurtadan seorang diri; maka kami akan mengenakan zunnar orang Nasrani. Jika Tuan tak berkenan, kami akan kembali ke Ka'bah dan menghabiskan waktu kami dalam berdoa agar tak melihat apa yang kami lihat sekarang ini.Syaikh itu berkata, "Jiwaku penuh duka. Pergilah ke mana kau suka. Adapun bagiku, gereja ini tempatku, dan gadis Nasrani itu tertakdir bagiku. Tahukah kau. mengapa kau bebas? Itu karena kau tak berada dalam keadaan seperti aku. Jika kau berada dalam keadaan demikian, tentulah aku akan mempunyai kawan dalam percintaanku yang malang. Maka kembalilah, sahabatku sayang, ke Ka'bah, karena tak seorang pun akan dapat ikut pula merasakan keadaanku yang sekarang ini. Jika mereka nanti menanyakan tentang diriku, katakanlah, "Matanya berlumur darah, mulutnya penuh racun; ia tetap berada dalam rahang naga-naga kekerasan. Tiada kafir 'yang akan bersedia melakukan apa yang telah diperbuat si Muslim sombong ini lantaran pengaruh nasib. Seorang gadis Nasrani telah menjerat leher si Muslim itu dengan jerat dari seutas rambutnya'." Dengan kata-kata itu ia pun memalingkan muka dari sahabatnya lalu kembali ke kawanan babinya.Para pengikutnya yang selama itu mengawasi dari jauh, menangis pedih. Akhirnya mereka pun menempuh perjalanan kembali ke Ka'bah, dan dengan malu dan bingung menyembunyikan diri di sudut.Di Ka'bah ada seorang sahabat syaikh itu, orang yang bijak dan berada di Jalan yang benar. Tak seorang pun yang lebih mengenal syaikh itu ketimbang dia, meskipun dia tak ikut menyertainya ke Yunani. Ketika orang ini menanyakan kabar sahabatnya, murid-murid pun menceritakan segala yang telah menimpa syaikh itu, dan mereka menanyakan cabang-pohon yang buruk manakah telah menusuk dadanya, dan apakah ini telah terjadi karena kehendak nasib. Mereka katakan bahwa seorang gadis kufur telah mengikatnya dengan seutas rambut saja dan menghalanginya dari seratus jalan agama Islam. "Dia bermain-main dengan rambut ikal dan tahi lalat gadis itu, dan telah membakar khirka-nya.3 Dia telah meninggalkan agamanya dan kini dengan mengenakan zunnar ia menjaga sekawanan babi. Tetapi sungguhpun ia telah mempertaruhkan jiwanya sendiri, namun kami rasa masih ada harapan."Mendengar ini, wajah, sahabat itu pun berubah warnanya jadi keemasan, dan ia mulai meratap pedih. Kemudian katanya, "Kawan dalam kesusahan, menurut agama tak pandang laki-laki atau perempuan. Bila seorang kawan yang menderita kesusahan membutuhkan pertolongan, kadang-kadang terjadilah bahwa hanya seorang saja dalam seribu yang mungkin berguna." Kemudian disesalkannya mereka yang meninggalkan syaikh itu dan dikatakannya bahwa seharusnya mereka jadi orang-orang Nasrani pula demi syaikh itu. Tambahnya, "Kawan harus tetap menjadi kawan. Dalam kesusahanlah kalian akan mengetahui pada siapa kalian dapat menggantungkan diri; sebab dalam kebahagiaan kalian akan mempunyai seribu kawan. Kini di saat syaikh itu jatuh ke rahang buaya setiap orang menjauhkan diri darinya agar tetap dapat menjaga nama baik mereka sendiri. Bila kalian jauhi dia karena peristiwa yang aneh ini, mestinya kalian harus diuji dan dinyatakan lemah.""Kami menawarkan diri untuk tinggal bersama dia," kata mereka, "dan malah bersedia pula untuk menjadi penyembah patung. Tetapi ia orang yang berpengalaman dan bijak, dan kami percaya padanya, sehingga ketika ia mengatakan pada kami agar pergi, kami pun kembali ke sini."Sahabat yang setia itu menjawab, "Bila kalian benar-benar ingin berbuat, kalian harus mengetuk pintu Tuhan; maka dengan doa, kalian akan diterima di hadirat-Nya. Mestinya kalian bermohon pada Tuhan buat syaikh kalian, masing-masing dengan doa sendiri; dan mengetahui keadaan kalian yang bingung, Tuhan tentu akan mengembalikan dia pada kalian. Mengapa kalian enggan mengetuk pintu Tuhan?"Mendengar itu, mereka pun malu mengangkat kepala. Tetapi sahabat setia itu berkata, "Kini bukan saatnya untuk menyesal. Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Mari kita baring di debu dan menyelubungi diri kita dengan pakaian doa permohonan agar kita dapat menyembuhkan pemimpin kita!"Murid-murid itu pun segera berangkat ke Yunani, dan setiba di sana tinggal berada di dekat syaikh.Empat puluh hari empat puluh malam mereka berdoa. Selama empat puluh hari empat puluh malam ini mereka tidak makan dan tidak tidur; mereka tak mengenyam roti maupun air. Akhirnya kekuatan doa orang-orang yang tulus ini terasa di langit. Para malaikat dan para pemimpin malaikat, dan sekalian Orang Suci yang berjubah hijau di puncak-puncak bukit dan di lembah-lembah, kini berdandan, dengan pakaian berkabung. Panah doa itu telah mencapai sasarannya. Ketika pagi tiba, angin sepoi yang membawa bau kesturi berhembus halus menimpa sahabat setia yang sedang berdoa dalam biliknya, dan dunia pun tersingkap di muka mata batiniyah. Ia melihat Nabi Muhammad datang mendekat, gemilang bagai pagi, dua ikal rambutnya tergerai di dadanya; bayang-bayang Tuhan ialah matahari wajahnya, damba seratus dunia terikat pada setiap helai rambutnya. Senyumnya yang ramah menarik semua orang kepadanya. Sahabat setia itu bangkit dan berkata, "O Rasulullah, pemimpin sekalian makhluk, tolonglah kami! Syaikh kami telah sesat. Tunjukkan jalan padanya, kami mohon pada Tuan dengan nama Tuhan Yang Maha Tinggi!"Muhammad bersabda, "O kau yang melihat segala sesuatu dengan mata batin, berkat usahamu maka hasrat-hasratmu yang suci dikabulkan. Antara syaikh dan Tuhan sudah lama ada noda hitam, aku telah melimpahkan embun doa permohonan dan telah menebarkannya di debu hidupnya. Ia telah bertaubat dan dosanya pun terhapus. Kesalahan-kesalahan dari seratus dunia pun dapat lenyap dalam uap saat pertaubatan. Bila lautan rasa persahabatan menggerakkan ombak-ombaknya terhapuslah dosa laki-laki dan wanita."Sahabat setia itu berseru gembira, membuat seluruh langit bergetar. Ia berlari menyampaikan kabar gembira itu pada kawan-kawannya, lalu sambil menangis karena gembiranya ia bergegas ke tempat di mana syaikh menjaga babi-babinya. Tetapi syaikh itu laksana api, laksana orang yang diterangi cahaya. Ia telah melepaskan tali pinggang Nasraninya, membuang ikat pinggang itu, merobek kerudung kemabukan dari kepalanya dan meninggalkan kenasraniannya. Ia merasa dirinya sebagai semula, dan sambil mengucurkan airmata penyesalan diangkatnya kedua belah tangannya ke langit; segala yang telah ditinggalkannya --Al-Quran, segala kerahasiaan dan ramalan, datang kembali padanya, dan ia pun terbebas dari nestapa dan kebodohannya.Mereka berkata padanya, "Inilah saat bersyukur. Nabi telah mengantara bagi Tuan. Bersyukurlah pada Tuhan yang telah mengangkat Tuan dari lautan kegelapan dan menempatkan kaki Tuan di Jalan Terang."Segera setelah itu, syaikh itu pun mengenakan kembali khirkanya, melakukan sesuci, dan kemudian berangkat ke Hejaz.Sementara yang demikian itu terjadi, si gadis Nasrani dalam mimpinya melihat matahari turun kepadanya, dan mendengar kata-kata ini, "Ikuti syaikhmu, peluk agamanya, jadilah debunya. Kau kotor, jadilah suci seperti dia kini. Kau telah membawa dia ke jalanmu, sekarang ikuti jalan yang ditempuhnya."Ia pun terjaga; cahaya merekah menerangi jiwanya, dan timbul keinginannya hendak pergi mencari. Tetapi ketika disadarinya bahwa ia seorang diri saja, dan tak tahu jalan, maka kegembiraannya berubah menjadi kesedihan dan ia pun lari ke luar hendak membuang keresahan dalam pikirannya. Kemudian ia pun berangkat mencari syaikh dan murid-muridnya; tetapi dalam keadaan letih dan bingung, bersimbah peluh, ia menjatuhkan dirinya ke tanah dan berseru, "Semoga Tuhan Sang Pencipta mengampuni diriku! Aku perempuan, muak dengan hidup ini. Jangan kecewakan aku lantaran telah menyengsarakanmu karena kebodohanku, dan lantaran kebodohan itu telah banyak kuperbuat kesalahan. Lupakan kejahatan yang telah kuperbuat. Kini aku mengakui Kepercayaan yang benar."Suara batin membuat syaikh tahu akan seruan itu. Ia pun berhenti dan katanya, "Gadis remaja itu bukan kafir lagi. Cahaya telah datang padanya dan ia telah mengikuti Jalan kita. Mari kita kembali. Dapatlah kini mengikatkan diri dengan mesra pada patung pujaan itu4 tanpa dosa."Tetapi sahabat-sahabatnya berkata, "Kini apalah gunanya segala taubat dan penyesalan "Tuan! Hendak kembalikah Tuan pada kekasih Tuan?" Syaikh itu pun memberitahukan pada mereka tentang suara yang telah didengarnya, dan mengingatkan mereka bahwa ia telah meninggalkan sikapnya yang lama. Maka mereka pun kembali hingga tiba di tempat gadis itu terbaring. Wajah gadis itu telah berwarna kuning keemasan, kakinya telanjang, pakaiannya koyak-moyak. Ketika syaikh membungkuk padanya, gadis itu pingsan. Ketika ia sadar kembali, airmatanya jatuh bagai embun dari bunga-bunga mawar, dan ia pun berkata, "Aku merasa begitu malu karena kau. Singkapkan tabir rahasia itu dan ajarkan Islam padaku agar aku dapat berjalan di Jalan itu."Ketika patung pujaan yang jelita ini akhirnya tergolong di antara orang-orang yang beriman, para sahabat syaikh itu mengucurkan airmata kegirangan. Tetapi hati gadis itu tak sabar menunggu pembebasan dirinya dari kesedihan. "O, Syaikh," katanya, "kekuatanku lenyap. Aku ingin meningggalkan dunia yang berdebu dan bising ini. Selamat tinggal, Syaikh San'an. Aku mengakui segala kesalahanku. Maafkan aku, dan biarlah aku pergi."Maka alkamar keindahan ini, yang telah menempuh separoh dari hidupnya, mengiraikan hidup itu dari tangannya. Matahari bersembunyi di balik awan sementara ruh jelita gadis itu melepaskan diri dari jasadnya. Dia, setitik air di lautan khayali, telah kembali ke lautan hakiki.Kita semua akan berlalu bagai angin; dia telah pergi dan kita pun bakal pergi pula. Peristiwa-peristiwa demikian sering terjadi di jalan cinta. Ada keputusasaan dan belas kasihan, angan-angan dan kepastian. Meskipun jasad nafsu tak dapat memahami rahasia-rahasia itu, namun kemalangan tak mungkin memukul-lepas bola polo kemujuran. Kita harus mendengar dengan telinga hati dan pikiran, bukan dengan telinga jasmani. Pergulatan jiwa dan jasad nafsu tiada akhirnya. Merataplah! Karena ada alasan buat berduka.
Source:Musyawarah Burung (Mantiqu't-Thair)
Aku Ingin
Aku Ingin
-Sapardi Djoko Damono-
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
-Sapardi Djoko Damono-
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Yang Fana Adalah Waktu
Yang Fana Adalah Waktu
-Sapardi Djoko Damono-
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
-Sapardi Djoko Damono-
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Dalam Doaku
Dalam Doaku
-Sapardi Djoko Damono-
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
-Sapardi Djoko Damono-
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
SAJAK SEBATANG LISONG
SAJAK SEBATANG LISONG
-W.S. Rendra-
Menghisap sebatang lisong
Melihat Indonesia Raya,
Mendengar 130 juta rakyat,
Dan di langit
Dua tiga cukong mengangkang,
Berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
Tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
Tanpa pilihan,
Tanpa pepohonan,
Tanpa dangau persinggahan,
Tanpa ada bayangan ujungnya.
Menghisap udara
Yang disemprot deodorant,
Aku melihat sarjana-sarjana menganggur
Berpeluh di jalan raya;
Aku melihat wanita bunting
Antri uang pensiun.
Dan di langit;
Para tekhnokrat berkata :
Bahwa bangsa kita adalah malas,
Bahwa bangsa mesti dibangun;
Mesti di-up-grade
Disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
Protes-protes yang terpendam,
Terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
Berkunang-kunang pandang matanya,
Di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
Menjadi gemalau suara yang kacau,
Menjadi karang di bawah muka samodra.
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan.
-W.S. Rendra-
Menghisap sebatang lisong
Melihat Indonesia Raya,
Mendengar 130 juta rakyat,
Dan di langit
Dua tiga cukong mengangkang,
Berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
Tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
Tanpa pilihan,
Tanpa pepohonan,
Tanpa dangau persinggahan,
Tanpa ada bayangan ujungnya.
Menghisap udara
Yang disemprot deodorant,
Aku melihat sarjana-sarjana menganggur
Berpeluh di jalan raya;
Aku melihat wanita bunting
Antri uang pensiun.
Dan di langit;
Para tekhnokrat berkata :
Bahwa bangsa kita adalah malas,
Bahwa bangsa mesti dibangun;
Mesti di-up-grade
Disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
Protes-protes yang terpendam,
Terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
Berkunang-kunang pandang matanya,
Di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
Menjadi gemalau suara yang kacau,
Menjadi karang di bawah muka samodra.
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan.
SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA
SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA
-W.S. Rendra-
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Kita bertanya:
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “Kami ada maksud baik”
Dan kita bertanya:”Maksud baik untuk siapa?”
Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya:“Maksud baik saudara untuk siapa?
Saudara berdiri di pihak yang mana?”
Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
Tentu kita bertanya:
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa?”
Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya:
Kita ini dididik untuk memihak yang mana?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Dan esok hari
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.
Di bawah matahari ini kita bertanya:
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana!
-W.S. Rendra-
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Kita bertanya:
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “Kami ada maksud baik”
Dan kita bertanya:”Maksud baik untuk siapa?”
Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya:“Maksud baik saudara untuk siapa?
Saudara berdiri di pihak yang mana?”
Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
Tentu kita bertanya:
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa?”
Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya:
Kita ini dididik untuk memihak yang mana?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Dan esok hari
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.
Di bawah matahari ini kita bertanya:
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana!
Setangkai Cinta
Setangkai Cinta
-Rieke Diah Pitaloka-
Tak perlu bingung
Begini saja,
berapa pun jarak kita
kan kukirim untukmu
setangkai cinta
setiap hari
Setuju?
-Rieke Diah Pitaloka-
Tak perlu bingung
Begini saja,
berapa pun jarak kita
kan kukirim untukmu
setangkai cinta
setiap hari
Setuju?
Maaf
Maaf
-Rieke Diah Pitaloka-
Maaf,
Tak bisa kutulis banyak
Tinta habis
Tadi malam kugoresi langit
dengan namamu......
-Rieke Diah Pitaloka-
Maaf,
Tak bisa kutulis banyak
Tinta habis
Tadi malam kugoresi langit
dengan namamu......
BANTUL MON AMOUR
BANTUL MON AMOUR
-Saut Situmorang-
di antara reruntuhan
tembok tembok rumah, di ujung
malam yang hampir sudah, kita hanyut
dipacu selingkuh kata kata, seperti bulan
yang melayari tepi purnama
di atas kepala. rambut kita
menari sepi di angin perbukitan
yang menyimpan sisa amis darah
dan air mata.
lalu laut menyapa
dengan pasir pantai dan cemburu
matahari pagi. tak ada suara
burung laut, para pelacur pun
masih di kamarnya bergelut. dalam kabut
alkohol aku biarkan kata kata
menjebakku dalam birahi
rima metafora. kemulusan kulit
kupu kupumu dan garis payudaramu
yang remaja membuatku cemburu
pada para dewa yang, bisikmu,
menggilirmu di altar pura mereka.
aku menciummu
karena para dewa tidak
memberimu cinta sementara aku
cuma punya kata kata
yang berusaha melahirkan makna.
-Saut Situmorang-
di antara reruntuhan
tembok tembok rumah, di ujung
malam yang hampir sudah, kita hanyut
dipacu selingkuh kata kata, seperti bulan
yang melayari tepi purnama
di atas kepala. rambut kita
menari sepi di angin perbukitan
yang menyimpan sisa amis darah
dan air mata.
lalu laut menyapa
dengan pasir pantai dan cemburu
matahari pagi. tak ada suara
burung laut, para pelacur pun
masih di kamarnya bergelut. dalam kabut
alkohol aku biarkan kata kata
menjebakku dalam birahi
rima metafora. kemulusan kulit
kupu kupumu dan garis payudaramu
yang remaja membuatku cemburu
pada para dewa yang, bisikmu,
menggilirmu di altar pura mereka.
aku menciummu
karena para dewa tidak
memberimu cinta sementara aku
cuma punya kata kata
yang berusaha melahirkan makna.
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
-Saut Situmorang-
ada jembut nyangkut
di sela gigiMu!
seruKu
sambil menjauhkan mulutKu
dari mulutMu
yang ingin mencium itu.
sehelai jembut
bangkit dari sela kata kata puisi
tersesat dalam mimpi
tercampak dalam igauan birahi semalaman
dan menyapa lembut
dari mulut
antara langit langit dan gusi merah mudaMu
yang selalu tersenyum padaKu.
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
tapi bersihkan dulu gigiMu
sebelum Kau menciumKu!
-Saut Situmorang-
ada jembut nyangkut
di sela gigiMu!
seruKu
sambil menjauhkan mulutKu
dari mulutMu
yang ingin mencium itu.
sehelai jembut
bangkit dari sela kata kata puisi
tersesat dalam mimpi
tercampak dalam igauan birahi semalaman
dan menyapa lembut
dari mulut
antara langit langit dan gusi merah mudaMu
yang selalu tersenyum padaKu.
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
tapi bersihkan dulu gigiMu
sebelum Kau menciumKu!
Seonggok Mayat
Seonggok Mayat
Arif Rohman
Seonggok mayat telungkup di depanku
Matanya setengah terbuka
Mulutnya mencong ke kiri
Senyumnya sinis menantang
Tapi aku merasakan sepenggal duka
Mayat itu menangis
Armidale, May 2009.
Arif Rohman
Seonggok mayat telungkup di depanku
Matanya setengah terbuka
Mulutnya mencong ke kiri
Senyumnya sinis menantang
Tapi aku merasakan sepenggal duka
Mayat itu menangis
Armidale, May 2009.
Di Sebuah Taman
Di Sebuah Taman
Arif Rohman
Malam jam 20.00 di kota sepi, sendiri berjalan menyusuri dinginnya kota. Terdengar kadang satu dua mobil tapi kemudian suaranya kembali ditelan sunyi. Dari sebuah perempatan dua anak perempuan sedang bernyanyi-nyanyi sambil memaki-maki. Berteriak, tertawa kemudian berpelukan.. Dua anak perempuan berjalan sambil menyanyi dan disetiap akhir nyanyiannya mereka selalu berteriak kemudian sunyi. Sampai didepanku mereka memandangku dengan senyum nakal dan meminta sebatang rokok. Aku hanya tersenyum saat mereka bilang,'Ooo.. Damn!!' Sambil berlalu. Tak seberapa lama datang seorang ibu setengah baya dengan muka dipencang-pencongkan minta 20 bucks. Dia bilang butuh uang untuk bayar taksi. Aku hanya tersenyum dan bilang maaf. Dia mengikutiku dan kemudian memaki ga keruan. Aku hanya tersenyum kecil. Di sebuah taman di pusat kota bernama Central Park seorang nenek tua mendatangiku dengan ramah. Bertanya tentang apa yang terjadi. Kemudian aku ceritakan dengan singkat pengalamanku dalam 1-2 jam yang lalu. Dia bilang sering sekali orang asing datang ke rumahnya pagi-pagi minta uang. Diberikannya 2 dollar tapi orang tersebut marah dan meminta 20 dollar. Dia segera meberikannya. Maklum seorang nenek tua umur 75 an sendiri dan tidak mau kaca depan rumahnya hancur karena lemparan batu. Dia kemudian menawari aku tumpangan ke flatku salah satu bangunan tertua di kota itu. Aku bilang maaf aku bisa jaga diri. Dia bilang kasihan lihat orang Asia bila di 'mob' sama orang-orang 'itu'. Aku hanya menurut.. Kududukkan tubuhku pada sebuah jok yang empuk, rapi dan harum.. Lima menit aku sudah sampai. Hati-hati jangan keluar lewat taman lewat jam 20.00 katanya. Aku hanya mengangguk. Dia senang melihat anggukanku dan melambaikan tangannya. Pergi dengan mobil putihnya. Orang tua yang perhatian.. Anganku terbang 7 tahun silam di jakarta, hampir tiap malam orang mati merebutkan kekuasaan dan mengais rejeki dari jambret, jual cimeng, sampai maling siang bolong. Lima orang mengelilingi mangsa dengan cukup membisikkan 'Berikan semua barang elo atau elo gw teriakin MALING'. Hukum rimba kadang bisa lebih kejam dari hukum negara. Pembakaran 'maling' entah itu maling benar atau tidak ga ada yang mau tahu. Yang pasti di jaman yang serba susah ini ada 'maling'. Pembakaran hanyalah sebuah pelampiasan. Karena hukum kadang tidak berjalan. Polisi hanya datang sekedar melihat dari 'jauh'. Aku hanya bisa gelengkan kepala.. Kota ini tidak seberapa.. Aku masuk ke kamarku. Menguncinya dan beranjak tidur. Kututup kedua mataku sambil kulafalkan doaku. Semoga nenek tua yang ramah itu tidak akan pernah menginjakkan kakinya ke senen..
Armidale, 11 May 2009.
Arif Rohman
Malam jam 20.00 di kota sepi, sendiri berjalan menyusuri dinginnya kota. Terdengar kadang satu dua mobil tapi kemudian suaranya kembali ditelan sunyi. Dari sebuah perempatan dua anak perempuan sedang bernyanyi-nyanyi sambil memaki-maki. Berteriak, tertawa kemudian berpelukan.. Dua anak perempuan berjalan sambil menyanyi dan disetiap akhir nyanyiannya mereka selalu berteriak kemudian sunyi. Sampai didepanku mereka memandangku dengan senyum nakal dan meminta sebatang rokok. Aku hanya tersenyum saat mereka bilang,'Ooo.. Damn!!' Sambil berlalu. Tak seberapa lama datang seorang ibu setengah baya dengan muka dipencang-pencongkan minta 20 bucks. Dia bilang butuh uang untuk bayar taksi. Aku hanya tersenyum dan bilang maaf. Dia mengikutiku dan kemudian memaki ga keruan. Aku hanya tersenyum kecil. Di sebuah taman di pusat kota bernama Central Park seorang nenek tua mendatangiku dengan ramah. Bertanya tentang apa yang terjadi. Kemudian aku ceritakan dengan singkat pengalamanku dalam 1-2 jam yang lalu. Dia bilang sering sekali orang asing datang ke rumahnya pagi-pagi minta uang. Diberikannya 2 dollar tapi orang tersebut marah dan meminta 20 dollar. Dia segera meberikannya. Maklum seorang nenek tua umur 75 an sendiri dan tidak mau kaca depan rumahnya hancur karena lemparan batu. Dia kemudian menawari aku tumpangan ke flatku salah satu bangunan tertua di kota itu. Aku bilang maaf aku bisa jaga diri. Dia bilang kasihan lihat orang Asia bila di 'mob' sama orang-orang 'itu'. Aku hanya menurut.. Kududukkan tubuhku pada sebuah jok yang empuk, rapi dan harum.. Lima menit aku sudah sampai. Hati-hati jangan keluar lewat taman lewat jam 20.00 katanya. Aku hanya mengangguk. Dia senang melihat anggukanku dan melambaikan tangannya. Pergi dengan mobil putihnya. Orang tua yang perhatian.. Anganku terbang 7 tahun silam di jakarta, hampir tiap malam orang mati merebutkan kekuasaan dan mengais rejeki dari jambret, jual cimeng, sampai maling siang bolong. Lima orang mengelilingi mangsa dengan cukup membisikkan 'Berikan semua barang elo atau elo gw teriakin MALING'. Hukum rimba kadang bisa lebih kejam dari hukum negara. Pembakaran 'maling' entah itu maling benar atau tidak ga ada yang mau tahu. Yang pasti di jaman yang serba susah ini ada 'maling'. Pembakaran hanyalah sebuah pelampiasan. Karena hukum kadang tidak berjalan. Polisi hanya datang sekedar melihat dari 'jauh'. Aku hanya bisa gelengkan kepala.. Kota ini tidak seberapa.. Aku masuk ke kamarku. Menguncinya dan beranjak tidur. Kututup kedua mataku sambil kulafalkan doaku. Semoga nenek tua yang ramah itu tidak akan pernah menginjakkan kakinya ke senen..
Armidale, 11 May 2009.
Mengenal Philosophy 1 (Heraclitus, Socrates & Plato)
Mengenal Philosophy 1
Kelamnya kehidupan philosophers (Heraclitus, Socrates & Plato)
Arif Rohman
Tahukah saudara kalau istilah filosofi itu mempunyai latar sejarah yang panjang, penuh perdebatan dan sebuah perjalanan yang kelam? Filosofi bisa diartikan sebagai 'sudut pandang atau opini tentang dunia dan bagaimana kehidupan seharusnya ditempatkan'. Ahli filsafat adalah para perintis ilmu berpikir dan pengetahuan modern sekarang ini. Namun sayangnya banyak yang masih awam tentang orang-orang yang berjasa yang membawa kita dari dunia kegelapan, dan salah satunya adalah saya. Tulisan ini saya rangkum dari tulisan-tulisan kecil pada waktu saya membaca buku-buku filsafat. Mungkin lebih tepat disebut serpihan ''notes' kecil daripada tulisan diskusi yang 'njlimet'. Semoga tulisan ini bisa membuat adik-adik kita yang masih kecil nantinya menyukai pelajaran sejarah dan filsafat. Tulisan ini saya persembahkan untuk anak-anak dari kampung saya (Demak), anak-anak dari gang tongkang dan gang 21 (Senen). Semoga si kecil-si kecil yang lucu tumbuh jadi pemikir-pemikir yang perkasa.
Heraclitus (535–475 BC) adalah ahli filsafat Yunani sebelum Socrates. Dia terkenal dengan doktrinnya bahwa segala sesuatu di dunia ini selalu berubah. Sebagai perumpamaan dia menunjuk pada seseorang yang berjalan menyeberangi sungai untuk kedua kalinya, maka air yang mengalir mengenainya bukanlah air yang sama ketika dia menyeberang untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, perubahan adalah pusat dari semesta. Sayang tulisan Heraclitus tidak selesai karena dia menderita melancholia (mental disorder, sering depresi, dan derajat entushiasm yang rendah). Maka dia sering disebut dengan 'the weeping philosopher', jago filsafat yang mudah menitikkan air mata. Ini berbeda dengan Democritus yang justru kebalikannya dengan gaya 'tertawanya'. Heraclitus berpendapat bahwa substansi alamiah suka 'menyembunyikan diri'. Menurutnya jika segala sesuatu selalu bergerak berubah, maka jika ada muda ada tua, jika ada awal tentu ada akhir, sehingga menuju keadaan yang seimbang yang dia sebut 'harmony'. Pemikiran Heraclitus banyak mempengaruhi Plato dan Aristotle. Aliran Heraclitus sering disebut 'Heracliteans'. Heraclitus meninggal dalam keadaan yang menyedihkan dengan kerusakan pada matanya.
Socrates (469-399 BC) disebut juga orang suci, 'nabi', dan sekaligus guru dalam filsafat. Dengan metode pemikirannya yang lebih terkenal dengan sebutan 'elenchus' dia banyak memberikan kontribusi pada ranah 'etika' yang terutamanya pada aspek diskusi dan menelurkan konsep 'pedagogy' atau model dialog orang dewasa. Dimana model pengajaran yang baik menurut Socrates adalah dengan memperhatikan latar belakang dan pengetahuan seorang murid, situasi personal dan lingkungan sekitar. Dia juga banyak menyumbang untuk epistemology (sifat, keluasan, dan batasan-batasan pengetahuan) dan logic (mengemukakan alasan, argumentasi, dan ide dalm kerangka dialektika). Namun sayangnya, Socrates tidak menuliskan pemikirannya dalm bentuk teks. Pemikirannya malah diketahui dari tulisan-tulisan muridnya seperti Plato dan Aristotle. Metode 'elencus' nya banyak dipakai untuk kalangan praktisi hukum modern sekarang ini. Dia memulai pertanyaannya dengan mempersoalkan 'Apakah sebenarnya keadilan itu?'. Dia beranjak pada kesimpulan bahwa keadilan adalah universal dan itu dibentuk dari fakta-fakta yang spesifik. Metode ini lebih dikenal dengan istilah 'inductive reasoning' yaitu menarik kesimpulan dari hal yang sifatnya khusus (potongan-potongan fakta) menuju hal yang sifatnya umum (gambar besar). Dia menjelaskan metodenya dengan berani dihadapan para juri (kumpulan hakim pemutus) tentang nilai-nilai moral mereka yang salah. Socrates sering dihubungkan dengan istilah 'paradox' dengan pernyataannya, 'Saya ini orang yang tidak tahu apapun sama sekali'. Socrates lebih sering nangkring di pasar Athena untuk menghindari istrinya yang cerewet. Dari pada bekerja untuk keperluan hidupnya, dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan berdebat mengenai pemikirannya dan kritik-kritiknya tentang 'conventional wisdom' pada masa itu. Menurutnya, kekayaan materi itu tidak penting, yang terlebih penting adalah pertemanan dan solidaritas dalam sebuah komuniti. Karena pemikirannya yang radikal, Socrates dianggap telah 'meracuni' pemikiran anak-anak muda dan 'menipiskan' keyakinan akan agama, akhirnya dia dihukum mati. Sebenarnya dia bisa lolos dari tahanan karena para pengikutnya bisa menyuap penjaga tahanannya, namun dia memilih untuk tetap tinggal dan menunggu kematian. Keputusan sikapnya didasarkan pada beberapa alasan yaitu: (1) Lari dari kematian bagi seorang filosofer adalah pengkhianatan bagi keyakinannya akan sebuah ajaran kebenarannya; (2) Lari dari kematian hanyalah akan membuktikan pada pengikutnya bahwa ajarannya layak dipertanyakan; dan (3) Dia percaya pada kosep 'social contract' bahwa semua warga negara adalah sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, dan dia juga harus menerima hukuman mati sebagaimana itu juga bisa terjadi pada orang lain. Demi mempertahankan 'konsistensi' nya dia akhirnya meminum racun dan mati dengan tenang dipangkuan para pengikutnya.
Adalah Plato (427-347 BC) yang memulai pemikiran kritisnya dengan mengambil contoh orang yang dipenjara di goa bawah tanah dan dirantai sejak kecil. Tahanan ini hanya bisa melihat apa yang ada di depannya. Api disampingnya membentuk obyek bayangan di dinding goa. Plato menarik kesimpulan bahwa pengetahuan kita tentang subyek nyata tidak lengkap ibarat tahanan dalam goa. Melalui filsafat dan refleksi kecerdasan, kita bisa melarikan diri dari 'dunia bayang-bayang yang semu' dan melihat kenyataan yang sebenarnya. Jika seseorang balik ke 'dunia goa' maka bagi Plato itu adalah sesuatu yang menggelikan. Dia mencontohkan bentuk-bentuk pohon dimana semuanya pendek tapi selalu ada yang lebih tinggi atau paling tinggi. Namun kita tetap bisa mengatakan bahwa itu adalah sebuah pohon. Jadi dia berkesimpulan bahwa bentuk dari sebuah gagasan akan sesuatu adalah tetap dan itu hanya bisa dipahami oleh orang yang menggunakan 'otak'nya. Berdasarkan perenungannya inilah Plato mengemukakan teorinya yang terkenal dengan nama 'teori bentuk" (theory of forms). Pemikiran plato banyak diapresiasi sejak kecil dimana 'pemikirannya sangat cepat' (cerdas) tapi dia sangat sederhana dan rendah hati. Bagi generasi sebelumnya pemikiran Plato adalah 'buah manis' akan semangat dan kerja kerasnya akan 'kesukaannya pada belajar'. Plato adalah murid Socrates yang mati menggenaskan. Pemikirannya yang terkenal adalah konsep tentang jiwa manusia yang terdiri dari appetite, spirit dan reason. Menurutnya orang yang masih terlalu banyak memikirkan perut, dia lebih produktif dan cocok untuk jadi 'pekerja'. Mereka yang terorientasi pada dada, dia lebih bersifat protektif dan suka melindungi dengan penuh keberanian dan kekuatannya, dan cocok jadi ksatria atau military. Terakhir, Plato merujuk pada kepala, dia lebih cerdas, rasional, bisa mengkontrol diri dan membuat keputusan, keputusan dalam sebuah komuniti, dan dia adalah kalangan pemikir atau raja. Plato menggarisbawahi bahwa tipe 'kepala' atau pemikir ironisnya justru yang jarang diketemukan. Dalam bukunya 'Sophist', para filsuf dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang berjuang untuk kahyangan dan dunia yang ideal, mempertahankan substansi pemikiran yang fundamental untuk mencapai keadaan yang benar-benar nyata dan ada, yang dia sebut dengan golongan 'dewa' atau disebut juga 'idealist'. Sebaliknya ada golongan filsuf yang disebut 'raksasa' yang bertarung untuk bumi, dimana 'sesuatu' adalah primer dan layak dipertahankan, Plato menyebut mereka sebagai kalangan 'materialists'. Menurutnya pertarungan besar antara idealists dan materialists tak akan pernah selesai dan tidak ada yang kalah atau menang. Plato banyak menelurkan scholars dan salah satu muridnya yang terkenal adalah Aristotle. Plato mengakhiri hidupnya dengan menyedihkan yaitu sebagai tahanan rumah Dionysius II, seorang 'tyrant muda'. Sebelum akhirnya dia dibunuh di Sicily. Sampai sekarang kuburannya belum pernah diketemukan.
Untuk sementara, saya tidak berusaha menarik kesimpulan karena tulisan kecil saya anggap kurang valid untuk sebuah kesimpulan. Saya hanya mencoba menggarisbawahi begitu kelamnya kehidupan philosophers jaman dulu, dan kita sungguh beruntung sekarang dapat memakai pemikiran-pemikirannya tanpa menanggung resiko seperti mereka. Bagi saya, mereka adalah pahlawan sejati meskipun tanpa pedang atau tombak di tangan, tapi mereka punya keyakinan atas sebuah pemikiran..
Bersambung... (Aristotle, Thomas Aquinas & Rene Descartes).
Kelamnya kehidupan philosophers (Heraclitus, Socrates & Plato)
Arif Rohman
Tahukah saudara kalau istilah filosofi itu mempunyai latar sejarah yang panjang, penuh perdebatan dan sebuah perjalanan yang kelam? Filosofi bisa diartikan sebagai 'sudut pandang atau opini tentang dunia dan bagaimana kehidupan seharusnya ditempatkan'. Ahli filsafat adalah para perintis ilmu berpikir dan pengetahuan modern sekarang ini. Namun sayangnya banyak yang masih awam tentang orang-orang yang berjasa yang membawa kita dari dunia kegelapan, dan salah satunya adalah saya. Tulisan ini saya rangkum dari tulisan-tulisan kecil pada waktu saya membaca buku-buku filsafat. Mungkin lebih tepat disebut serpihan ''notes' kecil daripada tulisan diskusi yang 'njlimet'. Semoga tulisan ini bisa membuat adik-adik kita yang masih kecil nantinya menyukai pelajaran sejarah dan filsafat. Tulisan ini saya persembahkan untuk anak-anak dari kampung saya (Demak), anak-anak dari gang tongkang dan gang 21 (Senen). Semoga si kecil-si kecil yang lucu tumbuh jadi pemikir-pemikir yang perkasa.
Heraclitus (535–475 BC) adalah ahli filsafat Yunani sebelum Socrates. Dia terkenal dengan doktrinnya bahwa segala sesuatu di dunia ini selalu berubah. Sebagai perumpamaan dia menunjuk pada seseorang yang berjalan menyeberangi sungai untuk kedua kalinya, maka air yang mengalir mengenainya bukanlah air yang sama ketika dia menyeberang untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, perubahan adalah pusat dari semesta. Sayang tulisan Heraclitus tidak selesai karena dia menderita melancholia (mental disorder, sering depresi, dan derajat entushiasm yang rendah). Maka dia sering disebut dengan 'the weeping philosopher', jago filsafat yang mudah menitikkan air mata. Ini berbeda dengan Democritus yang justru kebalikannya dengan gaya 'tertawanya'. Heraclitus berpendapat bahwa substansi alamiah suka 'menyembunyikan diri'. Menurutnya jika segala sesuatu selalu bergerak berubah, maka jika ada muda ada tua, jika ada awal tentu ada akhir, sehingga menuju keadaan yang seimbang yang dia sebut 'harmony'. Pemikiran Heraclitus banyak mempengaruhi Plato dan Aristotle. Aliran Heraclitus sering disebut 'Heracliteans'. Heraclitus meninggal dalam keadaan yang menyedihkan dengan kerusakan pada matanya.
Socrates (469-399 BC) disebut juga orang suci, 'nabi', dan sekaligus guru dalam filsafat. Dengan metode pemikirannya yang lebih terkenal dengan sebutan 'elenchus' dia banyak memberikan kontribusi pada ranah 'etika' yang terutamanya pada aspek diskusi dan menelurkan konsep 'pedagogy' atau model dialog orang dewasa. Dimana model pengajaran yang baik menurut Socrates adalah dengan memperhatikan latar belakang dan pengetahuan seorang murid, situasi personal dan lingkungan sekitar. Dia juga banyak menyumbang untuk epistemology (sifat, keluasan, dan batasan-batasan pengetahuan) dan logic (mengemukakan alasan, argumentasi, dan ide dalm kerangka dialektika). Namun sayangnya, Socrates tidak menuliskan pemikirannya dalm bentuk teks. Pemikirannya malah diketahui dari tulisan-tulisan muridnya seperti Plato dan Aristotle. Metode 'elencus' nya banyak dipakai untuk kalangan praktisi hukum modern sekarang ini. Dia memulai pertanyaannya dengan mempersoalkan 'Apakah sebenarnya keadilan itu?'. Dia beranjak pada kesimpulan bahwa keadilan adalah universal dan itu dibentuk dari fakta-fakta yang spesifik. Metode ini lebih dikenal dengan istilah 'inductive reasoning' yaitu menarik kesimpulan dari hal yang sifatnya khusus (potongan-potongan fakta) menuju hal yang sifatnya umum (gambar besar). Dia menjelaskan metodenya dengan berani dihadapan para juri (kumpulan hakim pemutus) tentang nilai-nilai moral mereka yang salah. Socrates sering dihubungkan dengan istilah 'paradox' dengan pernyataannya, 'Saya ini orang yang tidak tahu apapun sama sekali'. Socrates lebih sering nangkring di pasar Athena untuk menghindari istrinya yang cerewet. Dari pada bekerja untuk keperluan hidupnya, dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan berdebat mengenai pemikirannya dan kritik-kritiknya tentang 'conventional wisdom' pada masa itu. Menurutnya, kekayaan materi itu tidak penting, yang terlebih penting adalah pertemanan dan solidaritas dalam sebuah komuniti. Karena pemikirannya yang radikal, Socrates dianggap telah 'meracuni' pemikiran anak-anak muda dan 'menipiskan' keyakinan akan agama, akhirnya dia dihukum mati. Sebenarnya dia bisa lolos dari tahanan karena para pengikutnya bisa menyuap penjaga tahanannya, namun dia memilih untuk tetap tinggal dan menunggu kematian. Keputusan sikapnya didasarkan pada beberapa alasan yaitu: (1) Lari dari kematian bagi seorang filosofer adalah pengkhianatan bagi keyakinannya akan sebuah ajaran kebenarannya; (2) Lari dari kematian hanyalah akan membuktikan pada pengikutnya bahwa ajarannya layak dipertanyakan; dan (3) Dia percaya pada kosep 'social contract' bahwa semua warga negara adalah sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, dan dia juga harus menerima hukuman mati sebagaimana itu juga bisa terjadi pada orang lain. Demi mempertahankan 'konsistensi' nya dia akhirnya meminum racun dan mati dengan tenang dipangkuan para pengikutnya.
Adalah Plato (427-347 BC) yang memulai pemikiran kritisnya dengan mengambil contoh orang yang dipenjara di goa bawah tanah dan dirantai sejak kecil. Tahanan ini hanya bisa melihat apa yang ada di depannya. Api disampingnya membentuk obyek bayangan di dinding goa. Plato menarik kesimpulan bahwa pengetahuan kita tentang subyek nyata tidak lengkap ibarat tahanan dalam goa. Melalui filsafat dan refleksi kecerdasan, kita bisa melarikan diri dari 'dunia bayang-bayang yang semu' dan melihat kenyataan yang sebenarnya. Jika seseorang balik ke 'dunia goa' maka bagi Plato itu adalah sesuatu yang menggelikan. Dia mencontohkan bentuk-bentuk pohon dimana semuanya pendek tapi selalu ada yang lebih tinggi atau paling tinggi. Namun kita tetap bisa mengatakan bahwa itu adalah sebuah pohon. Jadi dia berkesimpulan bahwa bentuk dari sebuah gagasan akan sesuatu adalah tetap dan itu hanya bisa dipahami oleh orang yang menggunakan 'otak'nya. Berdasarkan perenungannya inilah Plato mengemukakan teorinya yang terkenal dengan nama 'teori bentuk" (theory of forms). Pemikiran plato banyak diapresiasi sejak kecil dimana 'pemikirannya sangat cepat' (cerdas) tapi dia sangat sederhana dan rendah hati. Bagi generasi sebelumnya pemikiran Plato adalah 'buah manis' akan semangat dan kerja kerasnya akan 'kesukaannya pada belajar'. Plato adalah murid Socrates yang mati menggenaskan. Pemikirannya yang terkenal adalah konsep tentang jiwa manusia yang terdiri dari appetite, spirit dan reason. Menurutnya orang yang masih terlalu banyak memikirkan perut, dia lebih produktif dan cocok untuk jadi 'pekerja'. Mereka yang terorientasi pada dada, dia lebih bersifat protektif dan suka melindungi dengan penuh keberanian dan kekuatannya, dan cocok jadi ksatria atau military. Terakhir, Plato merujuk pada kepala, dia lebih cerdas, rasional, bisa mengkontrol diri dan membuat keputusan, keputusan dalam sebuah komuniti, dan dia adalah kalangan pemikir atau raja. Plato menggarisbawahi bahwa tipe 'kepala' atau pemikir ironisnya justru yang jarang diketemukan. Dalam bukunya 'Sophist', para filsuf dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang berjuang untuk kahyangan dan dunia yang ideal, mempertahankan substansi pemikiran yang fundamental untuk mencapai keadaan yang benar-benar nyata dan ada, yang dia sebut dengan golongan 'dewa' atau disebut juga 'idealist'. Sebaliknya ada golongan filsuf yang disebut 'raksasa' yang bertarung untuk bumi, dimana 'sesuatu' adalah primer dan layak dipertahankan, Plato menyebut mereka sebagai kalangan 'materialists'. Menurutnya pertarungan besar antara idealists dan materialists tak akan pernah selesai dan tidak ada yang kalah atau menang. Plato banyak menelurkan scholars dan salah satu muridnya yang terkenal adalah Aristotle. Plato mengakhiri hidupnya dengan menyedihkan yaitu sebagai tahanan rumah Dionysius II, seorang 'tyrant muda'. Sebelum akhirnya dia dibunuh di Sicily. Sampai sekarang kuburannya belum pernah diketemukan.
Untuk sementara, saya tidak berusaha menarik kesimpulan karena tulisan kecil saya anggap kurang valid untuk sebuah kesimpulan. Saya hanya mencoba menggarisbawahi begitu kelamnya kehidupan philosophers jaman dulu, dan kita sungguh beruntung sekarang dapat memakai pemikiran-pemikirannya tanpa menanggung resiko seperti mereka. Bagi saya, mereka adalah pahlawan sejati meskipun tanpa pedang atau tombak di tangan, tapi mereka punya keyakinan atas sebuah pemikiran..
Bersambung... (Aristotle, Thomas Aquinas & Rene Descartes).
Sahadat Saridin
Sahadat Saridin
Oleh Emha Ainun Nadjib
Waktu yang diminta oleh Saridin untuk mempersiapkan diri telah dipenuhi. Dan kini ia harus membuktikan diri. Semua santri, tentu saja juga Sunan Kudus, berkumpul di halaman masjid. Dalam hati para santri sebenarnya Saridin setengah diremehkan. Tapi setengah yang lain memendam kekhawatiran dan rasa penasaran jangan-jangan Saridin ternyata memang hebat. Sebenarnya soalnya di sekitar suara, kefasihan dan kemampuan berlagu. Kaum santri berlomba-lomba melaksanakan anjuran Allah, Zayyinul Qur'an ana biashwatikum - hiasilah Qur'an dengan suaramu. Membaca syahadat pun mesti seindah mungkin.
Di pesantren Sunan Kudus, hal ini termasuk diprioritaskan. Soalnya, ini manusia Jawa Tengah: lidah mereka Jawa medhok dan susah dibongkar. Kalau orang Jawa Timur lebih luwes. Terutama orang Madura atau Bugis, kalau menyesuaikan diri dengan lafal Qur'an, lidah mereka lincah banget. Lha, siapa tahu Saridin ini malah melagukan syahadat dengan laras slendro atau pelog Jawa. Tapi semuanya kemudian ternyata berlangsung di luar dugaan semua yang hadir. Tentu saja kecuali Sunan Kudus, yang menyaksikan semua kejadian dengan senyum-senyum ditahan. Ketika tiba saatnya Saridin harus menjalani tes baca syahadat, ia berdiri tegap. Berkonsentrasi. Tangannya bersedekap di depan dada. Matanya menatap ke depan. Ia menarik napas sangat panjang beberapa kali. Bibirnya umik-umik [komat-kamit] entah membaca aji-aji apa, atau itu mungkin latihan terakhir baca syahadat.
Kemudian semua santri terhenyak. Saridin melepas kedua tangannya. Mendadak ia berlari kencang. Menuju salah satu pohon kelapa, dan ia pilih yang paling tinggi. Ia meloncat. Memanjat ke atas dengan cepat, dengan kedua tangan dan kedua kakinya, tanpa perut atau dadanya menyentuh batang kelapa. Para santri masih terkesima sampai ketika akhirnya Saridin tiba di bawah blarak-blarak [daun kelapa kering] di puncak batang kelapa. Ia menyibak lebih naik lagi. Melewati gerumbulan bebuahan. Ia terus naik dan menginjakkan kaki di tempat teratas. Kemudian tak disangka-sangka Saridin berteriak dan melompat tinggi melampaui pucuk kelapa, kemudian badannya terjatuh sangat cepat ke bumi. Semua yang hadir berteriak. Banyak di antara mereka yang memalingkan muka, atau setidaknya menutupi wajah mereka dengan kedua telapak tangan.
Badan Saridin menimpa bumi. Ia terkapar. Tapi anehnya tidak ada bunyi gemuruduk sebagaimana seharusnya benda padat sebesar itu menimpa tanah. Sebagian santri spontan berlari menghampiri badan Saridin yang tergeletak. Mencoba menolongnya. Tapi ternyata itu tidak perlu. Saridin membuka matanya. Wajahnya tetap kosong seperti tidak ada apa-apa. Dan akhirnya ia bangkit berdiri. Berjalan pelan-pelan ke arah Sunan Kudus. Membungkuk di hadapan beliau. Takzim dan mengucapkan, sami'na wa atha'na -aku telah mendengarkan, dan aku telah mematuhi. Gemparlah seluruh pesantren. Bahkan para penduduk di sekitar datang berduyun-duyun. Berkumpul dalam ketidakmengertian dan kekaguman. Mereka saling bertanya dan bergumam satu sama lain, namun tidak menghasilkan pengertian apa pun.
Akhirnya Sunan Kudus masuk masjid dan mengumpulkan seluruh santri, termasuk para penduduk yang datang, untuk berkumpul. Saridin didudukkan di sisi Sunan. Saridin tidak menunjukkan gelagat apa-apa. Ia datar-datar saja."Apakah sukar bagi kalian memahami hal ini?" Sunan Kudus membuka pembicaraan sambil tetap tersenyum. "Saridin telah bersyahadat. Ia bukan membaca syahadat, melainkan bersyahadat. Kalau membaca syahadat, bisa dilakukan oleh bayi umur satu setengah tahun. Tapi bersyahadat hanya bisa dilakukan oleh manusia dewasa yang matang dan siap menjadi pejuang dari nilai-nilai yang diikrarkannya."
Para santri mulai sedikit ngeh, tapi belum sadar benar."Membaca syahadat adalah mengatur dan mengendalikan lidah untuk mengeluarkan suara dan sejumlah kata-kata. Bersyahadat adalah keberanian membuktikan bahwa ia benar-benar meyakini apa yang disyahadatkannya. Dan Saridin memilih satu jenis keberanian untuk mati demi menunjukkan keyakinannya, yaitu menjatuhkan diri dari puncak pohon kelapa."
Di hadapan para santri, Sunan Kudus kemudian mewawancarai Saridin:
"Katamu tidak takut badanmu hancur, sakit parah atau mati karena perbuatanmu itu?"
"Takut sekali, Sunan."
"Kenapa kamu melakukannya?"
"Karena syahadat adalah mempersembahkan seluruh diri dan hidupku."
"Kamu tidak menggunakan otakmu bahwa dengan menjatuhkan diri dari puncak pohon kelapa itu kamu bisa cacat atau meninggal?"
"Aku tahu persis itu, Sunan."
"Kenapa kau langgar akal sehatmu?"
"Karena aku patuh kepada akal sehat yang lebih tinggi. Yakni bahwa aku mati atau tetap hidup itu semata-mata karena Allah menghendaki demikian, bukan karena aku jatuh dari pohon kelapa atau karena aku sedang tidur. Kalau Allah menghendaki aku mati, sekarang ini pun tanpa sebab apa-apa yang nalar, aku bisa mendadak mati."
"Bagaimana kalau sekarang aku beri kau minum jamu air gamping yang panas dan membakar tenggorakan dan perutmu?"
"Aku akan meminumnya demi kepatuhanku kepada guru yang aku percaya. Tapi kalau kemudian aku mati, itu bukan karena air gamping, melainkan karena Allah memang menghendaki aku mati."
Sunan Kudus melanjutkan: "Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa tindakan yang kau pilih itu memang tidak membahayakan dirimu, insya Allah, tetapi bisa membahayakan orang lain?"
"Maksud Sunan?"
"Bagaimana kalau karena kagum kepadamu lantas kelak banyak santri menirumu dengan melakukan tarekat terjun bebas semacam yang kau lakukan?"
"Kalau itu terjadi, yang membahayakan bukanlah aku, Sunan, melainkan kebodohan para peniru itu sendiri," jawab Saridin, "Setiap manusia memiliki latar belakang, sejarah, kondisi, situasi, irama dan metabolismenya sendiri-sendiri. Maka Tuhan melarang taqlid, peniruan yang buta. Setiap orang harus mandiri untuk memperhitungkan kalkulasi antara kondisi badannya dengan mentalnya, dengan keyaknannya, dengan tempat ia berpijak, serta dengan berbagai kemungkinan sunatullah atau hukum alam permanen. Kadal jangan meniru kodok, gajah jangan memperkembangkan diri seperti ular, dan ikan tak usah ikut balapan kuda."
"Orang memang tak akan menyebutmu kadal, kuda, atau kodok, melainkan bunglon. Apa katamu?"
"Kalau syarat untuk terhindar dari mati atau kelaparan bagi mereka adalah dengan menyebutku bunglon, aku mengikhlaskannya. Bahkan kalau Allah memang memerintahkanku agar menjadi bunglon, aku rela. Sebab diriku bukanlah bunglon, diriku adalah kepatuhanku kepada-Nya."
Http://www.imamsutrisno.blogspot.com
Oleh Emha Ainun Nadjib
Waktu yang diminta oleh Saridin untuk mempersiapkan diri telah dipenuhi. Dan kini ia harus membuktikan diri. Semua santri, tentu saja juga Sunan Kudus, berkumpul di halaman masjid. Dalam hati para santri sebenarnya Saridin setengah diremehkan. Tapi setengah yang lain memendam kekhawatiran dan rasa penasaran jangan-jangan Saridin ternyata memang hebat. Sebenarnya soalnya di sekitar suara, kefasihan dan kemampuan berlagu. Kaum santri berlomba-lomba melaksanakan anjuran Allah, Zayyinul Qur'an ana biashwatikum - hiasilah Qur'an dengan suaramu. Membaca syahadat pun mesti seindah mungkin.
Di pesantren Sunan Kudus, hal ini termasuk diprioritaskan. Soalnya, ini manusia Jawa Tengah: lidah mereka Jawa medhok dan susah dibongkar. Kalau orang Jawa Timur lebih luwes. Terutama orang Madura atau Bugis, kalau menyesuaikan diri dengan lafal Qur'an, lidah mereka lincah banget. Lha, siapa tahu Saridin ini malah melagukan syahadat dengan laras slendro atau pelog Jawa. Tapi semuanya kemudian ternyata berlangsung di luar dugaan semua yang hadir. Tentu saja kecuali Sunan Kudus, yang menyaksikan semua kejadian dengan senyum-senyum ditahan. Ketika tiba saatnya Saridin harus menjalani tes baca syahadat, ia berdiri tegap. Berkonsentrasi. Tangannya bersedekap di depan dada. Matanya menatap ke depan. Ia menarik napas sangat panjang beberapa kali. Bibirnya umik-umik [komat-kamit] entah membaca aji-aji apa, atau itu mungkin latihan terakhir baca syahadat.
Kemudian semua santri terhenyak. Saridin melepas kedua tangannya. Mendadak ia berlari kencang. Menuju salah satu pohon kelapa, dan ia pilih yang paling tinggi. Ia meloncat. Memanjat ke atas dengan cepat, dengan kedua tangan dan kedua kakinya, tanpa perut atau dadanya menyentuh batang kelapa. Para santri masih terkesima sampai ketika akhirnya Saridin tiba di bawah blarak-blarak [daun kelapa kering] di puncak batang kelapa. Ia menyibak lebih naik lagi. Melewati gerumbulan bebuahan. Ia terus naik dan menginjakkan kaki di tempat teratas. Kemudian tak disangka-sangka Saridin berteriak dan melompat tinggi melampaui pucuk kelapa, kemudian badannya terjatuh sangat cepat ke bumi. Semua yang hadir berteriak. Banyak di antara mereka yang memalingkan muka, atau setidaknya menutupi wajah mereka dengan kedua telapak tangan.
Badan Saridin menimpa bumi. Ia terkapar. Tapi anehnya tidak ada bunyi gemuruduk sebagaimana seharusnya benda padat sebesar itu menimpa tanah. Sebagian santri spontan berlari menghampiri badan Saridin yang tergeletak. Mencoba menolongnya. Tapi ternyata itu tidak perlu. Saridin membuka matanya. Wajahnya tetap kosong seperti tidak ada apa-apa. Dan akhirnya ia bangkit berdiri. Berjalan pelan-pelan ke arah Sunan Kudus. Membungkuk di hadapan beliau. Takzim dan mengucapkan, sami'na wa atha'na -aku telah mendengarkan, dan aku telah mematuhi. Gemparlah seluruh pesantren. Bahkan para penduduk di sekitar datang berduyun-duyun. Berkumpul dalam ketidakmengertian dan kekaguman. Mereka saling bertanya dan bergumam satu sama lain, namun tidak menghasilkan pengertian apa pun.
Akhirnya Sunan Kudus masuk masjid dan mengumpulkan seluruh santri, termasuk para penduduk yang datang, untuk berkumpul. Saridin didudukkan di sisi Sunan. Saridin tidak menunjukkan gelagat apa-apa. Ia datar-datar saja."Apakah sukar bagi kalian memahami hal ini?" Sunan Kudus membuka pembicaraan sambil tetap tersenyum. "Saridin telah bersyahadat. Ia bukan membaca syahadat, melainkan bersyahadat. Kalau membaca syahadat, bisa dilakukan oleh bayi umur satu setengah tahun. Tapi bersyahadat hanya bisa dilakukan oleh manusia dewasa yang matang dan siap menjadi pejuang dari nilai-nilai yang diikrarkannya."
Para santri mulai sedikit ngeh, tapi belum sadar benar."Membaca syahadat adalah mengatur dan mengendalikan lidah untuk mengeluarkan suara dan sejumlah kata-kata. Bersyahadat adalah keberanian membuktikan bahwa ia benar-benar meyakini apa yang disyahadatkannya. Dan Saridin memilih satu jenis keberanian untuk mati demi menunjukkan keyakinannya, yaitu menjatuhkan diri dari puncak pohon kelapa."
Di hadapan para santri, Sunan Kudus kemudian mewawancarai Saridin:
"Katamu tidak takut badanmu hancur, sakit parah atau mati karena perbuatanmu itu?"
"Takut sekali, Sunan."
"Kenapa kamu melakukannya?"
"Karena syahadat adalah mempersembahkan seluruh diri dan hidupku."
"Kamu tidak menggunakan otakmu bahwa dengan menjatuhkan diri dari puncak pohon kelapa itu kamu bisa cacat atau meninggal?"
"Aku tahu persis itu, Sunan."
"Kenapa kau langgar akal sehatmu?"
"Karena aku patuh kepada akal sehat yang lebih tinggi. Yakni bahwa aku mati atau tetap hidup itu semata-mata karena Allah menghendaki demikian, bukan karena aku jatuh dari pohon kelapa atau karena aku sedang tidur. Kalau Allah menghendaki aku mati, sekarang ini pun tanpa sebab apa-apa yang nalar, aku bisa mendadak mati."
"Bagaimana kalau sekarang aku beri kau minum jamu air gamping yang panas dan membakar tenggorakan dan perutmu?"
"Aku akan meminumnya demi kepatuhanku kepada guru yang aku percaya. Tapi kalau kemudian aku mati, itu bukan karena air gamping, melainkan karena Allah memang menghendaki aku mati."
Sunan Kudus melanjutkan: "Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa tindakan yang kau pilih itu memang tidak membahayakan dirimu, insya Allah, tetapi bisa membahayakan orang lain?"
"Maksud Sunan?"
"Bagaimana kalau karena kagum kepadamu lantas kelak banyak santri menirumu dengan melakukan tarekat terjun bebas semacam yang kau lakukan?"
"Kalau itu terjadi, yang membahayakan bukanlah aku, Sunan, melainkan kebodohan para peniru itu sendiri," jawab Saridin, "Setiap manusia memiliki latar belakang, sejarah, kondisi, situasi, irama dan metabolismenya sendiri-sendiri. Maka Tuhan melarang taqlid, peniruan yang buta. Setiap orang harus mandiri untuk memperhitungkan kalkulasi antara kondisi badannya dengan mentalnya, dengan keyaknannya, dengan tempat ia berpijak, serta dengan berbagai kemungkinan sunatullah atau hukum alam permanen. Kadal jangan meniru kodok, gajah jangan memperkembangkan diri seperti ular, dan ikan tak usah ikut balapan kuda."
"Orang memang tak akan menyebutmu kadal, kuda, atau kodok, melainkan bunglon. Apa katamu?"
"Kalau syarat untuk terhindar dari mati atau kelaparan bagi mereka adalah dengan menyebutku bunglon, aku mengikhlaskannya. Bahkan kalau Allah memang memerintahkanku agar menjadi bunglon, aku rela. Sebab diriku bukanlah bunglon, diriku adalah kepatuhanku kepada-Nya."
Http://www.imamsutrisno.blogspot.com
KALAU 'BEDEBAH' KOLONIAL LONDO BIKIN IKLAN LOWONGAN KERJA!!
IKLAN LOWONGAN KERJA TAHUN 1889
Ini benar2 teks asli dari suatu iklan lowongan kerja di dalam sebuah koran tahun 1889 yang masih tersimpan perpustakaan nasional jakarta sekarang. Percaya ga percaya..... Dulu iklan lowongan kerja modelnya seperti ini....
PENGOEMOEMAN !!!
DAG INLANDER,... ..HAJOO URANG MELAJOE,...KOWE MAHU KERDJA???GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE PERLU KOWE OENTOEK DJADI BOEDAK ATAOE TJENTENK DI PERKEBOENAN- PERKEBOENAN ONDERNEMING KEPOENJAAN GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE DJIKA KOWE POENYA SJARAT DAN NJALI BERIKOET:
1. Kowe poenja tangan koeat dan beroerat
2. Kowe poenja njali gede
3. Kowe poenja moeka kasar
4. Kowe poenja tinggal di wilajah nederlandsch indie
5. Kowe boekan kerabat dekat pemberontak- pemberontak ataoepoen maling ataoepoen mereka jang soedah diberantas liwat actie politioneel.
6. Kowe beloem djadi boedak nederlander ataoepoen ondernemer ataoe toean tanah ataoe baron eropah.
7. Kowe maoe bekerdja radjin dan netjes.
KOWE INLANDER PERLOE DATANG KE RAWA SENAJAN DISANA KOWE HAROES DIPILIH LIWAT DJOERI-DJOERI JANG BERTOEGAS :
1. Keliling rawa senajan 3 kali
2. Angkat badan liwat 30 kali
3. Angkat peroet liwat 30 kali
KOWE MESTI KETEMOE MEVROUW SHANTI, MENEER TOMO EN MENEER ATMADJAJA KOWE NANTI AKAN DIDJADIKAN TJENTENK OENTOEK DI TOBA, BULELENG, BORNEO, TANAMERA, BATAM, SOERABAJA, BATAVIA EN RIAOEEILAND. GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE MEMBERI OEPAH :
1. Makan 3 kali perhari dengan beras poetih dari bangil
2. Istirahat siang 1 uur.
3. Oepah dipotong padjak governement 40 percent oentoek wang djago.
HAASTIG KALAOE KOWE MAHOE..PERTANGGAL 31 MAART 1889 NIET LAAT TE ZIJN HOOR.. BATAVIA 1889 ONDER DE NAAM VAN NEDERLANDSCH INDIE GOVERNOR GENERAAL H.M.S VAN DEN BERGH S.J.J DE GOOIJ
Iklan ini benar-benar asli kutipan dari koran bertahun 1889 diambil di perpustakaan nasionalFrom: …..@yahoo.com (BIP)
Ini benar2 teks asli dari suatu iklan lowongan kerja di dalam sebuah koran tahun 1889 yang masih tersimpan perpustakaan nasional jakarta sekarang. Percaya ga percaya..... Dulu iklan lowongan kerja modelnya seperti ini....
PENGOEMOEMAN !!!
DAG INLANDER,... ..HAJOO URANG MELAJOE,...KOWE MAHU KERDJA???GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE PERLU KOWE OENTOEK DJADI BOEDAK ATAOE TJENTENK DI PERKEBOENAN- PERKEBOENAN ONDERNEMING KEPOENJAAN GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE DJIKA KOWE POENYA SJARAT DAN NJALI BERIKOET:
1. Kowe poenja tangan koeat dan beroerat
2. Kowe poenja njali gede
3. Kowe poenja moeka kasar
4. Kowe poenja tinggal di wilajah nederlandsch indie
5. Kowe boekan kerabat dekat pemberontak- pemberontak ataoepoen maling ataoepoen mereka jang soedah diberantas liwat actie politioneel.
6. Kowe beloem djadi boedak nederlander ataoepoen ondernemer ataoe toean tanah ataoe baron eropah.
7. Kowe maoe bekerdja radjin dan netjes.
KOWE INLANDER PERLOE DATANG KE RAWA SENAJAN DISANA KOWE HAROES DIPILIH LIWAT DJOERI-DJOERI JANG BERTOEGAS :
1. Keliling rawa senajan 3 kali
2. Angkat badan liwat 30 kali
3. Angkat peroet liwat 30 kali
KOWE MESTI KETEMOE MEVROUW SHANTI, MENEER TOMO EN MENEER ATMADJAJA KOWE NANTI AKAN DIDJADIKAN TJENTENK OENTOEK DI TOBA, BULELENG, BORNEO, TANAMERA, BATAM, SOERABAJA, BATAVIA EN RIAOEEILAND. GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE MEMBERI OEPAH :
1. Makan 3 kali perhari dengan beras poetih dari bangil
2. Istirahat siang 1 uur.
3. Oepah dipotong padjak governement 40 percent oentoek wang djago.
HAASTIG KALAOE KOWE MAHOE..PERTANGGAL 31 MAART 1889 NIET LAAT TE ZIJN HOOR.. BATAVIA 1889 ONDER DE NAAM VAN NEDERLANDSCH INDIE GOVERNOR GENERAAL H.M.S VAN DEN BERGH S.J.J DE GOOIJ
Iklan ini benar-benar asli kutipan dari koran bertahun 1889 diambil di perpustakaan nasionalFrom: …..@yahoo.com (BIP)
Khoo Ping Hoo dan Video Games
Khoo Ping Hoo dan Video Games
Arif Rohman
Saya semenjak masih SD sangat menyukai bacaan komik silat seperti Khoo Ping Hoo, Gan KL, Khu Lung, Chin Yung, Gan KH, OKT, dan Batara. Saya tidak tahu kenapa. Tapi yang pasti, komik-komik sejenis Khoo Ping Hoo hampir rata-rata kebanyakan sang tokoh biasanya adalah orang yang miskin, sengsara, teraniaya, tak berdaya. Selanjutnya entah itu karena nasib baik atau kemauan yang keras, biasanya dia bertemu dengan guru-guru atau tokoh dunia persilatan yang kondang dan sakti. Disitulah dia mendapat pencerahan dan moment terselamatkan hidupnya. Seperti titik balik.. Setelah itu sang pendekar biasanya sangat lugu kemudian turun gunung dan mengamalkan ilmunya demi kebaikan (menentang kejahatan). Pas turun gunung inilah si tokoh menjadi pribadi yang matang. Seperti ungkapan 'pintar didapat di sekolahan, dewasa didapat di luar sekolahan'. Dan biasanya dalam cerita-cerita, dengan keberaniannya dan kegagahannya (hohan) dia kemudian mendapat julukan tayhiap (pendekar besar) atas prestasinya di dunia kangouw (wuxia=jianghu) dan biasanya jago-jago kosen yang sudah senior (para loocianpwee) biasanya pingin menguji sang tokoh yang baru muncul. Jamak dalam cerita-cerita biasanya jago muda karena darahnya masih segar dan semangatnya masih tinggi kemudian bisa melewati batas para loocianpwee tersebut (semisal Kwee Ceng mengalahkan si telunjuk budha dari selatan, yoko mengalahkan si botak dari mongol, thio bu kie mengalahkan si bikhuni kematian dari gobypay, dan seterusnya). Makanya dikenal istilah 'di atas langit masih ada langit'. Ilmu itu tidak statis namun berkembang terus.. Sebagaimana Thio Sam Hong jebolan Shaolin menciptakan ilmu baru yang beda dengan ajaran shaolin yang mengandung kecepatan dan kekuatan, tapi malah dia menciptakan jurus Tai Chi yang justru kebalikannya yaitu mengandalkan ketenangan dan kelembutan, dan selanjutnya dia mendirikan perguruan Butongpay yang ga kalah kerennya.. Padahal dijaman itu, siapa yang berani menggunakan jurus selain perguruan bakalan dicap murtad! Nasib Thio Sam Hong dulu ga kalah sengsaranya. Dia adalah kacung di kuil Shaolin dan tidak pernah diajarkan Kungfu. Tapi justru dia diajari oleh tukang masak dari Shaolin yang justru menguasai ilmu tertinggi Shaolin yaitu Kiu Yang Sinkang (ilmu pukulan sembilan matahari). Setelah diusir dari Shaolin karena membela gurunya si tukang masak akhirnya dia berjualan tahu di pasar untuk hidup. Tapi intan tetaplah intan, biarpun namanya diubah, biarpun dia ditempatkan diantara batu-batuan, biarpun dia kena lumpur, dia akan tetap berkilau.. Komik silat semacam Khoo Ping Hoo disamping mengajarkan kerasnya kehidupan, buku-buku ini juga mengajarkan pentingnya menuntut ilmu, menghormati ibu bapak, menghargai rakyat jelata, keberanian memperjuangkan kebenaran, kesetaraan gender (laki-laki dan perempuan sama peluangnya untuk jadi pendekar), dan yang terakhir adalah CINTA TANAH AIR, seperti dalam cerita PATRIOT PADANG RUMPUT ataupun PENDEKAR SETENGAH JURUS. Tapi sayang komik-komik ini sudah langka, kalah dengan television, cinema dan video game. Ironis.. Anaqk Huang Shi Kwan (pendekar dari Shaolin, kamar 34) memberikan anaknya 2 pilihan, pedang atau mainan. Semoga anakku nanti kalo dah gedhe dan bisa baca lebih memilih Khoo Ping Hoo daripada video games.. Huahaha..!!Armidale, April 2009.
Influence Factors of Children Who Had Committed Murders in Bandung West Java (2000).
Arif Rohman
Saya semenjak masih SD sangat menyukai bacaan komik silat seperti Khoo Ping Hoo, Gan KL, Khu Lung, Chin Yung, Gan KH, OKT, dan Batara. Saya tidak tahu kenapa. Tapi yang pasti, komik-komik sejenis Khoo Ping Hoo hampir rata-rata kebanyakan sang tokoh biasanya adalah orang yang miskin, sengsara, teraniaya, tak berdaya. Selanjutnya entah itu karena nasib baik atau kemauan yang keras, biasanya dia bertemu dengan guru-guru atau tokoh dunia persilatan yang kondang dan sakti. Disitulah dia mendapat pencerahan dan moment terselamatkan hidupnya. Seperti titik balik.. Setelah itu sang pendekar biasanya sangat lugu kemudian turun gunung dan mengamalkan ilmunya demi kebaikan (menentang kejahatan). Pas turun gunung inilah si tokoh menjadi pribadi yang matang. Seperti ungkapan 'pintar didapat di sekolahan, dewasa didapat di luar sekolahan'. Dan biasanya dalam cerita-cerita, dengan keberaniannya dan kegagahannya (hohan) dia kemudian mendapat julukan tayhiap (pendekar besar) atas prestasinya di dunia kangouw (wuxia=jianghu) dan biasanya jago-jago kosen yang sudah senior (para loocianpwee) biasanya pingin menguji sang tokoh yang baru muncul. Jamak dalam cerita-cerita biasanya jago muda karena darahnya masih segar dan semangatnya masih tinggi kemudian bisa melewati batas para loocianpwee tersebut (semisal Kwee Ceng mengalahkan si telunjuk budha dari selatan, yoko mengalahkan si botak dari mongol, thio bu kie mengalahkan si bikhuni kematian dari gobypay, dan seterusnya). Makanya dikenal istilah 'di atas langit masih ada langit'. Ilmu itu tidak statis namun berkembang terus.. Sebagaimana Thio Sam Hong jebolan Shaolin menciptakan ilmu baru yang beda dengan ajaran shaolin yang mengandung kecepatan dan kekuatan, tapi malah dia menciptakan jurus Tai Chi yang justru kebalikannya yaitu mengandalkan ketenangan dan kelembutan, dan selanjutnya dia mendirikan perguruan Butongpay yang ga kalah kerennya.. Padahal dijaman itu, siapa yang berani menggunakan jurus selain perguruan bakalan dicap murtad! Nasib Thio Sam Hong dulu ga kalah sengsaranya. Dia adalah kacung di kuil Shaolin dan tidak pernah diajarkan Kungfu. Tapi justru dia diajari oleh tukang masak dari Shaolin yang justru menguasai ilmu tertinggi Shaolin yaitu Kiu Yang Sinkang (ilmu pukulan sembilan matahari). Setelah diusir dari Shaolin karena membela gurunya si tukang masak akhirnya dia berjualan tahu di pasar untuk hidup. Tapi intan tetaplah intan, biarpun namanya diubah, biarpun dia ditempatkan diantara batu-batuan, biarpun dia kena lumpur, dia akan tetap berkilau.. Komik silat semacam Khoo Ping Hoo disamping mengajarkan kerasnya kehidupan, buku-buku ini juga mengajarkan pentingnya menuntut ilmu, menghormati ibu bapak, menghargai rakyat jelata, keberanian memperjuangkan kebenaran, kesetaraan gender (laki-laki dan perempuan sama peluangnya untuk jadi pendekar), dan yang terakhir adalah CINTA TANAH AIR, seperti dalam cerita PATRIOT PADANG RUMPUT ataupun PENDEKAR SETENGAH JURUS. Tapi sayang komik-komik ini sudah langka, kalah dengan television, cinema dan video game. Ironis.. Anaqk Huang Shi Kwan (pendekar dari Shaolin, kamar 34) memberikan anaknya 2 pilihan, pedang atau mainan. Semoga anakku nanti kalo dah gedhe dan bisa baca lebih memilih Khoo Ping Hoo daripada video games.. Huahaha..!!Armidale, April 2009.
Influence Factors of Children Who Had Committed Murders in Bandung West Java (2000).
Sebotol Anggur Coonawarra, La Trobe University dan Ideologi Kiri
Sebotol Anggur Coonawarra, La Trobe University dan Ideologi Kiri
Arif Rohman
Jum'at malam pukul 7 tepat sebuah mobil abu-abu lewat di depan flatku. Aku beranjak turun dan memasuki mobilnya dan duduk disampingnya. Kami meluncur ke sebuah restoran China 'Mun Hing' untuk makan malam. Tapi kami tidak langsung masuk karena, malam itu terlalu pagi untuk sekedar makan..
Kami berjalan menyusuri lorong sepi sampai ke sebuah market. Kami berjalan menuju arah sudut yang paling kanan. Disitu adanya cuma botol-botol beraneka ragam yang indah.. Terkesan mahall!! Ini dia wine dari kampungku, serunya sambil menunjuk sebotol anggur coonawarra dari South Eastern Australia. Kamu mau ini?? Ini dari kampungku.. Kampungku!! Teriaknya padaku. Aku hanya tersenyum kecil.. Aku kemudian membayarnya dengan uang 50 an dollar dan membawa botol itu yang sudah dibungkus kertas coklat.
Mun Hing Restoran..!! Sebuah restoran China yang terkenal di kota ini. Kami berdua layaknya dua orang yang super cuek dan cewawakan segera masuk dan memesan tempat untuk dua orang. Kami mendapatkan tempat duduk paling pojok, bersampingan dengan sebuah keluarga dengan 2 anak kecilnya. Kami kemudian makan spring role sambil ketawa-ketawa bebas ngomongin tentang banjarmasin, bali, jogja, jakarta dan travel warning, dimana semua pelajar, mahasiswa dan dosen begitu sulitnya pergi liburan ke Indonesia. Sementara Indonesia hanya memberikan ijin untuk para pemakai visa, itupun harus bayar mahal dan cuma untuk waktu 1 bulan saja. Jadi aku mengerti kenapa setelah bom bali angka turis menurun, bukan karena bom balinya saja, tapi kebijakan 30 hari pemerintah yang bikin orang Australia terlalu cepat untuk menikmati keindahan Indonesia yang terpapar dari Sabang sampai Merauke. Kami tahu di Australia orthodox makan tidak boleh sambil bicara, tapi kami melanggar adat itu. Hihi.. Dua orang teman beda benua asyik menikmati malam dan hanya ada canda tawa.
Ceritakan aku tentang kampungmu!! Aku meminta dia cerita. Dia pun bercerita dengan penuh kebanggaan.. Di tempatku itu kota kecil. Banyak dari kami yang menanam anggur dan mengolahnya sendiri untuk dijual dalam bentuk wine. Kami bisa tahu mana anggur yang baik, anggur yang disimpan seratus tahun malah semakin enak, anggur yang diminum setelah 5 tahun semakin enak, atau anggur yang justru harus diminum sebelum tahun tertentu agar rasanya tidak hilang. Dan khusus anggur ini harus diminum dalam keadaan dingin. Kalau tidak tastenya bakal hilang.. Dia bercerita sambil memegang botol anggur dari kampungnya. Seorang pelayan cantik, masih muda datang ke meja kami dengan membawa tempat es khusus untuk menaruh botol wine supaya dingin.. Aku pernah lihat di library. Kayaknya dia ngambil communication studies.. Malam semakin larut, obrolan semakin kacau, kami terlarut dalam obrolan sehingga tidak menyadari kalau orang-orang sudah pada pergi.
Ceritakan aku tentang ideologimu!! Kataku ke dia. Dia pun bercerita dengan penuh semangat.. Keluarga kami di South Eastern Australia dibesarkan dalam tradisi kiri. Ideologi kami adalah ideologi kiri. Jadi kami kemana saja selalu ikut organisasi buruh. Ikut partai ya pasti partai buruh. Kami selalu jadi ketuanya. Kamu tahu ga La Trobe University? Dia didirikan tahun 1960'an bareng dengan Flinders University.. Mereka adalah dua organisasi kiri. Tahun pertama yang kuliah adalah orang-orang miskin kelas bawah. Mereka bangga kuliah di dua university ini. La Trobe dan Flinders adalah bagaikan dua saudara menentang hegemony University of Sydney, UNSW ataupun University of Melbourne. Aku pernah menjadi ketua mahasiswa di Flinders. Jadi La Trobe University itu universitas yang bagus. Universitas yang kiri, jadi kalau mau belajar ideologi yang kuat kamu harus kuliah di sana. Ideologi itu penting.. Kamu harus ngelanjutin studi kamu ke sana! La Trobe University..
Hmm.. Aku tersenyum simpul. La Trobe University.. Terlalu muluk buat aku untuk bisa study kesana.. Tapi entah kenapa nama university ini sudah memenangkan ruang dalam hatiku.. University ini seperti akrab di hatiku.. Semoga ini benar-benar de javu.. Kami segera membayar dan pergi. Dalam perjalanan pulang aku lebih banyak diam. Dia pun tersenyum padaku.. 'Suatu saat kamu pasti bisa study kesana', katanya padaku.. Huahahaha!! Tertawaku kencang.. Tanda keceriaanku dah muncul kembali. Tanda semangat itu telah datang kembali..
Armidale, 2 April 2009.
Arif Rohman
Jum'at malam pukul 7 tepat sebuah mobil abu-abu lewat di depan flatku. Aku beranjak turun dan memasuki mobilnya dan duduk disampingnya. Kami meluncur ke sebuah restoran China 'Mun Hing' untuk makan malam. Tapi kami tidak langsung masuk karena, malam itu terlalu pagi untuk sekedar makan..
Kami berjalan menyusuri lorong sepi sampai ke sebuah market. Kami berjalan menuju arah sudut yang paling kanan. Disitu adanya cuma botol-botol beraneka ragam yang indah.. Terkesan mahall!! Ini dia wine dari kampungku, serunya sambil menunjuk sebotol anggur coonawarra dari South Eastern Australia. Kamu mau ini?? Ini dari kampungku.. Kampungku!! Teriaknya padaku. Aku hanya tersenyum kecil.. Aku kemudian membayarnya dengan uang 50 an dollar dan membawa botol itu yang sudah dibungkus kertas coklat.
Mun Hing Restoran..!! Sebuah restoran China yang terkenal di kota ini. Kami berdua layaknya dua orang yang super cuek dan cewawakan segera masuk dan memesan tempat untuk dua orang. Kami mendapatkan tempat duduk paling pojok, bersampingan dengan sebuah keluarga dengan 2 anak kecilnya. Kami kemudian makan spring role sambil ketawa-ketawa bebas ngomongin tentang banjarmasin, bali, jogja, jakarta dan travel warning, dimana semua pelajar, mahasiswa dan dosen begitu sulitnya pergi liburan ke Indonesia. Sementara Indonesia hanya memberikan ijin untuk para pemakai visa, itupun harus bayar mahal dan cuma untuk waktu 1 bulan saja. Jadi aku mengerti kenapa setelah bom bali angka turis menurun, bukan karena bom balinya saja, tapi kebijakan 30 hari pemerintah yang bikin orang Australia terlalu cepat untuk menikmati keindahan Indonesia yang terpapar dari Sabang sampai Merauke. Kami tahu di Australia orthodox makan tidak boleh sambil bicara, tapi kami melanggar adat itu. Hihi.. Dua orang teman beda benua asyik menikmati malam dan hanya ada canda tawa.
Ceritakan aku tentang kampungmu!! Aku meminta dia cerita. Dia pun bercerita dengan penuh kebanggaan.. Di tempatku itu kota kecil. Banyak dari kami yang menanam anggur dan mengolahnya sendiri untuk dijual dalam bentuk wine. Kami bisa tahu mana anggur yang baik, anggur yang disimpan seratus tahun malah semakin enak, anggur yang diminum setelah 5 tahun semakin enak, atau anggur yang justru harus diminum sebelum tahun tertentu agar rasanya tidak hilang. Dan khusus anggur ini harus diminum dalam keadaan dingin. Kalau tidak tastenya bakal hilang.. Dia bercerita sambil memegang botol anggur dari kampungnya. Seorang pelayan cantik, masih muda datang ke meja kami dengan membawa tempat es khusus untuk menaruh botol wine supaya dingin.. Aku pernah lihat di library. Kayaknya dia ngambil communication studies.. Malam semakin larut, obrolan semakin kacau, kami terlarut dalam obrolan sehingga tidak menyadari kalau orang-orang sudah pada pergi.
Ceritakan aku tentang ideologimu!! Kataku ke dia. Dia pun bercerita dengan penuh semangat.. Keluarga kami di South Eastern Australia dibesarkan dalam tradisi kiri. Ideologi kami adalah ideologi kiri. Jadi kami kemana saja selalu ikut organisasi buruh. Ikut partai ya pasti partai buruh. Kami selalu jadi ketuanya. Kamu tahu ga La Trobe University? Dia didirikan tahun 1960'an bareng dengan Flinders University.. Mereka adalah dua organisasi kiri. Tahun pertama yang kuliah adalah orang-orang miskin kelas bawah. Mereka bangga kuliah di dua university ini. La Trobe dan Flinders adalah bagaikan dua saudara menentang hegemony University of Sydney, UNSW ataupun University of Melbourne. Aku pernah menjadi ketua mahasiswa di Flinders. Jadi La Trobe University itu universitas yang bagus. Universitas yang kiri, jadi kalau mau belajar ideologi yang kuat kamu harus kuliah di sana. Ideologi itu penting.. Kamu harus ngelanjutin studi kamu ke sana! La Trobe University..
Hmm.. Aku tersenyum simpul. La Trobe University.. Terlalu muluk buat aku untuk bisa study kesana.. Tapi entah kenapa nama university ini sudah memenangkan ruang dalam hatiku.. University ini seperti akrab di hatiku.. Semoga ini benar-benar de javu.. Kami segera membayar dan pergi. Dalam perjalanan pulang aku lebih banyak diam. Dia pun tersenyum padaku.. 'Suatu saat kamu pasti bisa study kesana', katanya padaku.. Huahahaha!! Tertawaku kencang.. Tanda keceriaanku dah muncul kembali. Tanda semangat itu telah datang kembali..
Armidale, 2 April 2009.
Dua Wanita Tua
Dua Wanita Tua
Arif Rohman
Petang itu dua orang wanita tua menyambutku di depan pintu. Dari wajahnya tergurat keceriaan. Mereka mengundangku dinner di rumahnya di Moshmann St. Jarang sebenarnya seseorang mengundang makan malam jika tidak mengenal betul personality orang yang diundang. Mereka berumur sekitar 70 'an. Yang satu adalah pensiunan social worker dari Deakin University dan yang satunya lagi adalah lawyer dari University of Sydney. Mereka tidak menikah dan tidak punya saudara. Hidup sendiri. Aktivitas mereka hanya membaca novel, memasak, berkebun, menulis diary dan mendengarkan musik.
Dua orang wanita tua duduk melingkar di sebuah meja yang bersih dan putih. Dibentangkannya garpu besar dan garpu kecil disebelah kiriku sementara sendok besar, sendok kecil dan pisau makan di sebelah kananku. Sebuah lilin besar dinyalakan, lampu dimatikan membuat suasana jadi tambah mengesankan. Dua buah kartu ucapan selamat diberikan kepadaku. Disisipkannya sebuah kado kecil. Aku membuka kartu-kartu dan kado itu dengan meminta ijin sebelumnya. Mereka sepertinya gembira dan meminta aku untuk segera membukanya. Yang pertama adalah sebuah kartu berwarna biru langit dengan isinya yang bertuliskan 'Wishing you a very happy birthday' dan yang satunya kartu seukuran dua ujung jemariku bergambar rose dengan tulisan 'Happy birthday and Love'. Indah sekali.. Dua kata sederhana tapi mengingatkanku kalau masih ada cinta di dunia ini. Kubuka kado kecil itu, isinya sebuah pena merek parker yang indah. Katanya, sekarang jaman modern dan komputer tapi kamu masih butuh pulpen untuk menulis. Pulpen yang berwarna perak, indah, elegan itu dibelikan khusus untukku.. Aku terharu dengan kedua wanita tua itu. Aku mengagumi kedua wanita itu. Yang satu menguasai bahasa France, Germany dan sebuah dictionary selalu terbuka di salah satu mejanya. Hal yang tidak pernah aku lihat di Indonesia yang kecintaan akan bahasanya sendiri mulai diragukan. Hampir setiap rumah memiliki Oxford Dictionary. Aku hanya tersenyum kecut.. Tidak pernah kulihat seseorang di Indonesia menyimpan Kamus Bahasa Indonesia di rumahnya. Sedangkan nenek tua yang satunya walaupun sudah berkepala tujuh tapi masih sekolah dan mengambil jurusan ilmu komputer. Sekali lagi aku tersenyum pelan.. Di Indonesia nenek tua dianggap tidak tahu diri kalau masih kuliah dan paling-paling kerjaannya hanya momong cucu.
Dua wanita tua menemani aku berbincang ditemani segelas kecil rum, segelas anggur merah dan secawan teh buatan Cina. Kehangatan minuman itu semakin menambah kehangatan diantara kami. Makanan dan minuman terkadang bisa menjembatani pertemanan diantara beberapa manusia. Diantara senyum, gelak tawa, menyusup susana kehangatan yang mengingatkanku pada Ibu dan keluargaku.. Secuil keju kumasukkan ke dalam mulutku yang menambah gairah persaudaraan di malam itu.
Dua orang wanita tua berbisik ingin mendengarkan harapanku. Di sini sebuah mimpi, sebuah harapan, sebuah cita-cita sekecil apapun itu selalu dihargai.. Aku bercerita tentang bintang dan rembulan. Tentang angin, api dan sejuknya air. Aku bercerita tentang laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung. Mereka terpesona mendengarkan ceritaku. Dan entah kenapa dua nenek tua itu menangis. Aku tidak tahu kenapa mereka harus menangis. Bukankah ini hari ulang tahunku? Tak seharusnya mereka menangis.. Bukankah bintang, rembulan, angin, api, air, laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung adalah sesuatu yang biasa kita temui dalam hidup? Mengapa harus menangis? Dan dari kedua bibir mungil dua wanita tua itu keluarlah beberapa patah katanya kepadaku, 'For I know the plans I have for you declares the Lord, plans to prosper you and not to harm you. Plans to give you hope and a future..'
Akankah do'a dua wanita tua akan mengubah jalan hidupku? Akankah do'a dua wanita tua itu mampu mengetuk jiwa sang maha pencipta? Aku tidak tahu.. Benar-benar tidak tahu.. Kucium kedua tangannya, sebagaimana akar budaya Jawa yang kuat tertanam dalam jiwaku.. Mereka terharu akan budaya ketimuran yang luhur dan merekapun kemudian memberikan ciuman sayang padaku. Hangat sekali. Aku merasakan nuansa kehangatan dan ketulusan. Kehangatan yang menyeruak di dinginnya malam pada pukul sepuluh. Akupun berunjuk pamit. Dua wanita tua itupun menangis.. Menangisi kepergianku dengan doa-doanya.. Kulihat dari jauh mereka masih berdiri di depan pintu rumah dengan ribuan air mata yang mengalir di sela-sela pipinya. Kugenggam tanganku erat-erat, kupaksakan terus melangkah, walaupun dinginnya kota menyergapku dari segala arah. Heaven knows...
Armidale, March 2009.
Arif Rohman
Petang itu dua orang wanita tua menyambutku di depan pintu. Dari wajahnya tergurat keceriaan. Mereka mengundangku dinner di rumahnya di Moshmann St. Jarang sebenarnya seseorang mengundang makan malam jika tidak mengenal betul personality orang yang diundang. Mereka berumur sekitar 70 'an. Yang satu adalah pensiunan social worker dari Deakin University dan yang satunya lagi adalah lawyer dari University of Sydney. Mereka tidak menikah dan tidak punya saudara. Hidup sendiri. Aktivitas mereka hanya membaca novel, memasak, berkebun, menulis diary dan mendengarkan musik.
Dua orang wanita tua duduk melingkar di sebuah meja yang bersih dan putih. Dibentangkannya garpu besar dan garpu kecil disebelah kiriku sementara sendok besar, sendok kecil dan pisau makan di sebelah kananku. Sebuah lilin besar dinyalakan, lampu dimatikan membuat suasana jadi tambah mengesankan. Dua buah kartu ucapan selamat diberikan kepadaku. Disisipkannya sebuah kado kecil. Aku membuka kartu-kartu dan kado itu dengan meminta ijin sebelumnya. Mereka sepertinya gembira dan meminta aku untuk segera membukanya. Yang pertama adalah sebuah kartu berwarna biru langit dengan isinya yang bertuliskan 'Wishing you a very happy birthday' dan yang satunya kartu seukuran dua ujung jemariku bergambar rose dengan tulisan 'Happy birthday and Love'. Indah sekali.. Dua kata sederhana tapi mengingatkanku kalau masih ada cinta di dunia ini. Kubuka kado kecil itu, isinya sebuah pena merek parker yang indah. Katanya, sekarang jaman modern dan komputer tapi kamu masih butuh pulpen untuk menulis. Pulpen yang berwarna perak, indah, elegan itu dibelikan khusus untukku.. Aku terharu dengan kedua wanita tua itu. Aku mengagumi kedua wanita itu. Yang satu menguasai bahasa France, Germany dan sebuah dictionary selalu terbuka di salah satu mejanya. Hal yang tidak pernah aku lihat di Indonesia yang kecintaan akan bahasanya sendiri mulai diragukan. Hampir setiap rumah memiliki Oxford Dictionary. Aku hanya tersenyum kecut.. Tidak pernah kulihat seseorang di Indonesia menyimpan Kamus Bahasa Indonesia di rumahnya. Sedangkan nenek tua yang satunya walaupun sudah berkepala tujuh tapi masih sekolah dan mengambil jurusan ilmu komputer. Sekali lagi aku tersenyum pelan.. Di Indonesia nenek tua dianggap tidak tahu diri kalau masih kuliah dan paling-paling kerjaannya hanya momong cucu.
Dua wanita tua menemani aku berbincang ditemani segelas kecil rum, segelas anggur merah dan secawan teh buatan Cina. Kehangatan minuman itu semakin menambah kehangatan diantara kami. Makanan dan minuman terkadang bisa menjembatani pertemanan diantara beberapa manusia. Diantara senyum, gelak tawa, menyusup susana kehangatan yang mengingatkanku pada Ibu dan keluargaku.. Secuil keju kumasukkan ke dalam mulutku yang menambah gairah persaudaraan di malam itu.
Dua orang wanita tua berbisik ingin mendengarkan harapanku. Di sini sebuah mimpi, sebuah harapan, sebuah cita-cita sekecil apapun itu selalu dihargai.. Aku bercerita tentang bintang dan rembulan. Tentang angin, api dan sejuknya air. Aku bercerita tentang laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung. Mereka terpesona mendengarkan ceritaku. Dan entah kenapa dua nenek tua itu menangis. Aku tidak tahu kenapa mereka harus menangis. Bukankah ini hari ulang tahunku? Tak seharusnya mereka menangis.. Bukankah bintang, rembulan, angin, api, air, laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung adalah sesuatu yang biasa kita temui dalam hidup? Mengapa harus menangis? Dan dari kedua bibir mungil dua wanita tua itu keluarlah beberapa patah katanya kepadaku, 'For I know the plans I have for you declares the Lord, plans to prosper you and not to harm you. Plans to give you hope and a future..'
Akankah do'a dua wanita tua akan mengubah jalan hidupku? Akankah do'a dua wanita tua itu mampu mengetuk jiwa sang maha pencipta? Aku tidak tahu.. Benar-benar tidak tahu.. Kucium kedua tangannya, sebagaimana akar budaya Jawa yang kuat tertanam dalam jiwaku.. Mereka terharu akan budaya ketimuran yang luhur dan merekapun kemudian memberikan ciuman sayang padaku. Hangat sekali. Aku merasakan nuansa kehangatan dan ketulusan. Kehangatan yang menyeruak di dinginnya malam pada pukul sepuluh. Akupun berunjuk pamit. Dua wanita tua itupun menangis.. Menangisi kepergianku dengan doa-doanya.. Kulihat dari jauh mereka masih berdiri di depan pintu rumah dengan ribuan air mata yang mengalir di sela-sela pipinya. Kugenggam tanganku erat-erat, kupaksakan terus melangkah, walaupun dinginnya kota menyergapku dari segala arah. Heaven knows...
Armidale, March 2009.
Wednesday 23 July 2008
KAJIAN ANTAR BIDANG
KAJIAN ANTAR BIDANG
Parsudi Suparlan
Universitas Indonesia
Dalam Kata Pengantar untuk buku terjemahan Etika Akademis yang ditulis oleh Edward Shils (1992: viii), saya kemukakan bahwa “perguruan tinggi atau universitas…. muncul dan berkembang dalam kehidupan masyarakat karena kehadirannya dirasakan penting oleh masyarakat tersebut dalam upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pendidikan tinggi bagi para warganya…..” Apa yang saya kemukakan tersebut menuntut penjelasan mengenai makna-makna yang tercakup di dalamnya. Penjelasan yang akan mendudukkan posisi perguruan tinggi atau universitas sebagai pranata yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung atau tidak langsung turut mensejahterakan kehidupan warga masyarakat yang telah turut membiayai keberadaannya. Salah satu diantara berbagai kegiatan dari universitas Indonesia, sebagai sebuah pranata pendidikan tinggi, adalah menyelenggarakan program-program kajian antar-bidang pada tingkat magister.
Tulisan berikut ini berusaha untuk menyajikan uraian mengenai kajian antar-bidang sebagai sebuah pendekatan atau paradigma dalam dan bagi penyelenggaraan pengajaran dan kegiatan ilmiah serta kegunaannya dalam turut mensejahterakan kehidupan warga masyarakat secara langsung atau tidak langsung. Uraian mengenai kajian antar-bidang akan berupaya menunjukkan perbedaan yang mendasar dan umum, walaupun bercorak arbitrer, antara penyelenggaraan pendidikan dalam program antar-bidang dengan program mono bidang dan dengan multi-bidang. Secara lebih khusus akan ditunjukkan corak dan program antar-bidang dan kegunaannya dalam aplikasinya bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Imu Pengetahuan dan Penggolongannya
Taylor (1985: 26-33) menyatakan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara ilmu-ilmu pengetahuan alamiah (natural sciences) dan ilmu-ilmu pengetahuan kemanusiaan (human sciences). Perbedaan mendasar tersebut disebabkan oleh paradigma yang mendasar yang memang berbeda. Ilmu-ilmu pengetahuan alamiah adalah kajian mengenai gejala-gejala alamiah yang tujuannya untuk menemukan hukum-hukum yang merupakan hakekat dan hubungan-hubungan diantara gejala-gejala tersebut. Dalam kajian-kajian seperti ini tidak diperlukan adanya interpretasi dari yang dikaji, karena tujuan yang ingin dicapai adalah pemecahan masalah dari teka-teki yang terwujud dalam dan dari hubungan-hubungan diantara gejala-gejala alamiah yang dikaji tersebut. Ilmu-ilmu pengetahuan kemanusiaan, berbeda dan bahkan sebaliknya dari paradigma ilmu-ilmu pengetahuan alamiah adalah bertujuan untuk memahami kelakuan manusia dan ungkapan-ungkapannya dan oleh karena itu bercorak interpretif atau hermeneutik. Landasan pikirnya adalah karena pada dasarnya manusia itu mahluk pemikir atau penginterpretasi dirinya sendiri dan lingkungannya. Sedangkan sasaran kajian ilmu-ilmu pengetahuan alamiah adalah obyek-obyek yang tidak menginterpretasi dirinya dan lingkungannya.
Apa yang telah dikemukakan oleh Taylor tersebut adalah memperbedakan secara tegas antara ilmu-ilmu pengetahuan alamiah dan yang bukan, yang diperlakukannya sebagai sebuah golongan dengan ciri-cirinya yang hermenetik atau interpretif. Apa yang telah dilakukannya adalah mengabaikan kenyataan betapa besar pengaruh dari ilmu-ilmu pengetahuan alamiah terhadap perkembangan dari ilmu-ilmu pengetahuan kemanusiaan, terutama dalam apa yang biasanya digolongan sebagai ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Menurut konvensi yang umum berlaku, secara tradisional, ilmu pengetahuan digolongkan dalam tiga golongan, yaitu: ilmu-ilmu pengetahuan alamiah (natural sciences), ilmu-ilmu pengetahuan sosial (social sciences), dan ilmu budaya atau humaniora (humanities). Pertentangan yang mendasar yang ada diantara golongan-golongan tersebut adalah antara ilmu-ilmu pengetahuan alamiah dengan humaniora, dimana masing-masing mempunyai paradigma yang tidak dapat didamaikan sebagaimana pendapat Taylor seperti tersebut di atas.
Sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, di satu pihak, mempunyai ciri-cirinya yang berusaha untuk menjadi seperti ilmu-ilmu pengetahuan alamiah, yang karena itu biasanya dinamakan bercorak positivistik. Paradigma positivistik ini memperlakukan gejala-gejala sosial dan kemanusiaan sama dengan gejala-gejala alam, dan karena itu metode-metode yang digunakan serta kajian-kajian yang dihasilkan adalah bertujuan untuk menghasilkan hukum-hukum yang mempunyai corak obyektif, berlaku umum atau universal; dan tehnik-tehnik yang dilakukan adalah melakukan pengukuran-pengukuran dan karena itu teori-teori yang dihasilkannya adalah kecenderungan-kecenderungan. Kajian seperti ini menggunakan dan mengembangkan pendekatan kuantitatif. Sedangkan dipihak lain, dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial juga berkembang dan mantap pendekatan kualitatif yang interpretif, sebagaimana yang ada dalam paradigma humaniora. Penekanan dari paradigmanya adalah pemahamamn (verstehen atau understanding). Dalam sejarah ilmu pengetahuan, selama ini pendekatan kuantitatif yang positivistik telah mendominasi ilmu-ilmu pengetahuan sosial; dan baru pada dekade terakhir ini pendekatan yang kualitatif dan interpretif menunjukkan keunggulannya sebagai sebuah metodologi dan bahkan sebuah paradigma yang dinamakan constructivism dan postpositivism (terdapat dalam antara lain tulisan-tulisan yang di-edit oleh Guba, 1990)
Penggolongan Ilmu Pengetahuan dan Pembidangannya
Masing-masing golongan ilmu pengetahuan, seperti tersebut di atas, terdiri atas bidang-bidang atau disiplin-disiplin (disciplines). Masing-masing bidang tersebut dapat dibedakan antara yang satu dari yang lainnya karena masing-masing mempunyai paradigma-paradigma yang mendasar yang berbeda satu dari yang lainnya. Paradigma masing-masing bidang tersebut didukung oleh perangkat-perangkat teori-teori dan konsep-konsep, metodologi-metodologi atau pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan penelitian. Konsep kunci yang digunakan dalam pembidangan, juga dalam penggolongan ilmu pengetahuan, adalah paradigma (paradigm). Dalam pengertian umum, paradigma diartikan sebagai sebuah model yang harus diikuti atau ditiru. Paradigma juga dapat diartikan sebagai sebuah keyakinan yang melandasi sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan gejala-gejala yang menjadi sasaran kajian yang tercakup dalam ruang lingkup permasalahan yang menjadi perhatian.
Dalam dunia ilmiah, konsep ini menjadi konsep kunci dalam penggunaannya oleh Thomas Kuhn (1970), di mana dia tunjukkan bahwa dalam ilmu pengetahuan biasa (normal science), yaitu ilmu pengetahuan alamiah, paradigma atau konsensus ada dan hidup dalam komuniti ilmiah yang isinya adalah mengenai aturan-aturan metodologi dan teori yang harus diikuti, instrumen-instrumen yang harus digunakan, masalah-masalah yang harus diteliti, dan patokan-patokan penilaian kegiatan-kegiatan penelitian. Dengan kata lain, sebuah paradigma adalah sebuah keyakinan ilmiah, yang merupakan sebuah sudut pandang dalam hal melihat dan memperlakukan gejala-gejala, kegiatan-kegiatan penelitian atau pengkajian, dan dalam menilai kesahihan sesuatu kegiatan penelitian dan hasil-hasilnya. Sebuah paradigma ada dalam keyakinan para ilmuwan yang secara bersama-sama merupakan sebuah komuniti ilmiah. Komuniti ilmiah inilah yang menjadi pendukung utama dan menentukan sesuatu corak paradigma ilmiah yang menjadi keyakinan ilmiah komuniti ilmiah tersebut. Lebih lanjut Kuhn, dalam bukunya tersebut (1970), menyatakan bahwa sebuah paradigma itu ada bukan merupakan sebuah hasil dari proses evolusi dari paradigma-paradigma sebelumnya, tetapi merupakan hasil dari sebuah revolusi di mana sesuatu paradigma yang baru menyingkirkan atau menggeser paradigma atau paradigma-paradigma yang sudah ada sebelumnya. Karena, setiap paradigma merupakan sebuah keyakinan tersendiri mengenai sebuah dunia ilmiah yang mencerminkan kegiatan kegiatannya, yang tidak mungkin direduksi untuk dikombinasikan dengan sebuah paradigma lainnya mengenai dunia ilmu pengetahuan yang samasama menjadi kajiannya.
Karena itu dalam sebuah bidang ilmiah, seperti sosiologi atau antropologi, yang merupakan produk dari paradigma-paradigma positivisme dan hermeneutika, bidang-bidang dalam ilmu pengetahuan sosial tersebut tidak hanya mempunyai sebuah paradigma tetapi banyak paradigma (multi paradigms). Masing-masing paradigma dalam antropologi, misalnya mempunyai dunia ilmiah berikut konsep-konsep, teori-teori, metodologi atau pendekatan yang masing-masing berbeda satu dengan lainnya. Masing-masing penganut paradigma memahami batas-batas dunia ilmiahnya masing-masing yang dibedakan dari dunia ilmiah yang dipunyai oleh paradigma yang lainnya; dan para penganut masing-masing paradigma hanya akan menggunakan metodologi, konsep-konsep, dan teori-teori yang tergolong dalam paradigmanya. Contohnya adalah paradigma materialisme budaya (cultural materialism) dari Marvin Harris tidak mungkin dapat bertemu atau bergabung dengan paradigma relativisme budaya (cultural relativism) yang interpretif dari Clifford Geertz.
Di samping itu, bidang-bidang ilmiah seperti antropologi, sosiologi, psikologi, atau lainnya, juga mengembangkan kajian-kajian yang tergolong sebagai sebagai kajian antar-bidang. Kajian-kajian antar-bidang sebetulnya adalah kajian-kajian yang menggunakan pendekatan atau metodologi yang berasal dari dua paradigma atau lebih. Lalu, bagaimana hal itu dapat terjadi bila paradigma menggeser paradigma lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Kuhn (1970) ?
Kajian Antar Bidang
Kajian antar-bidang pada dasarnya dimulai pada waktu seorang ahli dari sesuatu bidang ilmiah mencoba untuk menggunakan sejumlah konsep dan atau teori yang ada dalam sesuatu bidang ilmiah lainnya, yang berguna dalam turut membantu memahami sesuatu gejala yang menjadi masalah kajiannya. Apa yang dilakukan oleh si ahli tersebut sebenarnya adalah pengambil alihan konsep-konsep dan atau teori-teori dari sesuatu bidang ilmiah yang lain yang ditransformasikannya menjadi konsep-konsep dan teori-teori dari bidang ilmiah yang menjadi keahliannya. Kegiatan ilmiah seperti ini bisa terjadi dalam bidang-bidang ilmiah yang terbuka sistem-sistem paradigma atau metodologinya. Bidang-bidang ilmu pengetahuan sosial dan humaniora pada umumnya mempunyai sistem-sistem yang terbuka dibandingkan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan alamiah, sehingga pinjam meminjam konsep dan teori, bahkan pinjam meminjam metodologi dan paradigma bisa saja terjadi. Antropologi, misalnya, yang pada tahap pertama perkembangan sejarahnya hanya berupa kumpulan informasi mengenai masyarakat dan kebudayaan di luar Eropa Barat, disistematikkan menjadi sebuah bidang ilmu pengetahuan karena meminjam evolusionisme yang berasal dari biologi dan menjadikannya sebagai paradigmanya.
Pengambil alihan paradigma atau metodologi ataupum pengambil alihan konsep-konsep dan teori atau metode-metode dari sesuatu bidang ilmiah lainnya untuk dijadikan milik bidang ilmiah yang ditekuni tidaklah menghasilkan sebuah pendekatan antar-bidang. Karena yang terjadi adalah penguatan keilmiahan sebuah bidang ilmiah. Sedangkan dalam pendekatan antar-bidang, paradigma atau metodologi dari dua bidang ilmiah atau lebih digabungkan menjadi satu sehingga terwujud sebagai sebuah metodologi yang baru yang relevan atau berguna dalam ruang lingkup permasalahan yang menjadi kajiannya. Pendekatan antar-bidang biasanya terwujud sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai cara-cara yang terbaik dalam mendefinisikan masalah-masalah kajian dan dalam memperoleh data sahih. Masalah-masalah kajian yang biasanya berada di luar dan masalah-masalah kajian yang biasanya menjadi perhatian ilmiah sesuatu bidang, atau karena merupakan masalah-masalah kajian yang biasa menjadi perhatian dua bidang ilmiah atau lebih. Karena permasalahan perhatian yang menjadi kajiannya itu mempunyai corak yang terkomplikasi dengan pendekatan-pendekatan atau metodologi yang berbeda maka diperlukan pendekatan yang antar-bidang. Atau, untuk itu maka diperlukan acuan-acuan konsep dan teori yang terintegrasi yang memungkinkan bagi dilakukannya pembuatan secara deduktif hubungan-hubungan yang jelas diantara hipotesa-hipotesa atau teori-teori; yang memungkinkan untuk dapat digunakannya sebagai acuan metodologi. Karena itu, sebuah pendekatan atau kajian antar-bidang mempunyai paradigma dan metodologi yang tersendiri yang tidak sama dengan paradigma-paradigma dan metodologi bidang-bidang ilmiah induknya. Pendekatan antar-bidang dengan demikian dapat dikatakan sebagai sebuah paradigma yang mencakup metodologi, teori-teori, konsep-konsep, metode-metode dan bahkan label-label yang khusus menjadi ciri-cirinya yang berbeda dari metodologi atau paradigma dan pendekatan antar-bidang atau sesuatu bidang ilmiah lainnya. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh seorang ahli atau ilmuwan dalam upayanya untuk meneliti sistem kepribadian sebagai sebuah kajian antar-bidang, dapat dilihat dalam tulisan Miller (1970).Dalam kehidupan ilmiah di perguruan tinggi, pendekatan antar-bidang bisa terwujud sebagai sebuah kegiatan penelitian, sebagai sebuah mata kuliah atau bidang pengajaran, atau sebagai sebuah program pendidikan atau program kajian. Kegiatan penelitian atau pengajaran yang bercorak antar-bidang biasanya dilakukan oleh seorang ahli atau ilmuwan yang bukan hanya ahli dalam bidang ilmiahnya saja tetapi yang juga mempunyai perhatian dalam bidang-bidang ilmiah lainnya dan yang mempunyai kemampuan metodologi yang mencukupi. Karena tidak semua ahli atau ilmuwan sesuatu bidang ilmiah itu mempunyai perhatian di luar bidang-bidang perhatian ilmiahnya tersebut. Sebuah kajian antar-bidang biasanya didesain untuk memahami atau mengukur sesuatu masalah kajian yang berada di luar tradisi kajian sesuatu bidang ilmiah, yang dilakukan sesuai dengan kegunaannya. Kajian antar-bidang menghasilkan teori-teori yang relevan dengan dan berguna bagi pemecahan yang komprehensif bagi masalah-masalah yang menjadi sasaran kajiannya, yang belum tentu dapat dihasilkan oleh kajian bidang ilmiah untuk masalah kajian yang sama. Kalau kajian-kajian yang dihasilkannya tidak berguna maka kajian antar-bidang tersebut akan ditinggalkan atau hasil-hasil kajiannya tidak digunakan.
Sebuah penelitian mengenai program pariwisata sebagai sebuah program pembangunan misalnya, bila hanya dilakukan oleh ahli ekonomi atau ahli sosiologi atau ahli antropologi yang melakukannya sesuai dengan keahlian menurut bidang masing-masing akan menghasilkan kajian pariwisata dalam perspektif ekonomi, perspektif sosiologi, dan perspektif antropologi. Mungkin hasil penelitian mereka itu dapat dianalogikan dengan contoh terkenal mengenai tiga orang buta yang menceritakan hasil penelitian mereka masing-masing mengenai apa yang dinamakan gajah dengan cara meraba bagian-bagian tubuh gajah yang teraba oleh mereka. Pariwisata sebagai sebuah program pembangunan dengan banyak dimensi menuntut pengkajian yang antar-bidang, atau mungkin pengkajian multi bidang yang komprehensif karena pariwisata sebagai sebuah program pembangunan mempunyai banyak dimensi yang tidak mungkin dapat dipahami dan dipecahkan masalahnya secara komprehensif dan menyeluruh oleh hanya dari satu perspektif bidang ilmiah. Saya telah mencoba untuk melihat pariwisata sebagai program pembangunan yang top-down di Bali yang telah berhasil dengan baik sampai dengan tahun 1980-an, yang saya lakukan secara antar-bidang dengan memperhatikan hakekat pariwisata, konsep-konsep pembangunan dan pengetrapannya, struktur sosial dan corak kebudayaan Bali, dan kebijaksanaan pariwisata di Bali (Suparlan, 1993).
Hal yang sama juga berlaku dalam mata kuliah yang bercorak antar-bidang Antropologi Agama. Perubahan Sosial dan Pembangunan, misalnya, menuntut sebuah silabus yang isinya adalah metode yang antar-bidang. Dalam bidang ilmiah atau disiplin antropologi, kajian mengenai agama merupakan tradisi kegiatan-kegiatan pengajarannya sejak muncul dan berkembangnya antropologi sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan. Mata kuliah agama dalam antropologi biasanya terfokus pada perspektif evolusi, difusi, fungsionalisme, strukturalisme yang merupakan paradigma-paradigma dalam antropologi (lihat: Koentjaraningrat, 1990). Hakekat agama sebagai keyakinan yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing pemeluknya sebagaimana tertuang dalam teologi dari: masing-masing agama tidak pernah diperhatikan. Karena dalam tradisi kajian antropologi tersebut, agama adalah gejala-gejala yang menjadi sasaran kajian dan bukan sebagai keyakinan yang hidup dalam masyarakat dari pribadi anggota masyarakat yang bersangkutan. Keyakinan keagamaan tersebut sebenarnya adalah teologi yang ada dalam kehidupan yang nyata dari para pemeluk agama yang bersangkutan, yang keberadaannya mengacu pada teologi yang ada dalam teks-teks suci agama masing-masing pemeluk. Antropologi Agama atau kajian antropologi mengenai agama masa kini berbeda dari yang secara tradisional dilakukan dalam antropologi, karena coraknya yang antar-bidang yang bukan hanya mengacu pada teori-teori dari paradigma-paradigma yang ada dalam antropologi tetapi juga mengacu pada paradigma-paradigma yang ada dalam filsafat dan teologi (lihat antara lain, Morris 1987).
Kajian antar-bidang sebagai sebuah program pendidikan mempunyai prinsip-prinsip yang sama dengan yang berlaku dalam penelitian dan penyelenggaraan sesuatu mata kuliah. Sasaran dan ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai melalui program pendidikannya, paradigma yang digunakan sebagai acuan utama dalam pembuatan kurikulum dan pelaksanaan pendidikannya, harus dapat ditunjukkan setidak-tidaknya secara implisit melalui kurikulum dan penyelenggaraan perkuliahannya. Pendekatan antar-bidang sebagai sebuah program pendidikan dapat dilihat sebagai sebuah paket pendidikan yang menghasilkan sesuatu keahlian yang khusus sesuai dengan tujuan didirikannya program kajian antar-bidang tersebut. Paket pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan keahlian yang bercorak akademik atau ilmiah yang mencakup keahlian penelitian dan analisis dalam batas-batas tertentu, dan yang karena itu tidak sama dengan kursus. Walaupun kegunaan dari hasil pendidikan program kajian antar-bidang itu lebih bercorak praktikal tetapi program kajian tidaklah didesain sebagai sebuah program pendidikan tukang. Karena itu mau tidak mau dalam paket pendidikan tersebut tercakup juga pendidikan yang bercorak akademik atau intelektual, yang menunutut para mahasiswa atau alumninya untuk mempunyai kemampuan keahlian dalam penelitian ilmiah atau dalam diskursus intelektual dan akademik.
Kalau kita memperhatikan Kajian Wilayah Amerika, yang ada di U.I., program kajian ini adalah program kajian antar-bidang. Sebagai program antar-bidang Kajian Wilayah Amerika adalah sebuah paket yang berbeda dari program-program yang sama yang ada di Amerika Serikat yang bercorak banyak bidang atau multi bidang. Dalam program-program Kajian Amerika di Amerika Serikat, ada ahli-ahli ilmu politik, antropologi, sosiologi, komunikasi, jurnalisme, bahasa, kesusasteraan, dan berbagai bidang keahlian lainnya, yang secara bersama-sama tergabung dalam sebuah program kajian sebagai faculty atau para ahli yang secara bersama-sama membentuk dan merupakan sebuah satuan paradigma yang komprehensif yang menjadi ciri program kajian tersebut. Sedangkan program Kajian Wilayah Amerika di U.I. dibuat sebagai sebuah paket yang bercorak antar-bidang, karena secara ekonomi lebih menguntungkan mengingat tenaga pengajar yang berkeahlian serta dana pembiayaan yang tersedia itu terbatas.
Sebagai sebuah kajian antar-bidang Kajian Wilayah Amerika dimulai sebagai sebuah perluasan dari kajian mono bidang ilmiah, yaitu program pendidikan Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra U.I. Programnya yang kemudian menjadi antar-bidang dapat dilihat sebagaimana tercermin dalam kurikulumnya (Suparlan, 1992). Karena itu tidaklah masuk akal bila dalam Kajian Wilayah Amerika disajikan perkuliahan hubungan internasional, karena mata kuliah hubungan internasional tidaklah termasuk sebagai unsur yang mendukung terwujudnya kajian mengenai Amerika.
Adalah juga tidak masuk akal bila dalam Kajian Wilayah Amerika ada mahasiswa-mahasiswa yang membuat tesis yang tergolong sebagai tesis Hubungan internasional. Mereka yang berminat pada Hubungan Internasional sebaiknya mengikuti program pendidikan Hubungan Internasional yang diselenggarakan di FISIP-U.I. atau dalam Program Pascasarjana FISIP-U.I. Atau, adalah juga tidak masuk akal, bila dalam program Kajian Wilayah Amerika juga dikembangkan Kajian Linguistik Amerika, atau Filsafat Amerika, atau Sejarah Amerika. Program-program tersebut adalah program bidang ilmiah yang monolitik, sebagaimana yang diselenggarakan di U.I., atau dalam pendidikan tinggi di universitas manapun di dunia ini, yang terwujud sebagai Program Linguistik, Filsafat, dan ilmu Sejarah. Karena paradigma dan program-program tersebut adalah paradigma-paradigma sesuatu bidang ilmiah dan bukan paradigma antar-bidang. Paradigma yang mencirikan corak antar-bidang muncul dari masalah dan ruang lingkup yang menjadi tujuan penyelenggaraan program kajian itu dan bukan dari atau dengan mengikuti sesuatu paradigma bidang ilmiah yang sudah ada, baku, dan berlaku universal. Linguistik misalnya, mempunyai paradigma-paradigma yang baku dan berlaku universal. Bahasa Inggris Amerika, Jawa, Indonesia, Rusia adalah sasaran kajiannya sedangkan paradigmanya adalah linguistik. Ini berbeda dengan Kajian Wilayah Amerika atau Kajian Ilmu Pengetahuan Kepolisian atau Kajian Ketahanan Nasional yang ada dalam Program Pascasarjana Universitas Indonesia misalnya, di mana paradigma-paradigma yang dipunyai oleh tiga contoh kajian tersebut telah dibangun dari berbagai paradigma yang berasal dari berbagai disiplin atau bidang ilmiah yang relevan dengan tujuan pembentukan program-program kajian tersebut.
Penutup
Sebuah program pendidikan kajian yang antar-bidang hanya mungkin dapat tetap ada dan berkembang bila program tersebut dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai kegunaan dalam dan bagi masyarakat yang bersangkutan. Lulusan atau alumni yang ahli dan handal dalam bidangnya memungkinkan keberadaan program kajian antar-bidang tersebut tetap dibutuhkan oleh masyarakat pengguna dan tidak akan menjadi beban bagi masyarakat. Mutu lulusan atau alumninya antara lain ditentukan oleh kurikulum yang dijadikan pedoman penyelenggaraan program dan oleh mata-mata kuliah yang disajikan oleh para pengajarnya. Sebuah program kajian antar-bidang juga hanya mungkin dapat mempertahankan mutu ilmiahnya bila para pengajar dan alumni yang dihasilkannya dapat mewujudkan diri sebagai sebuah komuniti ilmiah. Melalui kegiatan-kegiatan para anggota komuniti ilmiah tersebut, perhatian terhadap kajian pemantapan kajian, serta penajaman dan kesahihan metodologi serta teori-teori yang dipunyainya dapat dikembangkan melalui diskusi-diskusi atau seminar-seminar dan publikasi ilmiah. Asosiasi alumni dapat dilihat sebagai sebuah komuniti ilmiah bila kegiatan asosiasi ini memang ditujukan untuk memacu anggota-anggotanya agar dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah. Karena itu tidaklah wajar bila sebuah asosiasi ahli-ahli kajian antar-bidang membuat seminar yang para pembicaranya adalah orang luar atau politisi atau pejabat pemerintah yang berbicara mengenai materi atau substansi yang menjadi perhatian ilmiah dari asosiasi ilmuwan kajian tersebut, sedangkan para anggota asosiasi tersebut hanya diperlakukan sebagai pendengar atau penonton saja. Corak kegiatan seminar seperti tersebut di atas hanya mengungkapkan ketidakmampuan asosiasi kajian tersebut sebagai sebuah komuniti ilmiah. Atau kejadian tersebut dapat dilihat sebagai sebuah pencerminan ketidakpercayaan diri dari para anggotanya sebagai ilmuwan yang ahli dalam bidang kajian yang ditekuninya. Bila hal ini terjadi dari waktu ke waktu, salah-salah kajian ini tidak akan ada lagi peminatnya karena para lulusannya dianggap tidak mempunyai kemampuan keahlian sesuai dengan tujuan diadakannya program kajian tersebut.
Sebagai akhir kata, sebagaimana yang telah pernah saya kemukakan (Suparlan, 1992), sebuah kajian antar-bidang juga dapat menyajikan pendidikan tingkat doktor. Mungkin ada baiknya bila saya menyajikan sebuah analogi pengertian Master dan Doktor sebagaimana yang ada dalam kehidupan orang awam. Master artinya yang berkeahlian, dan Doktor artinya yang dapat mengobati atau memperbaiki sesuatu kesulitan yang dirasakan sebagai masalah yang merugikan dalam kehidupan manusia. Patut dicatat bahwa program kajian antar-bidang dibuat sesuai dengan kegunaannya dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan; dan bahwa corak kegunaan praktikalnya lebih menonjol daripada corak akademik atau intelektualnya walaupun sama sekali tidak berarti sama dengan dapat atau boleh tidak ilmiah. Oleh karena itu maka doktor yang dapat dihasilkan dalam sesuatu bidang kajian yang antar-bidang dengan demikian adalah doktor yang mempunyai keahlian akademik yang ilmiah yang dapat mensajikan formulasi atau tesis untuk sesuatu pemecahan masalah sesuai dengan bidang kajiannya.
Untuk itu, sebuah kajian antar-bidang hanya mungkin dapat menyajikan pendidikan doktor bila bidang kajian tersebut bila mempunyai komuniti ilmiah yang mantap, jurnal ilmiah yang bermutu, dan adanya semacam permintaan dari masyarakat pengguna mengenai dibutuhkannya keahlian doktor dalam turut menangani pemecahan masalah-masalah yang dirasakan penting oleh masyarakat tersebut.
Daftar Pustaka
Guba. Egon (ed.) 1990 The Paradigm DiaIog. London Sage.
Koentjaraningrat. 1990 Sejarah Teori Antropologi (Jilid I). Jakarta: UI Press.
Kuhn, Thomas. 1970 The Structure of Scientific Revolution (cetakan ke-2) Chicago : Chicago University Press.
Miller, Daniel. 1970 The Personality as a System. Dalam A Handbook of Method in Cultural Antrhopology (Diedit oleh Raoul Narol dan Ronald Cohen). New York Columbia University Press. hal. 509-526.
Morris. Brian. I987 Anthropological Studies of ReIigion Cambridge: Cambridge University Press.
Suparlan, Parsudi. 1992 “Pendekatan Antar-Bidang dalam Program Kajian Wilayah Amerika di Universitas Indonesia”, Jurnal Kajian Wilayah Amerika, vol.1, No.4, Juli-Desember. hal. 51 - 60.
1993 “Kata Pengantar” Dalam Etika Akademis (Oleh: Edward Shils). Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh A Agus Nugroho. Jakarta: Yayasan OBOR, hal vii – xix.
1993 “Develoment Programme. Cultural Interpretations, and Successful implementation”. The Indonesian Quarterly. vol. 21, No. 1. First Quarter, hal.99 – 109.
Taylor, Charles 1985 Philosophy and the Human Sciences Philosophical Papers. Bab 2 “Interpretation and The Science of Man”. Cambridge University Press.
Parsudi Suparlan
Universitas Indonesia
Dalam Kata Pengantar untuk buku terjemahan Etika Akademis yang ditulis oleh Edward Shils (1992: viii), saya kemukakan bahwa “perguruan tinggi atau universitas…. muncul dan berkembang dalam kehidupan masyarakat karena kehadirannya dirasakan penting oleh masyarakat tersebut dalam upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pendidikan tinggi bagi para warganya…..” Apa yang saya kemukakan tersebut menuntut penjelasan mengenai makna-makna yang tercakup di dalamnya. Penjelasan yang akan mendudukkan posisi perguruan tinggi atau universitas sebagai pranata yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung atau tidak langsung turut mensejahterakan kehidupan warga masyarakat yang telah turut membiayai keberadaannya. Salah satu diantara berbagai kegiatan dari universitas Indonesia, sebagai sebuah pranata pendidikan tinggi, adalah menyelenggarakan program-program kajian antar-bidang pada tingkat magister.
Tulisan berikut ini berusaha untuk menyajikan uraian mengenai kajian antar-bidang sebagai sebuah pendekatan atau paradigma dalam dan bagi penyelenggaraan pengajaran dan kegiatan ilmiah serta kegunaannya dalam turut mensejahterakan kehidupan warga masyarakat secara langsung atau tidak langsung. Uraian mengenai kajian antar-bidang akan berupaya menunjukkan perbedaan yang mendasar dan umum, walaupun bercorak arbitrer, antara penyelenggaraan pendidikan dalam program antar-bidang dengan program mono bidang dan dengan multi-bidang. Secara lebih khusus akan ditunjukkan corak dan program antar-bidang dan kegunaannya dalam aplikasinya bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Imu Pengetahuan dan Penggolongannya
Taylor (1985: 26-33) menyatakan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara ilmu-ilmu pengetahuan alamiah (natural sciences) dan ilmu-ilmu pengetahuan kemanusiaan (human sciences). Perbedaan mendasar tersebut disebabkan oleh paradigma yang mendasar yang memang berbeda. Ilmu-ilmu pengetahuan alamiah adalah kajian mengenai gejala-gejala alamiah yang tujuannya untuk menemukan hukum-hukum yang merupakan hakekat dan hubungan-hubungan diantara gejala-gejala tersebut. Dalam kajian-kajian seperti ini tidak diperlukan adanya interpretasi dari yang dikaji, karena tujuan yang ingin dicapai adalah pemecahan masalah dari teka-teki yang terwujud dalam dan dari hubungan-hubungan diantara gejala-gejala alamiah yang dikaji tersebut. Ilmu-ilmu pengetahuan kemanusiaan, berbeda dan bahkan sebaliknya dari paradigma ilmu-ilmu pengetahuan alamiah adalah bertujuan untuk memahami kelakuan manusia dan ungkapan-ungkapannya dan oleh karena itu bercorak interpretif atau hermeneutik. Landasan pikirnya adalah karena pada dasarnya manusia itu mahluk pemikir atau penginterpretasi dirinya sendiri dan lingkungannya. Sedangkan sasaran kajian ilmu-ilmu pengetahuan alamiah adalah obyek-obyek yang tidak menginterpretasi dirinya dan lingkungannya.
Apa yang telah dikemukakan oleh Taylor tersebut adalah memperbedakan secara tegas antara ilmu-ilmu pengetahuan alamiah dan yang bukan, yang diperlakukannya sebagai sebuah golongan dengan ciri-cirinya yang hermenetik atau interpretif. Apa yang telah dilakukannya adalah mengabaikan kenyataan betapa besar pengaruh dari ilmu-ilmu pengetahuan alamiah terhadap perkembangan dari ilmu-ilmu pengetahuan kemanusiaan, terutama dalam apa yang biasanya digolongan sebagai ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Menurut konvensi yang umum berlaku, secara tradisional, ilmu pengetahuan digolongkan dalam tiga golongan, yaitu: ilmu-ilmu pengetahuan alamiah (natural sciences), ilmu-ilmu pengetahuan sosial (social sciences), dan ilmu budaya atau humaniora (humanities). Pertentangan yang mendasar yang ada diantara golongan-golongan tersebut adalah antara ilmu-ilmu pengetahuan alamiah dengan humaniora, dimana masing-masing mempunyai paradigma yang tidak dapat didamaikan sebagaimana pendapat Taylor seperti tersebut di atas.
Sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, di satu pihak, mempunyai ciri-cirinya yang berusaha untuk menjadi seperti ilmu-ilmu pengetahuan alamiah, yang karena itu biasanya dinamakan bercorak positivistik. Paradigma positivistik ini memperlakukan gejala-gejala sosial dan kemanusiaan sama dengan gejala-gejala alam, dan karena itu metode-metode yang digunakan serta kajian-kajian yang dihasilkan adalah bertujuan untuk menghasilkan hukum-hukum yang mempunyai corak obyektif, berlaku umum atau universal; dan tehnik-tehnik yang dilakukan adalah melakukan pengukuran-pengukuran dan karena itu teori-teori yang dihasilkannya adalah kecenderungan-kecenderungan. Kajian seperti ini menggunakan dan mengembangkan pendekatan kuantitatif. Sedangkan dipihak lain, dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial juga berkembang dan mantap pendekatan kualitatif yang interpretif, sebagaimana yang ada dalam paradigma humaniora. Penekanan dari paradigmanya adalah pemahamamn (verstehen atau understanding). Dalam sejarah ilmu pengetahuan, selama ini pendekatan kuantitatif yang positivistik telah mendominasi ilmu-ilmu pengetahuan sosial; dan baru pada dekade terakhir ini pendekatan yang kualitatif dan interpretif menunjukkan keunggulannya sebagai sebuah metodologi dan bahkan sebuah paradigma yang dinamakan constructivism dan postpositivism (terdapat dalam antara lain tulisan-tulisan yang di-edit oleh Guba, 1990)
Penggolongan Ilmu Pengetahuan dan Pembidangannya
Masing-masing golongan ilmu pengetahuan, seperti tersebut di atas, terdiri atas bidang-bidang atau disiplin-disiplin (disciplines). Masing-masing bidang tersebut dapat dibedakan antara yang satu dari yang lainnya karena masing-masing mempunyai paradigma-paradigma yang mendasar yang berbeda satu dari yang lainnya. Paradigma masing-masing bidang tersebut didukung oleh perangkat-perangkat teori-teori dan konsep-konsep, metodologi-metodologi atau pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan penelitian. Konsep kunci yang digunakan dalam pembidangan, juga dalam penggolongan ilmu pengetahuan, adalah paradigma (paradigm). Dalam pengertian umum, paradigma diartikan sebagai sebuah model yang harus diikuti atau ditiru. Paradigma juga dapat diartikan sebagai sebuah keyakinan yang melandasi sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan gejala-gejala yang menjadi sasaran kajian yang tercakup dalam ruang lingkup permasalahan yang menjadi perhatian.
Dalam dunia ilmiah, konsep ini menjadi konsep kunci dalam penggunaannya oleh Thomas Kuhn (1970), di mana dia tunjukkan bahwa dalam ilmu pengetahuan biasa (normal science), yaitu ilmu pengetahuan alamiah, paradigma atau konsensus ada dan hidup dalam komuniti ilmiah yang isinya adalah mengenai aturan-aturan metodologi dan teori yang harus diikuti, instrumen-instrumen yang harus digunakan, masalah-masalah yang harus diteliti, dan patokan-patokan penilaian kegiatan-kegiatan penelitian. Dengan kata lain, sebuah paradigma adalah sebuah keyakinan ilmiah, yang merupakan sebuah sudut pandang dalam hal melihat dan memperlakukan gejala-gejala, kegiatan-kegiatan penelitian atau pengkajian, dan dalam menilai kesahihan sesuatu kegiatan penelitian dan hasil-hasilnya. Sebuah paradigma ada dalam keyakinan para ilmuwan yang secara bersama-sama merupakan sebuah komuniti ilmiah. Komuniti ilmiah inilah yang menjadi pendukung utama dan menentukan sesuatu corak paradigma ilmiah yang menjadi keyakinan ilmiah komuniti ilmiah tersebut. Lebih lanjut Kuhn, dalam bukunya tersebut (1970), menyatakan bahwa sebuah paradigma itu ada bukan merupakan sebuah hasil dari proses evolusi dari paradigma-paradigma sebelumnya, tetapi merupakan hasil dari sebuah revolusi di mana sesuatu paradigma yang baru menyingkirkan atau menggeser paradigma atau paradigma-paradigma yang sudah ada sebelumnya. Karena, setiap paradigma merupakan sebuah keyakinan tersendiri mengenai sebuah dunia ilmiah yang mencerminkan kegiatan kegiatannya, yang tidak mungkin direduksi untuk dikombinasikan dengan sebuah paradigma lainnya mengenai dunia ilmu pengetahuan yang samasama menjadi kajiannya.
Karena itu dalam sebuah bidang ilmiah, seperti sosiologi atau antropologi, yang merupakan produk dari paradigma-paradigma positivisme dan hermeneutika, bidang-bidang dalam ilmu pengetahuan sosial tersebut tidak hanya mempunyai sebuah paradigma tetapi banyak paradigma (multi paradigms). Masing-masing paradigma dalam antropologi, misalnya mempunyai dunia ilmiah berikut konsep-konsep, teori-teori, metodologi atau pendekatan yang masing-masing berbeda satu dengan lainnya. Masing-masing penganut paradigma memahami batas-batas dunia ilmiahnya masing-masing yang dibedakan dari dunia ilmiah yang dipunyai oleh paradigma yang lainnya; dan para penganut masing-masing paradigma hanya akan menggunakan metodologi, konsep-konsep, dan teori-teori yang tergolong dalam paradigmanya. Contohnya adalah paradigma materialisme budaya (cultural materialism) dari Marvin Harris tidak mungkin dapat bertemu atau bergabung dengan paradigma relativisme budaya (cultural relativism) yang interpretif dari Clifford Geertz.
Di samping itu, bidang-bidang ilmiah seperti antropologi, sosiologi, psikologi, atau lainnya, juga mengembangkan kajian-kajian yang tergolong sebagai sebagai kajian antar-bidang. Kajian-kajian antar-bidang sebetulnya adalah kajian-kajian yang menggunakan pendekatan atau metodologi yang berasal dari dua paradigma atau lebih. Lalu, bagaimana hal itu dapat terjadi bila paradigma menggeser paradigma lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Kuhn (1970) ?
Kajian Antar Bidang
Kajian antar-bidang pada dasarnya dimulai pada waktu seorang ahli dari sesuatu bidang ilmiah mencoba untuk menggunakan sejumlah konsep dan atau teori yang ada dalam sesuatu bidang ilmiah lainnya, yang berguna dalam turut membantu memahami sesuatu gejala yang menjadi masalah kajiannya. Apa yang dilakukan oleh si ahli tersebut sebenarnya adalah pengambil alihan konsep-konsep dan atau teori-teori dari sesuatu bidang ilmiah yang lain yang ditransformasikannya menjadi konsep-konsep dan teori-teori dari bidang ilmiah yang menjadi keahliannya. Kegiatan ilmiah seperti ini bisa terjadi dalam bidang-bidang ilmiah yang terbuka sistem-sistem paradigma atau metodologinya. Bidang-bidang ilmu pengetahuan sosial dan humaniora pada umumnya mempunyai sistem-sistem yang terbuka dibandingkan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan alamiah, sehingga pinjam meminjam konsep dan teori, bahkan pinjam meminjam metodologi dan paradigma bisa saja terjadi. Antropologi, misalnya, yang pada tahap pertama perkembangan sejarahnya hanya berupa kumpulan informasi mengenai masyarakat dan kebudayaan di luar Eropa Barat, disistematikkan menjadi sebuah bidang ilmu pengetahuan karena meminjam evolusionisme yang berasal dari biologi dan menjadikannya sebagai paradigmanya.
Pengambil alihan paradigma atau metodologi ataupum pengambil alihan konsep-konsep dan teori atau metode-metode dari sesuatu bidang ilmiah lainnya untuk dijadikan milik bidang ilmiah yang ditekuni tidaklah menghasilkan sebuah pendekatan antar-bidang. Karena yang terjadi adalah penguatan keilmiahan sebuah bidang ilmiah. Sedangkan dalam pendekatan antar-bidang, paradigma atau metodologi dari dua bidang ilmiah atau lebih digabungkan menjadi satu sehingga terwujud sebagai sebuah metodologi yang baru yang relevan atau berguna dalam ruang lingkup permasalahan yang menjadi kajiannya. Pendekatan antar-bidang biasanya terwujud sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai cara-cara yang terbaik dalam mendefinisikan masalah-masalah kajian dan dalam memperoleh data sahih. Masalah-masalah kajian yang biasanya berada di luar dan masalah-masalah kajian yang biasanya menjadi perhatian ilmiah sesuatu bidang, atau karena merupakan masalah-masalah kajian yang biasa menjadi perhatian dua bidang ilmiah atau lebih. Karena permasalahan perhatian yang menjadi kajiannya itu mempunyai corak yang terkomplikasi dengan pendekatan-pendekatan atau metodologi yang berbeda maka diperlukan pendekatan yang antar-bidang. Atau, untuk itu maka diperlukan acuan-acuan konsep dan teori yang terintegrasi yang memungkinkan bagi dilakukannya pembuatan secara deduktif hubungan-hubungan yang jelas diantara hipotesa-hipotesa atau teori-teori; yang memungkinkan untuk dapat digunakannya sebagai acuan metodologi. Karena itu, sebuah pendekatan atau kajian antar-bidang mempunyai paradigma dan metodologi yang tersendiri yang tidak sama dengan paradigma-paradigma dan metodologi bidang-bidang ilmiah induknya. Pendekatan antar-bidang dengan demikian dapat dikatakan sebagai sebuah paradigma yang mencakup metodologi, teori-teori, konsep-konsep, metode-metode dan bahkan label-label yang khusus menjadi ciri-cirinya yang berbeda dari metodologi atau paradigma dan pendekatan antar-bidang atau sesuatu bidang ilmiah lainnya. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh seorang ahli atau ilmuwan dalam upayanya untuk meneliti sistem kepribadian sebagai sebuah kajian antar-bidang, dapat dilihat dalam tulisan Miller (1970).Dalam kehidupan ilmiah di perguruan tinggi, pendekatan antar-bidang bisa terwujud sebagai sebuah kegiatan penelitian, sebagai sebuah mata kuliah atau bidang pengajaran, atau sebagai sebuah program pendidikan atau program kajian. Kegiatan penelitian atau pengajaran yang bercorak antar-bidang biasanya dilakukan oleh seorang ahli atau ilmuwan yang bukan hanya ahli dalam bidang ilmiahnya saja tetapi yang juga mempunyai perhatian dalam bidang-bidang ilmiah lainnya dan yang mempunyai kemampuan metodologi yang mencukupi. Karena tidak semua ahli atau ilmuwan sesuatu bidang ilmiah itu mempunyai perhatian di luar bidang-bidang perhatian ilmiahnya tersebut. Sebuah kajian antar-bidang biasanya didesain untuk memahami atau mengukur sesuatu masalah kajian yang berada di luar tradisi kajian sesuatu bidang ilmiah, yang dilakukan sesuai dengan kegunaannya. Kajian antar-bidang menghasilkan teori-teori yang relevan dengan dan berguna bagi pemecahan yang komprehensif bagi masalah-masalah yang menjadi sasaran kajiannya, yang belum tentu dapat dihasilkan oleh kajian bidang ilmiah untuk masalah kajian yang sama. Kalau kajian-kajian yang dihasilkannya tidak berguna maka kajian antar-bidang tersebut akan ditinggalkan atau hasil-hasil kajiannya tidak digunakan.
Sebuah penelitian mengenai program pariwisata sebagai sebuah program pembangunan misalnya, bila hanya dilakukan oleh ahli ekonomi atau ahli sosiologi atau ahli antropologi yang melakukannya sesuai dengan keahlian menurut bidang masing-masing akan menghasilkan kajian pariwisata dalam perspektif ekonomi, perspektif sosiologi, dan perspektif antropologi. Mungkin hasil penelitian mereka itu dapat dianalogikan dengan contoh terkenal mengenai tiga orang buta yang menceritakan hasil penelitian mereka masing-masing mengenai apa yang dinamakan gajah dengan cara meraba bagian-bagian tubuh gajah yang teraba oleh mereka. Pariwisata sebagai sebuah program pembangunan dengan banyak dimensi menuntut pengkajian yang antar-bidang, atau mungkin pengkajian multi bidang yang komprehensif karena pariwisata sebagai sebuah program pembangunan mempunyai banyak dimensi yang tidak mungkin dapat dipahami dan dipecahkan masalahnya secara komprehensif dan menyeluruh oleh hanya dari satu perspektif bidang ilmiah. Saya telah mencoba untuk melihat pariwisata sebagai program pembangunan yang top-down di Bali yang telah berhasil dengan baik sampai dengan tahun 1980-an, yang saya lakukan secara antar-bidang dengan memperhatikan hakekat pariwisata, konsep-konsep pembangunan dan pengetrapannya, struktur sosial dan corak kebudayaan Bali, dan kebijaksanaan pariwisata di Bali (Suparlan, 1993).
Hal yang sama juga berlaku dalam mata kuliah yang bercorak antar-bidang Antropologi Agama. Perubahan Sosial dan Pembangunan, misalnya, menuntut sebuah silabus yang isinya adalah metode yang antar-bidang. Dalam bidang ilmiah atau disiplin antropologi, kajian mengenai agama merupakan tradisi kegiatan-kegiatan pengajarannya sejak muncul dan berkembangnya antropologi sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan. Mata kuliah agama dalam antropologi biasanya terfokus pada perspektif evolusi, difusi, fungsionalisme, strukturalisme yang merupakan paradigma-paradigma dalam antropologi (lihat: Koentjaraningrat, 1990). Hakekat agama sebagai keyakinan yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing pemeluknya sebagaimana tertuang dalam teologi dari: masing-masing agama tidak pernah diperhatikan. Karena dalam tradisi kajian antropologi tersebut, agama adalah gejala-gejala yang menjadi sasaran kajian dan bukan sebagai keyakinan yang hidup dalam masyarakat dari pribadi anggota masyarakat yang bersangkutan. Keyakinan keagamaan tersebut sebenarnya adalah teologi yang ada dalam kehidupan yang nyata dari para pemeluk agama yang bersangkutan, yang keberadaannya mengacu pada teologi yang ada dalam teks-teks suci agama masing-masing pemeluk. Antropologi Agama atau kajian antropologi mengenai agama masa kini berbeda dari yang secara tradisional dilakukan dalam antropologi, karena coraknya yang antar-bidang yang bukan hanya mengacu pada teori-teori dari paradigma-paradigma yang ada dalam antropologi tetapi juga mengacu pada paradigma-paradigma yang ada dalam filsafat dan teologi (lihat antara lain, Morris 1987).
Kajian antar-bidang sebagai sebuah program pendidikan mempunyai prinsip-prinsip yang sama dengan yang berlaku dalam penelitian dan penyelenggaraan sesuatu mata kuliah. Sasaran dan ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai melalui program pendidikannya, paradigma yang digunakan sebagai acuan utama dalam pembuatan kurikulum dan pelaksanaan pendidikannya, harus dapat ditunjukkan setidak-tidaknya secara implisit melalui kurikulum dan penyelenggaraan perkuliahannya. Pendekatan antar-bidang sebagai sebuah program pendidikan dapat dilihat sebagai sebuah paket pendidikan yang menghasilkan sesuatu keahlian yang khusus sesuai dengan tujuan didirikannya program kajian antar-bidang tersebut. Paket pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan keahlian yang bercorak akademik atau ilmiah yang mencakup keahlian penelitian dan analisis dalam batas-batas tertentu, dan yang karena itu tidak sama dengan kursus. Walaupun kegunaan dari hasil pendidikan program kajian antar-bidang itu lebih bercorak praktikal tetapi program kajian tidaklah didesain sebagai sebuah program pendidikan tukang. Karena itu mau tidak mau dalam paket pendidikan tersebut tercakup juga pendidikan yang bercorak akademik atau intelektual, yang menunutut para mahasiswa atau alumninya untuk mempunyai kemampuan keahlian dalam penelitian ilmiah atau dalam diskursus intelektual dan akademik.
Kalau kita memperhatikan Kajian Wilayah Amerika, yang ada di U.I., program kajian ini adalah program kajian antar-bidang. Sebagai program antar-bidang Kajian Wilayah Amerika adalah sebuah paket yang berbeda dari program-program yang sama yang ada di Amerika Serikat yang bercorak banyak bidang atau multi bidang. Dalam program-program Kajian Amerika di Amerika Serikat, ada ahli-ahli ilmu politik, antropologi, sosiologi, komunikasi, jurnalisme, bahasa, kesusasteraan, dan berbagai bidang keahlian lainnya, yang secara bersama-sama tergabung dalam sebuah program kajian sebagai faculty atau para ahli yang secara bersama-sama membentuk dan merupakan sebuah satuan paradigma yang komprehensif yang menjadi ciri program kajian tersebut. Sedangkan program Kajian Wilayah Amerika di U.I. dibuat sebagai sebuah paket yang bercorak antar-bidang, karena secara ekonomi lebih menguntungkan mengingat tenaga pengajar yang berkeahlian serta dana pembiayaan yang tersedia itu terbatas.
Sebagai sebuah kajian antar-bidang Kajian Wilayah Amerika dimulai sebagai sebuah perluasan dari kajian mono bidang ilmiah, yaitu program pendidikan Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra U.I. Programnya yang kemudian menjadi antar-bidang dapat dilihat sebagaimana tercermin dalam kurikulumnya (Suparlan, 1992). Karena itu tidaklah masuk akal bila dalam Kajian Wilayah Amerika disajikan perkuliahan hubungan internasional, karena mata kuliah hubungan internasional tidaklah termasuk sebagai unsur yang mendukung terwujudnya kajian mengenai Amerika.
Adalah juga tidak masuk akal bila dalam Kajian Wilayah Amerika ada mahasiswa-mahasiswa yang membuat tesis yang tergolong sebagai tesis Hubungan internasional. Mereka yang berminat pada Hubungan Internasional sebaiknya mengikuti program pendidikan Hubungan Internasional yang diselenggarakan di FISIP-U.I. atau dalam Program Pascasarjana FISIP-U.I. Atau, adalah juga tidak masuk akal, bila dalam program Kajian Wilayah Amerika juga dikembangkan Kajian Linguistik Amerika, atau Filsafat Amerika, atau Sejarah Amerika. Program-program tersebut adalah program bidang ilmiah yang monolitik, sebagaimana yang diselenggarakan di U.I., atau dalam pendidikan tinggi di universitas manapun di dunia ini, yang terwujud sebagai Program Linguistik, Filsafat, dan ilmu Sejarah. Karena paradigma dan program-program tersebut adalah paradigma-paradigma sesuatu bidang ilmiah dan bukan paradigma antar-bidang. Paradigma yang mencirikan corak antar-bidang muncul dari masalah dan ruang lingkup yang menjadi tujuan penyelenggaraan program kajian itu dan bukan dari atau dengan mengikuti sesuatu paradigma bidang ilmiah yang sudah ada, baku, dan berlaku universal. Linguistik misalnya, mempunyai paradigma-paradigma yang baku dan berlaku universal. Bahasa Inggris Amerika, Jawa, Indonesia, Rusia adalah sasaran kajiannya sedangkan paradigmanya adalah linguistik. Ini berbeda dengan Kajian Wilayah Amerika atau Kajian Ilmu Pengetahuan Kepolisian atau Kajian Ketahanan Nasional yang ada dalam Program Pascasarjana Universitas Indonesia misalnya, di mana paradigma-paradigma yang dipunyai oleh tiga contoh kajian tersebut telah dibangun dari berbagai paradigma yang berasal dari berbagai disiplin atau bidang ilmiah yang relevan dengan tujuan pembentukan program-program kajian tersebut.
Penutup
Sebuah program pendidikan kajian yang antar-bidang hanya mungkin dapat tetap ada dan berkembang bila program tersebut dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai kegunaan dalam dan bagi masyarakat yang bersangkutan. Lulusan atau alumni yang ahli dan handal dalam bidangnya memungkinkan keberadaan program kajian antar-bidang tersebut tetap dibutuhkan oleh masyarakat pengguna dan tidak akan menjadi beban bagi masyarakat. Mutu lulusan atau alumninya antara lain ditentukan oleh kurikulum yang dijadikan pedoman penyelenggaraan program dan oleh mata-mata kuliah yang disajikan oleh para pengajarnya. Sebuah program kajian antar-bidang juga hanya mungkin dapat mempertahankan mutu ilmiahnya bila para pengajar dan alumni yang dihasilkannya dapat mewujudkan diri sebagai sebuah komuniti ilmiah. Melalui kegiatan-kegiatan para anggota komuniti ilmiah tersebut, perhatian terhadap kajian pemantapan kajian, serta penajaman dan kesahihan metodologi serta teori-teori yang dipunyainya dapat dikembangkan melalui diskusi-diskusi atau seminar-seminar dan publikasi ilmiah. Asosiasi alumni dapat dilihat sebagai sebuah komuniti ilmiah bila kegiatan asosiasi ini memang ditujukan untuk memacu anggota-anggotanya agar dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah. Karena itu tidaklah wajar bila sebuah asosiasi ahli-ahli kajian antar-bidang membuat seminar yang para pembicaranya adalah orang luar atau politisi atau pejabat pemerintah yang berbicara mengenai materi atau substansi yang menjadi perhatian ilmiah dari asosiasi ilmuwan kajian tersebut, sedangkan para anggota asosiasi tersebut hanya diperlakukan sebagai pendengar atau penonton saja. Corak kegiatan seminar seperti tersebut di atas hanya mengungkapkan ketidakmampuan asosiasi kajian tersebut sebagai sebuah komuniti ilmiah. Atau kejadian tersebut dapat dilihat sebagai sebuah pencerminan ketidakpercayaan diri dari para anggotanya sebagai ilmuwan yang ahli dalam bidang kajian yang ditekuninya. Bila hal ini terjadi dari waktu ke waktu, salah-salah kajian ini tidak akan ada lagi peminatnya karena para lulusannya dianggap tidak mempunyai kemampuan keahlian sesuai dengan tujuan diadakannya program kajian tersebut.
Sebagai akhir kata, sebagaimana yang telah pernah saya kemukakan (Suparlan, 1992), sebuah kajian antar-bidang juga dapat menyajikan pendidikan tingkat doktor. Mungkin ada baiknya bila saya menyajikan sebuah analogi pengertian Master dan Doktor sebagaimana yang ada dalam kehidupan orang awam. Master artinya yang berkeahlian, dan Doktor artinya yang dapat mengobati atau memperbaiki sesuatu kesulitan yang dirasakan sebagai masalah yang merugikan dalam kehidupan manusia. Patut dicatat bahwa program kajian antar-bidang dibuat sesuai dengan kegunaannya dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan; dan bahwa corak kegunaan praktikalnya lebih menonjol daripada corak akademik atau intelektualnya walaupun sama sekali tidak berarti sama dengan dapat atau boleh tidak ilmiah. Oleh karena itu maka doktor yang dapat dihasilkan dalam sesuatu bidang kajian yang antar-bidang dengan demikian adalah doktor yang mempunyai keahlian akademik yang ilmiah yang dapat mensajikan formulasi atau tesis untuk sesuatu pemecahan masalah sesuai dengan bidang kajiannya.
Untuk itu, sebuah kajian antar-bidang hanya mungkin dapat menyajikan pendidikan doktor bila bidang kajian tersebut bila mempunyai komuniti ilmiah yang mantap, jurnal ilmiah yang bermutu, dan adanya semacam permintaan dari masyarakat pengguna mengenai dibutuhkannya keahlian doktor dalam turut menangani pemecahan masalah-masalah yang dirasakan penting oleh masyarakat tersebut.
Daftar Pustaka
Guba. Egon (ed.) 1990 The Paradigm DiaIog. London Sage.
Koentjaraningrat. 1990 Sejarah Teori Antropologi (Jilid I). Jakarta: UI Press.
Kuhn, Thomas. 1970 The Structure of Scientific Revolution (cetakan ke-2) Chicago : Chicago University Press.
Miller, Daniel. 1970 The Personality as a System. Dalam A Handbook of Method in Cultural Antrhopology (Diedit oleh Raoul Narol dan Ronald Cohen). New York Columbia University Press. hal. 509-526.
Morris. Brian. I987 Anthropological Studies of ReIigion Cambridge: Cambridge University Press.
Suparlan, Parsudi. 1992 “Pendekatan Antar-Bidang dalam Program Kajian Wilayah Amerika di Universitas Indonesia”, Jurnal Kajian Wilayah Amerika, vol.1, No.4, Juli-Desember. hal. 51 - 60.
1993 “Kata Pengantar” Dalam Etika Akademis (Oleh: Edward Shils). Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh A Agus Nugroho. Jakarta: Yayasan OBOR, hal vii – xix.
1993 “Develoment Programme. Cultural Interpretations, and Successful implementation”. The Indonesian Quarterly. vol. 21, No. 1. First Quarter, hal.99 – 109.
Taylor, Charles 1985 Philosophy and the Human Sciences Philosophical Papers. Bab 2 “Interpretation and The Science of Man”. Cambridge University Press.
Subscribe to:
Posts (Atom)