Cleopatra; Mampu Bicara Tujuh Bahasa
Mendengar nama Cleopatra, bayangan yang ada di kepala banyak orang agaknya masih sama. Wanita cantik mempesona yang menyukai kehidupan glamor sarat pesta. Meski yang tersisa hanya legenda, sosok ini nyatanya terus mendunia lewat beragam inkarnasinya yang lahir dari tangan-tangan terampil Hollywood. Sejak zaman film bisu sampai generasi sekarang, Cleopatra seakan ‘muncul’ silih berganti dalam sosok Dewi Amor dengan berbagai nuansa.
Yang paling sering tercermin, baik di panggung opera maupun di layar perak, adalah sosok Cleo yang kehidupannya penuh kemewahan dan pesta pora beraroma birahi seperti dimainkan oleh Theda Bara (Cleopatra–1917), kemudian Claudette Colbert (Cleopatra–Cecil B. DeMille, 1934) atau Vivien Leigh (Caesar and Cleopatra, 1946) karya George Bernard Shaw. Bahkan Cleopatra yang sensual bak boneka seks nyaris tergambar sempurna dalam diri Elizabeth Taylor (Anthony and Cleopatra, 1963).
Memang, tampilan sosok Cleopatra tidak bisa dilepaskan dari kepentingan sekaligus kejujuran para pembuatnya. Kalau diperhatikan dengan seksama, citra wanita cantik ini nampak sengaja dipermainkan, atau lebih tepatnya, dicabik bagian demi bagian untuk kepentingan sesaat. Semisal dalam film All for Love, John Dryden hanya menggambarkan sepintas saja peran Cleopatra sebagai ratu Mesir secara tradisional, sementara peran tambahannya justru lebih banyak. Begitu pula penggambaran George Bernard Shaw tentang Cleopatra sebagai penyuka takhayul, yang kemudian berkembang menjadi bengis, justru menimbulkan rasa tidak simpati kalangan tertentu.
Cleopatra gosong
Yang menarik, belakangan muncul versi lain yang sempat memicu pro-kontra. Sampai sekarang di Museum Inggris masih tersimpan sebuah koin logam dengan relief wajah Cleopatra yang kata orang sono malah mirip Abraham Lincoln. Tak jelas, apakah olok-olok ini berhubungan dengan kontroversi tersebut atau tidak. Namun berdasar asumsi besarnya pengaruh Afrika dalam budaya Yunani dan Romawi, ada pendapat yang mengatakan bahwa Cleopatra adalah seorang wanita berkulit hitam.
Sinyalemen ini wajar, karena memang banyak sisi gelap sejarah keluarga Cleo yang tidak berhasil terkuak secara jelas. Terlebih nihilnya data sejarah yang bisa menggambarkan garis keluarga nenek dari pihak sang ayah, kecuali sedikit informasi bahwa wanita yang mengandung ayah Cleopatra ini memang bukan istri sah dari Kaisar Ptolemy IX.
Versi Cleopatra gosong alias hitam ini tak pelak melahirkan silang pendapat. Mereka yang mengiyakan versi ini menyandarkan argumennya pada temuan bahwa moyang Ptolemy IX, yakni Ptolemy II yang hidup seabad sebelumnya, pernah memiliki selir wanita Mesir. Toh, kesahihan argumen ini diragukan. Apalagi kaum Ptolemy biasanya amat bangga pada darah biru dan keturunannya. Mereka cenderung menikah dengan sanak famili sendiri untuk menjaga kemurnian darah ningratnya. Kalaupun harus mengambil selir, biasanya mereka lebih memilih wanita Yunani kelas atas.
Kebanggaan kaum Ptolemy yang merasa derajatnya lebih tinggi dari bangsa Mesir, tercermin pada kepongahan mereka tak mau bertutur kata dalam bahasa setempat. Buktinya, meski sudah berdiam di Alexandria selama 300 tahun, sebagian besar tidak becus berbicara dalam bahasa setempat. Kebangetan, memang! Dalam kasus ini, Cleopatra bisa disebut orang pertama yang belajar bahasa Mesir.
Beragamnya versi tentang Cleopatra yang beredar jelas membingungkan. Siapa sesungguhnya sosok wanita ini? Bagaimana cerita Cleopatra yang sebenarnya?
Alamat yang dianggap tepat untuk mencari jawaban itu tak lain adalah Plutarch, penulis biografi asal Yunani yang hidup di abad pertama. Meski jauh berbeda dengan berbagai versi hasil ‘rekayasa’ orang, Plutarch memang mengiyakan adanya dua sisi wajah Cleopatra yang dia temukan baik lewat peninggalan sejarah maupun kesaksian mereka yang hidup sezaman. Sebagian mengatakan bahwa Cleo adalah ilmuwan yang diakui kalangan tradisional setempat. Selain dikenal sebagai seorang dewi yang keibuan, dia juga dianggap Sang Penyelamat yang diutus untuk membebaskan bangsa Timur dari penindasan Romawi.
Di lain pihak, Plutarch juga memiliki informasi dari sumber Romawi yang isinya bertolak belakang. Di mata orang Romawi, nyaris tidak ada bagian hidup Cleopatra yang dianggap baik. Perilaku seksualnya dianggap begitu menggebu, sehingga wanita ini dicap sebagai wanita tuna susila paling kejam di dunia sekaligus pengkhianat Romawi.
Politisi cerdik
Dilahirkan tahun 69 sebelum Masehi, Cleopatra adalah anak ketiga dari raja Mesir Auletes yang bergelar Ptolemy XII. Raja ini terkenal dengan sebutan The Flute Player. Untuk mendapatkan dukungan dalam memegang tampuk pemerintahannya, Ptolemy harus sering mondar-mandir ke Roma, bahkan mungkin pernah ditemani Cleopatra kala ia berusia 12 tahun. Dasar lintah darat, pihak Romawi minta bayaran 10.000 talen sebagai imbalan jasa. Jumlah itu dua kali lipat ‘APBN’ Mesir. Ptolemy memang tak punya banyak pilihan. Apalagi negeri yang ditinggalkan sedang menghadapi banyak masalah.
Si sulung Tryphaena, merebut kekuasaan dan tampil jadi ratu. Merasa memiliki hak yang sama, Berenice sang adik, tega membunuh kakaknya agar bisa naik tahta. Beberapa waktu kemudian, Ptolemy pulang dan dengan bantuan Roma membunuh anaknya sendiri untuk dapat merebut kembali tampuk kekuasaan.
Mestinya, sepeninggal Ptolemy XII tahun 51 SM, kerajaan diwariskan kepada Cleopatra (18) yang saat itu sudah dijodohkan dengan Ptolemy XIII yang tak lain adalah saudaranya sendiri. Masa itu negeri Mesir gagal panen dan dilanda paceklik panjang. Namun Pothinus, orang kasim istana, muncul mengambil alih kekuasaan. Mengaku sebagai wali dari Ptolemy XIII yang kala itu baru 12 tahun, ia mengusir Cleopatra ke luar benteng keraton.
Pada waktu yang sama di Roma sedang terjadi perebutan pengaruh di antara anggota triumvirat—Caesar, Pompeii, dan Crassus—yang memegang tampuk pemerintahan. Dalam pergolakan itu, Caesar berhasil memukul mundur prajurit Pompeii yang kemudian mengungsi ke Mesir. Karena tak mau negerinya dipakai sebagai tempat persembunyian, akhirnya warga Mesir justru menangkap Pompeii dan menyerahkan kepalanya kepada Caesar yang kebetulan datang ke Alexandria untuk menagih utang Ptolemy XII.
Situasi ini dengan cerdik dimanfaatkan oleh Cleopatra. Terbukti, tak sulit baginya untuk menaklukkan hati Caesar. Bermodal raganya yang molek dan kepiawaiannya merayu, dalam waktu singkat Caesar terpikat dan bertekuk lutut. Plutarch melukiskan betapa kreatif dan uniknya Cleo yang sengaja membungkus tubuhnya dengan selimut, untuk disajikan ke depan Caesar seperti barang dagangan saja. Cerita selanjutnya gampang ditebak. Setelah merasakan kehangatan tubuh dan layanan Cleo di tempat tidur, akhirnya semua permintaan wanita ini terkabul. Tak peduli kala itu Caesar sudah gaek dan botak. Yang penting, Cleopatra memperoleh kembali tahta kerajaan dan Mesir tidak perlu bayar utang kepada Roma.
Betapa gampangnya Cleo memikat dan ‘menundukkan’ kaisar Romawi merupakan bukti, sebagai wanita ia amat piawai menghadapi lawan jenis. Terlebih mereka yang akan dimanfaatkannya. Kelebihan ini diperkuat dengan pendapat sejarawan Yunani abad ke-2, Dio Cassius yang menulis bahwa Cleo “... adalah wanita yang amat indah dipandang dan punya kekuatan untuk menaklukkan siapapun.”
Dengan pengaruhnya itu pula ia ‘memakai’ Caesar untuk menumpas pemberontakan sekelompok prajurit Mesir yang tidak puas dengan pemerintahannya. Sejarah mencatat, insiden pemberontakan ini sempat membumihanguskan perpustakaan negera di Alexandria dan melahirkan misteri tewasnya Ptolemy XIII di Sungai Nil.
Caesar kemudian mengawinkan Cleopatra dengan Ptolemy XIV yang kala itu masih berusia 12 tahun. Langkah ini tak pelak memperkuat dugaan orang. Ternyata memang benar. Kehadiran bocah ingusan ini di sisi Cleopatra hanya dipakai sebagai tabir untuk ‘mengamankan’ perselingkuhan mereka. Ini cara cerdik yang dilakukan Cleo sebelum akhirnya ia mau berterus terang. Apalagi tak lama setelah Caesar meninggalkan Mesir, Cleopatra hamil. Dengan perhitungan matang, mengingat Caesar tidak memiliki anak dari istri sahnya di Roma, Cleopatra menamai anaknya Ptolemy Caesar, yang dipanggilnya Caesarion.
Ia membawa anak itu ke Roma tahun 46 SM. Kedatangannya di Roma disambut meriah dan hangat, bahkan secara khusus Caesar membuat patung emas Cleopatra yang ditempatkan di kuil Venus Genetrix. Kali ini Cleopatra harus memendam kekecewaan besar, ketika pada akhirnya Caesar tidak memilih Caesarion sebagai pewaris tahta, melainkan justru memutuskan Octavian, cucu laki-laki saudaranya. Putus sudah harapan Cleo menancapkan pengaruhnya di Romawi. Dalam keputusasaan ia pulang ke Mesir.
Sakit hati Cleopatra kepada Caesar terbalaskan ketika Romawi diperintah oleh triumvirat generasi berikutnya; yakni Octavian, Lepidus dan Markus Antonius. Nama yang tersebut terakhir inilah yang kemudian berhasil ‘dijerat’ dalam pelukannya.
Saat itu Mesir sudah berhasil memakmurkan diri, bahkan terkaya di kawasan Laut Tengah bagian timur. Kemakmuran itulah yang menarik minat Markus Antonius datang pada tahun 41 SM. Misinya mencari dana untuk membiayai peperangan melawan bangsa Parthia, sebuah kerajaan di tenggara Laut Kaspia.
Kedatangan Antonius ke Mesir disambut hangat oleh Cleopatra. Berbagai jamuan pesta makan dan minum dirayakan. Kedua pihak meneken memorandum of understanding (MoU) bilateral. Cleopatra berjanji memberi dukungan material kepada Antonius dalam peperangannya melawan bangsa Parthia. Sebaliknya Antonius melindungi kepentingan dan keamanan Cleopatra, terutama dalam menyingkirkan Arsinoe, saudaranya yang terlalu ambisius. Tentu saja karena MoU tadi tak mengatur hal-hal di luar urusan kenegaraan, maka kalau hubungan pribadi kedua pelakunya berkembang lebih jauh, tidak ada pihak yang berhak melarangnya. Terbukti, antara Cleopatra dengan Antonius segera terlibat hubungan asmara. Jalinan cinta keduanya berhasil membuahkan tiga orang anak, sepasang kembar, yakni Alexander Helios, Cleopatra Selene serta Ptolemy Philadelphus.
Yang jelas, hadiah terbesar yang diterima Cleopatra adalah penobatan dirinya sebagai Ratu Segala Raja dan Caesarion sebagai Raja Di Raja. Bahkan dengan pengaruhnya, Cleopatra berhasil mendesak Antonius menitahkan Caesarion sebagai pewaris tunggal tahta Roma, dalam sebuah upacara kenegaraan meriah di Alexandria. Sesuatu yang melampaui wewenangnya sebagai anggota triumvirat.
Maka pantas bila kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Triumvirat Romawi kembali pecah, karena Octavian (yang kelak menjadi Kaisar Agustus) menuduh Markus Antonius melakukan desersi dan berniat memindahkan ibukota kerajaan ke Alexandria. Menyusul perpecahan itu, tahun 31 SM terjadilah perang besar antara kubu Octavian melawan kubu Antonius. Pertempuran yang memuncak di Actium harus usai dengan kekalahan Cleopatra dan Antonius. Kisah-kasih kedua insan inipun berakhir tragis. Masing-masing bunuh diri dengan caranya sendiri.
Meski demikian kematian Cleopatra sempat menimbulkan kontroversi. Pendapat yang satu mengatakan akibat gigitan ular berbisa. Tapi disanggah yang lain karena luka di lengannya ternyata hanya gigitan serangga. Sementara yang lain mengatakan ia minum racun yang disembunyikan di dalam tangkai sisirnya yang berongga. Lantas siapa yang benar? Tak ada yang bisa menjawab.
Wanita tegar serba bisa
Biasanya sejarah menampilkan wajah dalam berbagai sisi. Itu terjadi lantaran ia sering merupakan percampuran antara fakta diri yang diimbuhi gincu dan bumbu untuk kepentingan politis. Salah satu contohnya adalah wajah sejarah Cleopatra.
Terlepas dari sisi kehidupannya yang negatif, sosok Cleo adalah wanita tegar yang amat pintar. Pujangga Romawi Cicero mengakui, Cleopatra adalah wanita terpelajar yang masih langka pada zamannya. Pengamatan Cicero membuktikan, wanita ini tidak pernah mau melakukan sesuatu tanpa mempelajarinya terlebih dahulu. Bahkan al-Masudi, sejarawan Arab, mengatakan Cleopatra yang punya minat besar pada ilmu filsafat adalah pengarang buku-buku pengetahuan. Ini tidak mustahil, mengingat catatan sejarah di tangan Plutarch menyebutkan wanita ini menguasai tujuh bahasa.
Di mata kaumnya yang hidup berabad-abad kemudian, kecantikan dan kemolekan Cleopatra yang nyaris tak tercela itu telanjur menjadi legenda. Apalagi, menurut Dio Cassius, Dewi Asmara ini tahu cara berdandan. Cleo bahkan menulis sebuah buku perawatan tubuh berisi resep kecantikan dari ramuan-ramuan aneh, yang pasti sangat asing bagi para ahli kecantikan abad ini, semisal tikus bakar.
Sebagai wanita yang memegang tampuk kekuasaan dan ibu tiga orang anak, Cleopatra menjalani hidup dengan penuh ketegaran. Bayangkan, seorang perempuan sendirian memerintah sebuah kawasan besar yang cukup lama menjadi ancaman bagi Roma. Disamping urusan negara, tentu ia tak bisa meninggalkan Caesarion dan sepasang bayi kembar yang selalu meminta perhatian.
Setiap hari ia sibuk bekerja. Mulai dengan ‘sidang kabinet’, bertemu para penasihat, memberi persetujuan atas proyek pembangunan saluran air, atau memeriksa pemasukan pajak negara. Belum lagi menemui tamu-tamu dan para duta besar yang datang.
Namun, betapapun data sejarah menyediakan segudang jawaban atas berbagai pertanyaan tentang dirinya yang sejati, akankah khalayak tertarik mengubah citra Cleopatra dari yang sudah dikenal selama ini?
[Barbara Holland, Juli 1999, Majalah Intisari].
Hatiku selembar daun...
Thursday, 11 November 2010
You're Beautiful
You're Beautiful
My life is brilliant.
My love is pure.
I saw an angel.
Of that I'm sure.
She smiled at me on the subway.
She was with another man.
But I won't lose no sleep on that,
'Cause I've got a plan.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.
Yeah, she caught my eye,
As we walked on by.
She could see from my face that I was,
Fucking high,
Flying high,
And I don't think that I'll see her again,
But we shared a moment that will last till the end.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
There must be an angel with a smile on her face,
When she thought up that I should be with you.
But it's time to face the truth,
I will never be with you.
Hatiku selembar daun...
My life is brilliant.
My love is pure.
I saw an angel.
Of that I'm sure.
She smiled at me on the subway.
She was with another man.
But I won't lose no sleep on that,
'Cause I've got a plan.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.
Yeah, she caught my eye,
As we walked on by.
She could see from my face that I was,
Fucking high,
Flying high,
And I don't think that I'll see her again,
But we shared a moment that will last till the end.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
There must be an angel with a smile on her face,
When she thought up that I should be with you.
But it's time to face the truth,
I will never be with you.
Hatiku selembar daun...
In The Middle Of A Heartbeat
In The Middle Of A Heartbeat
Tell me, pretty girl, do you know who I am?
Have you ever seen me as your friend?
Anything we have is those hungry nights
But there's so much left unsatisfied
All those little things you told me
Ain't good enough to show me
That we're gonna make it through the time
I found out
In the middle of a heartbeat
And I know that I'm doin' right
Together we are still so far apart
I found out
In the middle of a heartbeat
And the more I try to be your light
I can't get any closer to your heart
Now that I'm afraid just to ask for more
I'm still waiting as I did before
If you only said that it's not too late
We could then rely upon our fate
All those little things you'd tell me
Could bear enough to show me
That we're gonna make it through the time
I found out
In the middle of a heartbeat
And I know that I'm tellin' right
Together we are still so far apart
I found out
In the middle of a heartbeat
And the more I try to be your light
I can't get any closer to your heart
HELLOWEEN
Master Of The Rings (1994).
Hatiku selembar daun...
Tell me, pretty girl, do you know who I am?
Have you ever seen me as your friend?
Anything we have is those hungry nights
But there's so much left unsatisfied
All those little things you told me
Ain't good enough to show me
That we're gonna make it through the time
I found out
In the middle of a heartbeat
And I know that I'm doin' right
Together we are still so far apart
I found out
In the middle of a heartbeat
And the more I try to be your light
I can't get any closer to your heart
Now that I'm afraid just to ask for more
I'm still waiting as I did before
If you only said that it's not too late
We could then rely upon our fate
All those little things you'd tell me
Could bear enough to show me
That we're gonna make it through the time
I found out
In the middle of a heartbeat
And I know that I'm tellin' right
Together we are still so far apart
I found out
In the middle of a heartbeat
And the more I try to be your light
I can't get any closer to your heart
HELLOWEEN
Master Of The Rings (1994).
Hatiku selembar daun...
ATAS NAMA CINTA
ATAS NAMA CINTA
Si Pencinta yang Kehilangan Kekasihnya
Seorang laki-laki yang bercita-cita luhur jatuh cinta dengan seorang wanita muda jelita. Tetapi sementara itu wanita pujaan hatinya menjadi kurus dan sepucat ranting yang berwama kuning kunyit. Hari yang cerah lenyap dari hatinya; dan maut, yang menunggu dari jauh, datang mendekat. Ketika laki-laki yang mencintainya mengetahui ini, ia pun mengambil parang dan berkata, “Aku akan pergi membunuh kekasihku di tempat ia terbaring agar si jelita yang bagai lukisan yang mengagumkan ini tidak mati karena kodrat.” Orang-orang pun mengatakan padanya, “Apa kau gila! Kenapa pula kau mau membunuh wanita itu di saat ia sudah mendekati ajalnya?” Si pencinta itu berkata, “Jika dia mati karena tanganku, maka orang-orang pun akan membunuhku, sebab aku dilarang membunuh diriku sendiri. Kemudian di hari kiamat kelak, kami akan bersama lagi sebagaimana kami sekarang ini. Jika aku dibunuh, karena gairah hasratku padanya, maka kami akan menjadi satu, seperti nyala terang pada sebatang lilin yang dinyalakan.”
Seorang Darwis Mencintai Puteri Pemelihara Anjing
Adalah pada suatu ketika seorang syaikh terpuji yang mengenakan khirka kemiskinan, tetapi ia jatuh cinta pada puteri seorang yang banyak memelihara anjing, dan dengan harapan akan dapat melihat puteri itu, ia pun hidup dan tidur di jalanan. Ibu si gadis mengetahui hal ini, lalu berkata pada syaikh itu, “Kau tentu saja tahu bahwa kami ini pemelihara anjing, tetapi karena kau jatuh hati pada puteri kami, maka kau boleh mengawininya setahun lagi, dan tinggal bersama kami; dan kau harus bersedia menjadi pemelihara anjing dan menerima cara hidup kami.” Karena syaikh itu tak tanggung-tanggung cintanya, maka ia pun menanggalkan jubah Sufinya dan mulai bekerja. Setiap hari dibawanya seekor anjing ke pasar, dan yang demikian itu terus dilakukannya selama hampir setahun. Suatu hari, seorang Sufi lain, yang juga sahabatnya, berkata padanya, “O orang hina, selama tiga puluh tahun kau telah menekuni dan merenungi perkara-perkara ruhani, dan kini kau melakukan apa yang tak pernah dilakukan oleh orang-orang yang sejajar denganmu!”
Syaikh itu menjawab, “Kau tak melihat hal yang sebenarnya, maka janganlah menyanggah. Bila kau ingin mengerti, ketahuilah bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui kerahasiaan itu dan hanya Dialah yang dapat menyingkapkannya. Lebih baik tampak menggelikan ketimbang seperti kau, tak pernah memasuki kerahasiaan cinta.”
Hatiku selembar daun...
Si Pencinta yang Kehilangan Kekasihnya
Seorang laki-laki yang bercita-cita luhur jatuh cinta dengan seorang wanita muda jelita. Tetapi sementara itu wanita pujaan hatinya menjadi kurus dan sepucat ranting yang berwama kuning kunyit. Hari yang cerah lenyap dari hatinya; dan maut, yang menunggu dari jauh, datang mendekat. Ketika laki-laki yang mencintainya mengetahui ini, ia pun mengambil parang dan berkata, “Aku akan pergi membunuh kekasihku di tempat ia terbaring agar si jelita yang bagai lukisan yang mengagumkan ini tidak mati karena kodrat.” Orang-orang pun mengatakan padanya, “Apa kau gila! Kenapa pula kau mau membunuh wanita itu di saat ia sudah mendekati ajalnya?” Si pencinta itu berkata, “Jika dia mati karena tanganku, maka orang-orang pun akan membunuhku, sebab aku dilarang membunuh diriku sendiri. Kemudian di hari kiamat kelak, kami akan bersama lagi sebagaimana kami sekarang ini. Jika aku dibunuh, karena gairah hasratku padanya, maka kami akan menjadi satu, seperti nyala terang pada sebatang lilin yang dinyalakan.”
Seorang Darwis Mencintai Puteri Pemelihara Anjing
Adalah pada suatu ketika seorang syaikh terpuji yang mengenakan khirka kemiskinan, tetapi ia jatuh cinta pada puteri seorang yang banyak memelihara anjing, dan dengan harapan akan dapat melihat puteri itu, ia pun hidup dan tidur di jalanan. Ibu si gadis mengetahui hal ini, lalu berkata pada syaikh itu, “Kau tentu saja tahu bahwa kami ini pemelihara anjing, tetapi karena kau jatuh hati pada puteri kami, maka kau boleh mengawininya setahun lagi, dan tinggal bersama kami; dan kau harus bersedia menjadi pemelihara anjing dan menerima cara hidup kami.” Karena syaikh itu tak tanggung-tanggung cintanya, maka ia pun menanggalkan jubah Sufinya dan mulai bekerja. Setiap hari dibawanya seekor anjing ke pasar, dan yang demikian itu terus dilakukannya selama hampir setahun. Suatu hari, seorang Sufi lain, yang juga sahabatnya, berkata padanya, “O orang hina, selama tiga puluh tahun kau telah menekuni dan merenungi perkara-perkara ruhani, dan kini kau melakukan apa yang tak pernah dilakukan oleh orang-orang yang sejajar denganmu!”
Syaikh itu menjawab, “Kau tak melihat hal yang sebenarnya, maka janganlah menyanggah. Bila kau ingin mengerti, ketahuilah bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui kerahasiaan itu dan hanya Dialah yang dapat menyingkapkannya. Lebih baik tampak menggelikan ketimbang seperti kau, tak pernah memasuki kerahasiaan cinta.”
Hatiku selembar daun...
CLEOPATRA DAN CINTA
CLEOPATRA DAN CINTA
Arif Rohman
Siapa bilang Mesir adalah Negara yang tandus, kering dan tak sedap dipandang? Pandangan yang negatif mengenai Mesir itu telah sirna. Semua itu adalah berkat ratunya yang cantik. Ratu itu bernama Cleopatra. Cleopatra dipuja oleh setiap rakyatnya terutama kaum lelaki karena kecantikannya yang takkan mungkin tertandingi oleh siapapun.
Pada senja yang temaram di Pulau Cyprus di sebuah kapal perang yang mewah, sang ratu tersenyum penuh kemenangan walau dia sudah tahu bahwa tentara Antonius sudah bercerai berai kalah oleh armada angkatan laut Octavianus yang kuat dan berdisiplin tinggi. Dia masih saja tersenyum sambil memandangi Laut Tengah yang memisahkan Pulau Cyprus dan Pulau Kreta. Kilauan kebiruan laut itu membawa angan sang ratu itu pada kenangan yang indah.
Dulu berkat kecantikannya saja, Julius Caesar Sang Kaisar Romawi yang punya semboyan Vini, Vidi, Vici justru bertekuk lutut di bawah kakinya dan tidak meneruskan penyerangan ke negeri Mesir. Berkat kecantikannya pula Antonius memerangi Lepidus sahabat sejatinya. Dan berkat kecantikan itu, Antonius sekarang berada di ketiaknya seperti seorang bayi yang tak mau ditinggal oleh induk semangnya. Apalagi sekarang yang datang hanya Octavianus. Ya Octavianus, kemenakan dari Julius Caesar yang dulu pernah menjadi kekasihnya.
‘Lapor Sang Ratu, pasukan Octavianus sudah masuk ke Kota Raja Actium’, lapor sang prajuritnya.
Sang Ratu hanya diam saja sambil mengibaskan tangan yang menunjukkan bahwa dia tidak takut dan tak gentar. Ketenangannya inilah yang membuat para pengikutnya heran bukan main. Betapa tidak, Actium sudah hampir ditaklukkan oleh Octavianus.
‘Lapor Sang Ratu, pasukan Octavianus telah menghancurkan kita dan Paduka Antonius telah bunuh diri’, lapor seorang prajurit kemudian.
Sekali lagi Sang Ratu hanya diam, tak memberikan reaksi gentar ataupun takut. Dia tetap tenang bagai tenangnya Laut Tengah, bahkan tersenyum misterius yang susah dimengerti. Dia yakin dengan kekuatan cintanya, dia bisa mempermainkan siapa saja.
’Demi Yupiter Dewa langit, aku akan menaklukkan Octavianus. Bagiku laki-laki sama saja akan terkecoh dengan bujuk rayuku yang lebih mematikan daripada pasukan perang Aries Sang Dewa Perang. Aku Cleopatra wanita tercantik di Mesir yakin akan kemampuanku’, demikian bisik Cleopatra.
ooooooooooooooooo
Setelah mengalahkan Antonius, Octavianus segera menduduki Kota Raja. Mendengar bahwa Cleopatra berada di Pulau Cyprus, dengan menggunakan baju perang kebesarannya dan ribuan pasukan mereka pergi ke Pulau Cyprus.
Malam yang indah, bulan terang bundar, tersenyum manis, senyum yang misterius. Octavianus menaiki kapal perang mewah itu. Semua prajurit musuh takluk dan berlutut dan menjadi tawanan perang. Suasana yang indah itu bercampur dengan rasa hormat akan kebesaran Kaisar Agustus Octavianus.
’Masuklah ke dalam kamar hamba, Paduka Yang Mulia. Hamba Cleopatra memberikan hormat pada Paduka yang agung’, demikian Cleopatra dengan suaranya yang lembut merangsang memecah kesunyian.
’Demi Zeus Raja Para Dewa, tak seharusnya penguasa yang takluk tidak menyambut rajanya, malah bersembunyi di kamar. Sungguh Ratu yang tak punya etika. Keluarlah!’, kata Octavianus dengan tegas.
Maaf Yang Mulia. Sekali lagi maaf. Bukan maksud hamba merendahkan Yang Mulia. Hamba akan segera keluar’. Berbareng dengan itu, pintu kamar Sang Ratu yang temaram pun terbuka. Keluarlah wanita dengan paras yang cantik, diselingi dengan harum bunga mawar yang menusuk setiap orang.
Semua pasukan Octavianus memandang takjub pada Sang Ratu Cleopatra yang cantik bagaikan bidadari dan mungkin tak kalah cantik dengan Aprodite Dewi Kecantikan. Sejenak Octavianus terdiam.
’Oh inilah Cleopatra yang kecantikannya terkenal sampai ke negeriku, yang membuat Julius Caesar pamanku lupa daratan, dan sahabatku Antonius membunuh Lepidus’, membatin Octavianus.
Namun di sisi lain Cleopatra tak kalah terkejutnya. Octavianus yang dalam benaknya adalah lelaki biasanya, ternyata sangat tampan sekali. Jauh lebih tampan dari Julius Caesar maupun Antonius sebelumnya. Lama sekali dia takjub memandang trepana diam tak bergerak. Paras yang tampan, gagah, tegap dan tegar adalah sosok yang baru kali ini ditemuinya.
‘Demi Yupiter yang menguasai langit, lelaki ini sangat tampan dan gagah. Aku.. Aku.. terpesona dibuatnya. Aku bersumpah untuk dapat menaklukkannya. Aku ingin memilikinya. Ya, aku harus memiliki dia. Mungkinkah aku jatuh cinta?’, hati Cleopatra dag dig dug tak menentu.
‘Kamukah Cleopatra yang membujuk Antonius untuk membunuh Lepidus dan ingin mendirikan Kerajaan Yunani Baru di Alexandria?’, begitulah Octavianus berkata dengan suara yang sangat berwibawa.
Lagi-lagi Cleopatra hampir tak dapat menahan perasaannya. Hatinya telah jatuh oleh ketampanan Octavianus. Senyum licikpun menghias wajahnya.
’Hamba Yang Mulia. Karena itu hamba akan meminum racun ini Paduka. Untuk menebus kesalahan dan dosa-dosa hamba yang telah lalu.’
Demikian Cleopatra kemudian hendak meminum racun di cawan yang telah disiapkannya, sambil mengerling indah kepada Octavianus. ’Hmm.. Dia pasti akan menghentikan aku meminum racun ini..’, bisiknya dalam hati sambil menyingkap sedikit kain yang menutupi pahanya.
Peristiwa itu berlangsung cepat, cepat sekali dan Octavianus hanya diam dengan sorotan yang berwibawa sekali, tenang dan tak bereaksi. Prajurit Romawi yang melihatpun terpana dan dalam hati tak tega melihat kejadian itu.
‘Demi Aprodite yang maha cantik, kenapa kau tak mencegahku Octavianus? Apakah kau tak tertarik padaku? Kecantikanku? Indahnya tubuhku? Kau.. Kau.. Sungguh kejam..’. Dan Cleopatra pun tersungkur. Nyawanya terbang. Mati. Tanpa mendapatkan jawaban yang dinantinya dari Kaisar Agustus. Semua orang yang di situ pun heran dan bertanya-tanya. Tapi pertanyaan itu selalu tersimpan dalam hati.
’Itulah hukuman yang setimpal untuk Ratu yang terlalu mendewakan kecantikannya dan mengesampingkan etika kesusilaan’, demikian Octavianus pergi dan meninggalkan kapal perang mewah itu.
Tak seorang pun yang tahu apa yang ada dalam benak Sang Kaisar yang agung. Malam itu bulan purnama tersenyum indah berbeda dengan senyum Cleopatra yang kecut. Bulan itu tahu karena Octavianus sedang menunggu kelahiran putranya dari isteri yang dicintainya, yang semuanya itu cukup untuk mengalahkan rayuan Sang Ratu Cinta.
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen :
Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 1.
Hatiku selembar daun...
Arif Rohman
Siapa bilang Mesir adalah Negara yang tandus, kering dan tak sedap dipandang? Pandangan yang negatif mengenai Mesir itu telah sirna. Semua itu adalah berkat ratunya yang cantik. Ratu itu bernama Cleopatra. Cleopatra dipuja oleh setiap rakyatnya terutama kaum lelaki karena kecantikannya yang takkan mungkin tertandingi oleh siapapun.
Pada senja yang temaram di Pulau Cyprus di sebuah kapal perang yang mewah, sang ratu tersenyum penuh kemenangan walau dia sudah tahu bahwa tentara Antonius sudah bercerai berai kalah oleh armada angkatan laut Octavianus yang kuat dan berdisiplin tinggi. Dia masih saja tersenyum sambil memandangi Laut Tengah yang memisahkan Pulau Cyprus dan Pulau Kreta. Kilauan kebiruan laut itu membawa angan sang ratu itu pada kenangan yang indah.
Dulu berkat kecantikannya saja, Julius Caesar Sang Kaisar Romawi yang punya semboyan Vini, Vidi, Vici justru bertekuk lutut di bawah kakinya dan tidak meneruskan penyerangan ke negeri Mesir. Berkat kecantikannya pula Antonius memerangi Lepidus sahabat sejatinya. Dan berkat kecantikan itu, Antonius sekarang berada di ketiaknya seperti seorang bayi yang tak mau ditinggal oleh induk semangnya. Apalagi sekarang yang datang hanya Octavianus. Ya Octavianus, kemenakan dari Julius Caesar yang dulu pernah menjadi kekasihnya.
‘Lapor Sang Ratu, pasukan Octavianus sudah masuk ke Kota Raja Actium’, lapor sang prajuritnya.
Sang Ratu hanya diam saja sambil mengibaskan tangan yang menunjukkan bahwa dia tidak takut dan tak gentar. Ketenangannya inilah yang membuat para pengikutnya heran bukan main. Betapa tidak, Actium sudah hampir ditaklukkan oleh Octavianus.
‘Lapor Sang Ratu, pasukan Octavianus telah menghancurkan kita dan Paduka Antonius telah bunuh diri’, lapor seorang prajurit kemudian.
Sekali lagi Sang Ratu hanya diam, tak memberikan reaksi gentar ataupun takut. Dia tetap tenang bagai tenangnya Laut Tengah, bahkan tersenyum misterius yang susah dimengerti. Dia yakin dengan kekuatan cintanya, dia bisa mempermainkan siapa saja.
’Demi Yupiter Dewa langit, aku akan menaklukkan Octavianus. Bagiku laki-laki sama saja akan terkecoh dengan bujuk rayuku yang lebih mematikan daripada pasukan perang Aries Sang Dewa Perang. Aku Cleopatra wanita tercantik di Mesir yakin akan kemampuanku’, demikian bisik Cleopatra.
ooooooooooooooooo
Setelah mengalahkan Antonius, Octavianus segera menduduki Kota Raja. Mendengar bahwa Cleopatra berada di Pulau Cyprus, dengan menggunakan baju perang kebesarannya dan ribuan pasukan mereka pergi ke Pulau Cyprus.
Malam yang indah, bulan terang bundar, tersenyum manis, senyum yang misterius. Octavianus menaiki kapal perang mewah itu. Semua prajurit musuh takluk dan berlutut dan menjadi tawanan perang. Suasana yang indah itu bercampur dengan rasa hormat akan kebesaran Kaisar Agustus Octavianus.
’Masuklah ke dalam kamar hamba, Paduka Yang Mulia. Hamba Cleopatra memberikan hormat pada Paduka yang agung’, demikian Cleopatra dengan suaranya yang lembut merangsang memecah kesunyian.
’Demi Zeus Raja Para Dewa, tak seharusnya penguasa yang takluk tidak menyambut rajanya, malah bersembunyi di kamar. Sungguh Ratu yang tak punya etika. Keluarlah!’, kata Octavianus dengan tegas.
Maaf Yang Mulia. Sekali lagi maaf. Bukan maksud hamba merendahkan Yang Mulia. Hamba akan segera keluar’. Berbareng dengan itu, pintu kamar Sang Ratu yang temaram pun terbuka. Keluarlah wanita dengan paras yang cantik, diselingi dengan harum bunga mawar yang menusuk setiap orang.
Semua pasukan Octavianus memandang takjub pada Sang Ratu Cleopatra yang cantik bagaikan bidadari dan mungkin tak kalah cantik dengan Aprodite Dewi Kecantikan. Sejenak Octavianus terdiam.
’Oh inilah Cleopatra yang kecantikannya terkenal sampai ke negeriku, yang membuat Julius Caesar pamanku lupa daratan, dan sahabatku Antonius membunuh Lepidus’, membatin Octavianus.
Namun di sisi lain Cleopatra tak kalah terkejutnya. Octavianus yang dalam benaknya adalah lelaki biasanya, ternyata sangat tampan sekali. Jauh lebih tampan dari Julius Caesar maupun Antonius sebelumnya. Lama sekali dia takjub memandang trepana diam tak bergerak. Paras yang tampan, gagah, tegap dan tegar adalah sosok yang baru kali ini ditemuinya.
‘Demi Yupiter yang menguasai langit, lelaki ini sangat tampan dan gagah. Aku.. Aku.. terpesona dibuatnya. Aku bersumpah untuk dapat menaklukkannya. Aku ingin memilikinya. Ya, aku harus memiliki dia. Mungkinkah aku jatuh cinta?’, hati Cleopatra dag dig dug tak menentu.
‘Kamukah Cleopatra yang membujuk Antonius untuk membunuh Lepidus dan ingin mendirikan Kerajaan Yunani Baru di Alexandria?’, begitulah Octavianus berkata dengan suara yang sangat berwibawa.
Lagi-lagi Cleopatra hampir tak dapat menahan perasaannya. Hatinya telah jatuh oleh ketampanan Octavianus. Senyum licikpun menghias wajahnya.
’Hamba Yang Mulia. Karena itu hamba akan meminum racun ini Paduka. Untuk menebus kesalahan dan dosa-dosa hamba yang telah lalu.’
Demikian Cleopatra kemudian hendak meminum racun di cawan yang telah disiapkannya, sambil mengerling indah kepada Octavianus. ’Hmm.. Dia pasti akan menghentikan aku meminum racun ini..’, bisiknya dalam hati sambil menyingkap sedikit kain yang menutupi pahanya.
Peristiwa itu berlangsung cepat, cepat sekali dan Octavianus hanya diam dengan sorotan yang berwibawa sekali, tenang dan tak bereaksi. Prajurit Romawi yang melihatpun terpana dan dalam hati tak tega melihat kejadian itu.
‘Demi Aprodite yang maha cantik, kenapa kau tak mencegahku Octavianus? Apakah kau tak tertarik padaku? Kecantikanku? Indahnya tubuhku? Kau.. Kau.. Sungguh kejam..’. Dan Cleopatra pun tersungkur. Nyawanya terbang. Mati. Tanpa mendapatkan jawaban yang dinantinya dari Kaisar Agustus. Semua orang yang di situ pun heran dan bertanya-tanya. Tapi pertanyaan itu selalu tersimpan dalam hati.
’Itulah hukuman yang setimpal untuk Ratu yang terlalu mendewakan kecantikannya dan mengesampingkan etika kesusilaan’, demikian Octavianus pergi dan meninggalkan kapal perang mewah itu.
Tak seorang pun yang tahu apa yang ada dalam benak Sang Kaisar yang agung. Malam itu bulan purnama tersenyum indah berbeda dengan senyum Cleopatra yang kecut. Bulan itu tahu karena Octavianus sedang menunggu kelahiran putranya dari isteri yang dicintainya, yang semuanya itu cukup untuk mengalahkan rayuan Sang Ratu Cinta.
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen :
Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 1.
Hatiku selembar daun...
MENCARI NELANGSA
MENCARI NELANGSA
Arif Rohman
Semua muka yang ada di pendopo itu tertunduk lesu, pucat seperti mayat. Betapa tidak, saat itu Yudhistira sedang tiwikrama menjadi raksasa bermuka merah dan mengerikan. Jangankan para punakawan, raja-raja dan para ksatria yang bersimpati pada Pandawa saja menahan nafasnya dan tidak ada yang bergerak. Suara serak menggelegar pun memecah keheningan.
‘Sekali lagi Arjuna, kau tidak pernah memberikan kontribusi sedikitpun bagi perjuangan Pandawa. Kamu klelar kleler dan bisamu hanya merayu para gadis-gadis. Sekali pun kamu belum pernah berkelahi membela kita. Lihat akibat perbuatanmu, Kurawa telah menghina kita!’, Yudhistira berucap.
‘Aduh Kakang.. Aku memang tidak suka berkelahi Kakang. Aku bahkan tidak ingin Perang Bharatayudha terjadi Kakang. Aku terus bermimpi darah di Padang Kurusetra bak lautan. Mayat-mayat bergelimpangan. Untuk apa semua ini kalau hanya untuk sekedar kekuasaan belaka. Lebih baik hidup menjadi petani yang bahagia dan tenang. Karena itulah Kakang aku tidak mau berkelahi dengan kadangku sendiri para Kurawa dan aku tidak mau berlatih memanah seperti halnya para ksatria lain..’, rintih Arjuna sendu sambil mukanya masih tertunduk, tidak berani menatap raksasa itu.
‘Kamu memang tampan tidak hanya parasmu Arjuna, tetapi kelihaianmu dalam berkata tidak ada tandingannya. Kata-katamu tadi telah melemahkan hampir separo dari semangat prajurit dan sekutu kita. Demi tegaknya keadilan untuk Pandawa, mulai sekarang aku tidak mau melihat wajahmu lagi Arjuna. Pergilah dari hadapanku sekarang. mataku sepet melihat dirimu. Minggat sana!’, demikian berkata Yudhistira sambil mengepalkan tangannya.
‘Duh kakang.. Setelah orang tua kita meninggal, hanya ada Kakang pengganti orang tua. Sejak kecil aku selalu menuruti kata-kata Kakang. Sepatah pun aku tak berani membantah. Mengapa Kakang tega berucap demikian. Aku hanya ingin hidup tenteram, bebas, dan merdeka. Begitu pula rakyat Astina, siapapun yang menjadi raja tidak masalah asalkan mereka dapat hidup damai dan tenteram..’, berkata Arjuna sambil meneteskan air mata di pipinya.
‘Berani kamu saur manuk dihadapan Kakangmu ini. Ksatria cengeng. Tak bisa memanah. Pandawa tidak membutuhkanmu. Biarlah Pandawa berkurang satu asal Kurawa dapat dibasmi. Pergi kamu!’, sekali lagi Yudhistira meraung. Kecewa, marah karena harapannya agar Arjuna mau belajar memanah, menjadi ksatria digdaya dan membela hak-hak Pandawa tidak terpenuhi.
Setelah memberikan hormat pada Yudhistira, Arjuna yang hatinya tak kalah pedihnya pun pergi dengan gontai. Dalam hati Arjuna berpikir, apakah kekuasaan lebih lebih berharga dibandingkan dengan kehidupan rakyat miskin. Apakah dirinya salah ingin menjadi rakyat biasa? Apakah salah tidak mau belajar memanah yang hanya dijadikan senjata berkelahi? Apakah salah dirinya selalu bertutur dengan sopan dan lembut pada setiap gadis. Bukankah dirinya dibesarkan oleh seorang wanita yang tanpa daya yang hak-haknya sering terabaikan oleh para pria. Apakah benar ia salah terlalu menghargai dan menjunjung tinggi kaum wanita? Semua pikiran itu berkecamuk dalam diri Arjuna. Dan ketika sadar, ia telah jauh meninggalkan negerinya. Di depannya adalah daerah Mintaraga yang banyak terdapat goa. Di goa tersebutlah Arjuna memutuskan untuk bertapa mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengusik hatinya.
Setelah kepergian Arjuna, pendopo Amarta jadi sunyi dan sepi. Pada saat itulah Semar sebagai pengasuh Pandawa memecah keheningan.
’Sudahlah Ngger.. Jangan diteruskan lagi pertengkaranmu dengan Arjuna. Ini jelas akan merusak persatuan Pandawa, dan justru akan menguntungkan Kurawa. Eling Ngger.. Eling.. Arjuna itu sejak kecil sudah hidup sendiri ditinggal mati oleh Bapaknya. Ngger Yudhistira adalah anak tertua Pandawa harusnya lebih berlapang dadanya dan mau menerima pendapat orang lain..’, begitulah nasehat dari Semar yang dikenal sebagai penjelmaan dari Bathara Ismaya, yang disegani oleh semua Dewa di kahyangan.
Kata-kata Semar seperti air es yang mengguyur kepala Yudhistira yang panas menggelegak menyadarkan dia pada kemarahan yang sebenarnya tidak perlu. Ketika sadar, Yudhistira berubah menjadi sosok manusia lagi, bukti amarahnya telah mereda. Tangispun kembali memecah keheningan itu. Tangis, kecewa, menyesal, gegetun yang tak alang kepalang. Tapi nasi telah menjadi bubur. Bima, Nakula, dan Sadewa pun ikut menangis. ‘Itulah takdir’, demikian kata Semar. Takdir baik atau buruk manusia tak ada yang tahu. Hikmahnya hádala para Pandawa harus lebih sabar dan tidak menuruti hawa nafsunya dalam bertindak. Hal ini juga berlaku pada semua orang yang ada dalam pendopo tersebut. Setelah semua orang menyadari apa yang terjadi, akhirnya diambillah kesepakatan untuk mencari Arjuna yang hilang entah kemana.
ooooooooooooooooo
Berbulan-bulan sudah para kadang Pandawa mencari keberadaan Arjuna tapi hasilnya masih saja nihil. Pertemuan di Pendopo Agung Amarta tetap saja lengang semenjak peristiwa Arjuna pergi. Pertemuan itu semakin lengang ketika mereka membicarakan raksasa yang sedang mengamuk dan merusak persawahan, perumahan dan mengacau di negeri Amarta. Semua prajurit, ksatria dan preetapa pun tak bisa mengatasinya. Akhirnya mereka hanya bisa berdoa lepada para Dewa untuk dihindarkan dari angkara murka itu.
Setelah mereka berdoa secara khusyuk dan bersemadhi, muncullah Bathara Indra yang memberikan wangsit bahwa akan datang seorang ksatria muda yang bernama Mintaraga yang bisa mengalahkan raksasa yang sedang mengamuk di negeri Amartha. Kemudian Bathara Indra pun lenyak kembali ke kahyangan. Semua yang ada di pendopo itu pun lega sambil terus berharap siapakah gerangan Mintaraga, ksatria yang dapat mengalahkan raksasa itu?
ooooooooooooooooo
Kahyangan geger, para Dewa dan Dewi tidak bisa tenang. Hawa panas dan goncangan-goncangan seakan menandakan bahwa telah terjadi peristiwa yang Sangay Herat yang bakal terus menyerang kahyangan. Dan benar saja, kejadian itu sampai berbulan-bulan lamanya, yang memaksa Bathara Indra untuk TurÃn ke dunia.
Bathara Indra TurÃn tepat di Goa Mintaraga asal hawa panas yang mengguncang isi kahyangan. Terlihat sosok pemuda yang tampan tapi sedikit lebih kurus yang sedang bersamadi dengan khusyuk.
‘Cukup Ngger.. Cukup. Hentikan tapamu. Apa yang kau pinta kepada Dewa Ngger cah bagus..? Katakan saja..’, kata Bathara Indra.
Arjuna pun membuka matanya sambil tersenyum tenang dia memberikan sembah pada Bathara Indra. Kata-katanya yang lembut menawan seolah membuktikan bahwa dia adalah Arjuna yang terkenal dengan ketampanan dan kehalusan budi pekertinya.
‘Duh Sinuhun.. Saya Arjuna putera Pandu ingin hidup tenang dan tenteram bagaimanakah caranya? Saya hanya ingin menjadi rakyat biasa.. Apakah saya salah Sinuhun.. Saya tidak ingin bertapa untuk mencari kesaktian, tetapi bertapa untuk ketenangan hidup..’, kata Arjuna pelan.
‘Ngger cah bagus.. Hidup semua sudah ada yang mengatur. Manusia tidak bisa hidup sendiri karena sudah dari sananya mereka harus bersama dan saling tolong menolong. Kedamaian dan ketenteraman datangnya dari hati bukan dari apakah kita petani atau bukan. Hatimu yang mulia dan tutur katamu yang lembut adalah modal untuk mencapai ketenteraman. Ketenteraman lahir manakala kamu dapat membuat rakyat menjadi tenteram. Kedamaian hati tercipta saat kamu membasmi angkara murka dan membuat hidup masyarakat menjadi damai. Apa yang Ngger Arjuna inginkan sebenarnya adalah dari hati kita masing-masing.. Sudah jelas Ngger anakku?’, kata Bathara Indra sambil mengelus kepala Arjuna.
‘Sekarang ini Amartha telah diganggu oleh raksasa yang bernama Winantakala. Hanya kamulah yang sanggup mengalahkannya Ngger cah bagus..’, lanjut Bathara Indra.
‘Katur sembah nuhun Sinuhun.. Tapi saya tidak pandai memanah dan berkelahi, bagaimana saya dapat mengalahkannya..’, berkata Arjuna setengah berbisik.
‘Jangan khawatir Ngger cah bagus. Kuberikan kamu ilmu yang bernama Sepiangin. Pergunakan ilmu ini untuk membela rakyatmu Ngger cah bagus..’, kata Bathara Indra. Bersamaan dengan itu memancarlah cahaya dari tangan Bathara Indera dan memasuki tubuh Arjuna.
Setelah menerima ilmu Sepiangin, Arjuna meninggalkan Mintaraga dan berjalan menuju Amartha. Dalam perjalanan, Arjuna banyak menyelamatkan penduduk-penduduk desa yang menemui kesulitan. Karena ketampanannya para wanita, tua muda, gadis janda memuja-mujinya, bahkan para Dewa pun menjadi iri akan ketampanannya. Konon Dewa Kamajaya yang tertampan dari para Dewa pun gerah mendapat saingan. Tapi karena tindak-tanduk Arjuna yang lembut dan welas asih dalam bersikap maupun bertutur kata Kamajaya sendiri diam-diam memujanya.
Dalam perjalanan itu pula Arjuna sering bertapa. Bertapa tidak harus menyendiri, tapi dimanapun dalam situasi apapun harus berusaha menyingkirkan nafsu angkara murka yang ada dalam diri dan mengubah perbuatan-perbuatan yang tercela. Banyak Dewa yang menyayanginya. Bahkan Bathara Indra pun akhirnya mengangkat Arjuna sebagai anaknya dengan gelar Indra Tanaya. Arjuna pun mendapatkan panah Pasopati, panah Sarutama, panah Ardha Dhedali, Cundha Manik, Keris Pulanggeni dan cincin Sotyaningampal.
ooooooooooooooooo
Akhirnya saat yang dinanti pun tiba. Arjuna bertarung dengan Winatakala yang bisa mengeluarkan api dari mulutnya. Hampir sama seperti pertarungan-pertarungan sebelumnya, Arjuna pun mengeluarkan panah-panah saktinya. Dan akhirnya Arjuna berhasil mengalahkan raksasa tersebut.
Setelah mengalahkan raksasa tersebut Arjuna bertemu dengan kadang pandawa lainnya. Tangis haru dan rindu pun membahana di ruangan pendopo itu. Yah, tangis bahagia yang timbul dari kesalahpahaman yang sebenarnya tak perlu. Pemuda Mintaraga yang sakti mandraguna ternyata adalah Pamadya Pandawa yang nantinya membantu memenangkan perang di Kurusetra. Tapi semua orang tak tahu bahwa ketika Arjuna mengeluarkan panahnya, jutaan wanita berdoa untuk kemenangannya. Doa itu menjelma menjadi sinar yang memancar terang menyilaukan yang memaksa para Dewa mau tidak mau terpaksa memenangkan Arjuna. Oh lelananging jagad..
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen :
Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 2
Hatiku selembar daun....
Arif Rohman
Semua muka yang ada di pendopo itu tertunduk lesu, pucat seperti mayat. Betapa tidak, saat itu Yudhistira sedang tiwikrama menjadi raksasa bermuka merah dan mengerikan. Jangankan para punakawan, raja-raja dan para ksatria yang bersimpati pada Pandawa saja menahan nafasnya dan tidak ada yang bergerak. Suara serak menggelegar pun memecah keheningan.
‘Sekali lagi Arjuna, kau tidak pernah memberikan kontribusi sedikitpun bagi perjuangan Pandawa. Kamu klelar kleler dan bisamu hanya merayu para gadis-gadis. Sekali pun kamu belum pernah berkelahi membela kita. Lihat akibat perbuatanmu, Kurawa telah menghina kita!’, Yudhistira berucap.
‘Aduh Kakang.. Aku memang tidak suka berkelahi Kakang. Aku bahkan tidak ingin Perang Bharatayudha terjadi Kakang. Aku terus bermimpi darah di Padang Kurusetra bak lautan. Mayat-mayat bergelimpangan. Untuk apa semua ini kalau hanya untuk sekedar kekuasaan belaka. Lebih baik hidup menjadi petani yang bahagia dan tenang. Karena itulah Kakang aku tidak mau berkelahi dengan kadangku sendiri para Kurawa dan aku tidak mau berlatih memanah seperti halnya para ksatria lain..’, rintih Arjuna sendu sambil mukanya masih tertunduk, tidak berani menatap raksasa itu.
‘Kamu memang tampan tidak hanya parasmu Arjuna, tetapi kelihaianmu dalam berkata tidak ada tandingannya. Kata-katamu tadi telah melemahkan hampir separo dari semangat prajurit dan sekutu kita. Demi tegaknya keadilan untuk Pandawa, mulai sekarang aku tidak mau melihat wajahmu lagi Arjuna. Pergilah dari hadapanku sekarang. mataku sepet melihat dirimu. Minggat sana!’, demikian berkata Yudhistira sambil mengepalkan tangannya.
‘Duh kakang.. Setelah orang tua kita meninggal, hanya ada Kakang pengganti orang tua. Sejak kecil aku selalu menuruti kata-kata Kakang. Sepatah pun aku tak berani membantah. Mengapa Kakang tega berucap demikian. Aku hanya ingin hidup tenteram, bebas, dan merdeka. Begitu pula rakyat Astina, siapapun yang menjadi raja tidak masalah asalkan mereka dapat hidup damai dan tenteram..’, berkata Arjuna sambil meneteskan air mata di pipinya.
‘Berani kamu saur manuk dihadapan Kakangmu ini. Ksatria cengeng. Tak bisa memanah. Pandawa tidak membutuhkanmu. Biarlah Pandawa berkurang satu asal Kurawa dapat dibasmi. Pergi kamu!’, sekali lagi Yudhistira meraung. Kecewa, marah karena harapannya agar Arjuna mau belajar memanah, menjadi ksatria digdaya dan membela hak-hak Pandawa tidak terpenuhi.
Setelah memberikan hormat pada Yudhistira, Arjuna yang hatinya tak kalah pedihnya pun pergi dengan gontai. Dalam hati Arjuna berpikir, apakah kekuasaan lebih lebih berharga dibandingkan dengan kehidupan rakyat miskin. Apakah dirinya salah ingin menjadi rakyat biasa? Apakah salah tidak mau belajar memanah yang hanya dijadikan senjata berkelahi? Apakah salah dirinya selalu bertutur dengan sopan dan lembut pada setiap gadis. Bukankah dirinya dibesarkan oleh seorang wanita yang tanpa daya yang hak-haknya sering terabaikan oleh para pria. Apakah benar ia salah terlalu menghargai dan menjunjung tinggi kaum wanita? Semua pikiran itu berkecamuk dalam diri Arjuna. Dan ketika sadar, ia telah jauh meninggalkan negerinya. Di depannya adalah daerah Mintaraga yang banyak terdapat goa. Di goa tersebutlah Arjuna memutuskan untuk bertapa mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengusik hatinya.
Setelah kepergian Arjuna, pendopo Amarta jadi sunyi dan sepi. Pada saat itulah Semar sebagai pengasuh Pandawa memecah keheningan.
’Sudahlah Ngger.. Jangan diteruskan lagi pertengkaranmu dengan Arjuna. Ini jelas akan merusak persatuan Pandawa, dan justru akan menguntungkan Kurawa. Eling Ngger.. Eling.. Arjuna itu sejak kecil sudah hidup sendiri ditinggal mati oleh Bapaknya. Ngger Yudhistira adalah anak tertua Pandawa harusnya lebih berlapang dadanya dan mau menerima pendapat orang lain..’, begitulah nasehat dari Semar yang dikenal sebagai penjelmaan dari Bathara Ismaya, yang disegani oleh semua Dewa di kahyangan.
Kata-kata Semar seperti air es yang mengguyur kepala Yudhistira yang panas menggelegak menyadarkan dia pada kemarahan yang sebenarnya tidak perlu. Ketika sadar, Yudhistira berubah menjadi sosok manusia lagi, bukti amarahnya telah mereda. Tangispun kembali memecah keheningan itu. Tangis, kecewa, menyesal, gegetun yang tak alang kepalang. Tapi nasi telah menjadi bubur. Bima, Nakula, dan Sadewa pun ikut menangis. ‘Itulah takdir’, demikian kata Semar. Takdir baik atau buruk manusia tak ada yang tahu. Hikmahnya hádala para Pandawa harus lebih sabar dan tidak menuruti hawa nafsunya dalam bertindak. Hal ini juga berlaku pada semua orang yang ada dalam pendopo tersebut. Setelah semua orang menyadari apa yang terjadi, akhirnya diambillah kesepakatan untuk mencari Arjuna yang hilang entah kemana.
ooooooooooooooooo
Berbulan-bulan sudah para kadang Pandawa mencari keberadaan Arjuna tapi hasilnya masih saja nihil. Pertemuan di Pendopo Agung Amarta tetap saja lengang semenjak peristiwa Arjuna pergi. Pertemuan itu semakin lengang ketika mereka membicarakan raksasa yang sedang mengamuk dan merusak persawahan, perumahan dan mengacau di negeri Amarta. Semua prajurit, ksatria dan preetapa pun tak bisa mengatasinya. Akhirnya mereka hanya bisa berdoa lepada para Dewa untuk dihindarkan dari angkara murka itu.
Setelah mereka berdoa secara khusyuk dan bersemadhi, muncullah Bathara Indra yang memberikan wangsit bahwa akan datang seorang ksatria muda yang bernama Mintaraga yang bisa mengalahkan raksasa yang sedang mengamuk di negeri Amartha. Kemudian Bathara Indra pun lenyak kembali ke kahyangan. Semua yang ada di pendopo itu pun lega sambil terus berharap siapakah gerangan Mintaraga, ksatria yang dapat mengalahkan raksasa itu?
ooooooooooooooooo
Kahyangan geger, para Dewa dan Dewi tidak bisa tenang. Hawa panas dan goncangan-goncangan seakan menandakan bahwa telah terjadi peristiwa yang Sangay Herat yang bakal terus menyerang kahyangan. Dan benar saja, kejadian itu sampai berbulan-bulan lamanya, yang memaksa Bathara Indra untuk TurÃn ke dunia.
Bathara Indra TurÃn tepat di Goa Mintaraga asal hawa panas yang mengguncang isi kahyangan. Terlihat sosok pemuda yang tampan tapi sedikit lebih kurus yang sedang bersamadi dengan khusyuk.
‘Cukup Ngger.. Cukup. Hentikan tapamu. Apa yang kau pinta kepada Dewa Ngger cah bagus..? Katakan saja..’, kata Bathara Indra.
Arjuna pun membuka matanya sambil tersenyum tenang dia memberikan sembah pada Bathara Indra. Kata-katanya yang lembut menawan seolah membuktikan bahwa dia adalah Arjuna yang terkenal dengan ketampanan dan kehalusan budi pekertinya.
‘Duh Sinuhun.. Saya Arjuna putera Pandu ingin hidup tenang dan tenteram bagaimanakah caranya? Saya hanya ingin menjadi rakyat biasa.. Apakah saya salah Sinuhun.. Saya tidak ingin bertapa untuk mencari kesaktian, tetapi bertapa untuk ketenangan hidup..’, kata Arjuna pelan.
‘Ngger cah bagus.. Hidup semua sudah ada yang mengatur. Manusia tidak bisa hidup sendiri karena sudah dari sananya mereka harus bersama dan saling tolong menolong. Kedamaian dan ketenteraman datangnya dari hati bukan dari apakah kita petani atau bukan. Hatimu yang mulia dan tutur katamu yang lembut adalah modal untuk mencapai ketenteraman. Ketenteraman lahir manakala kamu dapat membuat rakyat menjadi tenteram. Kedamaian hati tercipta saat kamu membasmi angkara murka dan membuat hidup masyarakat menjadi damai. Apa yang Ngger Arjuna inginkan sebenarnya adalah dari hati kita masing-masing.. Sudah jelas Ngger anakku?’, kata Bathara Indra sambil mengelus kepala Arjuna.
‘Sekarang ini Amartha telah diganggu oleh raksasa yang bernama Winantakala. Hanya kamulah yang sanggup mengalahkannya Ngger cah bagus..’, lanjut Bathara Indra.
‘Katur sembah nuhun Sinuhun.. Tapi saya tidak pandai memanah dan berkelahi, bagaimana saya dapat mengalahkannya..’, berkata Arjuna setengah berbisik.
‘Jangan khawatir Ngger cah bagus. Kuberikan kamu ilmu yang bernama Sepiangin. Pergunakan ilmu ini untuk membela rakyatmu Ngger cah bagus..’, kata Bathara Indra. Bersamaan dengan itu memancarlah cahaya dari tangan Bathara Indera dan memasuki tubuh Arjuna.
Setelah menerima ilmu Sepiangin, Arjuna meninggalkan Mintaraga dan berjalan menuju Amartha. Dalam perjalanan, Arjuna banyak menyelamatkan penduduk-penduduk desa yang menemui kesulitan. Karena ketampanannya para wanita, tua muda, gadis janda memuja-mujinya, bahkan para Dewa pun menjadi iri akan ketampanannya. Konon Dewa Kamajaya yang tertampan dari para Dewa pun gerah mendapat saingan. Tapi karena tindak-tanduk Arjuna yang lembut dan welas asih dalam bersikap maupun bertutur kata Kamajaya sendiri diam-diam memujanya.
Dalam perjalanan itu pula Arjuna sering bertapa. Bertapa tidak harus menyendiri, tapi dimanapun dalam situasi apapun harus berusaha menyingkirkan nafsu angkara murka yang ada dalam diri dan mengubah perbuatan-perbuatan yang tercela. Banyak Dewa yang menyayanginya. Bahkan Bathara Indra pun akhirnya mengangkat Arjuna sebagai anaknya dengan gelar Indra Tanaya. Arjuna pun mendapatkan panah Pasopati, panah Sarutama, panah Ardha Dhedali, Cundha Manik, Keris Pulanggeni dan cincin Sotyaningampal.
ooooooooooooooooo
Akhirnya saat yang dinanti pun tiba. Arjuna bertarung dengan Winatakala yang bisa mengeluarkan api dari mulutnya. Hampir sama seperti pertarungan-pertarungan sebelumnya, Arjuna pun mengeluarkan panah-panah saktinya. Dan akhirnya Arjuna berhasil mengalahkan raksasa tersebut.
Setelah mengalahkan raksasa tersebut Arjuna bertemu dengan kadang pandawa lainnya. Tangis haru dan rindu pun membahana di ruangan pendopo itu. Yah, tangis bahagia yang timbul dari kesalahpahaman yang sebenarnya tak perlu. Pemuda Mintaraga yang sakti mandraguna ternyata adalah Pamadya Pandawa yang nantinya membantu memenangkan perang di Kurusetra. Tapi semua orang tak tahu bahwa ketika Arjuna mengeluarkan panahnya, jutaan wanita berdoa untuk kemenangannya. Doa itu menjelma menjadi sinar yang memancar terang menyilaukan yang memaksa para Dewa mau tidak mau terpaksa memenangkan Arjuna. Oh lelananging jagad..
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen :
Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 2
Hatiku selembar daun....
DIGEROGOTI NASIB
‘Cinta itu seperti aliran sungai di Kali Kracaan. Kadang dia deras, kadang mengalir lembut, kadang tenang. Meskipun musim kemarau tiba, dia tetap berusaha mengalirkan air dari pori-porinya.. Tapi ketika engkau meremehkan dia, dia akan menelanmu dengan air matanya..’ (Suatu waktu di tepi Kali Kracaan Demak).
DIGEROGOTI NASIB
Arif Rohman
‘Aku ingin jadi manusiaaa…!!’, begitu teriak Pat Kay dengan keras. Suara itu menggema diperbukitan Kun Lun San di Nanking. Dari nada yang terdengar terlihat bahwa orang itu sedang marah, kesal, sedih, putus asa yang menyatu. Tapi tetap saja tak ada yang mendengar. Mungkin semua orang sudah terlelap dengan mimpinya. Hanya suara jangkrik saja yang terdengar bersahutan, seakan turut bersimpati dengan kesedihan yang dialami oleh pemuda itu.
Sejenak pemuda itu termenung memandang air telaga yang kehijauan dikelilingi dedaunan yang rimbun. Sayup-sayup terdengar gemersik dedaunan yang ditiup oleh angina malam yang melintas tanpa permisi lebih dahulu.
‘Salahkah aku mencintai seorang gadis? Salahkah aku menyukai seorang wanita? Apakah status sosial harus membedakan dan menghancurkan kisah cinta antara Dewa dan anak manusia? Apakah langit begitu kejamnya hingga memberikan peraturan yang saklek dan tak dapat ditawar lagi?’, Pat Kay membatin dengan perasaan tak menentu.
Sekali lagi benak pemuda itu melayang entah kemana. Di telaga itulah pertama kali dia turun ke bumi. Di telaga Kun Lun San itulah cinta Pat kay bersemi. Betapa tidak? Beberapa waktu yang lalu dia tanpa sengaja melihat seorang Dewi telah mandi di telaga yang segar tersebut. Namun anehnya, sang Dewi berpakaian sederhana tak seperti kebanyakan gadis yang lain. Gemercik air telaga dan keelokan paras sang Dewi telah membuat hatinya bergelora, darahnya menjadi panas tak tertahankan. Namun walau Dewi itu terlihat sangat sederhana sekali, kecantikan dan liuk tubuhnya yang lemah gemulai mungkin tak tersaingi oleh Dewi-Dewi yang ada di kahyangan.
‘Siapa itu? Beraninya mengintip aku yang sedang mandi? Dasar laki-laki kurang ajar!’, teriak sang gadis sambil mukanya merah dan bersemu dadu, melihat ada yang melihatnya tatkala sedang mandi di telaga itu. Memang sebenarnya ia lah yang salah karena teriknya panas matahari sehabis bepergian ke Lo Yang ke tempat pamannya, tanpa meneliti di sekitarnya terlebih dahulu, dia lantas mandi begitu saja.
‘Maaf nona, aku tak sengaja. Aku tak bermaksud mengintip. Aku.. Aku..’, mulut Pat Kay tak dapat mengeluarkan suara, tenggorokannya seperti tercekik, mungkin karena kaget dan malu. Pemuda itu lalu meminta maaf sambil menyoja kea rah nona itu.
Tapi hati wanita memang susah ditebak, melihat sikap pemuda itu yang sopan dan tidak cengengesan, dia pun langsung memaafkannya, walau demikian air mata yang bercucuran pun tak pelak jatuh ke pipinya.
‘Jangan menangis nona, wajahmu jadi jelek sekali. Aku Ciu Pat Kay, jadi bingung melihat kamu menangis. Katakana pa yang harus kulakukan untuk menebus dosaku..’, demikian Pat Kay bertanya pada nona yang cantik tersebut. Dia berpikir bahwa gadis itu adalah seorang Dewi yang sedang menyamar menjadi manusia. Sebetulnya dia dapat saja lari terbang ke angkasa, namun hatinya yang paling dalam menolak dan ingin tetap berada di tempat tersebut.
‘Dengarlah.. Aku adalah seorang gadis. Segala kehormatanku telah kau lihat semuanya. Hanya kematian yang bisa menghapuskan aib yang kualami..’, kata gadis tersebut sambil menangis terisak-isak.
‘Jangan begitu nona. Kehidupan adalah suci, kau tak dapat melakukan itu. Biarlah kita cari jalan keluarnya..’, ucap Pat Kay membujuk.
‘Cara satu-satunya adalah.. Cara satu-satunya adalah kita harus menghadap ke orang tuaku bersama-sama’, kata gadis itu meragu.
‘Baiklah kalau itu satu-satunya cara, aku akan menurut. Tapi siapakah namamu? Dari tadi kita berbicara tapi kau tak pernah menyebutkan nama..’, Pat Kay pun berkata sambil tersenyum. Mungkin senyum bahagia.
‘Namaku Sui Lian, aku she Tio. Tapi aku adalah anak orang miskin Pat Kay Koko. Ayahku hanya penjual tahu dan ibuku telah lama meninggal dunia. Kita tidak sederajat Pat Kay Koko, apakah kamu tidak menyesal punya isteri miskin seperti aku..’, kata Sui Lian dengan wajah yang sangat murung.
‘Aa.. Apa.. Ti.. Tidak mengapa. Bagiku status kaya dan miskin tidak menjadi persoalan. A.. Aku.. Aku…’, jawab Pat Kay terbata-bata. Betapa tidak? Gadis yang dia kira adalah seorang Dewi kahyangan seperti halnya dirinya ternyata adalah seorang manusia! Bagaimana ini? Ini jelas menyalahi kehendak langit.
‘Ada apa Pat Kay Koko? Apakah kau menyesal? Katakan padaku Koko..’, Sui Lian pun berusaha mendesak apa yang sedang dipikirkan kekasihnya.
‘Bukan begitu Lian Moy.. Pernikahan adalah urusan besar . Katanya lahir sekali, menikah sekali dan matipun sekali. Karena itulah aku harus mengabarkan berita baik ini kepada orang tuaku. Apakah kau tak keberatan..?’, bisik Pat Kay kepada kekasihnya, walaupun ia sebenarnya bingung sekali terhadap permasalahan yang dihadapinya.
‘Kenapa aku harus marah Koko? Itu adalah justru yang harus kau lakukan. Jangan sampai nanti kamu kamu dicap putauw (durhaka) oleh orang tuamu sendiri’, kata Sui Lian dengan lembut penuh pengertian.
‘Bagaimana aku harus menyakiti perasaan gadis ini? Walaupun dia ternyata bukan seorang Dewi seperti yang aku perkirakan, namun kecantikannya, kelembutan hatinya, dan perangainya yang mempesona telah membuatku jatuh cinta. Jadi bagaimana aku bisa menyakitinya? Aduh bagaimana ini.. Sudah menjadi nasib bahwa Dewa tak bisa bersatu dengan manusia. Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan perbuatanku ini..?’, Pat Kay membatin.
Kalau begitu, begini saja Moymoy. Tunggulah aku di telaga Kun Lun san ini pada tanggal 15 bulan purnama mendatang. Aku pasti datang. Aku pasti datang Moymoy. Tunggulah aku..’. Dan ciuman lembut nan mesra pun mendarat di pipi Sui Lian.
Sui Lian pun memejamkan matanya seakan tak ingin ciuman itu berakhir, karena ciuman itu adalah kebahagiaan. Ketika matanya terbuka, Pat Kay kekasihnya sudah menghilang lenyap bagaikan angin yang menuruni lereng Kun Lun San.
ooooooooooooooooo
Pemuda itu tersadar dari lamunannya. Di telaga nan jernih itu matanya menatap nanar. Kisah cintanya yang indah selalu terbayang di matanya. Dia masih ingat besok adalah tempo dimana dia akan bertemu dengan Sui Lian kekasihnya. Walaupun para Dewa geger, marah dan kahyangan telah gempar akibat perbuatannya, dia tetap tak peduli. Hidup bersama Sui Lian sang kekasih tercintanya adalah impian hidupnya. Dia tak ingin ada yang mengekang, membelenggu dan menjajah kemerdekaan jiwanya. Dia ingin seperti kuda putih yang lari bebas kemana dia suka. Maharaja Langit, Dewa Kwan Im, Dewa Erlang dan Dewa-Dewa kahyangan lainnya pun menggelar konferensi darurat membahas perihal Pat kay yang dianggap tidak lazim di kalangan Dewa. Namun Pat kay tetaplah Pat Kay. Sehebat apapun rintangan dan tantangan yang akan dihadapinya, ia tetap bersikukuh dengan keinginannya.
Sebentar lagi sang kekasihnya datang! Itulah yang dia harapkan saat ini. Senyum bahagia pun segera menghiasi wajahnya. Hatinya dag dig dug tak keruan. Tapi entah kenapa cuaca hari itu tak seperti biasanya. Angin bertiup kencang aneh. Langit menjadi gelap dan hawa dingin pun menyeruak. Tapi tetap saja Pat kay tersenyum, senum kasmaran. Ia jatuh cinta!
Iseng Pat Kay melangkah menuju tepian telaga, dipandanginya air telaga yang bening itu.
‘A.. Apa.. Wajahku.. Wajahku.. Kenapa jadi begini.. Kenapa ini.. Apa.. Apa… Yang terjadi..’, Pat Kay pun kaget setengah mati memandang wajahnya yang berubah. Parasnya yang tampan berubah menjadi jelek bukan main. Hidungnya yang mancung menjadi besar dan menjorok ke depan. Telinganya telah berubah menjadi besar dan panjang dan terakhir dia tak bisa berkata sepatahpun kata.
‘Grhoook.. Grhok.. Grhk..’, suara dan wajahnya telah berubah seperti seekor babi. Terakhir ketika dia melihat perutnya, hampir saja dia pingsan, Perutnya telah berubah gendut besar bukan main!
Air mata pun menetes dari pipi Pat Kay ke bumi. Ketakutan-ketakutan pun muncul. Takut akan kehilangan kekasihnya.
‘Aaaaaaaaaaaaa... Aaaaaaaaaaa.. Langit tidak adil! Kenapa Dewa tidak bisa jatuh cinta dengan anak manusiaaaaaaaaaaaaaa!!’, diapun berteriak dengan keras sekali. Dia mengamuk habis-habisan.Pohon-pohon tumbang dibuatnya. Setelah lelah diapun mendeprok ke tanah. Rasa kecewa, sedih, marah pun menjadi satu. Yang dapat dilakukannya sekarang ini adalah menangis. Ya, menangis. Air mata, oh air mata..
Karena gundah dan bingung, Pat Kay pun berlari menuruni lereng bukit itu sambil meraung sedih. Sedih karena dia yakin bahwa Sui Lian tidak akan dapat menerima keadaannya sekarang ini. Dia lari sangat kencang sekali yang dalam beberapa waktu saja sudah tidak kelihatan.
Tapi Pat Kay tak tahu bahwa sedari awal sudah ada sosok dengan mata indah yang mengawasinya. Dari bibir yang indah itu terucap kata-kata :
‘Pat Kay Koko.. Walau apapun yang terjadi denganmu, aku tetap mencintaimu Koko.. Mencintaimu.. Selalu.. Kenapa kau pergi Koko.. Kenapa kau meragukan cintaku? Kenapa kau membatasi dan menghina cintaku dengan ukuran fisikmu Koko.. Kenapa kau pergi Koko.. Koko.. Tahukah kau.. Cintaku abadi..’, demikian gadis itu berbisik dengan air mata bercucuran. Tapi Pat kay tak pernah kembali.
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen : Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 3.
Hatiku selembar daun...
DIGEROGOTI NASIB
Arif Rohman
‘Aku ingin jadi manusiaaa…!!’, begitu teriak Pat Kay dengan keras. Suara itu menggema diperbukitan Kun Lun San di Nanking. Dari nada yang terdengar terlihat bahwa orang itu sedang marah, kesal, sedih, putus asa yang menyatu. Tapi tetap saja tak ada yang mendengar. Mungkin semua orang sudah terlelap dengan mimpinya. Hanya suara jangkrik saja yang terdengar bersahutan, seakan turut bersimpati dengan kesedihan yang dialami oleh pemuda itu.
Sejenak pemuda itu termenung memandang air telaga yang kehijauan dikelilingi dedaunan yang rimbun. Sayup-sayup terdengar gemersik dedaunan yang ditiup oleh angina malam yang melintas tanpa permisi lebih dahulu.
‘Salahkah aku mencintai seorang gadis? Salahkah aku menyukai seorang wanita? Apakah status sosial harus membedakan dan menghancurkan kisah cinta antara Dewa dan anak manusia? Apakah langit begitu kejamnya hingga memberikan peraturan yang saklek dan tak dapat ditawar lagi?’, Pat Kay membatin dengan perasaan tak menentu.
Sekali lagi benak pemuda itu melayang entah kemana. Di telaga itulah pertama kali dia turun ke bumi. Di telaga Kun Lun San itulah cinta Pat kay bersemi. Betapa tidak? Beberapa waktu yang lalu dia tanpa sengaja melihat seorang Dewi telah mandi di telaga yang segar tersebut. Namun anehnya, sang Dewi berpakaian sederhana tak seperti kebanyakan gadis yang lain. Gemercik air telaga dan keelokan paras sang Dewi telah membuat hatinya bergelora, darahnya menjadi panas tak tertahankan. Namun walau Dewi itu terlihat sangat sederhana sekali, kecantikan dan liuk tubuhnya yang lemah gemulai mungkin tak tersaingi oleh Dewi-Dewi yang ada di kahyangan.
‘Siapa itu? Beraninya mengintip aku yang sedang mandi? Dasar laki-laki kurang ajar!’, teriak sang gadis sambil mukanya merah dan bersemu dadu, melihat ada yang melihatnya tatkala sedang mandi di telaga itu. Memang sebenarnya ia lah yang salah karena teriknya panas matahari sehabis bepergian ke Lo Yang ke tempat pamannya, tanpa meneliti di sekitarnya terlebih dahulu, dia lantas mandi begitu saja.
‘Maaf nona, aku tak sengaja. Aku tak bermaksud mengintip. Aku.. Aku..’, mulut Pat Kay tak dapat mengeluarkan suara, tenggorokannya seperti tercekik, mungkin karena kaget dan malu. Pemuda itu lalu meminta maaf sambil menyoja kea rah nona itu.
Tapi hati wanita memang susah ditebak, melihat sikap pemuda itu yang sopan dan tidak cengengesan, dia pun langsung memaafkannya, walau demikian air mata yang bercucuran pun tak pelak jatuh ke pipinya.
‘Jangan menangis nona, wajahmu jadi jelek sekali. Aku Ciu Pat Kay, jadi bingung melihat kamu menangis. Katakana pa yang harus kulakukan untuk menebus dosaku..’, demikian Pat Kay bertanya pada nona yang cantik tersebut. Dia berpikir bahwa gadis itu adalah seorang Dewi yang sedang menyamar menjadi manusia. Sebetulnya dia dapat saja lari terbang ke angkasa, namun hatinya yang paling dalam menolak dan ingin tetap berada di tempat tersebut.
‘Dengarlah.. Aku adalah seorang gadis. Segala kehormatanku telah kau lihat semuanya. Hanya kematian yang bisa menghapuskan aib yang kualami..’, kata gadis tersebut sambil menangis terisak-isak.
‘Jangan begitu nona. Kehidupan adalah suci, kau tak dapat melakukan itu. Biarlah kita cari jalan keluarnya..’, ucap Pat Kay membujuk.
‘Cara satu-satunya adalah.. Cara satu-satunya adalah kita harus menghadap ke orang tuaku bersama-sama’, kata gadis itu meragu.
‘Baiklah kalau itu satu-satunya cara, aku akan menurut. Tapi siapakah namamu? Dari tadi kita berbicara tapi kau tak pernah menyebutkan nama..’, Pat Kay pun berkata sambil tersenyum. Mungkin senyum bahagia.
‘Namaku Sui Lian, aku she Tio. Tapi aku adalah anak orang miskin Pat Kay Koko. Ayahku hanya penjual tahu dan ibuku telah lama meninggal dunia. Kita tidak sederajat Pat Kay Koko, apakah kamu tidak menyesal punya isteri miskin seperti aku..’, kata Sui Lian dengan wajah yang sangat murung.
‘Aa.. Apa.. Ti.. Tidak mengapa. Bagiku status kaya dan miskin tidak menjadi persoalan. A.. Aku.. Aku…’, jawab Pat Kay terbata-bata. Betapa tidak? Gadis yang dia kira adalah seorang Dewi kahyangan seperti halnya dirinya ternyata adalah seorang manusia! Bagaimana ini? Ini jelas menyalahi kehendak langit.
‘Ada apa Pat Kay Koko? Apakah kau menyesal? Katakan padaku Koko..’, Sui Lian pun berusaha mendesak apa yang sedang dipikirkan kekasihnya.
‘Bukan begitu Lian Moy.. Pernikahan adalah urusan besar . Katanya lahir sekali, menikah sekali dan matipun sekali. Karena itulah aku harus mengabarkan berita baik ini kepada orang tuaku. Apakah kau tak keberatan..?’, bisik Pat Kay kepada kekasihnya, walaupun ia sebenarnya bingung sekali terhadap permasalahan yang dihadapinya.
‘Kenapa aku harus marah Koko? Itu adalah justru yang harus kau lakukan. Jangan sampai nanti kamu kamu dicap putauw (durhaka) oleh orang tuamu sendiri’, kata Sui Lian dengan lembut penuh pengertian.
‘Bagaimana aku harus menyakiti perasaan gadis ini? Walaupun dia ternyata bukan seorang Dewi seperti yang aku perkirakan, namun kecantikannya, kelembutan hatinya, dan perangainya yang mempesona telah membuatku jatuh cinta. Jadi bagaimana aku bisa menyakitinya? Aduh bagaimana ini.. Sudah menjadi nasib bahwa Dewa tak bisa bersatu dengan manusia. Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan perbuatanku ini..?’, Pat Kay membatin.
Kalau begitu, begini saja Moymoy. Tunggulah aku di telaga Kun Lun san ini pada tanggal 15 bulan purnama mendatang. Aku pasti datang. Aku pasti datang Moymoy. Tunggulah aku..’. Dan ciuman lembut nan mesra pun mendarat di pipi Sui Lian.
Sui Lian pun memejamkan matanya seakan tak ingin ciuman itu berakhir, karena ciuman itu adalah kebahagiaan. Ketika matanya terbuka, Pat Kay kekasihnya sudah menghilang lenyap bagaikan angin yang menuruni lereng Kun Lun San.
ooooooooooooooooo
Pemuda itu tersadar dari lamunannya. Di telaga nan jernih itu matanya menatap nanar. Kisah cintanya yang indah selalu terbayang di matanya. Dia masih ingat besok adalah tempo dimana dia akan bertemu dengan Sui Lian kekasihnya. Walaupun para Dewa geger, marah dan kahyangan telah gempar akibat perbuatannya, dia tetap tak peduli. Hidup bersama Sui Lian sang kekasih tercintanya adalah impian hidupnya. Dia tak ingin ada yang mengekang, membelenggu dan menjajah kemerdekaan jiwanya. Dia ingin seperti kuda putih yang lari bebas kemana dia suka. Maharaja Langit, Dewa Kwan Im, Dewa Erlang dan Dewa-Dewa kahyangan lainnya pun menggelar konferensi darurat membahas perihal Pat kay yang dianggap tidak lazim di kalangan Dewa. Namun Pat kay tetaplah Pat Kay. Sehebat apapun rintangan dan tantangan yang akan dihadapinya, ia tetap bersikukuh dengan keinginannya.
Sebentar lagi sang kekasihnya datang! Itulah yang dia harapkan saat ini. Senyum bahagia pun segera menghiasi wajahnya. Hatinya dag dig dug tak keruan. Tapi entah kenapa cuaca hari itu tak seperti biasanya. Angin bertiup kencang aneh. Langit menjadi gelap dan hawa dingin pun menyeruak. Tapi tetap saja Pat kay tersenyum, senum kasmaran. Ia jatuh cinta!
Iseng Pat Kay melangkah menuju tepian telaga, dipandanginya air telaga yang bening itu.
‘A.. Apa.. Wajahku.. Wajahku.. Kenapa jadi begini.. Kenapa ini.. Apa.. Apa… Yang terjadi..’, Pat Kay pun kaget setengah mati memandang wajahnya yang berubah. Parasnya yang tampan berubah menjadi jelek bukan main. Hidungnya yang mancung menjadi besar dan menjorok ke depan. Telinganya telah berubah menjadi besar dan panjang dan terakhir dia tak bisa berkata sepatahpun kata.
‘Grhoook.. Grhok.. Grhk..’, suara dan wajahnya telah berubah seperti seekor babi. Terakhir ketika dia melihat perutnya, hampir saja dia pingsan, Perutnya telah berubah gendut besar bukan main!
Air mata pun menetes dari pipi Pat Kay ke bumi. Ketakutan-ketakutan pun muncul. Takut akan kehilangan kekasihnya.
‘Aaaaaaaaaaaaa... Aaaaaaaaaaa.. Langit tidak adil! Kenapa Dewa tidak bisa jatuh cinta dengan anak manusiaaaaaaaaaaaaaa!!’, diapun berteriak dengan keras sekali. Dia mengamuk habis-habisan.Pohon-pohon tumbang dibuatnya. Setelah lelah diapun mendeprok ke tanah. Rasa kecewa, sedih, marah pun menjadi satu. Yang dapat dilakukannya sekarang ini adalah menangis. Ya, menangis. Air mata, oh air mata..
Karena gundah dan bingung, Pat Kay pun berlari menuruni lereng bukit itu sambil meraung sedih. Sedih karena dia yakin bahwa Sui Lian tidak akan dapat menerima keadaannya sekarang ini. Dia lari sangat kencang sekali yang dalam beberapa waktu saja sudah tidak kelihatan.
Tapi Pat Kay tak tahu bahwa sedari awal sudah ada sosok dengan mata indah yang mengawasinya. Dari bibir yang indah itu terucap kata-kata :
‘Pat Kay Koko.. Walau apapun yang terjadi denganmu, aku tetap mencintaimu Koko.. Mencintaimu.. Selalu.. Kenapa kau pergi Koko.. Kenapa kau meragukan cintaku? Kenapa kau membatasi dan menghina cintaku dengan ukuran fisikmu Koko.. Kenapa kau pergi Koko.. Koko.. Tahukah kau.. Cintaku abadi..’, demikian gadis itu berbisik dengan air mata bercucuran. Tapi Pat kay tak pernah kembali.
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen : Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 3.
Hatiku selembar daun...
CINTAKU DI MOSKOW
CINTAKU DI MOSKOW
Arif Rohman
Hari ini aku senang bukan main. Permohonan cutiku dikabulkan oleh perusahaan. Itu berarti keinginanku untuk berlibur ke Rusia akan terlaksana. Sudah beberapa tahun ini aku bekerja dan bekerja tanpa mengenal lelah. Sampai-sampai aku tak berlibur selama tiga tahun. Karena itulah aku memutuskan cuti selama sepuluh hari. Dan tidak main-main, aku berencana pergi ke Rusia. Apa karena tempatnya yang cocok untuk main sky atau memang aku sangat tertarik dengan Marxism, Lenin maupun Stalin, aku tak tahu. Yang aku tahu, aku akan segera meninggalkan Jakarta yang penuh polusi, macet dan pekerjaan yang menumpuk. Kalau diteruskan lagi bisa stress aku! Aku berencana seminggu di sana. Santai dan menikmati liburan. Maklum masih bujang, jadi yang dicari hanya pengalaman dan hiburan.
Moskow, Hari Pertama
Dari bandara, aku langsung diantar ke sebuah hotel berbintang lima yang terlihat mewah sekali. Tapi bagiku hal itu sudah bukan hal yang luar biasa. Sebagai ahli dalam bidang arsitektur jebolan institut di Jerman, gajiku lebih dari cukup untuk tidur setiap hari di hotel seperti ini.
Sesampai di kamar, kurebahkan tubuhku yang lumayan penat. Tapi ternyata mata tak bisa terpejam. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan-jalan di taman Gorky Park yang terletak di pusat kota. Moskow memang kota yang tertib dan rapi, mungkin karena penegakan hukum yang benar-benar menuntut kedisiplinan dari aparat penegak hukumnya sendiri.
Udara di Moskow memang dingin. Maklum saat itu musim salju. Ketika angin menerpa, kurapatkan syal yang ada di leherku dan mantel tebalku. Agak sepi memang, tapi bagiku itulah yang kuharapkan. Di sini aku bisa melakukan perenungan-perenungan terhadap apa yang telah kulakukan selama ini, terutama sejak aku lulus dari Jerman.
‘Hmm.. Cuacanya sepertinya cocok untuk main sky’, kataku kepada seorang receptionist yang rada sedikit cantik.
‘Iya sir.. Tapi tempat yang cocok untuk main sky adalah di daerah Gorky. Sekitar satu jam dari sini. Di pinggiran kota Moskow..’, jawab receptionist itu dengan senyum manis yang terlalu dipaksakan. Formalitas! Tapi kuakui pelayanan untuk turis di Moskow memang memuaskan. Ramah dan profesional kupikir.
‘Oh ya nona.. Terima kasih. Mungkin besok pagi saja aku berangkat’, kataku sambil melangkah menuju kamarku.
‘Maaf sir.. Tadi ada telepon dari Jakarta menanyakan anda’, katanya kemudian.
‘Terima kasih nona, tapi aku tak mau diganggu oleh siapapun selama liburanku OK?!’, kataku kepada wanita itu dengan sedikit agak kesal.
Wanita itu hanya manggut-manggut saja, tapi sepertinya dia tahu maksudku yang seperti kebanyakan turis-turis lainnya yang tak mau diganggu dengan urusan pekerjaan.
Di kamar aku segera mandi air hangat dan segera tidur . Besok aku akan main sky di Gorkiy. Semoga akan menyenangkan karena cuacanya sedang baik.
Gorkiy, Hari Kedua
Setelah satu jam naik bus, aku telah sampai di Gorkiy. Di situ ada sebuah tempat yang menyewakan peralatan sky.
‘Cuaca bagus ha?!’, kataku kepada lelaki brewokan yang punya tempat sewa.
‘Benar, bahkan sangat bagus. Sayang dalam beberapa waktu ini jarang yang datang untuk main ke sini..’, katanya sambil mengambilkan beberapa alat yang sudah dipajang sebelumnya.
‘Terima kasih..’, kataku kepada lelaki itu.
Banyak orang yang menanyakan kepadaku, kenapa aku suka sky. Mereka tak tahu bahwa ketika kita meluncur ke bawah, perasaan kita seperti terbang. Lepas bagai seekor burung. Merdeka tanpa kekangan dan belenggu.
Semua sudah siap. Aku akan segera meluncur. Tapi tiba-tiba mataku melihat seorang gadis dengan mantel merah sudah meluncur dengan asyiknya. Wajahnya memang tak kelihatan. Tapi rambutnya yang panjang riap-riapan terlihat sangat anggun sekali.
Seakan ada kekuatan yang menggerakkan, aku segera meluncur mengikutinya. Dan aku pun berhasil mengikutinya. Di bawah, dia berhenti dan memperlihatkan wajahnya.
‘Wow cantik sekali..’, desisku. Sesaat aku tertegun memandangi wajah yang cantik itu. Wajah khas Eropa. Hatiku langsung dag dig dug tak keruan.
‘Hi.. Main sky?’, katanya padaku. Senyum manis pun merekah dari bibirnya yang aduhai.
‘I.. Iya. Perkenalkan namaku Andre. Bolehkah saya tahu namamu?’, kataku membuka salam perkenalan.
‘Namaku Stephanie. Kamu boleh memanggilku Tiffanie..’, jawabnya.
‘Ups.. Nama yang indah. Kenapa main sendirian?’, tanyaku asal, mengingat tak ada topik yang terlintas di benakku.
‘Aku lagi pusing.. Biasanya kalau ada masalah, aku main sky sendirian. Ya sendirian..’, katanya sambil menampakkan mimik yang kurang bahagia.
‘Maaf membuatmu bersedih. Jika tak keberatan, aku akan menemanimu main sky’, kataku menawarkan diri walau sebenarnya aku tak yakin akan diluluskan.
‘OK. Teman kadang datang disaat yang dib utuhkan’, katanya dengan nada yang penuh keceriaan.
Sebuah awal yang baik. Taffanie orangnya ramah, cantik dan seksi. Baju merah yang dipakainya, demikian serasi dengan potongan tubuhnya yang indah. Sehabis main sky, kamu pun ngobrol berdua dengan asyiknya. Tiffanie berasal dari Krasnoyarks. Dia kemudia ikut orang tuanya ke Moskow. Sekarang dia sedih karena habis putus cinta dengan pacarnya. Tragis memang, gadis secantik dia diduakan oleh pemuda yang goblok menurutku. Tak tahu bahwa Tiffanie orangnya cantik. Bahkan dalam hidupku baru kali ini kutemukan. Face-nya yang ala Eropa dengan rambut keemasan dan hidung mancung serta bola mata yang biru indah membuat kecantikannya nyaris sempurna.
Waktu memang sulit ditebak, pertemuan yang secara kebetulan itu membuat kami cepat akrab. Karena waktu yang sudah mulai senja, kami memutuskan untuk kembali ke Moskow. Dan hatiku pun semakin berbunga-bunga manakala dia menawarkan diri menjadi guide berkeliling Moskow. Amboi, senang nian hati ambo!
Di hotel aku tak bisa memejamkan mata barang sedikitpun. Bayang-bayang Taffanie selalu menghantuiku. Kadang aku senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Tapi tak masalah, yang penting aku bahagia, titik.
Belomorsk, Hari Ketiga
Belomorsk adalah kota yang indah di utara Rusia. Di situ ada sebuah danau yang bernama Danau Oneya. Danau yang jernih dan masih alami itu memang agak sedikit tertutup salju. Namun ada juga angsa-angsa yang berenang dengan senangnya. Hatikupun merasa bahagia. Apa lagi ketika Tiffanie menggandeng tanganku mengelilingi pinggir danau. Hatiku berdetak keras. Baru kali ini aku digandeng seorang gadis cantik, sarjana soiologi lagi. Ahh.. Semoga jangan cepat berakhir..
Karena terlalu terburu-buru, Tiffanie pun terpeleset jatuh. Namun aku dengan sigap menangkap dan memeluk tubuhnya. Bau wangi menyeruak menusuk hidungku. Wangi yang tak akan terlupa dalam hidupku.
Entah setan apa, yang merasuki kami berdua. Bibir kami segera bertemu dan kecupan lembut Tiffanie pun mendarat di bibirku. Aku seperti terpagut ular. Aku segera menarik tubuhku.
‘Maaf.. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi. Kita baru saja berkenalan. Jadi.. Jadi..’, kataku terbata-bata.
‘It’s OK. Harusnya aku yang meminta maaf. Aku suka kamu. Kamu elegan..’, katanya dengan raut muka serius.
Aku tak menjawab, hanya sedikit mengangguk. Takut merusak suasana. Dan ketika sambil berjalan dia menggelitik pinggangku, aku pun jadi tertawa. Suasana pun kembali mencair. Kami pun makan di sebuah restoran di pinggir Danau Oneya. Suasana sungguh romantis sekali. Lagu-lagu lembut dari Queen seakan mengilhami kami untuk berpegangan tangan. Merangkul dan ciuman. Pelajaran bercinta yang sedang kujalani cepat kutangkap. Aku pun sudah terbiasa dengan pelukan dan ciuman dari Tiffanie. Pengalaman yang aneh dan baru pertama kali dalam hidupku..
Swerdlowsk, Hari Keempat
Di sebelah timur Rusia, ada sungai yang indah, yang terkenal dengan sebutan sungai Irtisyi. Sungainya sangat indah dan kadang terlihat pecah menjadi anak-anak sungai. Kedekatanku dengan Tiffanie bagaikan batang sungai dengan anak sungai tak terlepaskan, mungkin oleh kekuatan apapun juga.
‘Andre.. Aku suka kamu. Do you have a girl friend?’, katanya terus terang padaku. Orang bule memang kalau berbicara suka blak-blakan.
‘No, I don’t..’, kataku sambil mengawasi mimik dari Tiffanie. Dan kulihat dia senang sekali. Kami pun berpelukan kembali. Sepertinya pelukan bukan hal yang tabu lagi bagiku. Aku kadang tak mengerti, apakah adat ketimuranku sudah terkikis atau tidak, aku tak peduli. Yang penting hidup matiku hanya untuk Tiffanie seorang.
‘Cuaca semakin dingin. Ini ambillah topi kelinciku sebagai hadiah..’, katanya lirih.
Aku diam tak bergerak. Di Jawa, ada mitos bahwa pemberian yang berupa kain atau sejenisnya dari seorang kekasih, maka umur percintaan itu tak kan lama. Tapi peduli setan! Tiffanie sudah menjadi milikku. Dan ini Eropa bung!
‘Terima kasih, my dearr..’, kataku sambil memeluk tubuhnya. Ahh.. Belahan hidupku, kekasih jiwaku, Tiffanie..
Izywsk, Hari Kelima
Pada hari kelima aku bersama Tiffanie ke pegunungan Ural di daerah Izywsk. Banyak pepohonan yang dilapisi salju sangat indah sekali seperti lukisan. Seakan-akan memberikan petunjuk bahwa aku tak akan terpisahkan dengan Tiffanie.
Malam itu di Hotel Izywsk, udara sangat dingin. Kami pun ngobrol di kamar Tiffanie. Saking asyiknya ngobrol tak terasa waktu sudah semakin larut malam. Ketika dingin menyeruak, suasana sepi, hanya iringan musik klasik Pavarotti mengalun pelan. Kulihat Tiffanie duduk di tempat tidur dengan santai. Terlihat pahanya mulus indah. Lekuk tubuhnya membuatku bergelora. Seperti ada kekuatan misterius aku pun diam terpaku. Dia lalu menghampiriku sambil berbisik :
‘Aku mencintaimu Andre. Aku tak bisa hidup tanpamu..’, katanya mendesah. Aku pun berusaha mengikuti geraknya. Dan musik Pavarotti pun terus mengalun sampai pagi.
Moskow, Hari Keenam
Cuaca di Moskow masih saja dingin. Tapi hatiku tidak. Hatiku hangat menggelora. Dengan Tiffanie di sampingku, aku tak takut pada apa pun. Di hotel aku rebah di kasur membayangkan hari-hari yang kulewati selama liburan. Nyaris sempurna tak ada cacatnya. Liburan ini telah menumbuhkan semangat hidup yang baru.
Tiba-tiba telepon berdering. Si gadis receptionist pun menyampaikan pesan.
‘Mr. Andre, teman anda Miss Tiffanie memberi pesan bahwa anda ditunggu malam ini di hotel Kazani, sebelah timur Taman Gorky. Cuma itu saja..’, katanya dan kemudian menutup gagang telepon dengan pelan.
Aku pun segera bersiap-siap. Kupakai bajuku yang terindah dan termahal. Cuma seperempat jam saja denga taxi aku sudah sampai ke sana. Dalam perjalanan aku senyum-senyum sendiri kayak orang gila.
Kulangkahkan kakiku ke lobby dan bertanya pada receptionist.
‘Miss Tiffanie.. Mm.. Maksudku Stephanie..’, kataku pelan.
‘Lantai 3 di ruang pertemuan..’, katanya singkat.
‘Thanks..’, kataku sambil menuju lift yang ada di sebelah kiri.
Aku agak sedikit heran. Kenapa dia menunggu di ruang pertemuan? Tapi tak tahulah, yang terpenting sekarang aku ketemu Tiffanie.
Ketika aku masuk ruangan, aku sedikit heran. Banyak makanan dan orang-orang yang berdansa. Ketika seseorang yang membawakan acara mengatkan bahwa ini perkawinan Tiffanie, aku tak percaya. Sungguh aku tak percaya. Kukira mungkin ini sebuah lelucon. Tapi kemudian aku diam. Faktanya memang ini adalah pesta perkawinan. Dan Tiffanie memakai gaun putih dan bersanding dengan seorang pria Rusia.
Ketika Tiffanie menghampiriku, seribu pertanyaan siap kuluncurkan. Tapi melihat wajahnya aku tak tega. Mulutku kelu.
‘Andre kau datang. Ini adalah upacara perkawinanku dengan Menhem kekasihku..’, katanya dengan ceria.
‘Tapi Tiffanie kemarin malam.. Kemarin malam, kita.. Kita..’, kataku setengah berbisik.
‘Ahh.. Lupakanlah. Itu hal yang biasa di Rusia’, katanya santai.
‘Tapi kemarin kau bilang kau mencintaiku..’, kataku merasa dibohongi.
‘Kemarin aku hanya suntuk saja. Sekarang tidak. Dan mengenai hotel Izywsk, tak masalah. Aku melakukannya karena suka. Itu saja. Jangan diingat lagi.. Carilah pasangan untuk berdansa’, katanya padaku.
Kata-kata itu seperti sebuah sembilu yang menusuk hatiku. Aku frustasi. Kuambil beberapa gelas minuman. Dan aku tak ingat apa pun. Ketika aku sadar, aku sudah ada di kamarku. Ingin mati rasanya.
Moskow, Hari Terakhir
Dengan lesu kukepaki barang-barangku. Aku kaget ketika melihat sebuah surat tergeletak di atas meja. Huhh.. Dari Tiffanie! Aku tak membaca surat itu. Surat itu langsung kumasukkan dalam jaketku. Bagiku Taffanie adalah mimpi buruk. Nightmare yang meremukkan hatiku.
Dalam pesawat menuju Jakarta, kucoba pahami arti dari semua ini. Maklum aku berasal dari teknik arsitektur. Yang selalu kuhadapi hanya kertas, gambar, disain, material dan rumus-rumus. Hidupku selalu berhubungan dengan benda mati, bukan dengan manusia. Itu salahnya. Bahkan celakanya di kala berhubungan dengan manusia, aku gagal. Ya, gagal. Kami orang teknik terus terang jarang tersenyum. tampang kami selalu serius. Prestisius selalu diukur dengan daya cipta mati-matian, yang kadang mengesampingkan hubungan dengan manusia yang lain.
Setelah aku sadar akan semua ini, tanpa kusadari aku melayangkan senyum untuk pertama kali kepada seorang anak kecil di samping kiriku. Senyumanku tulus. Dan dia membalas senyuman itu! Entah kenapa hatiku menjadi bahagia.
Pada waktu akan mendarat, rasa ingin tahuku akan surat dari Tiffanie memaksa aku untuk mengambil surat itu dan membacanya,
Dear Andre,
Setelah menerima surat ini pergilah ke Zlatousi. Kutunggu kau di sana. Aku telah lari dari perkawinan paksaan orang tua ku. Jika kau tak datang, aku akan pergi. Aku takut kembali ke Moskow. Kutunggu sampai jam 10.00. Aku mencintaimu. Semoga kau datang.
Kekasihmu,
Tiffanie.
Aku tak percaya ini semua. Kupelototi jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 21.00. Kemana harus kucari Tiffanie? Rusia begitu luas! Ahh.. Kenapa ini? Satu pelajaran lagi yang kuperoleh dari Tiffanie, jangan pernah takut menghadapi kenyataan! Aku sadar akan hal itu. Jika saja kubuka surat itu pada waktu aku akan berangkat.. Dan ketika pesawat tiba di Jakarta, aku hanya bisa tertawa. Getir.
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen : Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 4.
Hatiku selembar daun...
Arif Rohman
Hari ini aku senang bukan main. Permohonan cutiku dikabulkan oleh perusahaan. Itu berarti keinginanku untuk berlibur ke Rusia akan terlaksana. Sudah beberapa tahun ini aku bekerja dan bekerja tanpa mengenal lelah. Sampai-sampai aku tak berlibur selama tiga tahun. Karena itulah aku memutuskan cuti selama sepuluh hari. Dan tidak main-main, aku berencana pergi ke Rusia. Apa karena tempatnya yang cocok untuk main sky atau memang aku sangat tertarik dengan Marxism, Lenin maupun Stalin, aku tak tahu. Yang aku tahu, aku akan segera meninggalkan Jakarta yang penuh polusi, macet dan pekerjaan yang menumpuk. Kalau diteruskan lagi bisa stress aku! Aku berencana seminggu di sana. Santai dan menikmati liburan. Maklum masih bujang, jadi yang dicari hanya pengalaman dan hiburan.
Moskow, Hari Pertama
Dari bandara, aku langsung diantar ke sebuah hotel berbintang lima yang terlihat mewah sekali. Tapi bagiku hal itu sudah bukan hal yang luar biasa. Sebagai ahli dalam bidang arsitektur jebolan institut di Jerman, gajiku lebih dari cukup untuk tidur setiap hari di hotel seperti ini.
Sesampai di kamar, kurebahkan tubuhku yang lumayan penat. Tapi ternyata mata tak bisa terpejam. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan-jalan di taman Gorky Park yang terletak di pusat kota. Moskow memang kota yang tertib dan rapi, mungkin karena penegakan hukum yang benar-benar menuntut kedisiplinan dari aparat penegak hukumnya sendiri.
Udara di Moskow memang dingin. Maklum saat itu musim salju. Ketika angin menerpa, kurapatkan syal yang ada di leherku dan mantel tebalku. Agak sepi memang, tapi bagiku itulah yang kuharapkan. Di sini aku bisa melakukan perenungan-perenungan terhadap apa yang telah kulakukan selama ini, terutama sejak aku lulus dari Jerman.
‘Hmm.. Cuacanya sepertinya cocok untuk main sky’, kataku kepada seorang receptionist yang rada sedikit cantik.
‘Iya sir.. Tapi tempat yang cocok untuk main sky adalah di daerah Gorky. Sekitar satu jam dari sini. Di pinggiran kota Moskow..’, jawab receptionist itu dengan senyum manis yang terlalu dipaksakan. Formalitas! Tapi kuakui pelayanan untuk turis di Moskow memang memuaskan. Ramah dan profesional kupikir.
‘Oh ya nona.. Terima kasih. Mungkin besok pagi saja aku berangkat’, kataku sambil melangkah menuju kamarku.
‘Maaf sir.. Tadi ada telepon dari Jakarta menanyakan anda’, katanya kemudian.
‘Terima kasih nona, tapi aku tak mau diganggu oleh siapapun selama liburanku OK?!’, kataku kepada wanita itu dengan sedikit agak kesal.
Wanita itu hanya manggut-manggut saja, tapi sepertinya dia tahu maksudku yang seperti kebanyakan turis-turis lainnya yang tak mau diganggu dengan urusan pekerjaan.
Di kamar aku segera mandi air hangat dan segera tidur . Besok aku akan main sky di Gorkiy. Semoga akan menyenangkan karena cuacanya sedang baik.
Gorkiy, Hari Kedua
Setelah satu jam naik bus, aku telah sampai di Gorkiy. Di situ ada sebuah tempat yang menyewakan peralatan sky.
‘Cuaca bagus ha?!’, kataku kepada lelaki brewokan yang punya tempat sewa.
‘Benar, bahkan sangat bagus. Sayang dalam beberapa waktu ini jarang yang datang untuk main ke sini..’, katanya sambil mengambilkan beberapa alat yang sudah dipajang sebelumnya.
‘Terima kasih..’, kataku kepada lelaki itu.
Banyak orang yang menanyakan kepadaku, kenapa aku suka sky. Mereka tak tahu bahwa ketika kita meluncur ke bawah, perasaan kita seperti terbang. Lepas bagai seekor burung. Merdeka tanpa kekangan dan belenggu.
Semua sudah siap. Aku akan segera meluncur. Tapi tiba-tiba mataku melihat seorang gadis dengan mantel merah sudah meluncur dengan asyiknya. Wajahnya memang tak kelihatan. Tapi rambutnya yang panjang riap-riapan terlihat sangat anggun sekali.
Seakan ada kekuatan yang menggerakkan, aku segera meluncur mengikutinya. Dan aku pun berhasil mengikutinya. Di bawah, dia berhenti dan memperlihatkan wajahnya.
‘Wow cantik sekali..’, desisku. Sesaat aku tertegun memandangi wajah yang cantik itu. Wajah khas Eropa. Hatiku langsung dag dig dug tak keruan.
‘Hi.. Main sky?’, katanya padaku. Senyum manis pun merekah dari bibirnya yang aduhai.
‘I.. Iya. Perkenalkan namaku Andre. Bolehkah saya tahu namamu?’, kataku membuka salam perkenalan.
‘Namaku Stephanie. Kamu boleh memanggilku Tiffanie..’, jawabnya.
‘Ups.. Nama yang indah. Kenapa main sendirian?’, tanyaku asal, mengingat tak ada topik yang terlintas di benakku.
‘Aku lagi pusing.. Biasanya kalau ada masalah, aku main sky sendirian. Ya sendirian..’, katanya sambil menampakkan mimik yang kurang bahagia.
‘Maaf membuatmu bersedih. Jika tak keberatan, aku akan menemanimu main sky’, kataku menawarkan diri walau sebenarnya aku tak yakin akan diluluskan.
‘OK. Teman kadang datang disaat yang dib utuhkan’, katanya dengan nada yang penuh keceriaan.
Sebuah awal yang baik. Taffanie orangnya ramah, cantik dan seksi. Baju merah yang dipakainya, demikian serasi dengan potongan tubuhnya yang indah. Sehabis main sky, kamu pun ngobrol berdua dengan asyiknya. Tiffanie berasal dari Krasnoyarks. Dia kemudia ikut orang tuanya ke Moskow. Sekarang dia sedih karena habis putus cinta dengan pacarnya. Tragis memang, gadis secantik dia diduakan oleh pemuda yang goblok menurutku. Tak tahu bahwa Tiffanie orangnya cantik. Bahkan dalam hidupku baru kali ini kutemukan. Face-nya yang ala Eropa dengan rambut keemasan dan hidung mancung serta bola mata yang biru indah membuat kecantikannya nyaris sempurna.
Waktu memang sulit ditebak, pertemuan yang secara kebetulan itu membuat kami cepat akrab. Karena waktu yang sudah mulai senja, kami memutuskan untuk kembali ke Moskow. Dan hatiku pun semakin berbunga-bunga manakala dia menawarkan diri menjadi guide berkeliling Moskow. Amboi, senang nian hati ambo!
Di hotel aku tak bisa memejamkan mata barang sedikitpun. Bayang-bayang Taffanie selalu menghantuiku. Kadang aku senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Tapi tak masalah, yang penting aku bahagia, titik.
Belomorsk, Hari Ketiga
Belomorsk adalah kota yang indah di utara Rusia. Di situ ada sebuah danau yang bernama Danau Oneya. Danau yang jernih dan masih alami itu memang agak sedikit tertutup salju. Namun ada juga angsa-angsa yang berenang dengan senangnya. Hatikupun merasa bahagia. Apa lagi ketika Tiffanie menggandeng tanganku mengelilingi pinggir danau. Hatiku berdetak keras. Baru kali ini aku digandeng seorang gadis cantik, sarjana soiologi lagi. Ahh.. Semoga jangan cepat berakhir..
Karena terlalu terburu-buru, Tiffanie pun terpeleset jatuh. Namun aku dengan sigap menangkap dan memeluk tubuhnya. Bau wangi menyeruak menusuk hidungku. Wangi yang tak akan terlupa dalam hidupku.
Entah setan apa, yang merasuki kami berdua. Bibir kami segera bertemu dan kecupan lembut Tiffanie pun mendarat di bibirku. Aku seperti terpagut ular. Aku segera menarik tubuhku.
‘Maaf.. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi. Kita baru saja berkenalan. Jadi.. Jadi..’, kataku terbata-bata.
‘It’s OK. Harusnya aku yang meminta maaf. Aku suka kamu. Kamu elegan..’, katanya dengan raut muka serius.
Aku tak menjawab, hanya sedikit mengangguk. Takut merusak suasana. Dan ketika sambil berjalan dia menggelitik pinggangku, aku pun jadi tertawa. Suasana pun kembali mencair. Kami pun makan di sebuah restoran di pinggir Danau Oneya. Suasana sungguh romantis sekali. Lagu-lagu lembut dari Queen seakan mengilhami kami untuk berpegangan tangan. Merangkul dan ciuman. Pelajaran bercinta yang sedang kujalani cepat kutangkap. Aku pun sudah terbiasa dengan pelukan dan ciuman dari Tiffanie. Pengalaman yang aneh dan baru pertama kali dalam hidupku..
Swerdlowsk, Hari Keempat
Di sebelah timur Rusia, ada sungai yang indah, yang terkenal dengan sebutan sungai Irtisyi. Sungainya sangat indah dan kadang terlihat pecah menjadi anak-anak sungai. Kedekatanku dengan Tiffanie bagaikan batang sungai dengan anak sungai tak terlepaskan, mungkin oleh kekuatan apapun juga.
‘Andre.. Aku suka kamu. Do you have a girl friend?’, katanya terus terang padaku. Orang bule memang kalau berbicara suka blak-blakan.
‘No, I don’t..’, kataku sambil mengawasi mimik dari Tiffanie. Dan kulihat dia senang sekali. Kami pun berpelukan kembali. Sepertinya pelukan bukan hal yang tabu lagi bagiku. Aku kadang tak mengerti, apakah adat ketimuranku sudah terkikis atau tidak, aku tak peduli. Yang penting hidup matiku hanya untuk Tiffanie seorang.
‘Cuaca semakin dingin. Ini ambillah topi kelinciku sebagai hadiah..’, katanya lirih.
Aku diam tak bergerak. Di Jawa, ada mitos bahwa pemberian yang berupa kain atau sejenisnya dari seorang kekasih, maka umur percintaan itu tak kan lama. Tapi peduli setan! Tiffanie sudah menjadi milikku. Dan ini Eropa bung!
‘Terima kasih, my dearr..’, kataku sambil memeluk tubuhnya. Ahh.. Belahan hidupku, kekasih jiwaku, Tiffanie..
Izywsk, Hari Kelima
Pada hari kelima aku bersama Tiffanie ke pegunungan Ural di daerah Izywsk. Banyak pepohonan yang dilapisi salju sangat indah sekali seperti lukisan. Seakan-akan memberikan petunjuk bahwa aku tak akan terpisahkan dengan Tiffanie.
Malam itu di Hotel Izywsk, udara sangat dingin. Kami pun ngobrol di kamar Tiffanie. Saking asyiknya ngobrol tak terasa waktu sudah semakin larut malam. Ketika dingin menyeruak, suasana sepi, hanya iringan musik klasik Pavarotti mengalun pelan. Kulihat Tiffanie duduk di tempat tidur dengan santai. Terlihat pahanya mulus indah. Lekuk tubuhnya membuatku bergelora. Seperti ada kekuatan misterius aku pun diam terpaku. Dia lalu menghampiriku sambil berbisik :
‘Aku mencintaimu Andre. Aku tak bisa hidup tanpamu..’, katanya mendesah. Aku pun berusaha mengikuti geraknya. Dan musik Pavarotti pun terus mengalun sampai pagi.
Moskow, Hari Keenam
Cuaca di Moskow masih saja dingin. Tapi hatiku tidak. Hatiku hangat menggelora. Dengan Tiffanie di sampingku, aku tak takut pada apa pun. Di hotel aku rebah di kasur membayangkan hari-hari yang kulewati selama liburan. Nyaris sempurna tak ada cacatnya. Liburan ini telah menumbuhkan semangat hidup yang baru.
Tiba-tiba telepon berdering. Si gadis receptionist pun menyampaikan pesan.
‘Mr. Andre, teman anda Miss Tiffanie memberi pesan bahwa anda ditunggu malam ini di hotel Kazani, sebelah timur Taman Gorky. Cuma itu saja..’, katanya dan kemudian menutup gagang telepon dengan pelan.
Aku pun segera bersiap-siap. Kupakai bajuku yang terindah dan termahal. Cuma seperempat jam saja denga taxi aku sudah sampai ke sana. Dalam perjalanan aku senyum-senyum sendiri kayak orang gila.
Kulangkahkan kakiku ke lobby dan bertanya pada receptionist.
‘Miss Tiffanie.. Mm.. Maksudku Stephanie..’, kataku pelan.
‘Lantai 3 di ruang pertemuan..’, katanya singkat.
‘Thanks..’, kataku sambil menuju lift yang ada di sebelah kiri.
Aku agak sedikit heran. Kenapa dia menunggu di ruang pertemuan? Tapi tak tahulah, yang terpenting sekarang aku ketemu Tiffanie.
Ketika aku masuk ruangan, aku sedikit heran. Banyak makanan dan orang-orang yang berdansa. Ketika seseorang yang membawakan acara mengatkan bahwa ini perkawinan Tiffanie, aku tak percaya. Sungguh aku tak percaya. Kukira mungkin ini sebuah lelucon. Tapi kemudian aku diam. Faktanya memang ini adalah pesta perkawinan. Dan Tiffanie memakai gaun putih dan bersanding dengan seorang pria Rusia.
Ketika Tiffanie menghampiriku, seribu pertanyaan siap kuluncurkan. Tapi melihat wajahnya aku tak tega. Mulutku kelu.
‘Andre kau datang. Ini adalah upacara perkawinanku dengan Menhem kekasihku..’, katanya dengan ceria.
‘Tapi Tiffanie kemarin malam.. Kemarin malam, kita.. Kita..’, kataku setengah berbisik.
‘Ahh.. Lupakanlah. Itu hal yang biasa di Rusia’, katanya santai.
‘Tapi kemarin kau bilang kau mencintaiku..’, kataku merasa dibohongi.
‘Kemarin aku hanya suntuk saja. Sekarang tidak. Dan mengenai hotel Izywsk, tak masalah. Aku melakukannya karena suka. Itu saja. Jangan diingat lagi.. Carilah pasangan untuk berdansa’, katanya padaku.
Kata-kata itu seperti sebuah sembilu yang menusuk hatiku. Aku frustasi. Kuambil beberapa gelas minuman. Dan aku tak ingat apa pun. Ketika aku sadar, aku sudah ada di kamarku. Ingin mati rasanya.
Moskow, Hari Terakhir
Dengan lesu kukepaki barang-barangku. Aku kaget ketika melihat sebuah surat tergeletak di atas meja. Huhh.. Dari Tiffanie! Aku tak membaca surat itu. Surat itu langsung kumasukkan dalam jaketku. Bagiku Taffanie adalah mimpi buruk. Nightmare yang meremukkan hatiku.
Dalam pesawat menuju Jakarta, kucoba pahami arti dari semua ini. Maklum aku berasal dari teknik arsitektur. Yang selalu kuhadapi hanya kertas, gambar, disain, material dan rumus-rumus. Hidupku selalu berhubungan dengan benda mati, bukan dengan manusia. Itu salahnya. Bahkan celakanya di kala berhubungan dengan manusia, aku gagal. Ya, gagal. Kami orang teknik terus terang jarang tersenyum. tampang kami selalu serius. Prestisius selalu diukur dengan daya cipta mati-matian, yang kadang mengesampingkan hubungan dengan manusia yang lain.
Setelah aku sadar akan semua ini, tanpa kusadari aku melayangkan senyum untuk pertama kali kepada seorang anak kecil di samping kiriku. Senyumanku tulus. Dan dia membalas senyuman itu! Entah kenapa hatiku menjadi bahagia.
Pada waktu akan mendarat, rasa ingin tahuku akan surat dari Tiffanie memaksa aku untuk mengambil surat itu dan membacanya,
Dear Andre,
Setelah menerima surat ini pergilah ke Zlatousi. Kutunggu kau di sana. Aku telah lari dari perkawinan paksaan orang tua ku. Jika kau tak datang, aku akan pergi. Aku takut kembali ke Moskow. Kutunggu sampai jam 10.00. Aku mencintaimu. Semoga kau datang.
Kekasihmu,
Tiffanie.
Aku tak percaya ini semua. Kupelototi jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 21.00. Kemana harus kucari Tiffanie? Rusia begitu luas! Ahh.. Kenapa ini? Satu pelajaran lagi yang kuperoleh dari Tiffanie, jangan pernah takut menghadapi kenyataan! Aku sadar akan hal itu. Jika saja kubuka surat itu pada waktu aku akan berangkat.. Dan ketika pesawat tiba di Jakarta, aku hanya bisa tertawa. Getir.
Demak, Agustus 2002
Arif Menulis Cerpen : Cleopatra dan Cinta Si Gadis Desa 4.
Hatiku selembar daun...
KISAH ANAK KECIL DAN POHON APEL
KISAH ANAK KECIL DAN POHON APEL
Si Pohon Apel Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. ” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?” “Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah .” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu. “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu. ” “Oooh, bagus sekali.. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua… Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Hatiku selembar daun...
Si Pohon Apel Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. ” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?” “Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah .” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu. “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu. ” “Oooh, bagus sekali.. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua… Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Hatiku selembar daun...
PENDAKI GUNUNG DAN HARTA KARUN
PENDAKI GUNUNG DAN HARTA KARUN
Pada suatu hari, seorang climber (pendaki gunung) mengajak beberapa temannya untuk mendaki sebuah gunung yang tinggi sekali. Gunung itu menjulang megah, namun penuh dengan jurang-jurang yang terjal. Konon katanya, di puncak gunung itu ada harta karun yang tersembunyi selama berabad-abad lamanya. Jarang sekali orang dapat sampai ke sana. Kalau pun sampai, harta karun itu tetap tak pernah diketemukan. Gunung itu memang penuh dengan misteri.
Sebelum memulai perjalanan, sang pendaki gunung dan teman-temannya mempersiapkan segala perlengkapan pendakian. Mereka membawa air minum, makanan secukupnya, kompas, peta, parang, dan lain-lain. Pokoknya segala perlengkapan yang diperlukan dalam perjalanan yang jauh. Setelah berbagi tugas, mereka pun memulai perjalanan. Suasana dingin dan berkabut, ditambah pemandangan kiri-kanan yang mengerikan. Tampaklah jurang-jurang bebatuan yang terjal dan pemandangan ke bawah yang menciutkan hati. Untuk mendaki, mereka harus bekerjasama, saling mengulurkan tangan dan membantu, bergantian membawa tas teman yang kelelahan, dan sebagainya.
Namun ada seorang teman yang kecewa dengan jalan yang telah mereka tempuh. Dia menunjuk ke satu arah yang tampaknya lebih nyaman untuk dijalani. Semua temannya yang lain tidak setuju. Namun karena dia bersikeras, akhirnya dia memilih jalan lain tersebut. Teman-temannya tidak bisa berbuat lain kecuali merelakan dirinya. Untuk itu, dia harus menuruni jurang terjal dengan susah payah untuk mencapai perbukitan kecil yang berada di seberang. Sementara dia menuju ke lembah, sang pendaki gunung bersama teman-temannya yang lain sudah meninggalkannya jauh di depan.
Sang climber dan teman-temannya terus berjalan. Kendati sulit, mereka saling membantu satu sama lain. Temannya yang berada di depan bertugas sebagai perintis jalan, yang berada di tengah sebagai pembuang sampah, dan yang berada di belakang mulai menandai pepohonan sebagai penunjuk jalan bila mereka sesat. Yang lain lagi bertugas sebagai penghibur lewat ceritanya yang lucu mau pun nyanyiannya yang menyenangkan hati.
Akhirnya, mereka pun sampai di puncak yang menjadi tujuan perjalanan mereka. Kendati lelah, mereka berbahagia karena telah dapat menaklukkan gunung misteri itu. Bagi mereka, harta karun misterius itu tidak berarti apa-apa lagi. Mereka telah menemukan bahwa harta karun yang mereka cari selama ini sesungguhnya ada di antara mereka sendiri. Harta karun itu adalah: semangat persaudaraan yang kokoh di antara mereka.
Hatiku selembar daun...
Pada suatu hari, seorang climber (pendaki gunung) mengajak beberapa temannya untuk mendaki sebuah gunung yang tinggi sekali. Gunung itu menjulang megah, namun penuh dengan jurang-jurang yang terjal. Konon katanya, di puncak gunung itu ada harta karun yang tersembunyi selama berabad-abad lamanya. Jarang sekali orang dapat sampai ke sana. Kalau pun sampai, harta karun itu tetap tak pernah diketemukan. Gunung itu memang penuh dengan misteri.
Sebelum memulai perjalanan, sang pendaki gunung dan teman-temannya mempersiapkan segala perlengkapan pendakian. Mereka membawa air minum, makanan secukupnya, kompas, peta, parang, dan lain-lain. Pokoknya segala perlengkapan yang diperlukan dalam perjalanan yang jauh. Setelah berbagi tugas, mereka pun memulai perjalanan. Suasana dingin dan berkabut, ditambah pemandangan kiri-kanan yang mengerikan. Tampaklah jurang-jurang bebatuan yang terjal dan pemandangan ke bawah yang menciutkan hati. Untuk mendaki, mereka harus bekerjasama, saling mengulurkan tangan dan membantu, bergantian membawa tas teman yang kelelahan, dan sebagainya.
Namun ada seorang teman yang kecewa dengan jalan yang telah mereka tempuh. Dia menunjuk ke satu arah yang tampaknya lebih nyaman untuk dijalani. Semua temannya yang lain tidak setuju. Namun karena dia bersikeras, akhirnya dia memilih jalan lain tersebut. Teman-temannya tidak bisa berbuat lain kecuali merelakan dirinya. Untuk itu, dia harus menuruni jurang terjal dengan susah payah untuk mencapai perbukitan kecil yang berada di seberang. Sementara dia menuju ke lembah, sang pendaki gunung bersama teman-temannya yang lain sudah meninggalkannya jauh di depan.
Sang climber dan teman-temannya terus berjalan. Kendati sulit, mereka saling membantu satu sama lain. Temannya yang berada di depan bertugas sebagai perintis jalan, yang berada di tengah sebagai pembuang sampah, dan yang berada di belakang mulai menandai pepohonan sebagai penunjuk jalan bila mereka sesat. Yang lain lagi bertugas sebagai penghibur lewat ceritanya yang lucu mau pun nyanyiannya yang menyenangkan hati.
Akhirnya, mereka pun sampai di puncak yang menjadi tujuan perjalanan mereka. Kendati lelah, mereka berbahagia karena telah dapat menaklukkan gunung misteri itu. Bagi mereka, harta karun misterius itu tidak berarti apa-apa lagi. Mereka telah menemukan bahwa harta karun yang mereka cari selama ini sesungguhnya ada di antara mereka sendiri. Harta karun itu adalah: semangat persaudaraan yang kokoh di antara mereka.
Hatiku selembar daun...
RAJA DAN SAIS KERETA
RAJA DAN SAIS KERETA
Pada suatu hari Raja Benares dan Raja Kosala bertemu di sebuah jalan sempit. Masing-masing duduk di dalam kereta perang. Keduanya menolak memberikan jalan bagi yang lain.
Sais kereta Raja Benares berusaha menyelesaikan masalah itu dengan mempersilahkan raja yang lebih tua untuk berjalan lebih dulu. Namun, setelah bertanya kepada sais kereta Raja Kosala, ternyata kedua raja memiliki usia yang sama.
Kemudian, ia bertanya tentang luas kerajaan masing-masing. Ternyata, keduanya sama-sama memerintah kerajaan yang mempunyai tiga ratus suku. Dalam hal kekayaan dan keluarga, keduanya juga sebanding.
Akhirnya sais Raja Benares berpikir, "Aku akan memberikan Jalan bagi raja yang paling adil," Maka, ia pun bertanya, "Keadilan macam apa yang telah dilakukan rajamu?"
Sais kereta Raja Kosala menyatakan rajanya demikian :
“Yang kuat diruntuhkannya dengan kekuatan.
Yang lembut juga dengan kelembutan.
Yang baik ditaklukkan dengannya dengan kebaikan,
dan yang jahat dengan kejahatan pula.
Begitulah sifat raja ini!
Minggirlah. Sais!”
Namun sais kereta Raja Benares sama sekali tidak terkesan.
“Yang kau katakan tadi adalah kebaikan rajamu, lalu apa saja kejelekannya?” Dan sais itu pun mulai menceritakan kebaikan Raja Benares.
“Kemarahan ditaklukkanya dengan ketenangan,
dan kebaikan terhadap yang jahat.
Yang kikir ditaklukkannya dengan pemberian,
dan kebenaran terhadap pembohong.
Begitulah sifat raja ini!
Minggirlah, Sais!”
Ketika Raja Kosala mendengar hal itu, ia dan saisnya segera turun dari kereta dan memberi jalan kepada Raja Benares.
MAKNA CERITA:
Lemah liat kayu. Akar, di-lentok boleh, di-patah ta’dapat.
Seorang dipomat seharusnya luwes dan lentur seperti sulur, yang dapat dibengkokkan, tapi tidak dapat dipatahkan.
Hatiku selembar daun....
Pada suatu hari Raja Benares dan Raja Kosala bertemu di sebuah jalan sempit. Masing-masing duduk di dalam kereta perang. Keduanya menolak memberikan jalan bagi yang lain.
Sais kereta Raja Benares berusaha menyelesaikan masalah itu dengan mempersilahkan raja yang lebih tua untuk berjalan lebih dulu. Namun, setelah bertanya kepada sais kereta Raja Kosala, ternyata kedua raja memiliki usia yang sama.
Kemudian, ia bertanya tentang luas kerajaan masing-masing. Ternyata, keduanya sama-sama memerintah kerajaan yang mempunyai tiga ratus suku. Dalam hal kekayaan dan keluarga, keduanya juga sebanding.
Akhirnya sais Raja Benares berpikir, "Aku akan memberikan Jalan bagi raja yang paling adil," Maka, ia pun bertanya, "Keadilan macam apa yang telah dilakukan rajamu?"
Sais kereta Raja Kosala menyatakan rajanya demikian :
“Yang kuat diruntuhkannya dengan kekuatan.
Yang lembut juga dengan kelembutan.
Yang baik ditaklukkan dengannya dengan kebaikan,
dan yang jahat dengan kejahatan pula.
Begitulah sifat raja ini!
Minggirlah. Sais!”
Namun sais kereta Raja Benares sama sekali tidak terkesan.
“Yang kau katakan tadi adalah kebaikan rajamu, lalu apa saja kejelekannya?” Dan sais itu pun mulai menceritakan kebaikan Raja Benares.
“Kemarahan ditaklukkanya dengan ketenangan,
dan kebaikan terhadap yang jahat.
Yang kikir ditaklukkannya dengan pemberian,
dan kebenaran terhadap pembohong.
Begitulah sifat raja ini!
Minggirlah, Sais!”
Ketika Raja Kosala mendengar hal itu, ia dan saisnya segera turun dari kereta dan memberi jalan kepada Raja Benares.
MAKNA CERITA:
Lemah liat kayu. Akar, di-lentok boleh, di-patah ta’dapat.
Seorang dipomat seharusnya luwes dan lentur seperti sulur, yang dapat dibengkokkan, tapi tidak dapat dipatahkan.
Hatiku selembar daun....
WASHINGTON DAN NYONYA KAYA
WASHINGTON DAN NYONYA KAYA
Sesaat setelah Booker T. Washington menjadi kepala Tuskee Institute di Alabama, ia berjalan melewati rumah sebuah keluarga kaya. Nyonya rumah itu, mengira Washington adalah salah satu pekerja kebun yang dipekerjakan suaminya, dia bertanya apakah Washington mau membelah kayu untuknya. Profesor Washington tersenyum, mengangguk, melepaskan jasnya dan membelah kayu.
Ternyata gadis pelayan mengenalinya dan berlari menemui majikannya untuk memberitahukan identitas Washington. Pagi berikutnya wanita itu muncul di kantor Washington untuk meminta maaf. Washington menjawab dengan murah hati, “Sama sekali tidak apa-apa, nyonya. Saya suka bekerja dan saya senang memberi pertolongan kepada teman-teman saya.”
Terkesan dengan kerendahan hati Washington, wanita ini memberi sumbangan yang besar kepada institut itu. Dia pun kemudian menggerakkan teman-temannya yang kaya untuk melakukan hal yang sama.
Orang besar selalu bersedia menjadi kecil. Kesediaan untuk melayani orang lain merupakan inti dari kepemimpinan sejati. Kerendahan hati itu nampak bukan melalui kalimat-kalimat indah yang diucapkan tetapi melalui kesediaan melakukan tindakan yang melayani dengan tulus.
Hatiku selembar daun...
Sesaat setelah Booker T. Washington menjadi kepala Tuskee Institute di Alabama, ia berjalan melewati rumah sebuah keluarga kaya. Nyonya rumah itu, mengira Washington adalah salah satu pekerja kebun yang dipekerjakan suaminya, dia bertanya apakah Washington mau membelah kayu untuknya. Profesor Washington tersenyum, mengangguk, melepaskan jasnya dan membelah kayu.
Ternyata gadis pelayan mengenalinya dan berlari menemui majikannya untuk memberitahukan identitas Washington. Pagi berikutnya wanita itu muncul di kantor Washington untuk meminta maaf. Washington menjawab dengan murah hati, “Sama sekali tidak apa-apa, nyonya. Saya suka bekerja dan saya senang memberi pertolongan kepada teman-teman saya.”
Terkesan dengan kerendahan hati Washington, wanita ini memberi sumbangan yang besar kepada institut itu. Dia pun kemudian menggerakkan teman-temannya yang kaya untuk melakukan hal yang sama.
Orang besar selalu bersedia menjadi kecil. Kesediaan untuk melayani orang lain merupakan inti dari kepemimpinan sejati. Kerendahan hati itu nampak bukan melalui kalimat-kalimat indah yang diucapkan tetapi melalui kesediaan melakukan tindakan yang melayani dengan tulus.
Hatiku selembar daun...
MURID SHAOLIN YANG DIPERLAKUKAN SEMENA-MENA
MURID SHAOLIN YANG DIPERLAKUKAN SEMENA-MENA
Thio Sam Hong adalah murid dari Kuil Shaolin. Karena diberlakukan semena-mena oleh para senior, Beliau keluar dari Kuil Shaolin dan belajar mengembangkan Kungfu dengan memperhatikan berbagai fenomena alam seperti terpaan angin keras terhadap pohon bambu, pertarungan bangau dan ular, kokohnya pertahanan belalang sembah dari terpaan angin dan lain-lain. Setelah mengerti & memahami Intisari Alam Semesta, Thio Sam Hong muda menyepi di gunung Hua San untuk menyempurnakan ilmu-ilmunya. Pada saat Beliau turun gunung, Beliau menjelajahi seluruh Tiongkok dan mengadu ilmunya dengan para Ahli Bela Diri dan/atau Pendekar semua aliran. Berdasarkan literatur kuno, tercatat 2 pertarungan yang sangat terkenal, yakni pertama adalah pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Nomor Satu Mongol yang sangat besar, kuat dan agresif. Belakangan diketahui pula bahwa Pegulat tersebut juga sangat ahli dalam berbagai aliran Kungfu Tiongkok. Pegulat Mongol tersebut konon mengalahkan banyak petarung Kuil Shaolin dan sejumlah Pendekar aliran keras lainnya. Pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Mongol tersebut dimenangkan oleh Thio Sam Hong dengan ilmu barunya, Tai Chi! Pertarungan kedua adalah seorang diri Thio Sam Hong mengalahkan lebih dari 100 orang gangster di sarang penyamun hanya dengan tangan kosong! Semenjak itu, Thio Sam Hong diakui oleh seluruh kalangan persilatan menjadi Pendekar Tanpa Tanding pada saat itu. Setelah merasa cukup dalam perantauanya, Beliau naik ke gunung Wudang (Butong) dan mendirikan Perguruan Wudang dengan basis utama pengajaran : Taoisme. Thio Sam Hong sendiri merupakan Pencipta Ilmu Tai Chi pertama dan sangat Ahli dalam Ilmu Tao Yin (Nei Kung). Konon Thio Sam Hong hidup di 3 jaman (Immortal Taoist)dinasti,yakni Dinasti Sung, Dinasti Yuan (Monggol) dan Dinasti Ming (Han).
Hatiku selembar daun...
Thio Sam Hong adalah murid dari Kuil Shaolin. Karena diberlakukan semena-mena oleh para senior, Beliau keluar dari Kuil Shaolin dan belajar mengembangkan Kungfu dengan memperhatikan berbagai fenomena alam seperti terpaan angin keras terhadap pohon bambu, pertarungan bangau dan ular, kokohnya pertahanan belalang sembah dari terpaan angin dan lain-lain. Setelah mengerti & memahami Intisari Alam Semesta, Thio Sam Hong muda menyepi di gunung Hua San untuk menyempurnakan ilmu-ilmunya. Pada saat Beliau turun gunung, Beliau menjelajahi seluruh Tiongkok dan mengadu ilmunya dengan para Ahli Bela Diri dan/atau Pendekar semua aliran. Berdasarkan literatur kuno, tercatat 2 pertarungan yang sangat terkenal, yakni pertama adalah pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Nomor Satu Mongol yang sangat besar, kuat dan agresif. Belakangan diketahui pula bahwa Pegulat tersebut juga sangat ahli dalam berbagai aliran Kungfu Tiongkok. Pegulat Mongol tersebut konon mengalahkan banyak petarung Kuil Shaolin dan sejumlah Pendekar aliran keras lainnya. Pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Mongol tersebut dimenangkan oleh Thio Sam Hong dengan ilmu barunya, Tai Chi! Pertarungan kedua adalah seorang diri Thio Sam Hong mengalahkan lebih dari 100 orang gangster di sarang penyamun hanya dengan tangan kosong! Semenjak itu, Thio Sam Hong diakui oleh seluruh kalangan persilatan menjadi Pendekar Tanpa Tanding pada saat itu. Setelah merasa cukup dalam perantauanya, Beliau naik ke gunung Wudang (Butong) dan mendirikan Perguruan Wudang dengan basis utama pengajaran : Taoisme. Thio Sam Hong sendiri merupakan Pencipta Ilmu Tai Chi pertama dan sangat Ahli dalam Ilmu Tao Yin (Nei Kung). Konon Thio Sam Hong hidup di 3 jaman (Immortal Taoist)dinasti,yakni Dinasti Sung, Dinasti Yuan (Monggol) dan Dinasti Ming (Han).
Hatiku selembar daun...
CERITA ISENG
CERITA ISENG
Dahulu kala ada 2 orang kakak beradik. Sebelum meninggal, ayah mereka berpesan dua hal :
1. Jangan menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu
2. Jika mereka pergi dari rumah ke toko jangan sampai mukanya terkena sinar matahari.
Waktu berjalan terus. Dan kenyataan terjadi, bahwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi semakin miskin.
Ibunya yang masih hidup menanyakan hal itu kepada mereka.
Jawab anak yang bungsu :
Inilah karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, dan sebagai akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh menagih. Juga ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik becak atau andong. Sebetulnya dengan jalan kaki saja cukup, tetapi karena pesan ayah demikian maka akibatnya pengeluaranku bertambah banyak. Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, sang ibupun bertanya hal yang sama.
Jawab anak sulung :
Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena ayah berpesan supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak menghutangkan sehingga dengan demikian modal tidak susut. Juga ayah berpesan agar supaya jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Akibatnya toko saya buka sebelum toko lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup. Sehingga karena kebiasaan itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris, karena mempunyai jam kerja lebih lama.
Hatiku selembar daun...
Dahulu kala ada 2 orang kakak beradik. Sebelum meninggal, ayah mereka berpesan dua hal :
1. Jangan menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu
2. Jika mereka pergi dari rumah ke toko jangan sampai mukanya terkena sinar matahari.
Waktu berjalan terus. Dan kenyataan terjadi, bahwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi semakin miskin.
Ibunya yang masih hidup menanyakan hal itu kepada mereka.
Jawab anak yang bungsu :
Inilah karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, dan sebagai akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh menagih. Juga ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik becak atau andong. Sebetulnya dengan jalan kaki saja cukup, tetapi karena pesan ayah demikian maka akibatnya pengeluaranku bertambah banyak. Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, sang ibupun bertanya hal yang sama.
Jawab anak sulung :
Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena ayah berpesan supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak menghutangkan sehingga dengan demikian modal tidak susut. Juga ayah berpesan agar supaya jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Akibatnya toko saya buka sebelum toko lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup. Sehingga karena kebiasaan itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris, karena mempunyai jam kerja lebih lama.
Hatiku selembar daun...
PERBINCANGAN DUA ORANG PESAKITAN
PERBINCANGAN DUA ORANG PESAKITAN
Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang diantaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya.
Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.
Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.
"Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah."
Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu.
Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah. Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah.
Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu. Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.
Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah tembok kosong..
Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.
"Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup," kata perawat itu.
Hatiku selembar daun...
Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang diantaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya.
Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.
Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.
"Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah."
Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu.
Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah. Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah.
Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu. Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.
Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah tembok kosong..
Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.
"Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup," kata perawat itu.
Hatiku selembar daun...
OBROLAN IBU DAN ANAKNYA
OBROLAN IBU DAN ANAKNYA
Ada sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak laki-laki dan perempuan. Sang ayah seorang ilmuwan yang telah memiliki berbagai macam piagam penghargaan dan ditempelkan di dinding ruang keluarga. Berderet-deret tersusun rapi dan teratur.
Anak pertama keluarga tersebut seorang laki-laki yang pandai dan juga memilik banyak piagam penghargaan dan aneka tropi yang diperolehnya serta di pajang di ruang keluarga berderet rapi dan teratur berdampingan dengan piagam penghargaan milik sang ayah.
Tak ketinggalan pula prestasi yang telah diperoleh oleh si bungsu yang masih SD. Aneka piagam penghargaan yang diperolah setelah memenangkan aneka perlombaan, dari melukis, mengarang, dan lomba masak.
Suatu ketika si sulung sedang asik menikmati berbagai piagam yang diperolah keluarga tersebut. Lalu dia berkomentar, "Semua telah menyumbangkan berbagai macam piagam penghargaan, kecuali Mama."
"Ma, mana piagam yang pernah mama perolah, agar dinding kita ini semakin lengkap dengan adanya piagam penghargaan yang mama perolah."
Sang mama hanya termenung sebentar kemudian tertawa pelan. Dan keluarga tersebut tetap hangat dan akrab meski tanpa piagam dari mama.
Namun suatu pagi saat sang mama membersihkan ruang tengah, kata-kata si sulung telah membuka ingatan sang mama. Dia memang pernah sekolah dan seingat dia pernah memperolah beberapa sertifikat. Maka sang mama membongkar arsip-arsipnya, dan dia menemukan dua sertifikat yang didapatnya dengan penuh kebanggan. Dipandangnya sertifikat itu dengan penuh keharuan, lalu di laminating dan diberi pigura yang indah serta kemudian di pasang dipojok paling bawah dari dinding itu.
Sertifikat itu adalah akte kelahiran anak sulung dan anak bungsunya. Itulah piagam penghargaan yang terindah yang didapat sang mama, pemberian yang tak ada bandingnya di dunia ini dari Tuhan. Serta akan dijaganya dengan taruhan nyawanya sendiri.
Hatiku selembar daun...
Ada sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak laki-laki dan perempuan. Sang ayah seorang ilmuwan yang telah memiliki berbagai macam piagam penghargaan dan ditempelkan di dinding ruang keluarga. Berderet-deret tersusun rapi dan teratur.
Anak pertama keluarga tersebut seorang laki-laki yang pandai dan juga memilik banyak piagam penghargaan dan aneka tropi yang diperolehnya serta di pajang di ruang keluarga berderet rapi dan teratur berdampingan dengan piagam penghargaan milik sang ayah.
Tak ketinggalan pula prestasi yang telah diperoleh oleh si bungsu yang masih SD. Aneka piagam penghargaan yang diperolah setelah memenangkan aneka perlombaan, dari melukis, mengarang, dan lomba masak.
Suatu ketika si sulung sedang asik menikmati berbagai piagam yang diperolah keluarga tersebut. Lalu dia berkomentar, "Semua telah menyumbangkan berbagai macam piagam penghargaan, kecuali Mama."
"Ma, mana piagam yang pernah mama perolah, agar dinding kita ini semakin lengkap dengan adanya piagam penghargaan yang mama perolah."
Sang mama hanya termenung sebentar kemudian tertawa pelan. Dan keluarga tersebut tetap hangat dan akrab meski tanpa piagam dari mama.
Namun suatu pagi saat sang mama membersihkan ruang tengah, kata-kata si sulung telah membuka ingatan sang mama. Dia memang pernah sekolah dan seingat dia pernah memperolah beberapa sertifikat. Maka sang mama membongkar arsip-arsipnya, dan dia menemukan dua sertifikat yang didapatnya dengan penuh kebanggan. Dipandangnya sertifikat itu dengan penuh keharuan, lalu di laminating dan diberi pigura yang indah serta kemudian di pasang dipojok paling bawah dari dinding itu.
Sertifikat itu adalah akte kelahiran anak sulung dan anak bungsunya. Itulah piagam penghargaan yang terindah yang didapat sang mama, pemberian yang tak ada bandingnya di dunia ini dari Tuhan. Serta akan dijaganya dengan taruhan nyawanya sendiri.
Hatiku selembar daun...
KI AGENG SELA : PENANGKAP PETIR DARI DEMAK
KI AGENG SELA : PENANGKAP PETIR DARI DEMAK
Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja - raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).
Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kawin dengan Ki Ageng Ngerang.
Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu : Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya.
Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja - raja besar yang menguasai seluruh Jawa .
Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja - raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :
Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :
Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek - kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.
Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.
Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .
Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu : Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ), Nyai Ageng Basri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen, Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama Kyai Ageng Enis. Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .
Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja - raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum Garabeo Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .
Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke ( II : 53), api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .
Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .
Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .
Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam - makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam - makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata - rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.
Hatiku selembar daun...
Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja - raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).
Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kawin dengan Ki Ageng Ngerang.
Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu : Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya.
Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja - raja besar yang menguasai seluruh Jawa .
Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja - raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :
Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :
Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek - kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.
Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.
Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .
Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu : Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ), Nyai Ageng Basri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen, Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama Kyai Ageng Enis. Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .
Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja - raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum Garabeo Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .
Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke ( II : 53), api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .
Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .
Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .
Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam - makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam - makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata - rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.
Hatiku selembar daun...
Dua Pemburu Yang Akrab
Dua Pemburu Yang Akrab
Dua orang pemburu sedang berburu bersama. Tiba-tiba muncul seekor beruang besar menghadang. Mereka tak sempat mempersiapkan diri. Salah seorang pemburu segera lari memanjat pohon dan berdiam mendekam di dahan erat-erat melihat dirinya akan diserang beruang itu. Pemburu yang lain segera menjatuhkan ke tanah ketika beruang mendatangi mengendus-endus seluruh tubuhnya. Pemburu itu menahan napas selama mungkin. Ia pura-pura mati. Tak lama beruang itu meninggalkannya. Pikirnya, "Aku tak mau memamgsa orang yang sudah mati". Ketika situasi sudah tenang, pemburu pertama turun dari pohon dan mengolok-olok pemburu yang berpura-pura mati, "Kawan, apa yang dikatakan oleh tuan beruang tadi kepadamu?". "Oh tuan beruang itu memberikan nasehat kepadaku", jawab pemburu yang kedua, "Jangan pernah berburu dengan orang yang membiarkan kau terancam dan tak menolongmu dari bahaya".
Hatiku selembar daun...
Dua orang pemburu sedang berburu bersama. Tiba-tiba muncul seekor beruang besar menghadang. Mereka tak sempat mempersiapkan diri. Salah seorang pemburu segera lari memanjat pohon dan berdiam mendekam di dahan erat-erat melihat dirinya akan diserang beruang itu. Pemburu yang lain segera menjatuhkan ke tanah ketika beruang mendatangi mengendus-endus seluruh tubuhnya. Pemburu itu menahan napas selama mungkin. Ia pura-pura mati. Tak lama beruang itu meninggalkannya. Pikirnya, "Aku tak mau memamgsa orang yang sudah mati". Ketika situasi sudah tenang, pemburu pertama turun dari pohon dan mengolok-olok pemburu yang berpura-pura mati, "Kawan, apa yang dikatakan oleh tuan beruang tadi kepadamu?". "Oh tuan beruang itu memberikan nasehat kepadaku", jawab pemburu yang kedua, "Jangan pernah berburu dengan orang yang membiarkan kau terancam dan tak menolongmu dari bahaya".
Hatiku selembar daun...
Subscribe to:
Comments (Atom)