Friday, 12 November 2010

Ranggawarsita Ternyata Masih Keturunan Demak?? Hahahaha..!!

Ranggawarsita Ternyata Masih Keturunan Demak?? Hahahaha..!!



Raden Ngabehi Rangga Warsita (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 – wafat di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun) adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.

Nama aslinya adalah Bagus Burham. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara dan cucu dari Yasadipura II, pujangga besar Kasunanan Surakarta.

Ayah Bagus Burham merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Bagus Burham juga memiliki seorang pengasuh setia bernama Ki Tanujoyo.

Sewaktu muda Burham terkenal nakal dan gemar judi. Ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di Desa Tegalsari (Ponorogo). Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat "pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji.

Ketika pulang ke Surakarta, Burham diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV). Ia kemudian diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom bergelar Mas Pajanganom tanggal 28 Oktober 1819.

Pada masa pemerintahan Pakubuwana V (1820 – 1823), karir Burham tersendat-sendat karena raja baru ini kurang suka dengan Panembahan Buminoto yang selalu mendesaknya agar pangkat Burham dinaikkan.

Pada tanggal 9 November 1821 Burham menikah dengan Raden Ayu Gombak dan ikut mertuanya, yaitu Adipati Cakradiningrat di Kediri. Di sana ia merasa jenuh dan memutuskan berkelana ditemani Ki Tanujoyo. Konon, Burham berkelana sampai ke pulau Bali di mana ia mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.

Bagus Burham diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Lalu setelah kematian kakeknya (Yasadipura II), Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga keraton Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845.

Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
Naskah-naskah babad cenderung bersifat simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.

Pakubuwana IX naik takhta sejak tahun 1861. Ia adalah putra Pakubuwana VI yang dibuang ke Ambon tahun 1830 karena mendukung Pangeran Diponegoro. Konon, sebelum menangkap Pakubuwana VI, pihak Belanda lebih dulu menangkap juru tulis keraton, yaitu Mas Pajangswara untuk dimintai kesaksian. Meskipun disiksa sampai tewas, Pajangswara tetap diam tidak mau membocorkan hubungan Pakubuwana VI dengan Pangeran Dipanegara.

Meskipun demikian, Belanda tetap saja membuang Pakubuwana VI dengan alasan bahwa Pajangswara telah membocorkan semuanya. Fitnah inilah yang menyebabkan Pakubuwana IX kurang menyukai Ranggawarsita, yang tidak lain adalah putra Pajangswara.

Hubungan Ranggawarsita dengan Belanda juga kurang baik. Meskipun ia memiliki sahabat dan murid seorang Indo bernama C.F. Winter, Sr., tetap saja gerak-geriknya diawasi Belanda. Ranggawarsita dianggap sebagai jurnalis berbahaya yang tulisan-tulisannya dapat membangkitkan semangat juang kaum pribumi. Karena suasana kerja yang semakin tegang, akibatnya Ranggawarsita pun keluar dari jabatan redaksi surat kabar Bramartani tahun 1870.

Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.

Penulis yang berpendapat demikian adalah Suripan Sadi Hutomo (1979) dan Andjar Any (1979). Pendapat tersebut mendapat bantahan dari pihak keraton Surakarta yang berpendapat kalau Ranggawarsita adalah peramal ulung sehingga tidak aneh kalau ia dapat meramal hari kematiannya sendiri.

Ranggawarsita dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Makamnya pernah dikunjungi dua presiden Indonesia, yaitu Soekarno dan Gus Dur pada masa mereka menjabat.

Istilah Zaman Edan konon pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait yang paling terkenal adalah:

amenangi jaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling klawan waspada.
yang terjemahannya sebagai berikut:
menyaksikan zaman gila,
serba susah dalam bertindak,
ikut gila tidak akan tahan,
tapi kalau tidak mengikuti (gila),
tidak akan mendapat bagian,
kelaparan pada akhirnya,
namun telah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lalai,
akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.

Syair di atas menurut analisis seorang penulis bernama Ki Sumidi Adisasmito adalah ungkapan kekesalan hati pada masa pemerintahan Pakubuwono IX yang dikelilingi para penjilat yang gemar mencari keuntungan pribadi. Syair tersebut masih relevan hingga zaman modern ini di mana banyak dijumpai para pejabat yang suka mencari keutungan pribadi tanpa memedulikan kerugian pihak lain.

Karya sastra tulisan Ranggawarsita antara lain,
Bambang Dwihastha : cariyos Ringgit Purwa
Bausastra Kawi atau Kamus Kawi – Jawa, beserta C.F. Winter sr.
Sajarah Pandhawa lan Korawa : miturut Mahabharata, beserta C.F. Winter sr.
Sapta dharma
Serat Aji Pamasa
Serat Candrarini
Serat Cemporet
Serat Jaka Lodang
Serat Jayengbaya
Serat Kalatidha
Serat Panitisastra
Serat Pandji Jayeng Tilam
Serat Paramasastra
Serat Paramayoga
Serat Pawarsakan
Serat Pustaka Raja
Suluk Saloka Jiwa
Serat Wedaraga
Serat Witaradya
Sri Kresna Barata
Wirid Hidayat Jati
Wirid Ma'lumat Jati
Serat Sabda Jati

Ranggawarsita hidup pada masa penjajahan Belanda. Ia menyaksikan sendiri bagaimana penderitaan rakyat Jawa, terutama ketika program Tanam Paksa dijalankan pasca Perang Diponegoro. Dalam suasana serba memprihatinkan itu, Ranggawarsita meramalkan datangnya kemerdekaan, yaitu kelak pada tahun Wiku Sapta Ngesthi Janma.

Kalimat yang terdiri atas empat kata tersebut terdapat dalam Serat Jaka Lodang, dan merupakan kalimat Suryasengkala yang jika ditafsirkan akan diperoleh angka 7-7-8-1. Pembacaan Suryasengkala adalah dibalik dari belakang ke depan, yaitu 1877 Saka, yang bertepatan dengan 1945 Masehi, yaitu tahun kemerdekan Republik Indonesia.

Pengalaman pribadi Presiden Soekarno pada masa penjajahan adalah ketika berjumpa dengan para petani miskin yang tetap bersemangat di dalam penderitaan, karena mereka yakin pada kebenaran ramalan Ranggawarsita tentang datangnya kemerdekaan di kemudian hari.

Ranggawarsita pantas mendapat gelar pahlawan nasional, meskipun perjuangannya tidak menggunakan pedang atau senapan, melainkan menggunakan tinta yang sanggup membangkitkan semangat kaum pribumi dan meresahkan pemerintah Hindia Belanda




Hatiku selembar daun...

Gajah Mada

Gajah Mada



Gajah Mada adalah salah satu tokoh besar pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai kitab dari zaman Jawa Kuno, ia menjabat sebagai Patih (Menteri Besar), kemudian Mahapatih (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Ia terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang menyatakan bahwa ia tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Di Indonesia pada masa kini, ia dianggap sebagai salah satu pahlawan penting dan merupakan simbol nasionalisme.

Menurut Pararaton, Gajah Mada memulai karirnya di Majapahit sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara. Karena berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada tahun 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.

Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya takluk. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai Patih Majapahit.

Pada waktu pengangkatannya, ia mengucapkan Sumpah Palapa, yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton berikut:

Sebuah arca yang diduga menggambarkan rupa Gajah Mada. Kini disimpan di museum Trowulan.“ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ”

Arti:
Gajah Mada sang Mahapatih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada, "Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pahang, Dompu, Pulau Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.

Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (di Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.

Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.

Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.

Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara.

Sebagai salah seorang tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat terkenal di masyarakat Indonesia pada umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin antara lain Sukarno sering menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa ini dapat bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada adalah inspirasi bagi revolusi nasional Indonesia untuk usaha kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda.

Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta adalah universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. Satelit telekomunikasi Indonesia yang pertama dinamakan Satelit Palapa, yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.

Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di nusantara dengan Sumpah Palapanya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan lain-lainnya.

Tidak diketahui sumber sejarah mengenai kapan dan di mana Gajah Mada lahir. Beberapa spekulasi tentang asal Gajah Mada adalah sebagai berikut:

Jawa
Ada yang berpendapat bahwa ia berasal dari daerah Modo (Lamongan), karena di daerah ini banyak ditemukan prasasti-prasasti yang diduga kuat peninggalan Majapahit, termasuk adanya beberapa makam kuno prajurit dan makam kuno yang diduga masyarakat setempat sebagai makam ibunda Gajah Mada, yaitu Nyai Andong Sari. Selain itu daerah ini teratur rapi, sehingga seperti suatu bekas tanah perdikan.

Sumatra
Pendapat lain meyakini bahwa Gajah Mada berasal dari Sumatra, karena menurut pakar sejarah Dr. Imran, di dalam Bahasa Jawa tidak dikenal istilah Gajah Mada. Kata Gajah dan Mada berasal dari Bahasa Melayu (Minang).Kata Mada artinya berhati keras tidak mau surut sebelum cita-citanya tercapai. Itu tercermin dari sifat Gajah Mada yang dicerminkan pada Sumpah Palapanya.

Dompu, Nusa Tenggara Barat
Masyarakat Bima khususnya Dompu percaya kalau Gajah Mada berasal dari daerah ini, mengingat kemiripan dengan tokoh legenda masyarakat Dompu yaitu "ombu Mada Roo Fiko". Ombu artinya Tuan, Mada artinya saya, Roo artinya telinga dann Fiko artinya lebar. Jadi ditafsirkan sebagi Tuan Mada bertelinga lebar (seperti gajah). Di daerah ini juga terdapat kuburan kuno yang diyakini sebagai makam Gajah Mada.

Kalimantan Barat
Ada pula yang meyakini Gajah Mada itu merupakan orang Dayak, Kalimantan Barat, yaitu dari sebuah kampung di Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sebagian masyarakat Dayak mempercayai hal ini berkaitan dengan kisah masyarakat Dayak Tobag, Mali, Simpang dan Dayak Krio. Tokoh Gajah Mada di Dayak Krio dikenal dengan nama Jaga Mada, namun masyarakat Dayak lainnya menyebutnya Gajah Mada. Ia dianggap merupakan salah satu Demung Adat yang diutus kerajaan Kutai untuk menjajah Nusantara termasuk Jawa.




Hatiku selembar daun...

Menggagas Perumahan Layak bagi Keluarga Miskin Perkotaan

Menggagas Perumahan Layak bagi Keluarga Miskin Perkotaan

Rohman, Arif. (2005). 'Menggagas Perumahan Layak bagi Keluarga Miskin Perkotaan'. Menuju Indikator Keluarga Sejahtera. Jakarta: Departemen Sosial RI. pp. 31-37.



A. Pendahuluan
Kota-kota di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, telah mengalami berbagai permasalahan berkenaan dengan pertumbuhannya. Salah satu masalah yang timbul adalah adalah masalah pemukiman. Masalah tersebut tidak terlepas dari berbagai masalah lain yang ada di perkotaan, seperti masalah wilayah komersial, industri, tempat-tempat umum, monumen-monumen, jalan dan lalu lintas, rekreasi dan olah raga, sanitasi, kesehatan umum, pekuburan, dan lain sebagainya. Disamping itu, masalah jalur kereta api dan pola pertumbuhan pemukiman pita (ribbon building), yaitu pola pembangunan bangunan hunian, toko-toko dan tempat-tempat berjualan, bangunan-bangunan pemerintah, yang dilakukan di sepanjang tepi-tepi jalan dan jalur-jalur kereta api di perkotaan.

Di daerah perkotaan, pola pemukiman pita ini menyebabkan keruwetan dan ketidakteraturan yang sudah ada menjadi lebih kompleks lagi. Wertheim (1958), mengatakan bahwa untuk mengatasinya bahwa untuk mengatasinya, maka cara pertama-tama yang harus dilakukan adalah membuat kebijakan perencanaan atau tata ruang kota yang terintegrasi dan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Menurutnya, tata ruang kota tersebut harus mencakup juga model tata ruang kota yang terbukti cukup canggih dalam mengatasi berbagai permasalahan perkotaan.

Pertumbuhan kota yang tidak terencana, tidak terkoordinasi dan terpencar disejumlah kawasan mengakibatkan beberapa bagian kota menjadi tertinggal. Pemerintah kota akhirnya tidak mampu menyediakan prasarana dan fasilitas publik sesuai dengan harapan masyarakat. Akibatnya adalah semakin meningkatnya jumlah keluarga miskin, dengan akses yang serba minim, termasuk ruang hunian atau tempat tinggal yang tidak layak, tidak memenuhi derajat kesehatan, dan terkesan apa adanya (Evers & Korff, 2002).

Sulitnya masyarakat miskin untuk mendapatkan rumah yang layak huni tentu merupakan persoalan yang mendesak untuk diatasi. Kesepakatan masyarakat global yang tertuang dalam Agenda Habitat, mengamanatkan pentingnya penyediaan hunian yang layak untuk semua lapisan masyarakat, dengan mengedepankan strategi pemberdayaan (enabling strategy ). Plan of implementation dari World Summit on Sustainable Developement di Johanesburg 2002, menargetkan bahwa pada tahun 2015, sekitar 50% penduduk miskin di dunia harus sudah terentaskan dari kemiskinannya. Kondisi ini antara lain harus ditandai oleh terpenuhinya kebutuhan mereka akan perumahan yang layak.

Secara hipotesis, permasalahan perkotaan yang dihadapi Indonesia dewasa ini disebabkan oleh kompleksitas masalah, yaitu pertambahan penduduk kota yang kurang terkendali, pertumbuhan kota yang serba cepat dan kompleks dalam hal pengembangan fungsi-fungsinya sebagai pusat-pusat kegiatan industri, komersial, jasa-jasa pelayanan ekonomi, pemerintahan, pendidikan, dan berbagai fungsi sosial, ekonomi dan budaya. Kesemuanya ini belum dapat tertampung secara semestinya di dalam ruang-ruang yang diperuntukkan kegiatan-kegiatan tersebut sesuai rencana tata ruang kota yang dibuat, dan juga disebabkan oleh pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi, komersial dan industri, serta hunian di perkotaan yang serba modern dan kompleks yang telah tidak memungkinkan dimantapkannya pelaksanaan penataan kegiatan-kegiatan kehidupan perkotaan secara ketat sesuai tata ruang yang berlaku. Akibat yang paling nampak dari faktor-faktor tersebut adalah pada kondisi pemukiman perkotaan yang menghasilkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota yang bersangkutan.

Tulisan ini akan mencoba membahas mengenai berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari pertumbuhan kota, terkait dengan aspek rumah bagi keluarga-keluarga miskin di perkotaan, dan mencoba untuk mengajukan alternatif-alternatif pemecahannya. Pendekatan yang akan digunakan untuk membahas permasalahan-permasalahan tersebut adalah pendekatan struktural-fungsional, yaitu memperlakukan keberadaan dan berkembangnya ruang hunian keluarga miskin sebagai fungsional dalam struktur perkotaan dari kota yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, muncul dan berkembangnya hunian kumuh dan liar di kota sebagai permasalahan adalah karena tidak atau kurang berfungsinya paranata-pranata perkotaan yang ada di kota tersebut, dalam menyajikan pelayanan-pelayanan secara formal bagi usaha-usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup warganya; dan juga dilihat dalam perspektif kota sebagai pusat perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa.

B. Struktur Perkotaan dan Pranata-Pranatanya
Apakah kota itu ? Secara ringkas, kota dapat didefinisikan sebagai sebuah tempat tinggal manusia yang dihuni secara permanen, dimana warga atau penduduknya membentuk sebuah kesatuan kehidupan yang lebih besar pengelompokannya dari pada kelompok klan atau keluarga. Kota juga merupakan sebuah tempat dimana terdapat adanya kesempatan-kesempatan dan permintaan-permintaan yang mewujudkan terciptanya sistem pembagian kerja, kelas-kelas atau lapisan sosial yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan dalam hal fungsi, hak, keistimewaan-keistimewaan, dan tanggung jawab diantara golongan-golongan sosial yang ada; dan adanya berbagai bentuk serta corak spesialisasi pembagian kerja sesuai dengan tingkat perkembangan dan macamnya kota, yang sesuai dengan peranan khusus dari kota dalam kedudukan fungsionalnya dengan daerah-daerah pedesaan atau pedalaman yang terletak di sekelilingnya dan berada dalam kekuasaannya (Mumford, 1961).

Selanjutnya, kota itu ada dan hidup karena bisa memberikan pelayanan yang penting artinya bagi mereka yang ada di dalam kota, maupun yang tinggal di wilayah sekeliling kota, atau juga mereka yang mengadakan perjalanan dan harus singgah atau berdiam sementara di kota tersebut. Pelayanan ini dapat berupa pelayanan-pelayanan keagamaan, administrasi, komersial, politik, pertahanan dan keamanan, atau dapat pula berupa pelayanan yang berkenaan dengan pengaturan suplai makanan dan air. Pelayanan tersebut harus betul-betul diperlukan oleh para warga yang bersangkutan atau para musafir yang melewati kota tersebut, sehingga pengendalian kota atas wilayah-wilayah di sekelilingnya dapat dimantapkan.

Kompleksitas kehidupan ekonomi di perkotaan jauh lebih tinggi dari pada di pedesaan. Hal ini terlihat dari sistem ekonomi kota yang terbebas dari kegiatan mengolah tanah atau mengeluarkan energi tubuh, guna memperoleh bahan mentah, telah menyebabkan tumbuh dan berkembangnya sistem produksi dan industri yang tidak terbatas, tergantung pada macam dan tingkat kebutuhan konsumen. Sedangkan macam dan tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang hasil produksi atau industri dapat diciptakan dari hasil interaksi sosial, ekonomi, politik dan budaya yang terwujud melalui teknologi komunikasi pasar (Suparlan, 1996).

Kompleksitas dalam struktur kehidupan ekonomi perkotaan ini mempengaruhi terwujudnya kompleksitas dalam struktur perkotaan. Berbagai bentuk dan macam spesialisasi ekonomi dan kerja berkembang sesuai dengan kebutuhan dan permintaan; dari yang terspesialisasi hingga yang sangat umum, dari yang sangat tergantung pada keahlian dan keterampilan pemikiran serta teknologi, sampai dengan yang menggunakan tenaga otak manusia, dan dari yang digolongkan sebagai terhormat dengan penghasilan besar, sampai dengan yang tidak terhormat dengan penghasilan yang terbatas. Sistem pelapisan sosial terbentuk berdasarkan atas macam pekerjaan dan pendapatan, yang coraknya sangat kompleks, dikarenakan beraaneka ragamnya macam dan bentuk kerja yang ada di perkotaan. Tingkat kompleksitas sistem pelapisan sosial tersebut, tergantung dari tingkat perkembangan kota dan kedudukannya dalam sistem administrasi negara.

C. Makna Rumah Bagi Keluarga Miskin
1. Rumah dan Fungsinya
Rumah adalah sebuah satuan tata ruang yang paling baku dan selalu ada dalam kehidupan manusia di masyarakat manapun. Rumah berfungsi bebagai tempat untuk kegiatan-kegiatan melangsungkan kehidupan manusia, yang mencakup kegiatan reproduksi, ekonomi, pengsuhan dan pendidikan anak, perawatan terhadap orang tua atau jompo, kehidupan sosial, emosi, dan lain sebagainya (Suparlan, 1996). Karena majemuknya fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dalam rumah, maka rumah juga sebagai sebuah satuan tata ruang, juga dibagi-bagi dalam satuan-satuan tata ruang yang lebih kecil yang saling berkaitan antara satu sama lainnya, sebagai satu keseluruhan tata ruang rumah. Rumah merupakan medium atau perantara bagi manusia dengan lingkungan alam atau fisik, merupakan perluasan dari organ tubuh manusia, dan merupakan sebuah lingkungan budaya dimana manusia penghuninya merupakan sebuah unsurnya.

Dengan demikian, menurut Sukamto (2001) penghuni akan memperlakukan ruang huniannya sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Rumah sebagai wadah kehidupan manusia secara universal
Rumah sebagai tempat hidup manusia maka rumah juga menjadi wadah kehidupan manusia dalam melakukan kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan. Satuan ruang rumah dengan demikian menampung berbagai fungsi kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara universal, yang meliputi :
• Kebutuhan primer, sebagai kebutuhan yang bersumber pada aspek biologis manusia yang dalam pemenuhannya memerlukan wadah tindakan-tindakan di dalam satu ruang. Dengan asumsi klarifikasi satu ruang untuk satu tindakan pemenuhan kebutuhan, maka ruang yang diperlukan adalah ruang-ruang sebagai wadah untuk kegiatan makan dan minum, buang air besar/kecil, istirahat dan tidur, pelepasan dorongan seksual, perlindungan iklim/suhu udara, dan kebutuhan kesehatan yang baik.
• Kebutuhan sekunder, sebagai hasil usaha untuk pemenuhan kebutuhan primer yang memerlukan ruang untuk berkomunikasi dengan sesama anggota keluarga, melakukan kegiatan bersama dengan keluarga, menaruh untuk benda-benda material dan kekayaan dan tempat untuk mendidik anak.
• Kebutuhan integratif, berfungsi mengintegrasikan berbagai unsur kebudayaan menjadi satu sistem yang masuk akal baginya, mencakup cara-cara mengatur dan menggunakan ruang, tempat mengatur dan menjalankan fungsi keluarga, sebagai tempat melakukan kegiatan rekreasi dan hiburan, dan religius.

b. Rumah untuk menampung fungsi keluarga
Keluarga sebagai satuan sosial terkecil, fungsinya antara lain untuk berkembang biak, mensosialisasi atau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah, maka rumah juga disebut sebagai : (1) Satuan ruang sosial; (2) Ruang hunian sebagai satuan kehidupan untuk reproduksi dan pengembangbiakan; dan (3) Ruang hunian sebagai ruang sosialisasi dan pendidikan anak.

c. Rumah sebagai wujud pernyataan diri
Rumah sebagai sebuah bangunan fisik tidak hanya dilihat dan diperlakukan sebagai satuan material fisik, tetapi juga sebagai satuan simbol yang mencerminkan identitas diri penghuninya. Setiap penghuni rumah memberi isi berupa benda-benda pada ruangan dengan makna-makna yang terwujud sebagai simbol pencerminan kemampuan diri dalam memanfaatkan peluang dan sumber daya lingkungan.

2. Mitos Kemiskinan, Keluarga Miskin dan Rumah Yang Layak
a. Mitos Kemiskinan
Kemiskinan tidak lahir dengan sendirinya (given), ia tidak muncul bukan tanpa sebab. Argumen para penganut teori konservatif dan liberal telah lama dipatahkan. Orang-orang miskin muncul bukan karena mereka malas atau boros. Mereka miskin bukan pula karena nasibnya yang sedang sial sehingga menjadi miskin. Mereka menjadi orang miskin karena dibuat miskin oleh struktur ekonomi, politik dan sosial. Mereka miskin karena memang sengaja dilestarikan untuk menjadi miskin. Mereka menjadi kaum tertindas karena memang disengaja, direkayasa dan diposisikan sedemikian rupa untuk ditindas. Mereka miskin karena dieksploitasi, diperas, dijarah dan dirampok hak-haknya. Mereka miskin karena dipaksa oleh sistem ekonomi dan politik yang tidak adil. Kemiskinan penting untuk dipelihara dan dilestarikan karena besar manfaatnya, yakni menunjang kepentingan kelompok dominan, elite penguasa (the ruling elites) atau kaum kapitalis.

Hal tersebut di ataslah yang membuat kemiskinan sulit diatasi karena kaum miskin tidak memiliki daya tawar terhadap kebijakan yang selama ini tidak berpihak kepada mereka. Kaum miskin hanya menjadi alat produksi semata-mata. Pendapatan mereka hanya sekadar mencukupi kebutuhan hidup saja. Inilah yang selama ini membuat kaum miskin tak berdaya untuk memiliki daya tawar terhadap pengambilan keputusan, dan membuat yang kaya semakin berada di puncak. Kebijakan politik yang ada selama ini sering (dan sebagian besar) hanya berpihak kepada mereka yang memiliki alat produksi dan modal. Kaum miskin diperas tenaganya hanya sekadar menjadi buruh kasar dengan dalih keterampilan mereka terbatas. Tetapi pemerintah, di sisi lain, tidak mampu berbuat bagaimana seharusnya meningkatkan keterampilan mereka agar bisa berkompetisi lebih adil dengan lainnya (Suparlan, 1993).

Kaum miskin selalu dilihat sebelah mata dalam berbagai proses pembuatan kebijakan. Kebijakan yang dilahirkan penguasa tidak terlalu banyak memerhatikan poros warga negara. Warga negara yang miskin dianggap tidak memiliki kedaulatan tertinggi di dalam sebuah negara. Pelanggaran konstitusi ini terus terjadi tanpa adanya kemauan untuk memperbaikinya dengan melahirkan sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh mengapresiasi dan melibatkan kaum miskin untuk berperan sebagai warga negara normal. Struktur kemiskinan masyarakat kita tidak terlepas dari persoalan utama, yakni adanya dosa struktur. Dosa struktur yang dimaksud adalah menyangkut bagaimana distribusi yang adil dan menjangkau semua pihak. Dengan demikian, keadilan yang sedang kita bicarakan di sini adalah menyangkut keadilan untuk semua.

b. Perumahan Keluarga Miskin
Perumahan bagi keluarga miskin seringkali tidak memberikan kepastian hukum bagi penghuninya, atas tanah dan bangunan yang mereka tempati. Bagi perempuan, kurangnya kepastian hukum ini bahkan terjadi pada barang dan aset formal lainnya. Kampung-kampung tempat kelompok masyarakat miskin tinggal dapat dengan mudah beralih fungsi menjadi kawasan bisnis atau kawasan lainnya. Sebaliknya, kawasan perkotaan sangat sulit menyediakan lahannya untuk keperluan perumahan masyarakat miskin. Hal ini menyebabkan masyarakat miskin di mana banyak terdapat perempuan di dalamnya semakin tergusur ke kawasan pinggiran yang jauh dari kota.

Kegiatan relokasi terhadap warga korban penggusuran, atau pembangunan perumahan untuk kelompok miskin, biasanya dilakukan di daerah pinggiran. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi keluarga miskin yang bekerja, dalam bentuk peningkatan biaya transportasi, dan berkurangnya waktu untuk mengasuh anak. Kegiatan penggusuran terhadap kelompok masyarakat miskin, biasanya tidak disertai dengan pemberian tenggang waktu untuk membuat masyarakat siap untuk menempati lokasi dan rumah baru.
Pendapatan masyarakat miskin sangat rendah. Setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, dan keperluan sehari-hari lainnya, mereka hanya memiliki sangat sedikit sisa penghasilan untuk mengurus keperluan rumah mereka. Akibatnya, keluarga-keluarga miskin, tidak mampu lagi untuk menyediakan rumah bagi diri mereka sendiri.

c. Perumahan Layak Huni
Aspek dominan yang mempengaruhi perumahan masa kini adalah keberlanjutannya (sustainability). Aspek ini nampak sederhana namun adalah sebuah konsep yang rumit. Rumah yang berkelanjutan harus memenuhi lima syarat dasar yang dinikmati oleh penghuni saat ini serta yang akan datang, yaitu:
• Mendukung peningkatan mutu produktivitas kehidupan penghuni baik secara sosial, ekonomi dan politik. Artinya setiap anggota penghuni terinspirasi untuk melakukan tugasnya lebih baik.
• Tidak menimbulkan gangguan lingkungan dalam bentuk apapun sejak pembangunan, pemanfaatan dan kelak bila harus dimusnahkan. Ukuran yang dipakai terhadap gangguan yang terjadi terhadap lingkungan adalah efektivitas konsumsi energi.
• Mendukung peningkatan mobilitas kesejahteraan penghuninya secara fisik dan spiritual. Berarti penghuni mengalami terus peningkatan mutu kehidupan fisik dan non-fisik.
• Menjaga keseimbangan antara perkembangan fisik rumah dengan mobilitas sosial-ekonomi penghuninya. Pada awalnya keadaan fisik rumah lebih tinggi dari keadaan non—fisik, namun ini berbalik setelah penghuni mapan di rumah tersebut.
• Membuka peran penghuni/pemilik yang besar dalam pengambilan keputusan terhadap proses pengembangan rumah (lihat diagram proses perkembangan rumah pada lampiran) dan Rukun Warga tempat ia berinteraksi dengan tetangga.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah rumah disebut layak bila ada keterpaduan yang serasi antara:
1) Perkembangan rumah dan penghuninya, artinya rumah bukan hasil akhir yang tetap tetapi proses yang berkembang.
2) Rumah dengan lingkungan (alam) sekitarnya, artinya lingkungan rumah dan lingkungan sekitarnya terjaga selalu baik.
3) Perkembangan rumah dan perkembangan kota, artinya kota yang dituntut makin global dan urbanized memberi manfaat positif bagi kemajuan warga kota di rumah masing-masing.
4) Perkembangan antar kelompok warga dengan standar layak sesuai keadaan dan tuntutan masing-masing kelompok, artinya tiap kelompok warga punya kesempatan sama untuk berkembang sesuai dengan tuntutan yang ditetapkan sendiri.

D. Pemukiman Kumuh Di Perkotaan
Kondisi kemiskinan membuat keluarga-keluarga miskin seringkali hanya mampu mengakses lingkungan kumuh atau permukiman liar di kota. Lingkungan kumuh yang dicirikan oleh minimnya sarana infrastruktur permukiman, menghadapkan kaum miskin pada buruknya kualitas kehidupan yang harus mereka tanggung di lingkungan permukiman. Dengan demikian, keterbatasan masyarakat miskin dalam mengkases perumahan diperburuk dengan kurang memadainya pelayanan penyediaan prasarana dan sarana dasar lingkungan. Rendahnya kualitas kehidupan di lingkungan permukiman kumuh ini pada gilirannya juga menghambat potensi produktivitas dan kewirausahaan para penghuninya. Pada umumnya mereka kemudian hanya mampu mengakses perekonomian informal kota, yang utamanya dicirikan oleh status hukum yang lemah dan tingkat penghasilannya yang rendah.

Pemukiman kumuh didefinisikan oleh Suparlan (1996), sebagai suatu pemukiman yang kondisi fisik hunian dan tata ruangnya mengngkapkan kondisi kurang mampu atau miskin dari para penghuninya. Penataan ruang hunian yang semrawut yang disebabkan oleh penggunaan ruang yang tinggi tingkat kepadatan volume maupun frekuensinya, dan serba kotor atau tidak terwat dengan baik. Di samping itu, pemukiman kumuh juga kurang memadai fasilitas-fasilitas umum, seperti air bersih, pembuangan air limbah dan sampah, jalan dan berbagai fasilitas untuk kegiatan sosial orang dewasa dan tempat bermain bagi anak-anak.

Warga pemukiman kumuh terdiri atas penduduk tetap dan penduduk yang tinggal sementara di pemukiman tersebut. Mereka yang hidup menetap antara lain yang menyewakan kamar atau rumah kepada para pendatang yang tinggal sementara. Seringkali juga berikut dengan pelayanan makan dan cuci pakaian. Kebanyakan dari pendatang ini adalah bujangan yang bekerja untuk proyek-proyek pembangunan gedung-gedung atau jalan-jalan di kota, atau juga yang datang untuk mencari kerja atau yang telah bekerja di sektor-sektor informal. Secara sosial dan ekonomi, sebuah komuniti pemukiman kumuh tidak homogen. Warganya mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam, asal usul yang berbeda, mengenal adanya pelapisan sosial dan kemampuan ekonomi yang berbeda-beda (Rohman, 2004).

Ciri-ciri keluarga miskin yang tinggal di permukiman kumuh ini kembali menampilkan keterbatasan kualitas hidup mereka, dan sekaligus juga menunjukkan betapa fenomena lingkungan kumuh juga menjadi sesuatu yang sulit untuk diatasi. Tidak heran jika keberadaan permukiman kumuh sendiri sesungguhnya merupakan ancaman serius bagi kesehatan dan kesejahteraan kota. Serius bukan hanya dalam pengertian dampak lingkungan kumuh terhadap tingkat produktivitas dan kualitas hidup warga kota. Tetapi juga serius dalam pengertian bahwa keberadaan pemukiman kumuh ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam membangun perumahan. Karena, idealnya disamping untuk memenuhi kebutuhan sosial, pembangunan perumahan harus dapat berperan menjadi instrumen pembangunan yang dinamis. Artinya, pembangunan perumahan dapat juga berperan untuk menggairahkan semangat membangun, mendorong kegiatan swadaya masyarakat, menghidupkan industri rakyat, dan menciptakan lapangan kerja baru. Keberadaan warga miskin kota di perkampungan-perkampungan kumuh yang hampir hanya menawarkan akses ke sektor ekonomi berupah rendah, jelas menunjukkan bahwa di samping gagal menyediakan perumahan yang layak, pemerintah juga gagal menjadikan perumahan sebagai pendorong bagi kegiatan sosial dan ekonomi yang produktif bagi warganya.


F. Penutup
Ada dua aspek penting dalam penataan perkotaan. Di satu pihak ada kebijaksanaan penataan ruang perkotaan, ada peraturan legal-formal untuk dijadikan pedoman pelaksanaannya, tetapi tidak pernah kita ketahui bagaimana penggunaan tata ruang kota dan peraturan pelaksanaannya oleh pemerintahan kota. Di samping itu, warga pemukiman perkotaan membangun sendiri ruang-ruang yang tersedia di kota sesuai kepentingan mereka, untuk memperoleh keuntungan ekonomi, sosial dan politik, sehingga terlihat kesan seolah-olah pemerintahan kota tidak mempunyai pedoman pelaksanaan pengaturan kehidupan perkotaan.

Bertolak dari kenyataan ini maka perspektif ukuran keberhasilan kinerja pembangunan perkotaan seharusnya mulai digeser dari perspektif kuantitatif ke kualitatif. Dengan melakukan perbaikan sistem pendataan permasalahan perumahan, secara lebih akurat diharapkan pemerintah juga dapat merubah strategi pemecahannya. Permasalahan permukiman penduduk perkotaan, dengan demikian harus dipecahkan dengan melibatkan penduduk setempat, pemerintahan kota, kelompok-kelompok interest, dengan mengacu pada rencana tata ruang kota yang ada dan pada kondisi fisik ruang-ruang yang tersedia serta ada dalam kota yang bersangkutan, yang secara bersama-sama bertujuan untuk membantu memecahkan permasalahan pemukiman khususnya dan permasalahan perkotaan pada umumnya, dan mengendalikan motif-motif pencapaian keuntungan maksimal secara pribadi dari keputusan-keputusan yang diambil.








SEULANGA

SEULANGA

Akhirnya dapat juga lirik Seulanga plus artinya. Aceh memang keren..!!


SEULANGA

Na bungong Seulanga keumang saboh bak tangke
Ada setangkai bunga Seulanga yang sedang mekar
Mubee harom hai sayang didalam taman
Sangat harum baunya di dalam taman
Tatem beutatem sibu bungong ngak luhu (2x)
Hendak kita siram agar tetap mekar (2x)
Oh kalayee tho krang seulanga nyan gadoh mangat bee (2x)
Jika sudah layu dan kering maka bunga seulanga akan hilang harumnya

Wahe bungong ceudah hana ban
Wahai bunga yang sangat indah
Tamse nyak dara nyang canden rupa
Seperti seorang gadis yang sangat cantik
Diteuka bana dijak peuayang
datanglah kumbang untuk mengganggu
uroe ngon malam bungong didoda
Siang dan malam bunga di nina bobo

Sayang-sayang leupah that sayang
Sangatlah disayangkan
Oh troh bak watee bungong pih mala
Jika sudah sampai waktu maka bunga akan layu
Ka habeh duroh bak tangke leukang
Jatuh berguguran dari tangkainya
Keubit that sayang naseb Seulanga
sangatlah sayang nasib bunga seulanga




Hatiku selembar daun...

PEDULI DAVID HARTANTO-CLASS ACTION LAWSUIT

PEDULI DAVID HARTANTO-CLASS ACTION LAWSUIT


pesan ini diteruskan dari grup AKSI SOLIDARITAS NASIONAL PEDULI KASUS DAVID HARTANTO.
bagi teman2 yg bersimpati dan ingin memberikan dukungan baik moril maupun materiil bisa menghubungi kontak person di bawah ini.

Saudara-saudari Sebangsa, akan diadakan pada:

Hari/Tanggal : 3 Agustus 2009
Pukul : 11.00-selesai
Titik Kumpul : Patung Pembebasan Irian Barat
Rute : Patung Pembebasan Irian Barat - Deplu -
Istana Negara.

Penggorganisasian Aksi adalah sebagai berikut:

Koordinator Aksi : Aryawirawan Simauw
Koordinator Lapangan : Jimmy Cem
Koordinator Humas : Ricad Ompusunggu
Koordinator Logistik : Alfrianda Reza

Tema dan Tujuan Aksi adalah sebagai berikut:

Tema : IBU PERTIWI BERDUKA!
Tujuan : Mengadvokasi Pemerintah Indonesia
untuk berani menghadapi Singapura

Aksi diharapkan akan melibatkan para perempuan dan ibu-ibu yang diharapkan sebanyak 100 orang yang terdiri dari:

1. Ibunda David Hartanto Widjaya (alm)
2. Ibu-ibu Korban Kekerasan di Indonesia
3. Ibu-ibu Para TKW Korban Kekerasan
4. Aktivis Perempuan Lintas Agama
5. Aktivis Perempuan Lintas Sektoral

Kebutuhan Aksi adalah sebagai berikut:

1. Spanduk
2. Poster
3. Aqua

Seluruh dukungan saudara-saudari sebangsa dapat diinformasikan melalui e-mail justice.for.david.hartanto@gmail.com atau telepon ke Reza (021.71268507).

Sumbangan Dana dapat disalurkan ke:

BCA nomor 3422479837 atas nama Alfrianda Reza
BRI nomor 033501021349509 atas nama Alfrianda Reza

TUHAN MEMBERKATI INDONESIA
Aryawirawan Simauw

BOSAN HIDUP SUSAH

BOSAN HIDUP SUSAH


Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.

Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?” Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.

Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.
Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. “Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?”

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.


Sumber: Millist tetangga.



Hatiku selembar daun...

Restoe Boemi

Restoe Boemi


Sewangi.. Bunga mawar tubuhmu
Menghampar di permadani
Mengetuk hasrat 'tuk menjamah
Surgamu...

Kilaumu.. Bagaikan mutiara
Menghiasi muka bumi
Warnamu yang kujilati
Sendiri...

Kuyakinkan restu bumi
Bangunkan jiwaku
Basuhi raga kita
Restu bumi leburkan hati
Sucikan dari debu dunia

Kuraba... Jiwamu yang bersahabat
Tundukkan suasana hati
Seiring sepi menjepit
Sukmaku...

Seorang... Bijak'kan memahami
Cinta bukan di cari, di raih
Cintapun hadir sendiri...

Kuyakinkan restu bumi (Restu bumi kami)
Bangunkan jiwaku (Bangun jiwa kami)
Basuhi raga kita (Basuh raga yang kering)
Restu bumi leburkan hati (Basuh jiwa yang sepi)
Sucikan dari debu dunia (Melayang!! Berdua)



Hatiku selembar daun...

Ilmu Dari Australia

Ilmu Dari Australia



Sering sekali orang menanyakan ilmu baru apa yang saya bawa dari Australia. Kadang saya menjawabnya hanya dengan senyum. Karena biasanya itu hanya ungkapan biasa yang digunakan di kantor untuk menyapa orang yang baru menyelesaikan studynya.

Suatu pagi saya bertemu dengan orang yang saya kagumi. Mengingat kebaikan beliau terhadap saya. Akhirnya saya pun bercerita. Satu hal yang saya pelajari dari sana adalah rasa kebersamaan, tolerance dan egalitarian. Saya masih ingat kata teman baik saya di sana. Australia adalah negara koloni. Tapi dia menjadi besar dan maju bukan karena kerja satu orang. Tetapi kerja banyak orang. Team Work. Team Work itu lebih mengedepankan WE, kami, kita, daripada I, saya atau aku.

Orang di sana itu moderate. Moderate artinya bijak dan bersedia menerima perubahan. Jika ada orang baru masuk dalam kelompok, mereka akan menyambut dengan gembira dan membantunya dalam proses adaptasi. Kata 'kita' memang tidak muncul secara serta merta. Tapi begitu kata itu muncul, terkesan begitu kuatnya. Seperti budaya 'football' mereka. Siapapun yang mencetak angka, siapapun yang menghalangi musuh, siapapun yang melempar bola, tujuannya cuma satu 'menang'.

Di kita saya rasakan sebaliknya. Setiap orang ingin menonjolkan ke-aku-annya masing-masing. menonjolkan dirinya sendiri. Sebagai akibatnya kelompok hanya dijadikan alat pencapaian kepentingan pribadi. Karena itulah seringkali kalau ada anggota baru yang masuk, sering dianggap sebagai saingan, ancaman, atau semacamnya. Mereka tidak welcome. Mereka cenderung mempertahankan keadaan yang sudah ada. Status Quo. Tidak dinamis. Dan itu adalah penyakit. Kita sulit bekerja sama. Kita tidak diajarkan untuk menerima orang lain sebagai partner.

Saya berkeyakinan bahwa fenomena ini adalah akibat lama terjajah. Kolonial Belanda telah berhasil menanamkan sebuah dogma. Hierarchy yang tegas antara majikan atau budak. Majikan senang, budak menderita. Pada akhirnya semua orang ingin menjadi majikan. Semua majikan ingin menjadi pemimpin.

Akibatnya lebih banyak hidden agendas demi kepentingan diri sendiri daripada niat tulus mencapai tujuan kelompok. Pada akhirnya masing-masing anggota tidak kompak dan sering menjatuhkan satu sama lain.

Inilah tradisi Divide et Impera yang sudah berhasil tertanam dan merasuki otak orang Indonesia. Itulah sebabnya lama sekali kita terjajah. Lama sekali kita baru merdeka. Kataku sambil bersemangat. Beliau tersenyum.. Matanya menatapku lembut. Tapi hatiku kosong.


Salemba, 1 September 2009.




Hatiku selembar daun...

Bambang Ekalaya

Bambang Ekalaya


Akisah seorang ksatria bernama Bambang Ekalaya mencari ilmu memanah yang bernama Danuweda. Hanya satu orang yang memiliki ajian ini yaitu Resi Dorna dari Hastinapura. Tetapi Resi Dorna telah berjanji bahwa dia tidak akan mengajar kepada orang lain kecuali putra2 Hastina. Ketika Bambang Ekalaya datang memohon berguru kepada Resi Dorna, diapun ditolak. Kecewa karena ditolak, Bambang Ekalaya tidak menyerah dan membuat patung Resi Dorna dan berguru panah kepada patung itu. Dengan tekunnya Bambang Ekalaya berguru sehingga akhirnya diapun menguasai aji Danuweda.

Suatu ketika, Para Kurawa dan Pandawa sedang berburu dan mereka melihat sebuah celeng yang mati dengan mulut penuh panah. Tapi panah2 itu tidak dilepaskan satu per satu melainkan sekaligus, yang merupakan ciri khas dari aji Danuweda. Pandawa dan Kurawa menjadi bingung dan mencari ksatria yang memanah celeng tersebut. Setelah dicari mereka bertemu dengan Bambang Ekalaya dan oleh Arjuna ditanyakan kepada siapa berguru di memanah, Bambang Ekalaya menjawab Resi Dorna. Terkejut oleh jawaban Bambang Ekalaya, Arjuna membawa celeng itu kehadapan gurunya resi Dorna untuk meminta penjelasan mengapa sang resi telah mengajarkan ilmu itu kepada orang lain yang bukan putra Hastina (kalau tidak salah hanya 2 orang di Hastinapura yang mampu menguasai ajian ini, Arjuna dan Karna). Resi Dornapun terkejut hatinya ketika melihat bahwa ada orang lain yang memilik aji Danuweda tanpa sepengetahuannya, sang resi meminta Pandawa dan Kurawa untuk menunjukkan tempat ksatria tersebut.

Bambang Ekalaya sangat gembira ketika melihat gurunya datang. Resi Dornapun terkejut dan bertanya mengapa Bambang Ekalaya bisa menguasai aji Danuweda tanpa diajari apapun olehnya. Bambang Ekalaya pun menunjukkan patung Resi Dorna yang dibuatnya dan menjelaskan bahwa dia berlatih memanah setiap saat dibawah pengawasan patung tersebut. Resi Dorna menjadi marah ketika mengetahui hal tersebut dan tetap tidak mau mengakui Bambang Ekalaya sebagai muridnya. Bambang Ekalaya menjawab bahwa dia tidak pantas berguru langsung dari Resi Dorna dan patungnya saja sudah lebih dari cukup untuk berguru. Karena kesal, terbesit sebuah rencana di hati Resi Dorna untuk mencegah Bambang Ekalaya. Resi Dorna akan mengakui Bambang Ekalaya sebagai muridnya jika dia mempersembahkan kedua jempolnya.

Bambang Ekalaya sangat gembira mendegar hal ini dan memotong kedua jempolnya tanpa pikir2. Setelah dipotong kedua jempolnya dipersembahkan kepada Resi Dorna. Resi Dorna berkata bahwa Bambang Ekalaya tidak akan bisa lagi memegang panah karena kedua jempolnya telah tidak ada. Bambang Ekalaya menjawab bahwa dia rela demi menjadi murid Resi Dorna. Resi Dorna pun menyuruh Bambang Ekalaya pulang karena dia tidak akan mengajarkan apapun kepadanya. Mematuhi perintah gurunya, Bambang Ekalaya pun kembali ke tempat asalnya.

Ketika para pendawa telah menetap di Indrapasta, Bambang Ekalaya ingin memberi persembahan kepada gurunya Resi Dorna di Hastinapura untuk memberitahukan bahwa Bambang Ekalaya kini telah menikah dan menjadi seorang raja. Bambang Ekalaya kemudian mengirim istrinya dikawal beberapa ponggawa untuk membawa persembahan ini. Dalam perjalanan mereka diserang oleh sekelompok raksasa yang membunuh seluruh ponggawa. Istri Bambang Ekalaya berhasil melarikan diri tapi para raksasa terus mengejar. Ketika melarikan diri, terlihat seorang ksatria sedang bertapa di gua yaitu Arjuna. Istri Bambang Ekalaya lupa tata krama dan segera masuk kedalam gua tempat Arjuna bertapa. Tapa Arjuna jadi terganggu dan terbangun dari tapanya. Ketika melihat sang putri cantik yang dikejar2 oleh raksasa, Arjuna segera mengambil busur dan panahnya dan dalam sekejap menumpas gerombolan raksasa. Setelah selesai menumpas raksasa2, Arjuna menjadi tertarik oleh istri Bambang Ekalaya yang cantik.

Arjunapun lupa tata krama karena birahinya telah memuncak walaupun telah dijelaskan siapa sang putri itu sebenarnya. Arjuna mengejar sang putri ke pinggir tebing dimana sang putri memilih melompat, Arjuna menjadi terkejut melihat hal ini dan menyesali tindakannya. Untungnya, ibu sang putri yang merupakan seorang dewi turun dari kahyangan untuk menolong putrinya. Istri Bambang Ekalayapun dibawa kembali ke hadapan Bambang Ekalaya oleh sang ibu, ketika ditanya apa yang terjadi dijelaskan bahwa Arjuna telah lupa tata krama dan berusaha mendekati istrinya. Bambang Ekalaya menjadi marah dan bertekad untuk membunuh Arjuna.

Ketika sampai di Indrapasta, Bambang Ekalaya segera menantang Arjuna untuk bertarung. Saat itu, Sri Kresna sedang bertamu di Indrapasta dan mendegar tantangan tersebut dirinya segera sadar bahwa Arjuna akan perlaya jika bertarung melawan Bambang Ekalaya. Sebagai raja yang adil dan bijaksana, Yudistira menolak untuk melibatkan kerajaan Indrapasta kedalam masalah ini sehingga dia menyuruh Arjuna untuk mengatasi masalah ini sendiri dan tidak menyeret2 nama Indrapasta dan juga para Pendawa.

Arjuna juga sadar atas kesalahannya dan menerima tantangan Bambang Ekalaya. Ketika bitotama, ternyata Bambang Ekalaya masih cekatan walaupun dia tidak memiliki kedua jempolnya. Berkali2 Bambang Ekalaya terjatuh mati terkena serangan Arjuna tapi dia tidak bisa mati karena Bambang Ekalaya memilik cincin pusaka Ampal di jarinya yang melindungi dari segala marabahaya dan memberi kesaktian ajian Ampal yang akan membunuh musuhnya jika ditamparkan ke arah musuhnya dari jauh. Ketika Bambang Ekalaya menggunakan ajian Ampal, Arjuna pun segera terjatuh dari kudanya tak bernyawa. Sri Kresna segera memunculkan diri untuk mengambil jenasah Arjuna dan membawanya kembali. Setelah dibawa kembali, Sri Kresna mengeluarkan Aji Wijayakusumah untuk menghidupkan Arjuna kembali. Arjuna yang dihidupkan kembali menyesal karena dia telah rela mati daripada mencoreng nama Pendawa dari sikap ksatria. Tetapi oleh Sri Kresna dijelaskan bahwa tenaga Arjuna masih diperlukan oleh Pendawa di masa depan ketika terjadi perang besar antara kebaikan melawan kejatahan. Arjuna kemudian kembali berkata bahwa dia tidak rela hidup selama Bambang Ekalaya masih hidup. Oleh Sri Kresna kemudian dijelaskan cerita tentang kesaktian cincin Ampal yang dimiliki Bambang Ekalaya.

Kemudian oleh Sri Kresna dijelaskan rencana untuk mengalahkan Bambang Ekalaya kepada Arjuna. Di malam hari, Sri Kresna dan Arjuna menggunakan aji Halimunan untuk menyelinap ke perkemahan Bambang Ekalaya, para ponggawa tertidur nyenyak terkena Aji Sirep Sri Kresna.

Bambang Ekalaya masih belum tidur karena sedang bersemedi di hadapan patung Dorna yang selalu dibawanya kemana saja. Sri Kresna kemudian menyamar menjadi Dorna melalui patung tersebut dan berkata bahwa Bambang Ekalaya telah bersalah karena telah membunuh murid kesayangannya Arjuna. Sri Kresna patung Dorna kemudian meminta cincin wasiat yang telah membunuh Arjuna untuk diletakkan di pangkuannya. Bambang Ekalaya yang gembira karena mendegar suara gurunya segera mematuhi perintah Dorna dan meletakkan cincin pusaka itu dipangkuannya. Setelah dilepas, Arjuna mengambil keris Bambang Ekalaya yang kemudian ditusukkan kepada empunya sendiri sehingga terlihat bahwa Bambang Ekalaya telah bunuh diri. Sri Kresna dan Arjuna pun meninggalkan perkemahan Bambang Ekalaya.Dari situ arwah Bambang Ekalaya menuntut balas kepada Resi Dorna yang dikira telah membunuhnya. Arwahnya kemudian menitis kepada Drestajumena yang di Bharatayuda memenggal Resi Dorna.



Hatiku selembar daun...

Cerita Menolak Kekerasan

Cerita Menolak Kekerasan


Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi
buta yang setiap
harinya
selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya,
Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang
gila, dia itu
pembohong,
dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka
kalian akan
dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW
mendatanginya dengan membawakan
makanan,
dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW
menyuapkan makanan yang
dibawanya
kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak
mengetahui bahwa yang
menyuapinya
itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan
hal ini setiap hari
sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang
yang membawakan
makanan setiap
pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari
sahabat terdekat
Rasulullah SAW yakni
Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang
tidak lain tidak
bukan merupakan
isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada
anaknya itu,Anakku,
adakah kebiasaan
kekasihku yang belum aku kerjakan?

Aisyah RA menjawab,Wahai ayah, engkau adalah seorang
ahli sunnah dan
hampir tidak ada
satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali
satu saja.
Apakah Itu?, tanya Abubakar RA.
Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar
dengan
membawakan
makanan untuk
seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana, kata
Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan
membawa makanan untuk
diberikan kepada
pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu
memberikan makanan
itu kepadanya.
Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah
sambil menghardik,
Siapakah kamu?
Abubakar RA menjawab,Aku orang yang biasa (mendatangi
engkau).
Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,
bantah si
pengemis
buta itu.

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini
memegang dan tidak
susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku,
tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu
melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia
menangis sambil berkata
kepada pengemis itu,
Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku
adalah salah
seorang
dari sahabatnya,
orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad
Rasulullah SAW.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar
penjelasan Abubakar
RA, dan kemudian berkata,
Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya,
memfitnahnya,
ia tidak pernah memarahiku sedikitpun,
ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia
begitu mulia....

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di
hadapan Abubakar RA
saat itu juga
dan sejak hari itu menjadi muslim.



Hatiku selembar daun...

Karena sebutir korma

Karena sebutir korma



Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa.
Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.
Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.
Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat yang satu.
"Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab malaikat yang satu lagi..
Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.
"Astaghfirullahal adzhim" Ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.
Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. "4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya Ibrahim.
"Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu.
"Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?". Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.
"Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?".
"Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang.
Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya." "Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu."
Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.
4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra.
Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap.
"Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain."
"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu.. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain.
Sekarang ia sudah bebas."
Pada hadits yang lain beliau bersabda; 'Siapa yang merampas hak orang Islam dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkannya masuk surga. Seorang laki-laki bertanya, walaupun sedikit ya Rasulullah? Nabi menjawab, walaupun sebatang kayu sugi.'
(Riwayat Muslim).



Hatiku selembar daun...

Cerita nenek Tua dari madura

Cerita nenek Tua dari madura


"Dahulu kala di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunga nya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, iapergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudu, masuk mesjid, dan melakukan shalat Dhuhur. setelah membaca wirid sekadarnya, ia keluar masjid dan membungkuk - bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembarpun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. padahal matahari madura di siang hari itu sungguh menyengat. Keringat nya membasahi seluruh tubuhnya.


Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. pada suatu hari takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. usai shalat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satupun daun terserak di situ. ia kembali ke masjid dan menangis keras. Ia mempertanyakan mengapa daun - daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang - orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "jika kalian kasihan kepadaku." kata nenek itu. "Berikan kesempatan padaku untuk membersihkannya."


Singkat cerita , nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. seorang kiai yang terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan daun - daun itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya;kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

"Saya ini perempuan bodoh ,pak Kiai." tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari kiamat tanpa syafaat Kangjeng nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya"



Hatiku selembar daun...

Waktu Yang Berharga

Waktu Yang Berharga


Anto adalah salah satu pegawai yang cukup sibuk yang bekerja untuk salah satu perusahaan swasta terkemuka, sehingga seringkali ia pulang kerja hingga larut malam. Suatu ketika Anto pulang kerja, ternyata Budi (anaknya) yang masih kelas 2 SD membukakan pintu untuknya, dan sepertinya Budi memang sengaja menunggu ayahnya tiba di rumah. “Kok kamu belum tidur?”, sapa Anto setelah mencium keningnya. Budi menjawab,“Aku memang sengaja menunggu ayah pulang karena aku ingin bertanya, berapa sih gaji ayah?”. “Lho, kok kamu nanya gaji ayah sih?”, “Nggak, Budi cuma mau tahu aja ayah..”, timpal Budi. Ayahnya pun menjawab, “Kamu hitung sendiri, setiap hari ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp.400.000, dan tiap bulan rata-rata ayah bekerja 25 hari. Hayoo.. jadi berapa gaji ayah dalam 1 bulan?”. Budi langsung bergegas mengambil pensilnya, sementara ayahnya melepas sepatu. Ketika Anto beranjak menuju kamar, Budi berlari mengikutinya.

Kemudian Budi menjawabnya, “Kalo 1 hari ayah dibayar Rp.400.000 untuk 10 jam, berarti 1 jam ayah digaji Rp.40.000 donk?”. “Pinter anak ayah sekarang ya.., sekarang kamu cuci kaki dan tidur ya”, jawab ayahnya. Tetapi, Budi tidak juga beranjak. Sambil memperhatikan ayahnya ganti pakaian, Budi kembali bertanya, “Ayah, boleh pinjam uang 5rb nggak?”. “Sudah, buat apa uang malam-malam begini?! Ayah capek, mau mandi dulu, sekarang kamu tidur!”, jawab ayahnya. Dengan wajah melas Budi menjawab, “Tapi ayah..”, ayahnya pun langsung menghardiknya, “Ayah bilang tidur!!”. Anak kecil itupun langsung berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Anto menyesali perbuatannya yang telah menghardik anaknya tersebut. Ia pun melihat kondisi anaknya tersebut. Dan ternyata, anak kesayangannya itu belum tidur. Ternyata Budi dilihatnya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000 di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala anaknya itu, Anto berkata, “Maafkan ayah ya nak. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kita beli ya. Jangankan minta 5rb, lebih dari itupun ayah kasih”. Budipun menjawab, “Ayah, aku nggak minta uang. Aku cuma mau minjem. Nanti aku kembalikan lagi setelah aku nabung minggu ini”. “Iya iya, tapi buat apa?”, tanya Budi dengan lembut. “Aku nunggu ayah dari jam 8 tadi, aku mau ngajak ayah main ular tangga. Cuma tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang, kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ternyata cuma ada Rp.15.000. tapi, karena ayah bilang ayah tiap 1 jam ayah digaji Rp.40.000, jadi setengah jamnya ayah digaji Rp.20.000. Uang tabunganku kurang 5rb, jadi makanya aku mau pinjam uang ayah 5rb”, jawab Budi dengan polos.

Anto pun terdiam, dan dipeluknya anak kecil itu erat-erat..




Hatiku selembar daun...

Gatotkaca Lena

Gatotkaca Lena



Panglima panglima sepuh Hastina telah menjadi korban ganasnya Bharatayuda. Resi Bhisma tergolek lemah setelah ribuan panah Srikandi menghujam raganya. Meski sukma dan raga Resi Bhisma masih bersatu, namun cukuplah ribuan panah itu menyingkirkan sang resi dari gelanggang pertempuran. Pandita Dorna tewas dengan mengenaskan di tangan Drestajumna. Kepala dan badannya terpisah setelah menduga anaknya tewas.

Mendung menggelayut di kedua belah kubu.

Pihak Pandawa masih berduka mengenang eyang dan guru mereka yang telah menjadi korban ganasnya Bharatayuda. Korban atas perang yang terjadi diantara cucu cucu Bhisma. Korban atas perang diantara anak-anak didik Pandita Dorna. Kegamangan perang kembali meyeruak.

Sementara pihak Kurawa resah mencari pengganti panglima perang mereka. Hanya yang memiliki kehebatan setara Resi Bisma dan Pandita Durna yang pantas menggantikan mereka.



Malam semakin gelap. Pandawa dan Kurawa masih menyiapkan strategi untuk Bharatayuda esok pagi. Pandawa masih mencoba menerka siapa yang akan mereka hadapi di Kurusetra. Setelah tumbangnya Resi Bisma dan Pandita Dorna, tinggal Prabu Salya yang pantas dan sanggup menjadi panglima sepuh pihak Kurawa. Apakah setelah menghadapi Eyang kemudian Guru, apakah sekarang saatnya menghadapi Paman mereka? Atau ada panglima muda yang akan mereka hadapi esok pagi?



Prabu Kresna tiba-tiba resah luar biasa ketika tersiar berita Adipati Karna yang maju menjadi panglima, dan didampingi Prabu Salya sebagai saisnya. Keresahan itu menyeruak demikian hebat. Keeresahan akan keselamatan Arjuna. Keresahan akan akhir perang ini. Dia tahu, Bharatayuda tidak mungkin dimenangkan oleh Pandawa tanpa penengahnya, tanpa Arjuna. Dan dia tahu hanya Arjunalah yang akan dicari dan diajak bertarung oleh Karna. Yah, itulah pemenuhan ikrar Karna kepada Kunti ibunya.

”Dalam perang Bharatayuda nanti, saya hanya akan bertarung dengan Arjuna, agar putera Ibu ”tetap” lima”

Dan Kresna juga tahu, Adipati Karna, putra tertua Dewi Kunti, tidak mungkin dikalahkan oleh Arjuna selama Karna masih memengang senjata sakti para dewa. Senjata Konta. Konta Wijayadanu.



Dalam keresahannya, Prabu Kresna melesat ke angkasa.



Sementara itu, jauh diatas mega Gatotkaca terbang dengan eloknya. Sesekali melakukan manuver-manuver di udara. Melesat cepat, menukik, langsung melesat ke atas setelah berjumpalitan diudara tiga kali. Dikejarnya angin dan ditangkapnya sang angin. Namun kadang pula angin yang menggulung gulung Gatotkaca. Mereka tertawa lepas, seolah tanpa beban. Namun terkadang pula Gatotkaca melayang, mengambang saja. Membiarkan dirinya dihanyutkan oleh angin. Dibelai oleh angin, dimanjakan oleh angin. Asyik sekali Gatotkaca bermain dengan angin, bagai anak kecil bermain dengan kakeknya. Yach.. benar!! Gatotkaca sedang bermain main!! Bermain dengan kakeknya, Bathara Bayu.



Dalam tegap tubuhnya, dan dalam garang kumis yang melintang tersembunyi jiwa kekanakan Gatotkaca. Suara berat raganya, menindas celoteh riang batinnya. Raga dan suara itu menjebak Gatotkaca yang sebenarnya masih sangat muda. Masih remaja. Gatotkaca yang malang. Gatotkaca yang instant. Gatotkaca yang dipaksa berperang ketika bayi, demi ketentraman kahyangan. Jabang Tetuko, bayi Gatotkaca, dipaksa berperang melawan raja Raksasa. Kawah Candradimuka memaksa tubuhnya menjadi perkasa. Jabang bayi yang baru lahir dipaksa menjadi satria.



Namun seperti sarung Senjata Konta yang bersemayam dalam pusarnya, ada kekosongan di dalamnya. Jiwa kanak-kanak itu tetap ada. Yah.. sarung Senjata Konta, keras diluar namun tetap saja kosong di dalamnya. Sarung Senjata Konta, itulah Gatotkaca. Jiwanya masih kanak, berbeda dengan Bima ayahnya. Keteguhan jiwa Bima, pencerahan budi Bima, hanya untuk Bima. Hanya untuk dia yang mengarungi samudra, menapaki dasarnya, bergelut dengan naga, dan berguru pada Dewaruci. Kemuliaan budi dan jiwa Bima tidak bisa diwariskan ke siapa pun. Tidak juga kepada Gatotkaca, anaknya. Perjalanan pencarian keteguhan jiwa itu yang tidak dialami Gatotkaca. Dia dipaksa dewasa oleh para dewa.



”Selamat Malam, Kangmas Batara Bayu. Maaf mengganggu, mohon ijin ketemu Gatotkaca,” sapa Prabu Kresna mengusik keasyikan Gatotkaca yang sedang ditimang oleh angin semilir.

Suasana tiba-tiba hening. Angin mati.

”Ada apa uwa Prabu. Kok malam-malam menyusul kemari” tanya Gatotkaca keheranan.

”Gatotkaca, uwa minta kamu besok maju ke medan perang. Hadapi Adipati Karna!”

Gatotkaca diam saja.

”Bagaimana Gatotkaca, kamu besok tanding dengan Karna”

Gatotkaca menggeleng pelan

”Tidak uwa! Aku tetap pada tugasku saja. Menghadapi ribuan pasukan dan raksasa raksasa yang lain. Biarlah panglima Kurawa dihadapi oleh satria-satria Pandawa yang lain”

Memang selama ini Gatotkaca bertugas untuk menghancurkan pasukan yang lain, sementara senapati-senapati dihadapi oleh satria-satria Pandawa yang lain. Ada Seta, Uttara, Setyaki, Drestajumna, Srikandi, Abimanyu atau oleh Pandawa sendiri. Kalau pun ada tugas lain, adalah menjadi ”satelit” ketika Arjuna mencari Jayadrata untuk membalas kematian Abimanyu.

”Asyik, bertempur dengan pasukan rendahan dan para raksasa. Bisa bertarung seperti halnya bermain-main saja”

Memang bertempur dengan ribuan pasukan bagi Gatotkaca seperti mainan saja. Melesat ke sana, tendang sini, pukul situ, terjang kanan, sambar kiri.

”Masa kamu hanya berhadapan dengan kroco-kroco saja. Kini saatnya menunjukkan kesaktianmu yang sesungguhnya” bujuk Kresna

Gatotkaca tetap menggelengkan kepalanya.

“Tidak uwa. Selama ini saya selalu menuruti permintaan uwa. Permintaan para dewa. Sekarang saya mau bertempur sesuai kesenangan saya sendiri. Saya menikmati perang ini. Menyenangkan sekali bisa menghajar ratusan prajurit itu.”

Kresna terkejut mendengar jawaban Gatotkaca. Tidak pernah dia seperti ini. Akalnya perputar keras. Gatotkaca harus maju perang, atau rancangan para dewa berantakan.

”Apa kamu tidak mau membalas kematian saudaramu Abimanyu. Kamu tahu, Abimanyu gugur dikeroyok para satria Kurawa. Memang serangan terakhir oleh Jayadrata, tapi Karna juga ikut mengeroyok waktu itu. Bahkan dialah yang menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Jika Abimanyu tidak kehilangan busurnya, tentu dia akan selamat. Karnalah yang membuka jalan kematian Abimanyu. Jayadrata telah dibunuh pamanmu Arjuna. Sekaranglah saatnya bagi kamu untuk bertarung dengan Karna sebagai pembalasan atas kematian Abimanyu”.

Kenangan akan Abimanyu selalu menggugah emosi Gatotkaca. Abimanyu dan Gatotkaca, generasi kedua penerus Pandawa ini, memang sering berpetualang bersama. Mencari tantangan bersama, melatih diri bersama. Kenangan akan Abimanyu sempat menguak juga luka lama Gatotkaca. Kenangan kelam akan tewasnya Kalabendo. Kenangan akan kecerobohan yang mengakibatkan kematian paman dan pengasuh yang sangat disayanginya itu.



Dalam emosi yang terguncang, dan provokasi Kresna, melesatlah Gatotkaca menuju medan perang. Gatotkaca mengamuk luar biasa. Korban berjatuhan. Berpuluh pasukan menghadang, berpuluh pula terlentang. Beratus pasukan menangkal, beratus pula terjungkal. Dicarinya Karna yang telah membuka jalan kematian Abimanyu.



Di lain pihak, Adipati Karna terus merangsek mencari Arjuna. Kehabatan memanahnya luar biasa. Banyak korban tumbang hanya dalam sekali tarikan busur. Dari kejauhan Gatotkaca melihat sepak terjang Karna. Melesatlah dia kesana! Menerjang secepat kilat. Dari sudut mata, Karna melihat datangnya bahaya. Segera dia mengarahkan busur dan melontarkan panah-panahnya.

”Dhuuarrr…!!!”

Ledakan dahsyat terjadi ketika panah panah sakti Karna dihantam dengan pukulan Gatotkaca. Sejenak serangan Gatotkaca berhenti. Namun kemudian dia menyerang lagi. Di balas dengan panah lagi oleh Karna. Gatotkaca menghindar dan menyerang dari segala penjuru. Demikian juga Karna, menahan gempuran Gatotkaca dengan panah-panahnya.

Pertempuran berlangsung sengit. Debu beterbangan dihempas angin yang tercipta oleh lesatan Gatotkaca maupun desingan panah Karna. Sama-sama tangguh. Para prajurit sejenak menghentikan pertempuran mereka, menyempatkan diri untuk menyaksikan pertarungan seru ini.

Gatotkaca dan Karna saling serang dan saling ejek untuk memancing emosi lawannya.

”Ayo raksasa kunthing tunjukkan pukulan saktimu!!” teriak Karna

”Buktikan kamu pantas bertarung di Bharatayuda!! Anak kusir tak pantas melawan Pandawa, cukup aku lawanmu!!” balas Gatotkaca.



Pecahnya konsentrasi Karna sebagai panglima membuat gerak pasukan Kurawa tidak terarah. Tanpa komado yang jelas mereka dilibas oleh pasukan Pandawa dibawah komando Arjuna. Hal ini menyebabkan Duryudana resah, dan mendesak Karna utuk segera mengakhiri pertarungannya.

”Karna, segera habisi Gatotkaca!! Bukan cecunguk itu lawanmu! Arjunalah seharusnya yang kamu hadapi”



Pertarungan telah berlangsung berjam-jam. Karena jumlah anak panah yang semakin menipis dan desakan Duryudana, Karna menggosok-gosokkan tangannya. Dari kedua belah tangannya munculah cahanya menyilaukan. Senjata Konta, senjata para dewa, siap dilepaskan. Gatotkaca terkesima dengan apa yang dihadapinya. Segera dia melesat menjauh. Konta dilepaskan Karna. Meluncur, mendesing, mengejar Gatotkaca.



Gatotkaca terbang setinggi-tingginya, berusaha menghindari Konta. Sementara itu angin berhembus kencang melawan arah Konta. Bhatara Bayu berusaha menahan senjata itu. Dia tahu, senjata itulah jalan kematian bagi cucunya. Namun tetap saja angin tidak mampu menahan laju senjata Konta.

Kerinduan senjata Konta untuk kembali bersatu sarungnya mampu mengatasi kekhawatiran sang bayu. Kerinduan setelah sekian tahun berpisah. Kerinduan yang membara itulah yang sanggup mendorong senjata Konta untuk melaju, meskipun ketempat yang sangat tinggi, mengejar sarungnya.

Sementara itu lesatan Gatotkaca tiba tiba terhenti. Ada suara-suara yang memanggilnya. Suara yang dia kenal sejak masa kecil. Suara yang telah sekian lama hilang itu muncul lagi.

”Tetuko….Tetuko…. hendak kemana engkau terbang sedemikian cepat! Tunggu pamanmu ini. Tunggu aku Tetuko.”

Gatotkaca terkesima mendengar suara Kalabendo yang memanggil manggil nama kecilnya. Sesaat Gatotkaca termangu, menghentikan terbangnya, dan membalikkan badannya, mencoba menunggu Kalabendo pamannya. Di kejauhan tampak bayangan Kalabendo berlari mendekat. Rambut gimbalnya melambai lambai tertiup angin. Gatotkaca tertegun. Direntangkannya kedua tangannya, ingin menyambut Kalabendo sang paman. Seperti anak kecil dia bergerak maju ingin memeluk pamannya. Paman yang sangat dikasihinya. Paman yang telah dia tampar tingga tewas.

Bayangan Kalabendo semakin mendekat, berusaha memeluk Gatotkaca. Sementara itu angin semakin keras bertiup seakan hendak mengingatkan Gatotkaca akan bahaya yang mengancam! Gatotkaca maju menyambut pelukan sang paman. Kalabendo pun memeluk erat Gatotkaca bersamaan dengan bersatunya senjata Konta dengan sarungnya. Pelukan kematian.

Senjata Konta bersatu dengan sarungnya. Gatotkaca diantar Kalabendo ke kematiannya. Pemenuhan kerinduan yang memakan korban.

Senjata Konta telah utuh sempurna. Senjata dan sarung kembali bersatu, lalu kembali ke kayangan, ke tanah para dewa.

Kalabendo dan Gatotkaca kembali bersatu, berpelukan, bermain dan bercanda, seperti dulu.



Gatotkaca gugur!!!



Gegap gempita pasukan Kurawa membahana di Kurusetra menyambut kemengan Karna.

Di langit badai mengamuk, mengabarkan kedukaan Bathara Bayu yang kembali kehilangan cucunya.

Adipati Karna tersenyum kecut. Bayangan kematian datang menghampirinya setelah kehilangan senjata andalannya.

Kresna tersenyum puas, taktiknya berhasil, dan Bharatayudha berjalan sesuai dengan rancangan para dewa.




Hatiku selembar daun...

ONENG KECELAKAAN

ONENG KECELAKAAN


Oneng Menelpon
Oneng : "bang, telpon kite jelek nih"
Badjuri : "emang nape?"
Oneng : "kagak bise nelpon 911 bang?"
Bajuri : "lagak lu kayak bule' aje, emangnye lu udah coba pencet?"
Oneng : "kagak bisa dipencet, kagak ade angka 11 nye."

Oneng Kecelakaan
Oneng datang ke dokter dengan kedua telinganya luka bakar.
Dokter : Apa yang terjadi?
Oneng : Aye sedang nyeterika dan telepon berdering, aye salah mengambil gagang telpon, kagak sengaje aye
angkat seterika dan menempelkannye di telinge aye.
Dokter : Wow..! Tetapi apa yang terjadi dengan telinga Anda yang satu lagi?
Oneng : Teman aye yang goblok itu menelepon lagi.

Oneng Di Apotek
Oneng : Mpok, aye mo beli vitamin buat anak aye.
Apoteker : Vitamin A, B atau C, bu?
Oneng : Ape aje deh, anak aye blon ngerti hurup kok...!!

Oneng Belanja
Oneng: "ade makanan bebek, mpok?"
Mpok: "gue kagak jual ntu neng"
Oneng: "oh iye, makasih mpok"

Besoknya datang lagi...
Oneng: "ade makanan bebek, mpok?"
Mpok: "kagak jual neng..."
Oneng: "oh iye, makasih mpok"

Besoknya masih datang lagi...
Oneng: "ade makanan bebek, mpok?"
Mpok: "pan gue ude bilang 2 kali, GUE KAGAK JUAL dan gak akan pernah jual,

sekali lagi lu tanya, gue paku kaki lu ke lantai...!!! "
Oneng: "galak amat, maafin aye mpok...."

Eh, besoknya gak kapok-² masih datang...
Oneng: "ade martil gak mpok?"
Mpok: "kagak jual"
Oneng: "kalo paku ade mpok?"
Mpok: "kagak"

Hening sejenak...
Oneng: "ade makanan bebek, mpok?"

Oneng Sok Tau
Badjuri pulang narik bajaj dengan wajah murung...
Oneng: "nape bang? kok mukenye kusut kayak cucian kering"
Badjuri: "abang malu neng, tadi abis diketawain ama temen-²"
Oneng: "diketawain kenape? pan bagus bisa ngibur orang"
Badjuri: "gue jawabnye salah pas ditanya paris ntu letaknye dimane?"
Oneng: "mangkenye bang, kalo naroh barang diinget baek-² letaknye"

Oneng dan Kokok Ayam
Ponakan Oneng memanggil Oneng ke belakang rumah sambil teriak...
Ponakan: “mpok oneng... mpok... sini buruan...”
Oneng: “nape sih? pake tereak-² segala...”
Ponakan: “pratiin tu mpok, matenye mpok...”
Oneng: “merem? trus nape?
Ponakan: “ntu die mpok, kenape ayam kalo berkokok matenye merem?”
Oneng: “yee... begituan ditanyain, pan ayam ude hapal teksnye...”

Oneng Kehilangan Uang
Masuk rumah muka Oneng sedih, matanya berkaca-²...
Badjuri: "eh, elu nape neng? abis ngiris bawang? hehe..."
Oneng: "si abang becande mulu', oneng lagi sedih niy"
Badjuri: "sedih kenape?"
Oneng: "duit aye ilang bang dijalan, 20 rebu"
Badjuri: "iya ela... gitu aje nangis, ude ni abang ganti"
Tangis Oneng jadi makin keras...
Badjuri: "nah lho... duitnye ude diganti, male tambah kenceng"
Oneng: "pan, kalo duit oneng kagak ilang sekarang ude jadi 40 rebu bang.



Hatiku selembar daun...

Arjuna Si Pertapa Tampan

Arjuna Si Pertapa Tampan


Alkisah sang arjuna di suruh bertapa di puncak gunung Indrakila. Dia bertapa untuk mendapatkan anugrah dari Hyang Widhi, agar dapat digunakan untuk mengarungi bahtera kehidupan. Dalam perjalanan, di kaki gunung indrakila, arjuna di hadang oleh babi hutan. Babi hutan itu menyeruduk arjuna, menanduk, menyepak sehingga kewalahan. Kemana arjuna lari tetap dikejar. Akhirnya Sang Arjuna melompat agak jauh, memasang anak panah pada gendawanya, dan membidik tepat ke perut babi itu. Ceeep …. babi itu tewas seketika.

Setelah mengalahkan babi, Arjuna melanjutkan perjalanan mendaki gunung itu. Dalam pendakian, setelah menyeberang sungai nan jernih dan indah, tiba-tiba Arjuan dikejutkan oleh ular berkepala dua yang menghadang perjalanannya. Singkat cerita, dia diserang, dipatuk di lilit. Ekor ular di pegang Arjuna, kepalanya mematuk dia. Kepala yang satu di pegang, kepala lain menubruk dari belakang. Arjuna kerepotan, kembali dia melompat menjauh, sambil merapal mantra memasang dua anak panah sekaligus pada busurnya. Anak panah melesat, langsung menembus dua kepala yang dimiliki oleh si ular. Ular lemas tergeletak tak berdaya.

Ular telah dikalahkan, arjuna beristirahat lalu mandi di tengah telaga nan jernih. Sehabis mandi dia tersentak melihat Goa di tepi telaga. Lalu dia melewati goa itu, yang ternyata rumah seorang raksasa sakti mandraguna. Sang raksasa bangun mencium bau adanya manusia. Dan dia marah, karena Arjuna telah berani mandi di telaga miliknya. Arjunapun marah mendengar kata-kata kasar dari raksasa lalu menantangnya untuk berkelahi. Sang Raksasa wajahnya merah, rambutnya gimbal, mata melotot dan taringnya tajam. Mereka sama saktinya. Masalahnya adalah, ketika raksasa itu dipukul oleh arjuna, bukannya tambah loyo, bahkan tambah kuat. Di panah tidak mempan. Di pukul pake batang kayu, malah tambah kuat dan garang. Arjuna kehilangan akal. Lalu dia melompat ke belakang, lalu dia duduk mencakupkan tangan, hening, memusatkan pikiran dan pasrah pada kehendak Sang Pencipta. Anehnya raksasa itu makin kecil, kecil, kecil akhirnya hilang.

Perjalanan dilanjutkan sampai ke puncak gunung Indrakila. Di sanalah Arjuna bertapa dengan khusus, memohon berkah dari Hyang Manon. Di tengah upaya tapanya, datanglah goodaan bidadari supraba yang diutus oleh Bhatara Guru. Arjuna tak tergoda, akhirnya Sang Hyang Siwa berkenan datang ke hadapan Arjuna dan memberikan panah yang disebut Panah Pasopati. Panah Pasopati itu adalah senjata ampuh arjuna, ketika menjadi panglima saat perang Bharatayudha.

Cerita ini sangat menarik dan ada makna di baliknya :

Babi adalah lambang keserakahan. Serakah adalah sifat umum manusia. Manusia yang berhati serakah, diberi seluruh kekayaan bumipun tidak merasa puas. Ingat film James Bond - World is not enough. Karena itulah, bekal untuk mengarungi kehidupan adalah kemampuan kita untuk mengendalikan atau bahkan mematikan keserakahan itu.

Berikutnya adalah ular berkepala dua, yang jadi simbul dengki iri hati. Makanya orang yang licik itu, terkadang disebut ular berkepala dua. Dalam melaksanakan hidup, kita terkadang memiliki rasa iri hati yang semuanya itu berasal dari pikiran kita. Atau juga kita terkadang menghadapi orang dengki iri hati. Orang iri ini sangat berbahaya, mulutnya manis, tapi bisa nikam dari belakang. Karena itulah, pikiran iri hati harus di-”bunuh” dan orang dengkipun harus “dibunuh” pikiran dengkinya.

Setelah masalah iri hati, berikutnya raksasa yang menjadi simbol amarah. Raksasa berwajah merah rambut gimbal taring tajam adalah lambang kemarahan. Kemarahan kalau dilawan dengan marah, bagaikan api disiram bensin. Kemarahan akan padam dengan sendirinya jika dilawan dengan hening, mundur selangkah lalu pasrah.

Yang terakhir, godaan di puncak gunung adalah nafsu birahi. Begitu banyak orang yang sedang berada di puncak kekuasaannya, tergelincir karena nafsu birahi. Berat sekali cobaan yang dihadapi oleh Arjuna untuk mendapatkan panah pasopati.



Hatiku selembar daun...

Lahirnya Bima

Lahirnya Bima


Raja negara Gajahoya, Destarata memanggil Sangkuni dan Jakapitana. Mereka diperintahkan mencari senjata untuk membuka bungkus bayi dari Raden Bungkus yang dibuang di hutan Setragandamayit.

Batara Guru dan Batara Narada di khayangan kedatangan Raden Pandu untuk meminjam Lembu Andini sebagai permintaan Dewi Madrim, istri Raden Pandu. Batara Guru mengizinkannya.

Pandu pulang ke Astina dan disambut Dewi Madrim dengan sukacita lalu mereka naik lembu Andini mengitari pendopo hingga tiga kali lalu ke Andrawira dan menuju kamar mereka untuk bermain cinta. Namun Dewi Madrim meminta Raden Pandu untuk menahan diri dalam sepekan.

Dewi Madrim kemudian meminta kepada Dewi Kunti untuk diajari ajian “Punta Wekasing Tunggal tanpa Lawan”. Oleh Dewi Kunthi diajari sampai dua kali. Maka seketika itu pula Dewi Madrim hamil bayi kembar.

Di negara Barareta, Prabu Kaladergangsa, ratu raksasa mengutus Patih Bragalda meminang putri Tasikmadu, setelah surat lamaran dibuka lalu dibalas dengan jawaban akan diadakan sayembara perang.

Bala tentara Batareta segera menyerbu negara Tasikmadu. Bala tentara Tasikmadu kalah lalu Raden Citra Warsita masuk hujan dengan bala tentaranya.

Semar dan anak-anaknya membuat gara-gara setelah mengajak Raden Harjuna untuk pulang ke Astina tetapi Harjuna tidak mau karena sedang prihatin tidak ada senjata ampuh yang bisa membuka bungkus jabang bayi yang dibuang ayahnya di hutan Setragandamayit.

Pada saat itu datanglah Raden Citra Wasma meminta tolong pada Harjuna mengusir raksasa di Tasikmadu. Harjuna segera menolong dan mengalahkan para raksasa. Sampai di Tasikmadu, Harjuna meminta senjata pada Prabu Tasikmadu untuk memecah bungkus. Tetapi dijawab bahwa tidak ada senjata yang ampuh kecuali kehendak Dewata sendiri. Harjuna merasa lega dan pulang ke Astina.

Batara Guru dan Narada sedang membicarakan gara-gara yang terjadi disebabkan oleh Raden Bungkus di Hutan Setragandamayit.

”Kalau bungkus pecah akan hilang uger-ugering Pandawa, tali kasihnya,” kata Batara Guru.

Batara Guru memanggil anaknya bernama Gajahsena dan meminta untuk memecah bungkus di hutan Setragandamayit. Batara Narada diminta mengiringinya. Batara Narada dan Gajahsena pun pergi menjalankan tugas. Kemudian Batara Guru meminta istrinya Dewi Uma untuk memberikan pakaian kepada Raden Bungkus. Dewi Uma lalu mengambil kain”Poleng Bang”dan turun ke hutan Setragandamayit dan memasukkan kain tersebut bayi Raden Bungkus.

Lalu datanglah Gajahsena dan Batara Narada.Gajahsena segera menusuk bungkus dengan gadingnya, sehingga bungkus tersebut pecah. Namun dengan pecahnya bungkus tersebut hilang pula Gajahsena. Dan yang muncul adalah Raden Bungkus yang memakai Cawat “Poleng Bang”melihat ke kiri dan ke kanan dimana Batara Narada berada. Raden Bungkus kemudian bertanya,” Kamu siapa?” Batara Narada lalu menerangkan siapa dirinya dan memberi tahu bungkus tentang asal-usulnya. Bahwa Raden Bungkus sebenarnya adalah anak Pandu dengan Dewi Kunthi yang lahir berupa bungkus dan dibuang di hutan Setragandamayit.

“Karena kamu bisa keluar dari bungkus tetapi Gajahsena hilang maka kamu saya beri nama Raden Bratasena. Karena tapamu di dalam bungkus dan Gajahsena yang menolongnya. Kamu mempunyai kakak Yudhistira dan adik Raden Harjuna, sekarang kamu pulanglah ke negara Astina, temuilah ayahmu Raden Pandu Dewanata,” perintah Batara Narada.

Batara Narada terbang ke angkasa sambil membawa bungkus bayi yang telah robek. Lalu dia turun di hutan Banakeling kemudian menaruh bungkusan yang mengeluarkan cahaya tersebut diatas batu gilang itu.

Tidak berselang lama, Prabu Sempani di Banakeling yang sedang disuruh istrinya untuk mencari bayi untuk dijadikan anak, melihat ada cahaya di tengah hutan Banakeling. Setelah didekati ternyata ada bungkus di atas batu gilang. Setelah dipegang dan dibaui ternyata berbau bayi. Oleh Prabu Sempani lalu diciptakan menjadi bayi kembar dan dibawa pulang.

Kepada istrinya, Prabu Sempani berkata,”Jangan kamu susui bayi-bayi itu, akan aku mandikan dengan ‘air gege’ supaya cepat besar. Setelah dimandikan segera menjadi jejaka kemudian diberi nama Raden Tirtanata dan Jajadrata.

Di tempat lain, alam perjalanannya menuju Astina, Raden Harjuna bertemu dengan Raden Bungkus, Harjuna bertanya,”Kamu anak dari mana?” Raden Bungkus menjawab,”Namaku si Bungkus. Anak yang dibuang ayahku Pandu Dewanata dan Ibuku Dewi Kunthi.

Segera Harjuna menyembah kepada kakaknya tersebut dan menangis yang tentu saja membuat Raden Bungkus bingung.

“Mengapa kamu berbuat seperti itu?”tanya Raden Bungkus.

Harjuna menjawab bahwa dia adalah adiknya, yang bernama Harjuna. Lalu Bratasena merangkul adiknya tersebut lalu meminta Harjuna pulang terlebih dulu, dia akan menyusul kemudian.

Di tengah jalan Harjuna bertemu dengan Jakapitana dan Sangkuni yang berusaha membunuhnya. Mereka mengeroyok Harjuna beramai-ramai namun Harjuna bisa mengelak. Tidak berama lama Raden Bungkus melihat adiknya dikerubuti orang lalu datang membantunya. Sengkuni lalu bertanya kepada Raden Bungkus yang tinggi besar, ”Siapa kamu kok berani turut campur?” Raden Bungkus menjawab, ”Aku bocah dari Setragandamayit, si bungkus namaku, si Harjuna saya bela karena dia adikku.” Para Kurawa setelah melihat itu lalu bubar melarikan diri.

Harjuna dan Raden Bungkus pulang ke Astina disambut Prabu Abiyasa dan Raden Pandu, Puntadewa dan Dewi Kunthi. Mereka lalu menceritakandari awal hingga akhirnya. Keluarga besar itu pun berangkulan bahagia. Namun Raden Bungkus tidak mau duduk tetapi berdiri saja. Raden Bungkus kemudian dipanggil Raden Bratasena.




Hatiku selembar daun...

WEJANGAN DEWA RUCI UNTUK BIMA

WEJANGAN DEWA RUCI UNTUK BIMA



Termangu sang Bima di tepian samudera, dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis.Tak ada lagi tempat bertanya, sesirnanya sang naga nemburnawa.

Dewaruci, Sang Marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan, tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada dan mustahil akan pernah bisa ditemukan oleh manusia mana pun.

Menghampiri sang Dewa Ruci sambil menyapa, "Apa yang kau cari, hai Werkudara, hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini. Di tempat sesunyi dan sekosong ini."

Terkejut sang Bima dan mencari ke kanan kiri, setelah melihat sang penanya, lalu ia bergumam: "Makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi. Kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?"

"Serba sunyi di sini", lanjut sang Marbudyengrat. Mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini, sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya.

Sang Bima semakin termangu menduga-duga, dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa.

"Ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku. Entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini. Dan siapa sebenarnya diriku ini," tanya Bima

"Ketahuilah anakku, akulah yang disebut Dewaruci, atau sang Marbudyengrat, yang tahu segalanya tentang dirimu, anakku yang keturunan hyang guru dari hyang brahma, anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu, dan janaka. Yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri mandraka," jawab Sang Dewa Ruci.

"Datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang Durna, untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini." berkata Sang Dewa Ruci.

"Bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya, agar tidak mengalami kegelapan seperti ini. Terasa bagai keris tanpa sarungnya," ujar Bima.

"Sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup. Ingatlah pesanku ini senantiasa. Jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu, jangan menyuap sebelum mencicipinya, tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru, sesuatu terwujud hanya dari tindakan. janganlah bagai orang gunung membeli emas, mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas. Bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan," berkata Sang Dewa Ruci.

"Duh, pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba. Bertindak tanpa tahu asal tujuan. Sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka," pasrah Bima berkata.

"Nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku," lanjut sang marbudyengrat.

Sang Bena tertegun tak percaya mendengarnya.

"Ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya. Paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit. Kelingking pun tak akan mungkin muat.

"Wahai Werkudara si dungu ,anakku. Sebesar apa dirimu dibanding alam semesta? Seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku. Jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam. " jawab Sang Dewa Ruci.

Mendengar ucapan sang Dewa Ruci, sang Bima merasa kecil seketika. Dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang Dewa Ruci.

Yang telah terserap ke arahnya.

"Hai, Werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya segala yang kau saksikan di sana," ujar Dewa Ruci.

"Hanya tampak samudera luas tak bertepi," ucap sang Bima. Alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung, tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang," ujar Bima lagi.

"Janganlah mudah cemas," ujar sang Dewa Ruci. Yakinilah bahwa di setiap kebimbangan senantiasa akan ada pertolongan dewata.

Dalam seketika sang Bima menemukan arah mata angin dan melihat surya. Setelah hati kembali tenang tampaklah sang Dewa Ruci di jagad walikan.

"Hai, Bima! Ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan," ujar Dewa Ruci.

"Awalnya terlihat cahaya terang memancar, " kata sang Bima. Kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih. Apakah gerangan semua itu?" tanya Bima.

"Ketahuilah Werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya, penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah), penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih. Cahaya empat warna, itulah warna hati. Hitam, merah, dan kuning adalah penghalang cipta yang kekal. Hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki. Hanya si putihlah yang bisa membawamu ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam. Namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain. Hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi. Hanya bisa menang dengan bantuan sang sukma. Adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan. Di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.

"Duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu," jawab Bima.

"Setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna. Ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar," lanjut Bima.

"Itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih. Semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan. Sering disebut jagad agung dan jagad cilik. Dari sanalah asal arah mata angin dan empat warna hitam merah kuning putih itu. Seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu, Tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin, akan tampak bagai lebah muda kuning gading," ujar Dewa Ruci melanjutkan wejangannya.

"Amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku," lanjut Dewa Ruci.

"Semakin cerah rasa hati hamba," ucap Bima.

"Kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar. Warna sejatikah yang hamba saksikan itu?" tanya Bima.

"Bukan, anakku yang dungu, bukan," jawab Dewa Ruci.

"Berusahalah segera mampu membedakannya. Zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat. Tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini. Sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan. Ia tidak ikut merasakan lapar, kenyang, haus, lelah dan mengantuk dan sebagainya. Dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati. Ialah yang merawat raga. Tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.

"Pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba. Lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?" tanya Bima.



"Itu tidaklah mudah dijelaskan," ujar sang Dewa Ruci. Gampang-gampang susah.

"Sebelum hal itu dijelaskan," kejar sang Bima. Hamba tak ingin keluar dari tempat ini, Serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.

"Itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai Werkudara," jawab Dewa Ruci.

"Mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri. Setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda. Di saat itulah sang sukma akan menghampirimu. Dan batinmu akan berada di dalam sang sukma sejati. Janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api, bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu. Perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka. Jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini. Jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur. Pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini. Pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara, yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati. Hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu, tak perlu lagi segala aji kewijayaan, semuanya sudah termuat di sini.

Maka selesailah wejangan sang Dewa Ruci. Sang guru merangkul sang Bima dan membisikkan segala rahasia rasa terang bercahaya seketika wajah sang Bima menerima wahyu kebahagiaan.

Bagaikan kuntum bunga yang telah mekar, menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta.

Dan blassss . . . !

Sudah keluarlah sang Bima dari raga Dewa Ruci sang marbudyengrat. Kembali ke alam nyata di tepian samudera luas sunyi tanpa sang Dewa Ruci.

Sang Bima melompat ke daratan dan melangkah kembali, siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan.




Hatiku selembar daun...